SMF/Lab Ilmu Penyakit Mata
SMF/Lab Ilmu Penyakit Mata
Tutorial KlinikFakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD A.W.Sjahranie Samarinda
LUXATIO LENTIS ANTERIOR OKULI DEKSTRA DAN HIFEMA GRADE II OKULI
DEKSTRA ET CAUSA TRAUMA TUMPUL OKULI
Oleh :
Budi Kuncoro 05.48871.00272.09Muchamad Prabowo
06.48877.00278.09Pembimbing :
dr. Manfred Himawan, Sp. MDibawakan Dalam Rangka Tugas
Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2012
BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan
benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana
benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat
sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah
sekitarnya.Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas
sehari-hari ataupun karena olah raga1,2. Prevalensi kebutaaan
akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan pasti,
namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada
tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam
penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total
kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan
merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan.3Sebagai
seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi
merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan
harus ditangani dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case
yang harus ditangani dalam hitungan jam atau hari. Sehingga
membutuhkan diagnosa dan pertolongan cepat dan tepat. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi
kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa,
luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan
koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf
optik1. Dislokasi lensa merupakan salah satu sebab yang diakibatkan
adanya trauma tumpul pada mata. Akibat benturan pada mata,
menyebabkan gangguan pada ligamentum penyangga mata yaitu zonula
zinii, yang akhirnya menyebabkan lensa berpindah dari tempatnya
yang semula. Manifestasi dari dislokasi lensa ini antara lain dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan sampai dengan gangguan lain
seperti uveitis dan galukoma sekunder. Diagnosis yang tepat
terhadap keadaan ini merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan
kelianan ini, dimana dengan penatalaksanaan yang tepat dapat
meminimalisir kerusakan pada fungsi mata dan mencegah
komplikasiHifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada
bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Hal
ini disebut dengan hifema primer. Bila oleh karena sesuatu sebab
misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka timbul
perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan
lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang1.
Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan
tekanan intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia
posterior atau anterior, dan katarak. Oleh karena hifema dapat
menyebabkan penurunan penglihatan yang signifikan, maka setiap
dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi, dan tata laksana
hifema.
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan laporan kasus ini ialah
untuk mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan penegakan diagnosis pada kasus luxatio lentis dan
hifema akibat trauma tumpul okuli serta untuk mengkaji ketepatan
penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus ini.BAB
IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Trauma Tumpul Okuli
2.1.1 Definisi Trauma Tumpul Okuli
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan
benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana
benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat
sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah
sekitarnya1,2,3.
Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakan di rumah,
kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.
Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul berupa
bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain
sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat counter coupe, yaitu
terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di
sisi yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola
mata akan diteruskan sampai dengan makula1,2,3.auma tajam
(perforans), trauma radiasi, trauma kimia.
2.1.2 Manifestasi Trauma Okuli
Tanda dan Gejala meliputi : Mata merah Rasa sakit Perdarahan
atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Memar disekitar mata
Penurunan visus dalam waktu mendadak Mual dan muntah karena
kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).
Penglihatan kabur Sakit kepala Infeksi konjunctiva
Pada anak-anak sering terjadi somnolen
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola
mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya
saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.2.1.3
Manifestasi Trauma Tumpul Pada Mata Berdasarkan Lokasi 1. Trauma
Tumpul pada PalpebraHematoma palpebraMerupakan pembengkakan atau
penimbunan darah di bawah kulit kelopakakibat pecahnya pembuluh
darah palpebra. Biasanya terjadi pada trauma tumpul kelopak mata.
Bila perdarahan terletak lebih dalam mengenai kedua kelopak dan
berbentuk kaca mata hitam yg sedang dipakai,disebut hematom kaca
mata. Bisa terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan
tanda fraktur basis kranii. Dapat diberikan kompres dingin untuk
menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah
lama, untuk memudahkan absorpsi darah dapat di lakukan kompres
hangat pada kelopak mata. 2,32. Trauma Tumpul Konjungtiva
a. Edema KonjungtivaJaringan konjungtiva akan terjadi kemotik.
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak
menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. Dapat
diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam
selaput lendir konjungtiva. 2,3b. Perdarahan Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau
dibawah konjungtiva (arteri konjungtiva dan arteri episklera).
Pecahnya pembuluh darah ini akibat batuk rejan, trauma tumpulbasis
kranii atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudahpecah
misalnya pada usia lanjut, hipertensi, arteriskerosis. Pemeriksaan
Funduskopi diperlukan bila tekanan bola mata rendah dengan pupil
lonjongdisertai tajam penglihatan yang menurun dan hematoma
subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk
mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. Pengobatan dini
dilakukan kompres hangat, Perdarahan subkonjungtiva akan hilang
atau diabsorpsi dalam 1 2 minggu tanpa diobati. 2,3
Gambar 1. Perdarahan Subkonjungtiva3. Trauma tumpul pada
kornea
a. Edema Kornea
Trauma tumpul dapat mengenai membran descemet yang mengakibatkan
edema kornea. Pasien merasa penglihatan kabur dan terlihat pelangi
disekitar sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh
dengan uji plasido yang positif. Edema kornea ynag berat akan dapat
mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi
kedalam jaringan stroma kornea. Pengobatan diberikan Nacl, glukosa
dan larutan albumin. Bila terdapat peningkatan tekanan bola mata
maka diberikan asetazolamida. 2,3b. Erosi Kornea
Merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras. Pasien merasa sakit sekali
akibaterosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang
banyak ,mata berair, blefarospasme, fotofobia dan penglihatan akan
terganggu oleh media kornea yang keruh. Pada kornea akan terlihat
suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein
aanberwarna hijau. Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa
tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit, pemberiannnya harus
hati hati karena dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yang
terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk
mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika , akibat rangsangan
yang mengakibatkan spasmesiliar maka diberikan sikloplegik aksi
pendek seperti tropikamida. 2,34. Trauma Tumpul Uvea
1. Iridodialisis
Disinsersi akar iris dan badan siliar, biasanya bersamaan dengan
terjadinya hifema. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya
,pupil terlihat menonjol. Sebaiknya dilakukan pembedahan dengan
melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas. 2,3
Gambar 2. Iridodialisis
2. Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar atau
midriasis, pasien sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi,
silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar padapupil. Pupil
terlihat tidak sama besar dan bentuknya ireguler ,disertai lambat
atau tidak adanya refleks cahaya , dapat permanen atau sementara.
Pasien sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadinya kelelahan
sfingter dan pemberian roborantia. 2,33. Trauma Tumpul pada
Lensa.
a. Dislokasi Lensa
Dislokasi lensa terjadi karena putusnya zonula zinii yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu. Bila zoluna ziniii putus
maka lensa akan mengalami luksasi ke depan (luksasi anterior) atau
luksasi ke belakang (luksasi posterior).2,3,4b. Subluksasi
LensaTerjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga
lensaberpindah tempat, subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan
akibatpasien menderita kelainan pada zonula zinii yang rapuh
(Sindrom Marphan). Akibat pegangan lensa pada zonula zinii tidak
ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan mata akan
menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong
iris kedepan sehingga sudut bilik mata tertutup, bila sudut bilik
mata menjadi sempit maka mudah terjadi glaukoma sekunder. 2,3
Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik
sehingga tidak timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit
glaukoma maka dilakukan ekstraksi lensa pada orang tua sedang pada
orang muda dilakukan ekstraksi linear atau ekstraksi lensa
ekstrakapsuler.5c. Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa
dapat masuk kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan
pengaliran keluar cairan bilik mata yang dapat mengakibatkan
glaukoma kongestif akut. Pasien akan mengeluhpenglihatan menurun
mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah
dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan fisikterdapat injeksi siliar
yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik mata depan, iris
terdorong kebelakang dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata
yang tinggi. 2,3Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan
pengeluaran lensa yang terletak didalam bilik mata depan. Tekanan
bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum lensa dikeluarkan.
Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi atau luksasi
seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu
diperlukan persiapan yang baik.5d. Luksasi lensa posterior
Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuatorsehingga
lensa jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam dibawahpolus posterior
fundus okuli. Pasien mengeluh adanya skotoma pada lapang
pandangannya akibat lensa yang mengganggu kampus. Mata akan
menunjukkan gejala mata tanpa lensa , pasien akan melihat normal
dengan lensa + 12,0 dioptri untuk jauh , bilik mata depan dalam dan
iris tremulans. 2,3e. KatarakTraumatikKatarak akibat cedera pada
mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul terlihat sesudah
beberapa hari ataupun tahun. 2 Pada trauma tumpul akan terlihat
katarak subkapsular anteriormaupun posterior. Kontusio lensa
menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk
tercetak (imprinting) yang cincin Vossius. 2,10
Gambar 3. Vossius ring.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat,
perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel
sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada
lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai
dengan terdapatnya massa lensa di dalam bilik depan. 2,4
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik massa lensa
yang akan bercampur magrofag dengan cepatnya, yang dapat
menyebabkan uveitis. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah
akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang
disebut sebagi cincin Soemering atau bila epitel lensa
berploriferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching. 2Pengobatan
katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi
pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa
intra okuler primer atau sekunder. 2Pada katarak trauma apabila
tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi
tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain
sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis
dan glaukoma sering dijumpai pada orang tua. Pada beberapa pasien
dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat
mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai
perdarahan, ablasio retina, uveitis atau salah letak lensa. 2
Gambar 4. Katarak traumatik (Flower-shaped cataract).4. Trauma
tumpul Retina dan Koroida. Edema Retina
Warna retina terlihat lebih abu abu akibat sukarnya
melihatjaringan koroid melalui retina yang sembab ,terjadi edema
makula sehingga tidak terdapat cherry red spot, penglihatana akan
sangat menurun. Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah
terjadi edema makula atau edema berlin. 2,3b. Ablasi Retina
Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadi ablasio
retina ini seperti retina tipis akibat miopia dan proses degenerasi
retina lainnya. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina
yang berwarna abu abu, pembuluh darah yang terlihat terangkat dan
berkelok kelok.2,3c. Ruptur koroid
Terjadi perdarahan subretina, biasanya terletak di
polusposterior bola mata dan melingkar konsentris disekitar
papilsaraf optik. Bila ruptur koroid ini mengenai daerah
makulalutea maka tajam penglihatan akan menurun dengan cepat,
ruptur bila tertutup oleh perdarahan subretina sukardilihat tetapi
bila darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat bagian
ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa
tertutup koroid. 2,32.1.4 DIAGNOSIS
Anamnesa
Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses
terjadi trauma, benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana
arah datangnya benda yang mengenai mata tersebut apakah dari depan,
samping atas, bawah dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata.
Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan
bahan benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan
lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah
pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah
kecelakaan. Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma
disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit dan apakah sudah
dapat pertolongan sebelumnya.5Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga
kejadian trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata.
Untuk itu perlu pemeriksaan neurologis dan sistemik mencakup
tanda-tanda vital, status mental, fungsi, jantung dan paru serta
ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat dimulai dengan:
1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi
cahaya, diskriminasi dua titik dan defek pupil aferen.
2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita.
Lakukan palpasi untuk mencari defek pada tepi tulang orbita.
3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan
abrasi
4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak
5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan
6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya
(dibandingkan dengan mata yang lain)
7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus
dan retina.1,32.1.5 Penatalaksanaan Trauma Tumpul Bola Mata
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak
jelas adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus
dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan,
tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena
kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan
intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara
parenteral spektrum luas dan pakai pelindung pada mata. Analgetik,
antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,
dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus
menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi
neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan
bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi
intraokular.
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat
kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang
tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap.
Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke
mata yang cedera harus steril.
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian
besar efek kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah
segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk menyebabkan
perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan
sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada
kasus hifema.
2.2 Dislokasi Lensa
2.2.1 DefinisiDislokasi lensa adalah berpindahnya lokasi lensa
dari tempatnya yang diakibatkan karena putusnya zonula zinii. Lensa
dapat berpindah ke daerah depan (anterior) maupun ke belakang
(posterior). Putusnya zonula zinii pada kebanyakan kasus disebabkan
oleh adanya trauma pada mata, dan kelainan pada zonula zinii yang
bersifat herediter seperti pada marfan sindrom5,6.2.2.2
EtiologiPenyebab tersering dari terjadinya dislokasi lensa adalah
karena terjadi trauma tumpul pada mata. Truma yang terjadi bisa
menyebabkan kerusakan pada zonula zinii yang merupakan ligamentum
yang menfiksasi kapsul lensa. Kerusakan pada ligamentum ini bisa
menyebabkan perpindahan lokasi lensa, bisa ke depan (anterior)
maupun ke belakang (posterior).Penyebab lain dari dislokasi lensa
bisa karena adanya gangguan pada fibrinilin yang terdapat pada
zonula zinii. Keadaan ini terjadi pada penderita Marfan Sindrom.
Gangguan tersebut menyebabkan kelainan pada zonula zinii dan
akhirnya menganggu fungsinya sebagai penyangga lensa. Bisa terjadi
dislokasi lensa yang sebagian (subluksasi) maupun total (luksasi)
4,5,6.table 1. Beberapa penyebab terjadinya dislokasi lensa2.2.3
Klasifikasia. Subluksasi LensaTerjadi akibat putusnya sebagian
zonula zinii sehingga lensaberpindah tempat, subluksasi lensa dapat
juga terjadi spontan akibatpasien menderita kelainan pada zonula
zinii yang rapuh (Sindrom Marphan). Akibat pegangan lensa pada
zonula zinii tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi
cembung, dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi
sangat cembung mendorong iris kedepan sehingga sudut bilik mata
tertutup, bila sudut bilik mata menjadi sempit maka mudah terjadi
glaukoma sekunder. 2,3
Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik
sehingga tidak timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit
glaukoma maka dilakukan ekstraksi lensa pada orang tua sedang pada
orang muda dilakukan ekstraksi linear atau ekstraksi lensa
ekstrakapsuler.5b. Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa
dapat masuk kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan
pengaliran keluar cairan bilik mata yang dapat mengakibatkan
glaukoma kongestif akut. Pasien akan mengeluhpenglihatan menurun
mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah
dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan fisikterdapat injeksi siliar
yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik mata depan, iris
terdorong kebelakang dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata
yang tinggi. 2,3,Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan
pengeluaran lensa yang terletak didalam bilik mata depan. Tekanan
bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum lensa dikeluarkan.
Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi atau luksasi
seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu
diperlukan persiapan yang baik.5
Gambar 5. A. tampak bayangan lensa pada bilik mata depan pada
pasein post trauma tumpul yang disertai adanya hifema. B. pada
pemeriksaan slit lamp terlihat bentukan lensa pada bilik mata
depan, terfiksasi antara pupil dan kornea7c. Luksasi lensa
posterior
Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuatorsehingga
lensa jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam dibawahpolus posterior
fundus okuli. Pasien mengeluh adanya skotoma pada lapang
pandangannya akibat lensa yang mengganggu kampus. Mata akan
menunjukkan gejala mata tanpa lensa , pasien akan melihat normal
dengan lensa + 12,0 dioptri untuk jauh , bilik mata depan dalam dan
iris tremulans. 2,32.2.4 GejalaGejala yang timbul pada pasien
tergantung dari derajat keparahan dislokasi lensa. Apabila
dislokasi yang terjadi hanya ringan, mungkin tidak akan terlihat
gejala, namun sebaliknya dislokasi lensa yang parah dapat
menimbulkan keluhan berupa gangguan akomodasi, diplopia dan
gangguan visus. Pada keadaan dengan komplikasi seperti glaucoma,
dapat timbul keluhan akibat TIO yang meningkat seperti nyeri kepala
dan mual-muntah2.2.5 DiagnosisDiagnosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan slit lamp, apabila lensa terdapat di bilik depan maka
akan terlihat bentukan lensa di bilik mata depan. Pada dislokasi
posterior, mungkin bisa dilihat apabila pupil diperbesar
(midriasis), namun apabila masih sulit, maka pemeriksaan dengan USG
dapat membantu5,6,7.
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dislokasi lensa biasanya tergantung pada gejala
yang timbul. Apabila tidak timbul gejala/asimptomatik maka hanya
perlu dilakukan observasi pada pasien. Namun apabila telah timbul
gejala seperti gangguan penglihatan sampai komplikasi seperti
glaukoma akibat peningkatan TIO, maka ekstraksi lensa harus segera
dilakukan.
Pada dislokasi anterior, ekstraksi lensa harus dilakukan sedapat
mungkin untuk menghidari terjadinya glaucoma akut akibat lensa yang
terlepas ke arah anterior dapat menyebabkan glaucoma sudut tertutup
akut. Sedangkan lensa yang terlepas ke arah posterior (badan
vitreus) yang biasanya tidak menimbulkan masalah dapat dibiarkan,
kecuali apabila setelah beberapa lama dapat terjadi decomposisi
dari lensa yang dapat menyebabkan peradangan pada vitreus, maka
perlu dilakukan pengambilan lensa5,6,7.Setelah pengambilan lensa
pasien dapat tetap dibiarkan afakia dan diberikan alat bantu visus
seperti kacamata afakia dan lensa kontak. Dapat juga diberikan
penanaman lensa intraokuler seperti halnya pada pasien
katarak5,6,7.
2.3. Hifema
2.3.1 Definisi Hifema
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik
mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat
terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau
badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang
jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat
dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata
depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan1,2,.Hifema atau
darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien
duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan
hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan1,2.Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan
iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora
dan blefarospasme1,2.Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh
darah di iris dan merusak sudut bilik mata depan. Darah di dalam
aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema).
Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin
dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade
pupil.1,22.2.2 Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti
terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain
itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi
mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang
terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan
kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).Hifema
yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh
kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi
robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan
tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan
menimbulkan perdarahan. Pendarahan yang timbul dapat berasal dari
kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid,
vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil. Perdarahan
di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari
luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian
terendah.2.2.3 Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:1. Hifema
traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada
segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur
operasi mata).
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan
silier, sehingga pembuluh darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
(contohnya juvenile xanthogranuloma).
5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).b)
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke
2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi
trauma.c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa
grade (Sheppard) :
1. Grade I: darah mengisi kurang dari sepertiga COA2. Grade
II:darah mengisi sepertiga hingga setengah COA3. Grade III:darah
mengisi hampir total COA 4. Grade IV:darah memenuhi seluruh COA
2.2.4 PatofisiologiTrauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata,
disertai peregangan limbus, dan perubahan posisi dari iris atau
lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut
dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata.
Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,
antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan
siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar1,2,4.
Gambar 7. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan
kanker mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma
tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak
sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada
patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA,
mengotori permukaan dalam kornea.Perdarahan pada bilik mata depan
mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis.
Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan
pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan
menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik
mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya
berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan
terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka
plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade
koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang
sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan
darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar
dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran
uveaskleral.Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang
disebut perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat
pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5
setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang
primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat
sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena
resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh
darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.2.2.5
Penegakan Diagnosis
Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat
memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya
perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan flashlight),
kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya
tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia
(tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme,
edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan
disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau
somnolen.Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata
yang berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat
penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya
cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di
bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot
sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi
(midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada
kornea, anisokor pupil.Akibat langsung terjadinya hifema adalah
penurunan visus karena darah mengganggu media refraksi. Darah yang
mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera
anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini disebut
glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat
massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi
membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu
akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan mengakibatkan
pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan
kornea.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata
Snellen; visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous
humor, iris dan retina.b) Lapangan pandang: penurunan dapat
disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.c) Pengukuran
tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.d) Slit Lamp
Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact, aqueous flare, dan synechia posterior.e) Pemeriksaan
oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.2.2.7
Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit
tidak berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun
perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak
diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan
mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang
lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik
hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu
perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang
disertai dengan tindakan operasi.Perawatan Konservatif/Tanpa
Operasi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi
kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45o
(posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah
baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan
bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari
hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi
perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan
minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder.2. Bebat
mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian
pendapat di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang
terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang
sakit. 3. Pemakaian obat-obatanPemberian obat-obatan pada penderita
dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk
menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan
komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan
seperti :
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya
: Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada
hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti
fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/
transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap
dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu
sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan
sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya
kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat
timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma
juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran
tekanan intra okular. Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai
keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan
mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika
akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan
bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa
penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan miotika
bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat
saja. Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox)
secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan
tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga
pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan
tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak
rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular,
berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra
okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan
parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila
tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan
dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra
okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga
parasentesa. Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi
komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan
antibiotika.
Perawatan Operasi
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia
anterior perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau
hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi bedah biasanya
diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan
indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
3. Hifema otal dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau
lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6
hari dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal
bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9
hari (untuk mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema
berapapun ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg
lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg
atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu
studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total
hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi
pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi
diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam
24 jam.2.2.8 KomplikasiKomplikasi yang paling sering ditemukan pada
traumatik hifema adalah perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan
hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya sendiri berupa
dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis.
Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema.1.
Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6,
sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%.
Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat
traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya.
Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer.
Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma
inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma. 2.
Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan
oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan
darah. Insidensinya 20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%.
Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata
oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula
sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula terjadi
akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata
sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.3. Hemosiderosis
kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam
bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm
sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris.
Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di
daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk
hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat
masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya
dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat
dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan
sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus
karenahemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang
dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya
10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi
yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan
kebutaan.
4. SinekiaSinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik
hifema.Komplikasi ini akibat dari iritis atau
iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat
terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien
dengan evakuasi bedah pada hifema.
Peripheral anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada
pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9
hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer
berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari darah
pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan
trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata
tertutup.5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra
okular.
2.2.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada
kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit
dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah
akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari.
Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya
bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek
pada ketajaman penglihatan.BAB IIILAPORAN KASUSAnamnesis dan
pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Sabtu, 3 November 2012 di
Poli Mata RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Sumber anamnesis : autoanamnesis.1.1 Anamnesis
Identitas pasien
Nama
: Ny. WUsia
: 46 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Pekerjaan: BertaniSuku
: ButunAgama
: Islam
Status marital: MenikahAlamat : Jl. Wahid Hasyim Sempaja
SamarindaKeluhan utama
Nyeri dan penglihatan kabur pada mata kanan Riwayat penyakit
sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri penglihatan kabur pada mata kanan
secara tiba-tiba sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya 2 hari yang
lalu pasien mengalami kecelakaan dimana saat memotong rumput mata
kanan terkena pecahan keyu yang terlempar ke mata sebelah kanan.
Setelah terbentur, pasien merasa mata pasien terasa nyeri dan
penglihatan pasien menjadi kabur. Keluhan mual, muntah dan nyeri
kepala disangkal pasien. Pasien juga mengeluhkan mata kanannya
sering mengeluarkan air mata sejak kejadian tersebut.Pada hari
setelah kejadian pasien sempat dibawa ke IGD RSUD A.W. Sjahranie,
dan dikatakan bahwa lensa matanya terlepas ke bagian depan. Pasien
kemudian diberikan perawatan sementara dan diminta untuk datang ke
Poli mata untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. Saat
pulang dari IGD pasien diberikan obat anti nyeri.Riwayat Penyakit
Dahulu
Riwayat diabetes melitus (-) dan tekanan darah tinggi (-)Riwayat
Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa.
1.2 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda vital
:
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi
: 72x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu
: 36,8o C
Status generalisata:
Kepala leher: Status oftalmologi, pembesaran KGB (-) Thorax
: Bentuk dada dan pergerakan simetris, vesikuler, rhonki (-/-),
wheezing(-/-), Sonor (+/+), S1 S2 tunggal regular, gallop (-),
murmur (-) Abdomen: flat, soefl, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Ginjal
tidak teraba, bising usus (+) kesan normal Ekstremitas: akral
hangat, edem (-)
Status OftalmologiPemeriksaanOculi DextraOculi Sinistra
Visus dasar1/606/15
Posisi bola mataOrtoporiaOrtoporia
Pergerakan bola matabaik ke segala arah,nyeri(+)baik ke segala
arah
Palpebra superiorHematom (-), laserasi (-)Hematom (-), laserasi
(-)
Palpebra inferiorHematom (-), laserasi (-)Hematom (-), laserasi
(-)
Konjungtiva bulbiinjeksi konjungtiva (+), injeksi siliar
(+)injeksi konjungtiva (-)
KorneaKeruh, odema (+)Jernih
COAHifema 1/3 COA, tampak bayangan lensaCukup Dalam
PupilBulat, reflek cahaya (+), blood cloth (-)Bulat, Reflek
cahaya (+)
Iriswarna kecoklatanwarna kecoklatan
LensaLuxatio anteriorJernih
Tonometri4/5,5g (20,65/5,5g(17,3
Tes FlouressenPositifNegative
Funduskopi
Tidak dilakukanTidak dilakukan
1.3 Diagnosa Kerja Sementara Hifema Okuli Dekstra Grade II Et
Causa Trauma Tumpul Okuli Luxatio Lentis Anterior Et Causa Trauma
Tumpul Okuli1.4 Penatalaksanaan Terapi konservatif (Pre Op) : Bed
rest total
Elevasi kepala 30o atau menggunakan 2 buah bantal Operatif
Operasi dilakukan pada tanggal 5 November 2012 ( dilakukan SICS
(Small Incisi Cataract Surgey) dengan pemasangan IOL (Intraocular
Lens)Terapi post operatif : Cefadroxil 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Xytrol eye drop 5 gtt I OD
1.5 Prognosis
Dubia ad bonamBAB IV
PEMBAHASANDilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien
bernama Ny.W pada Sabtu 3 November 2012 di poli mata RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Pasien datang dengan keluhan utama nyeri
dan penglihatan yang kabur pada mata kanan yang muncul mendadak
setelah mata pasien terkena kayu saat memotong rumput.Anamnesis
TeoriFakta
Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakan di rumah,
kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas
Gejala yang dapat timbul : Mata merah
Rasa sakit
Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Memar disekitar mata
Penurunan penglihatan dalam waktu mendadak
Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).
Sakit kepala Terjadi akibat kecelakaan saat memotong rumput mata
kanan terkena kayu Keluhan :
Mata merah dan nyeri
Memar disekitar mata
Penurunan penglihatan dalam waktu mendadak
Keluar air mata
Pemeriksaan FisikStatus OftalmologiPemeriksaanOculi DextraOculi
Sinistra
Visus dasar1/606/15
Posisi bola mataOrtoporiaOrtoporia
Pergerakan bola matabaik ke segala arah
baik ke segala arah
Palpebra superiorHematom (-), laserasi (-)Hematom (-), laserasi
(-)
Palpebra inferiorHematom (-), laserasi (-)Hematom (-), laserasi
(-)
Konjungtiva bulbiinjeksi konjungtiva (+), injeksi siliar
(+)injeksi konjungtiva (-)
KorneaKeruh, odema (+)Jernih
COAHifema 1/3 COA, tampak bayangan lensaCukup Dalam
PupilBulat, reflek cahaya (+), blood cloth (-)Bulat, Reflek
cahaya (+)
Iriswarna kecoklatanwarna kecoklatan
LensaLuxatio anteriorJernih
Tonometri4/5,5g (20,65/5,5g(17,3
Tes FlouressenPositifNegative
Funduskopi
Tidak dilakukanTidak dilakukan
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik , tidak
terdapat tanda cidera sistemik atau gangguan hemodinamik. Pada
pemeriksaan visus mata kanan didapatkan visus yang menurun yakni
1/60 hanya dapat menghitung jari dari jarak 1 meter. Pada
konjungtiva didapatkan baik injeksi konjungtiva maupun injeksi
silier. Pada pemeriksaan kornea didapatkan keruh dan oedem. Pada
COA tampak hifema 1/3, pupil berbentuk bulat, reflek cahaya (+).
Pada bilik mata depan terlihat bayangan lensa.
Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan tes flouresensi dan
didapatkan hasil positif dimana bahan flouresen yang berwarna
jingga merah saat disinari memberikan warna hijau. Tes ini dapat
digunakan untuk melihat defek pada epitel kornea. Dan dari hasil
pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa terdapat defek epitel kornea
pada mata pasien.
Manifestasi Trauma Okuli TeoriKasus
Erosi kornea
Iridodialisa
Iridoflegia
Iridosiklitis Hifema
Subluksasi lensa
Luksasi lensa anterior
Luksasi lensa posterior
Katarak traumatic
Edema retina dan koroid
Ablasi retina
Rupture koroid
Avulsi papil saraf optic Erosi Kornea Luxatio Lentis Anterior
Hifema grade II
Manifestasi klinis dari trauma okuli pada pasien ini berupa
luxatio lentis anterior dan hifema grade II. Luxatio lentis
anterior terjadi akibat dislokasi total lensa ke bilik mata depan.
Pada pasien ini juga didapatkan hifema yang menutupi 1/3 COA
sehingga dikategorikan hifema grade II. Penatalaksanaan
TeoriKasus
Luxatio lensa anterior :
Ektraksi lensa
Hifema Bed rest total dengan elevasi kepala 300 Bebat mata
Antikoagulan
Antibotik dan kortikosteroid Parasintesis untuk evakuasi hifema
Terapi konservatif (Pre Op) :
Bed rest total
Elevasi kepala 30o atau menggunakan 2 buah bantal
Operatif
Operasi ini dilakukan pada tanggal 1 November 2012 ( Ekstraksi
lensa dengan SICS dan pemasangan IOL serta evakuasi hifemaTerapi
post operatif :
Cefadroxil 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Xytrol eye drop 5 gtt I OD
Penanganan trauma okuli dengan luxatio lensa anterior yaitu
ekstraksi lensa segera untuk menghindari komplikasi seperti uveitis
anterior dan glaukoma karena seluruh lensa berada di bilik mata
depan. Penanganan trauma okuli dengan hifema pada prinsipnya adalah
Menghentikan perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan
sekunder, Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan
mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari
komplikasi yang lain dan berusaha mengobati kelainan yang
menyertainya. Hal ini dapat dilakukan dengan perawatan konservatif
maupun operatif.Pasien dalam kasus ini menjalani terapi konservatif
berupa bed rest total dengan elevasi kepala 300. Hal ini akan
mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan
kita mengevaluasi jumlah perdarahannya, absorbs dari hyfema
dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan
sekunder. Pada pasien dilakukan operasi ekstraksi lensa dengan
metode SICS dan pemasangan IOL serta dilakukan evakuasi hifema.BAB
VPENUTUP
5.1. Kesimpulan
Seorang pasien bernama Ny. W pada Rabu 3 November 2012 di poli
mata RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda datang dengan keluhan
utama nyeri dan penglihatan kabur pada mata sebelah kanan yang
muncul mendadak setelah mata pasien terkena kayu saat memotong
rumput. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakkan
diagnosis kerja sementara Luxatio Lentis Anterior dan Hifema Grade
II Okuli Dekstra. Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan operasi
ekstraksi lensa dengan metode SICS dan pemasangan IOL serta
evakuasi hifema. Prognosa pada pasien ini adalah dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA1. Asbury & Sanitato (eds). Trauma Dalam
Oftalmologi Umum, Edisi 17, Vaughan, Asbury, Riordan-Eva (eds).
Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2009. 2. Ilyas S. Penuntun Ilmu
Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001. 3.
Ilyas S, dkk. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran, Edisi Kedua. Jakarta: CV. Sagung Seto. 2002. 4. Bord SP
and Judith L. Trauma to the Globe and Orbit. Emergency Medicine
Clinics of North America. Elsevier Inc. 20085. Lang G. Opthamology,
a Color Atlas 2nd Edition. Thieme : New York. 20066. Schlote T, et
al. Pocket Atlas of Opthamology. Thieme : New York. 20087.
Sreckovic S et al. Case Report : Traumatic Anterior dislocation of
The Crystalline Lens and Its Surgical Management
B
29