Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah IMAGE PROCESSING Judul Makalah : “ “ Digital Watermarking" Disusun Oleh : Dedy Fitriandy .N (1214370084) TI-SORE-8C UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI FAKULTAS ILMU KOMPUTER MEDAN 2015
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
IIMMAAGGEE PPRROOCCEESSSSIINNGG
Judul Makalah :
DDiiggiittaall WWaatteerrmmaarrkkiinngg""
DDiissuussuunn OOlleehh ::
DDeeddyy FFii ttrr iiaannddyy ..NN ((11221144337700008844))
TTII --SSOORREE--88CC
UUNNIIVVEERRSSIITTAASS PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN PPAANNCCAA BBUUDDII
FFAAKKUULLTTAASS IILLMMUU KKOOMMPPUUTTEERR
MMEEDDAANN
22001155
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT, yang telah memberikan segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah ini berhasil diselesaikan , judul yang dipilih adalah Digital
Watermarking.
Diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk menambah informasi mengenai Interaksi Manusia
dan Komputer yang diampu oleh Bapak Ferry Fachrizal, ST., M.Kom.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata penulis ucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Medan, 11 Juni 2015
Penyusun,
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................ 4
BAB II ..................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
2.1. Steganografi ................................................................................................................................ 5
2.1.1. Pengertian Steganografi ..................................................................................................... 5
2.1.2. Sejarah Steganografi. .......................................................................................................... 6
2.1.3. Kriteria steganografi yang bagus ...................................................................................... 8
2.1.4. Penyisipan (Insertion) pada Least Significant Bit(LSB) ................................................. 8
2.2.1. Digital Watermarking....................................................................................................... 10
2.2.2. Jenis-jenis Citra Watermarking ...................................................................................... 10
2.2.3.Aplikasi Citra Watermark ................................................................................................ 10
2.2.4.Metode Penyisipan Citra Watermark .............................................................................. 11
2.2.5.Kriteria Watermarking yang bagus ................................................................................. 12
2
2
2
2
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi digital serta internet saat ini telah memberi kemudahan untuk melakukan
akses serta mendistribusikan berbagai informasi dalam format digital. Beberapa faktor yang membuat
data digital (seperti audio, citra, video dan text) banyak digunakan antara lain:
o Mudah diduplikasi dan hasilnya sama dengan aslinya.
o Murah untuk penduplikasian dan penyimpanan,
o Mudah disimpan dan kemudian untuk diolah atau diproses lebih lanjut,
o Serta mudah didistribusikan, baik dengan media disk maupun melalui jaringan seperti
internet.
Kemudahan tersebut akhirnya dapat digunakan secara negatif tanpa memperhatikan aspek hak
cipta (Intellectual Property Right).
Perlindungan hak cipta terhadap data digital memang sudah menjadi perhatian orang-orang sejak
dulu.
Banyak cara yang sudah ditempuh untuk memberikan atau melindungi data digital, seperti:
encryption, copy protection, visible marking, header marking, dan sebagainya, tetapi semua cara
tersebut memiliki kelemahannya masing-masing.
Teknologi watermarking merupakan suatu solusi didalam melindungi hak cipta kepemilikan
terhadap data-data digital, yang akhir-akhir ini dikembangkan para peneliti, yang memiliki sifat-sifat
invisibility dan robustness yang dapat diatur serta data yang terwatermark dapat diduplikasi seperti
layaknya data digital.
Ide awal teknologi watermarking muncul pada tahun 1990 dan pada tahun 1993 Tirkel et al mulai
menggunakan kata 'watermark' dalam papernya.
Digital Watermarking didasarkan pada ilmu steganografi, yaitu ilmu yang mengkaji tentang
penyembunyian data. Teknik ini mengambil keuntungan dari keterbatasan indra manusia, khususnya
penglihatan dan pendengaran, sehingga watermark yang dibubuhkan pada dokumen tidak akan
disadari kehadirannya oleh manusia. Digital watermarking dikembangkan sebagai salah satu jawaban
untuk menentukan keabsahan pencipta atau pendistribusi suatu data digital dan integritas suatu data
digital. Teknik watermarking bekerja dengan menyisipkan sedikit informasi yang menunjukan
kepemilikan, tujuan, atau data lain pada media digital tanpa mempengaruhi kualitasnya.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
adalah sebagai berikut.
1. Pengertian Steganografi dan Digital Watermarking.
2. Bagaimana Sejarah Steganografi dan Digital Watermarking?
3. Jenis-jenis citra watermarking.
4. Aplikasi citra watermarking.
5. Metode penyisipan citra watermark.
6. Metode penyisipan LSB pada steganografi.
1.3 Tujuan
Makalah ini disajikan dengan tujuan untuk mengetahui pengertian steganografi dan digital
watermarking, sejarah dari steganografi dan digital watermarking, beserta pembahasan tentang
steganografi dan digital watermarking.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Steganografi
2.1.1. Pengertian Steganografi
Kata steganografi (steganography) berasal dari bahasa yunani yang terdiri atas dua
suku kata steganos dan graphein. Steganos berarti tersembunyi atau terselubung dan
graphein berarti menulis, jadi steganografi dapat diartikan sebagai menulis (tulisan)
tersembunyi atau dalam bahasa inggris berarti covered writing. Definisi steganografi
adalah seni dan ilmu komunikasi dengan cara menyembunyikan inti komunikasi
(khun,1995 dalam Cavanagh,2001).
Steganografi (steganography) adalah teknik menyembunyikan data rahasia di dalam
wadah (media) digital sehingga keberadaan data rahasia tersebut tidak diketahui oleh orang.
Steganografi membutuhkan dua properti: wadah penampung dan data rahasia yang akan
disembunyikan. Steganografi digital menggunakan media digital sebagai wadah
penampung, misalnya citra, suara (audio), teks, dan video. Data rahasia yang
disembunyikan juga dapat berupa citra, suara, teks, atau video.
Penggunaan steganografi antara lain bertujuan untuk menyamarkan eksistensi
(keberadaan) data rahasia sehingga sulit dideteksi, dan melindungi hak cipta suatu produk.
Steganografi dapat dipandang sebagai kelanjutan kriptografi. Jika pada kriptografi, data
yang telah disandikan (ciphertext) tetap tersedia, maka dengan steganografi cipherteks
dapat disembunyikan sehingga pihak ketiga tidak mengetahui keberadaannya. Data rahasia
yang disembunyikan dapat diekstraksi kembali persis sama seperti keadaan aslinya. Bab ini
akan memaparkan steganografi dan watermarking pada citra digital. Watermarking adalah
aplikasi dari steganografi, di mana citra digital diberi suatu penanda yang menunjukkan
label kepemilikan citra tersebut.
Steganografi merupakan seni untuk menyembunyikan pesan didalam media digital
sedemikian rupa sehingga orang lain tidak menyadari ada sesuatu pesan didalam media
tersebut. Kata steganografi (steganography) berasal dari bahasa Yunani steganos yang
artinya tersembunyi/terselubung dan graphein menulis sehingga kurang lebih artinya
menulis (tulisan) terselubung.
Dalam bidang keamanan komputer, steganografi digunakan untuk menyembunyikan
data rahasia, saat enkripsi tidak dapat dilakukan atau bersamaan dengan enkripsi. Walaupun
enkripsi berhasil dipecahkan (decipher), pesan atau data rahasia tetap tidak terlihat. Pada
Criptography, pesan disembunyikan dengan diacak sehingga pada kasus-kasus tertentu
dapat dengan mudah mengundang kecurigaan, sedangkan pada steganografi pesan
6
disamarkan dalam bentuk yang relative aman sehingga tidak terjadi kecurigaan itu.
Seperti yang terjadi pada peristiwa penyerangan gedung WTC 11 September 2001
disebutkan oleh pejabat pemerintah dan para ahli dari pemerintahan AS, yang tidak
disebut namanya, bahwa para teroris menyembunyikan peta-peta dan foto-foto target serta
perintah untuk aktivitas teroris diruang chat spot, bulletin boards porno, dan website
lainnya. Isu lainnya menyebutkan bahwa teroris menyembunyikan pesan-pesannya dalam
gambar-gambar porno diwebsite tertentu. Walaupun demikian, sebenarnya belum ada bukti
nyata dari pernyataan-pernyataan tersebut.
2.1.2. Sejarah Steganografi.
Steganografi sudah dikenal oleh bangsa Yunani. Penguasa Yunani dalam
mengirimkan pesan rahasia menggunakan kepala budak atau prajurit sebagai media. Dalam
hal ini, rambut budak dibotaki, lalu pesan rahasia ditulis pada kulit kepala budak. Ketika
rambut budak tumbuh, budak tersebut diutus untuk membawa pesan rahasia di kepalanya.
Bangsa Romawi mengenal steganografi dengan menggunakan tinta tak-tampak (invisible
ink) untuk menuliskan pesan. Tinta tersebut dibuat dari campuran sari buah, susu, dan cuka.
Jika tinta digunakan untuk menulis maka tulisannya tidak tampak. Tulisan di atas kertas
dapat dibaca dengan cara memanaskan kertas tersebut.
Herodotus adalah seorang sejarawan Yunani pertama yang menulis tentang
steganografi, yaitu ketika seorang raja kejam Yunani bernama Histaeus dipenjarakan oleh
Raja Darius di Susa pada abad ke-5 sebelum Masehi. Histaeus harus mengirim pesan
rahasia kepada anak laki-lakinya, Aristagoras di Militus. Ia menulis pesan dengan cara
menato pesan pada kulit kepala seorang budak. Ketika rambut budak itu mulai tumbuh,
Histaeus mengutus budak itu ke Militus untuk mengirim pesan dikulit kepalanya tersebut
kepada Aristagoras.
Cerita lain yang ditulis oleh heredotus, yaitu Demeratus, mengisahkan seorang
Yunani yang akan mengabarkan berita kepada Sparta bahwa Xerxes bermaksud menyerbu
Yunani. Agar tidak diketahui pihak Xerxes, Demaratus menulis pesan dengan cara mengisi
tabung kayu dengan lilin dan menulis pesan dengan cara mengukirnya pada bagian bawah
kayu. Papan kayu tersebut dimasukkan kedalam tabung kayu, kemudian tabung kayu
ditutup kembali dengan lilin.
Teknik steganografi yang lain adalah tinta yang tak terlihat. Teknik ini kali pertama
digunakan pada zaman Romawi kuno, yaitu dengan menggunakan air sari buah jeruk, urin,
atau susu sebagai tinta untuk menulis pesan. Cara membacanya adalah dengan dipanaskan
diatas nyala lilin. Tinta yang sebelumnya tidak terlihat, ketika terkena panas akan
berangsur-angsur menjadi gelap sehingga pesan dapat dibaca. Teknik ini juga pernah
digunakan pada Perang Dunia II.
7
Pada masa lampau steganografi sudah dipakai untuk berbagai kebutuhan, seperti
kepentingan politik, militer diplomatik, serta untuk kepentingan pribadi, yaitu alat
komunikasi pribadi. Beberapa penggunaan steganografi pada masa lampau bisa kita lihat
dalam beberapa peristiwa berikut ini :
1. Pada Perang Dunia II, Jerman menggunakan microdots untuk berkomunikasi.
Penggunaan teknik ini biasa digunakan pada microfilm chip yang harus diperbesar
sekitar 200 kali. Dalam hal ini Jerman menggunakan steganografi untuk kebutuhan
perang sehingga pesan rahasia strategi atau apapun tidak bisa diketahui oleh pihak
lawan. Teknologi yang digunakan dalam hal ini adalah teknologi baru yang pada
saat itu belum bisa digunakan oleh pihak lawan.
2. Pada Perang Dunia II, Amerika Serikat menggunakan suku Indian Navajo sebagai
media untuk berkomunikasi. Dalam hal ini Amerika Serikat menggunakan
teknologi kebudayaan sebagai suatu alat dalam steganografi. Teknologi kebudayaan
ini tidak diketahui atau dimiliki pihak lawan, kecuali oleh Amerika Serikat.
Dari catatan sejarah dan contoh-contoh steganografi konvensional tersebut, kita dapat
melihat bahwa semua teknik steganografi konvensional selalu berusaha merahasiakan pesan
dengan cara menyembunyikan, mengamuflase, ataupun menyamarkan pesan.
Sementara, saat ini perkembangan teknologi internet telah membawa perubahan besar bagi
kecepatan pertukaran informasi maupun distribusi media digital. Media digital berupa teks,
citra, audio, atau video dapat dipertukarkan atau didistribusikan dengan mudah melalui
internet. Disisi lain, kemudahan ini dapat menimbulkan permasalahan ketika media tersebut
adalah media yang sifatnya rahasia. Masalah ini juga bisa terjadi jika media tersebut
terlindungi oleh hak cipta (copyright), tetapi dengan mudah orang lain membuat salinan
yang sulit dibedakan dengan aslinya dan dengan mudah pula salinan tersebut
didistribusikan atau diperbanyak oleh pihak-pihak yang tidak berhak.
Sejak 1 Januari 2000 Indonesia dan Negara anggota World Trade Organization telah
menerapkan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Indonesia juga termasuk
salah satu negara penanda tangan persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights) pada 1994. Namun demikian, di Indonesia tetap saja banyak beredar
barang-barang bajakan, berupa compact disc (baik berisi program aplikasi kantor,
permainan, lagu, film, dan sebagainya), kaset audio, dan media elektronik lain. Barang-
barang bajakan ini telah banyak digunakan sebagai media pendistribusi yang berisi
informasi, khususnya yang diperoleh dari penyadapan saluran komunikasi data melalui
internet.
Hal inilah yang mengharuskan orang membuat metode untuk melindungi hak cipta
pada media digital. Banyak teknik yang telah dikembangkan untuk kebutuhan proteksi
8
media digital, antara lain Kriptografi, Steganografi, Watermarking. Pada prinsipnya ketiga
teknik tersebut bisa diterapkan pada media teks, citra, audio, dan video.
2.1.3. Kriteria steganografi yang bagus
Penyembunyian data rahasia kedalam citra digital akan mengubah kualitas citra
tersebut. Hal ini tergantung pada ukuran file media penyimpan dan ukuran file pesan yang
disisipkan . Untuk itu ada beberapa hal atau criteria yang harus diperhatikan dalam
penyembunyian data, yaitu:
1. Fidelity
Mutu citra penampung data tidak jauh berubah. Setelah terjadi penambahan
pesan rahasia, stego-data masih terlihat dengan baik. Pengamat tidak mengetahui
kalau didalam stego-data tersebut terdapat pesan rahasia.
2. Robustness
Pesan yang disembunyikan harus tahan (robust) terhadap berbagai operasi
manipulasi yang dilakukan pada stego-data, seperti pengubahan kontras,
penajaman, pemampatan, rotasi, perbesaran gambar, pemotongan cropping,
enkripsi, dan sebagainya. Bila pada citra penampung dilakukan operasi-operasi
pengolahan citra tersebut, maka pesan yang disembunyikan seharusnya tidak rusak
(tetap valid jika diekstraksi kembali).
3. Recovery
Data yang disembunyikan harus dapat diungkapkan kembali (recovery).
Karena tujuan steganografi adalah penyembunyian informasi maka sewaktu-waktu
pesan rahasia didalam stego-data harus dapat diambil kembali untuk digunakan
lebih lanjut.
2.1.4. Penyisipan (Insertion) pada Least Significant Bit(LSB)
Teknik ini dilakukan dengan menyisipkan setiap bit content (data rahasia) ke dalam
bit rendah atau bit paling kanan atau disebut juga Least Significant Bit (LSB) dari data
carrier (file penampung). Sebagai contoh pada file carrier berupa file gambar/image, seperti
diketahui sebuah file bitmap (BMP) 24bit terdiri dari 3 pixel dimana setiap pixel merupakan
kumpulan dari 8 bit atau 1 byte (yang bernilai antara 0 sampai 255 atau dalam format biner
antara 00000000 sampai 11111111) yang merepresentasikan nilai intensitas cahaya yang
membentuk warna dasar yaitu merah, hijau atau biru (Red-Green-Blue atau RGB). Dengan
demikian pada setiap 1 pixel bitmap 24bit dapat disisipkan 3 bit content. Pertanyaannya
kenapa kita harus menyisipkan pada bagian LSB? Jawabannya karena penyisipan pada bit
LSB tidak akan mengubah nilai pixel secara drastis, sehingga secara kasat mata warna pada
setiap pixel sebelum dan setelah disisipi tidak akan terlihat berbeda. Keuntungan dari teknik
ini adalah penerapan algoritma yang memang sangat mudah dan dalam prosesnya tidak
9
membutuhkan waktu yang lama. Kelemahannya adalah sangat mudah untuk dipecahkan
(jika penyisipan dilakukan secara taratur menurut urutan bit), sebagai contoh jika seorang
attacker mempunyai stego file(file carrier yang sudah disisipi), maka untuk memcahkannya
attacker tersebut mempunyai dua opsi, yaitu:
o Katakanlah attacker tersebut yakin bahwa file telah disisipi pesan, maka untuk
memcahkannya cukup dengan mengambil bit LSB pada setiap byte kemudian
menganalisa dan menerjemahkannya.
o Ketika attacker tidak yakin file telah disisipi pesan, maka untuk memecahkannya
attacker berusaha menemukan sebuah file yang kira-kira sama sebagai pembanding
untuk mendapatkan bit LSB dan kemudian menerjemahkannya.
Kedua kasus di atas mengkin bisa di atasi dengan menggunakan sebuah algoritma
baku (yang menempatkan bit secara acak) pada proses encoding dan decoding atau dengan
mengkombinasikan teknik steganografi dan kriptografi dan saya kira masih banyak solusi
lain untuk mengatasi masalah ini.
Seperti diketahui, teknik penyisipan LSB ini dilakukan dengan mengganti bit paling
kanan atau bit LSB dengan bit data yang akan disembunyikan. Sebagai contoh, jika kita
menggunakan file bitmap 24bit sebagai file carrier dan data rahasia (content) berupa sebuah
karakter A yang bernilai biner 01000001 (8 bit), maka untuk menyembunyikan karakter A
tersebut kita membutuhkan 3 pixel (3 * 3 byte = 9 byte = 9 LSB, karena A merupakan 8 bit
maka 1 LSB terakhir tidak digunakan). Misalnya file bitmap 24bit tersebut mempunya 3
pixel seperti di bawah ini :
10011100 00110110 01100111
00110101 11100101 10011010
11000110 10101101 00010111
Setelah kita melakukan penyisipan bit dari karakter A, maka data pixel di atas akan
terlihat seperti di bawah ini :
10011100 00110111 01100100
00110100 11100100 10011010
11000110 10101101 00010111
10
Dari data pixel tersebut terlihat ada 4 bit rendah yang berubah (dicetak tebal).
Sehingga jika data pixel tersebut direpresentasikan ke dalam susunan warna, maka tidak
akan terlihat berbeda bagi penglihatan manusia.
2.2. Watermarking
2.2.1. Digital Watermarking
Digital Watermarking didasarkan pada ilmu steganografi, yaitu ilmu yang mengkaji
tentang penyembunyian data. Teknik ini mengambil keuntungan dari keterbatasan indra
manusia, khususnya penglihatan dan pendengaran, sehingga watermark yang dibubuhkan
pada dokumen tidak akan disadari kehadirannya oleh manusia. Digital watermarking
dikembangkan sebagai salah satu jawaban untuk menentukan keabsahan pencipta atau
pendistribusi suatu data digital dan integritas suatu data digital. Teknik watermarking
bekerja dengan menyisipkan sedikit informasi yang menunjukan kepemilikan, tujuan, atau
data lain pada media digital tanpa mempengaruhi kualitasnya.
2.2.2. Jenis-jenis Citra Watermarking
Citra watermark dapat dibedakan menjadi beberapa kategori berikut :
1. Berdasarkan persepsi manusia
a) visible watermarking
b) invisible watermarking
2. Berdasarkan tingkat kekokohan :
a) Secure watermarking
Watermark harus tetap bertahan terhadap manipulasi yang normal terjadi
selama penggunaan citra berwatermark, misalnya kompresi, operasi penapisan,
penambahan derau, penskalaan, penyuntingan, operasi geometri, dan cropping.
Selain itu, watermark harus tahan terhadap serangan yang tujuan utamanya
adalah menghilangkan atau membuat watermark tidak dapat dideteksi.
b) Robust watermarking
Watermark harus tetap bertahan terhadap non-malicious attack, yaitu bila
citra watermark mengalami kompresi, operasi penapisan, penambahan derau,
penskalaan, penyuntingan, operasi geometri, dan cropping.
c) Fragile watermarking
Watermark dikatakan mudah rusak (fragile) jika ia berubah, rusak, atau
malah hilang jika citra dimodifikasi.
2.2.3.Aplikasi Citra Watermark
Aplikasi citra watermark dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah :
a) Memberi label kepemilikan (ownership) atau copyright pada citra digital.
Watermark bisa mengandung identitas diri (nama, alamat, dsb), atau gambar yang
11
menspesifikasikan pemilik citra atau pemegang hak penggandaan (copyright).
Untuk keperluan ini watermark harus tak tampak (invisible) dan kokoh (robust).
b) Otentikasi atau tamper proofing. Watermark sebagai alat indicator yang
menunjukan data digital telah mengalami perubahan dari aslinya atau tidak. Untuk
keperluan ini watermark harus tak tampak dan fragile.
c) Fingerprinting (traitor-tracing). Pemilik citra mendistribusikan citra yang sama ke
berbagai distributor. Sebelum didistribusikan, setiap citra disisipkan watermark
yang berbeda untuk setiap distributor, seolah-olah cetak jari distributor terekam
didalam citra. Karena watermark juga berlaku sebagai copyright maka distributor
terikat aturan bahwa ia tidak boleh menggandakan citra tersebut dan menjualnya
kepihak lain. Misalkan pemilik citra menemukan citra ber-watermark tersebut
beredar secara illegal ditangan pihak lain maka ia kemudian mengekstraksi
watermark didalam citra illegal itu untuk mengetahui distributor mana yang telah
melakukan penggandaan illegal, selanjutnya ia dapat menuntut secara hukum
distributor nakal ini. Untuk keperluan ini watermark yang digunakan harus
watermark tak tampak (invisible) dan kokoh (robust).
d) Aplikasi Medis. Citra medis diberi watermark berupa ID pasien untuk memudahkan
identifikasi pasien, hasil diagnosa penyakit, dan lain-lain. Informasi lain yang dapat
disisipkan adalah hasil diagnosis penyakit. Lebih lanjut mengenai aplikasi ini akan
dijelaskan pada bagian tersendiri sebagai studi kasus. Untuk keperluan ini
watermark harus tak tampak (invisible) dan fragile.
e) Convert communication. Dalam hal ini watermarking digunakan untuk
menyisipkan informasi rahasia pada sistem komunikasi yang dikirim melalui
saluran komunikasi.
f) Piracy Protection. Watermark digunakan untuk mencegah perangkat keras
melakukan penggandaan yang tidak berizin. Untuk keperluan ini watermark harus
tak tmapak dan fragile.
2.2.4.Metode Penyisipan Citra Watermark
Ada dua cara untuk menyisipkan citra watermark. Pertama, penyisipan watermark
dalam domain spasial (waktu, posisi) dilakukan secara langsung kedalam piksel citra,
seperti LSB. Keuntungan cara ini adlah cepat, tetapi umumnya watermark tidak kokoh
terhadap manipulasi pada citra. Kedua, penyisipan watermark dilakukan dalam domain
frekuensi, misalnya DFT (Discrete Fourier transform), DCT (Discrete Cosine Transform),
dan DWT (Discrete Wavelet transform). Kekokohan terhadap manipulasi cropping dapat
diperoleh jika watermark disebar (spread) diantara seluruh komponen frekuensi. Metode ini
juga kokoh terhadap operasi geometri (seperti penskalaan, rotasi, atau pergeseran).
12
2.2.5.Kriteria Watermarking yang bagus
Sebuah teknik watermarking yang bagus harus memenuhi persyaratan berikut :
a) Imperceptibility
Keberadaan watermark tidak dapat dilihat oleh indra manusia. Hal ini untuk
menghindari gangguan pengamatan visual.
b) Key uniqueness
Bila digunakan kunci sebagai pengamanan maka kunci yang berbeda harus
menghasilkan watermark yang berbeda pula.
c) Noninvertibility
Secara komputasi sangat sukar menemukan watermark bila yang diketahui
hanya citra berwatermark saja.
d) Image dependency
Membuat watermark bergantung pada isi citra dengan cara membangkitkan
watermark dari nilai hash (message digest) citra asli karena nilai hash bergantung
pada isi citra.
e) Robustness
Watermark harus kokoh terhadap berbagai manipulasi operasi, seperti
penambahan derau aditif (Gaussian atau Non-Gaussian), kompresi (seperti JPEG),
transformasi geometri (seperti rotasi, perbesaran, perkecilan), dan lain-lain.
Sumber :
Sutoyo, T., S.Si., M.Kom., Mulyanto Edy, S.Si., M.Kom., Suhartono Vincent, Dr., Nurhayati Oky, D.,
M.T., Wijanarto, M.Kom., 2009, Teori Pengolahan Citra Digital, Andi.
CoverBAB I