Page 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak setiap anak mengalami perkembangan
normal.Banyak di antara mereka yang dalam
perkembangannya mengalami hambatan, gangguan,
kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga
untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan
penanganan atau intervensi khusus.Kelompok inilah yang
kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah
anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri
dalam jenis dan karakteristiknya, yang
membedakan mereka dari anak-anak normal
pada umumnya. Keadaan inilah yang
menuntut pemahaman terhadap hakikat anak
berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus
terkadang menyulitkan guru dalam upaya
menemu kenali jenis dan pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru
telah memiliki pengetahuan dan pemahaman
mengenai hakikat anak berkebutuhan khusus,
maka mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang
sesuai.
1
Page 2
Anak berkebutuhan khusus sejatinya terjadi dari
berbagai macam dan karakter. Anak berkebutuhan khusus
bisa digolongkan menjadi anak yang memiliki kelainan
secara fisik, mental, berkelainan emosional maupun
akademik. Dan sebagai tenaga pendidik, memahami
berbagai karakter anak terutama anak yang memiliki
karakter yang istimewa seperti anak berkebutuhan khusus
tentu saja harus menjadi sebuah keahlian karena bukan
tidak mungkin , siswa yang pada nantinya menjadi anak
didik bisa saja memiliki keistimewaan seperti anak
berkebutuhan khusus.
Untuk itu melalui makalah ini kami mencoba
mengkaji lebih dalam mengenai klasifikasi dan
karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
berkelainan Fisik dan ABK berkelainan emosi
Oleh karna itu , penulis membuat makalah ini yang
fungsinya bertujuan untuk memaparkan karakteristik –
karakteristik yang terdapat pada anak yang mengalami
gangguan fisik, dan emosi agar nantinya bagi para calon
pendidik Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengenali dan
memahami mereka serta mampu memberikan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan Anak
Berkebutuhan Khusus.
B. Rumusan Masalah
2
Page 3
1. Apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus
berkelainan fisik?
2. Apa saja yang menjadi klasifikasi dan
karakteristik anak berkebutuhan khusus berkelainan
fisik?
3. Apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus
berkelainan emosi (tunalaras)?
4. Apa saja yang menjadi klasifikasi dan
karakteristik anak berkebutuhan khusus berkelainan
emosi (tunalaras)?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Anak
Berkebutuhan Khusus Berkelainan Fisik.
2. Untuk mengetahui dan memahami apa saja klasifikasi
serta karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Berkelainan Fisik.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Anak
Berkebutuhan Khusus Berkelainan Emosi (Tunalaras).
4. Untuk mengetahui dan memahami apa saja klasifikasi
serta karakteruistik Anak Berkebutuhan Khusus
Berkelainan Emosi (Tunalaras).
3
Page 4
PEMBAHASAN
A. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus Berkelainan Fisik
1. Anak Tunanetra
A. Klasifikasi Anak Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami
kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang
dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau
visus sentralis diatas 20/200 dan secara pedagogis
membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya
di sekolah.
Tunanetra memiliki tingkatan yang berbeda-beda.
Secara pedagogis membutuhkan pelayanan pendidikan
khusus dan belajarnya di sekolah. Dalam
http://nofriyanirezki.blogspot.com/2013/03/klasifikasi-
anak-berkebutuhankhusus. Berdasarkan tingkatannya, anak
Tunanetra dibedakan atas :
1. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang dikatakan penglihatannya normal, apabila
hasil tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya
20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan untuk seseorang yang
mengalami kelainan penglihatan kategori low vision
4
Page 5
(kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang
memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m. kondisi
yang demikian sesungguhnya penderita masih dapat
melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya untuk
seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori
berat, atau The blind, yaitu penyandang tunanetra yang
memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau
kurang. Untuk yang kategori berat ini masih ada dua
kemungkinan,
a. Penderita adakalanya masih dapat melihat
gerakan-gerakan tangan, ataupun
b. Hanya dapat membedakan gelap dan terang.
Sedangkan tunanetra yang memiliki ketajaman
penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak
dapat melihat.
2. Berdasarkan Adaptasi Pedagogis
Kirk, SA (1989) dalam http://
nofriyanirezki.blogspot.com/2013/03/klasifikasi anak be
rkebutuhankhusus. mengklasifikasikan penyandang tunanet
ra berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian
layanan pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi
yang dimaksud adalah :
a. Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability),
dimana pada taraf ini mereka masih dapat
5
Page 6
melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan
oleh orang awas dengan menggunakan alat bantu
kgusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
b. Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual
disability). Pada taraf ini, mereka memiliki
penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat
meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan
modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan
tenaga dalam mengerjakan tugas-tugas visual.
c. Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound
visual disability). Pada taraf ini mereka mengalami
kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan
tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang
lebih detail seperti membaca dan menulis. Untuk
itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan
penglihatannya dalam pendidikan, dan mengandalkan
indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh
pendidikan.
Secara fisik mungkin anak mampu mencapai kematangan
sama dengan anak awas pada umumnya, tetapi dikarenakan
fungsi psikisnya, seperti pemahaman terhadap realita
lingkungan, kemungkinan adanya bahaya dan cara – cara
menghadapinya, keterampilan gerak serba terbatas, serta
kurangnya keberanian dalam melakukan sesuatu
mengakibatkan kematangan fisiknya kurang dapat
6
Page 7
dimanfaatkan secara maksimal dalam melakukan aktivitas
gerakan motorik. Anak tunanetra mengalami hambatan
dalam sistem umpan balik persepsi penginderaan yang
sangat penting dalam konsep belajar, seperti :
pengenalan bentuk, ukuran dan ruang (spatial).
Fallen dan Umansky (1985) dalam
http://nofriyanirezki.blogspot.com menjelaskan bahwa
anak tunanetra cenderung gagal dalam memahami gambaran
tubuh (body image) secara akurat, sebagai dampak dari
eksplorasi yang terbatas, gerakan yang terbatas dan
overprotection, yang semua ini kan berpengaruh terhadap
kelambatan dalam perkembangan motoriknya.
Rizki,Nofriyani.2013. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.http
://nofriyanirezki.blogspot.com.
B. Karakteristik Anak-Anak Tunanetra
Menurut Suparno dan Heri Purwanto dalam file:///
C:/Users/PIC/Downloads/Documents/
Pendidikan+Anak+Kebutuhan+Khusus+UNIT+4.pdf Beberapa ka
ra-kteristik anakanak tunanetra adalah:
1. Segi Fisik
Secara fisik anak-anak tunanetra, nampak sekali
adanya kelainan pada organ penglihatan/mata, yang
secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal
7
Page 8
pada umumnya hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas
dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari
stimuli visual.
2. Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak
berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik
anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman
visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan
orientasi lingkungan. Sehingga tidak seperti anak-anak
normal, anak tunanetra harus belajar bagaimana berjalan
dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan
berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.
3. Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung
menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada
diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh
pada perilakunya. Anak tunanetra sering menunjukkan
perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang
tidak semestinya. Manifestasi perilaku tersebut dapat
berupa sering menekan matanya, membuat suara dengan
jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau
berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap
mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan perilaku
8
Page 9
stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat
daritidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya
aktifitas dan gerak didalam lingkungan, serta
keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau
menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka
memperbanyak aktifitas, atau dengan mempergunakan
strategi perilaku tertentu, seperti memberikan pujian
atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih
positif, dan sebagainya.
4. Akademik
Secara umum kemampuan akademik, anak-anak
tunanetra sama seperti anak-anak normal pada umumnya.
Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan
keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca
dan menulis. Dengan kondisi yang demikian maka
tunanetra mempergunakan berbagai alternatif media atau
alat untuk membaca dan menulis, sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Mereka mungkin
mempergunakan huruf braille atau huruf cetak dengan
berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan
pembelajaran yang sesuai, tunanetra dapat mengembangkan
kemampuan membaca dan menulisnya seperti teman-teman
lainnya yang dapat melihat.
5. Pribadi dan Sosial
9
Page 10
Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam
belajar melalui pengamatan dan menirukan, maka
anaktunananetra sering mempunyai kesulitan dalam
melakukan perilaku sosial yang benar. Sebagai akibat
dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap
keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan
latihan langsung dalam bidang pengembangan
persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah,
penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan
gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan
intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan
perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu
melakukan komunikasi.
Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak
dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra
mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan
tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan
keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga
berpengaruh pada hubungan sosial. Dari keadaan tersebut
mengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap:
a. Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini
disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam
berorientasi terhadap lingkungannya.
b. Mudah tersinggung. Akibat pengalaman-pengalaman
yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang
10
Page 11
sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra
mudah tersinggung.
c. Ketergantungan pada orang lain. Anak-anak
tunanetra umumnya memilki sikap ketergantungan
yang kuat pada oranglain dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Kondisi yang demikian umumnya wajar
terjadi pada anak-anak tunanetra berkenaan dengan
keterbatasan yang ada pada dirinya.
Suparno dan Heri Purwanto.Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus. f
ile:///C:/Users/PIC/Downloads/Documents/
Pendidikan+Anak+Kebutuhan+Khusus+UNIT+4.pdf
2. Anak Tunarungu
A. Klasifikasi Anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi
ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga
seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki
karakteristik yang khas, berbeda dari anak-anak normal
pada umumnya.
Dalam http://mely novikasari
loelhabox.blogspot.com/2014/04/abk-berkelainan-
fisik.html Tunarungu terdiri atas 2 tingkatan yaitu
umum dan khusus,
1. Tunarungu secara umum
11
Page 12
a. the deaf atau tuli, yaitu peyandang tunarngu berat
dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90
dB.
b. heard of hearing, atau kurang dengan yaitu
penyandang tunarungu ringan atau sedang dengan
derajat ketulian 20- 90 dB.
2. Tunarungu secara khusus.
a. tunarungu ringan adalah penyandang tunarungu yang
mengalami tingkt ketulian 25-45 dB. Seseorang yang
mengalami ketunarunguan taraf ringan dimana ia
mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang
datangnya agak jauh.
b. Tunarungu sedang, adaah penyandan tunarungu yang
mengalami tingkat ketulian 46-70 dB. Seseorang yang
mengalami ketnarunguan taraf sedang dimana ia hanya
dapat mengerti percakapan pada jarak 3-5 feet
secara berhadapan, tetapi idak dapat mengikuti
diskusi-diskusi dikelas. Pada kondisi anak
tunarungu yang demikian sudah memerlukan alat bantu
dengar (heardingan aid) memerukan pembinaan
komunikasi, persepsi, bunyi dan irama.
c. Tunarungu berat, adalah penyandang tunarungu yang
mengalami tingkat kesulitan 71-90 dB. Seseorang
yang mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya
dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat
dekat dan diperkeras. Pada anak tunarungu demikian
12
Page 13
memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti
pendidikan disekolah, selain itu juga diperlukan
pembinaan dan latihan berkomunikasi dan
pengembangan bicaranya.
d. Tunarungu sangat berat (profound) adalah
penyandang tunarungu yang mengalami tingkat
ketulian 90 dB ke atas. Pada tahap ini seseorang
sudah tidak dapat lagi merespon suara sama sekali,
kemungkinan hanya bisa merespon melaui getaran-
getaran suara yang ada. Untuk menyandang tunarungu
ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau
penglihatannya.
Perkembangan fisik atau motorik anak tunarungu
tidak begitu jauh berbeda dengan perkembangan anak pada
umunya. Bahkan tidak jarang anak tunarungu baru dapat
dikendali ketika diajak berbicara atau berkomunikasi,
tetapi terkadang ditemui pada beberapa anak tunarungu
yang letak gangguan pendengarannya pada teliga bagian
dalam ( auri internal) yang mengenai bagian organ
keseimbangan (semiciculas canals) yang pada giliranya
juga dapat mempengaruhi nerves cochlearis (saraf
keseimbangan ) yang menyebabkan anak ketika berjalan
seperti terhuyung – huyung (akan jatuh). Anak kurang
memiliki keseimbangan yang baik. Tetapi selain dari
pada itu, jika anak murni mengalami ketunarunguan maka
perkembangan fisik tidak banyak mengalami ketunarunguan
13
Page 14
maka perkembangan fisiknya mengalami ketunaan penyerta
(double handicapped).
Novikasari, Mely. 2014. ABK Berkelainan Fisik.http://mely no
vikasari loelhabox.blogspot.com.
B. karakteristik Anak Tunarungu
Menurut Suparno dan Heri Purwanto dalam file:///
C:/Users/PIC/Downloads/Docume
ts/Pendidikan+Anak+Kebutuhan+Khusus+UNIT+4.pdf
karakteristik anak tunarungu adalah:
1. Segi Fisik
a. Cara berjalannya kaku dan agakmembungkuk. Akibat
terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan
pada telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu
mengalami kekurangseimbangan dalam aktivitas
fisiknya.
b. Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak
tunarungu tidak pernah mendengarkan suara-suara
dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara
atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang
baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur
pernapasannya dengan baik, khususnya dalam
berbicara.
c. Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan
merupakan salah satu indra yang paling dominan
14
Page 15
bagi anak-anak penyandang tunarungu, dimana besar
pengalamanannya diperoleh melalui penglihatan.
Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal
sebagai anak visual, sehingga cara melihatpun
selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan
terlihat beringas.
2. Segi Bahasa
a. Miskin akan kosa kata
b. Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung
ungkapan, atau idiomatic
c. Tatabahasanya kurang teratur
3. Intelektual
a. Kemampuan intelektualnya normal
Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami
permasalahan dalam segiintelektual. Namun akibat
keterbatasan dalam berkomunikasi dan berbahasa,
perkembangan intelektual menjadi lamban.
Perkembangan akademiknya lamban akibat
keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan
dalam perkembangan intelektualnya akibat adanya
hambatan dalam berkomunikasi, maka dalam segi
akademiknya juga mengalami keterlambatan.
4. Sosial-emosional
a. Sering merasa curiga dan syak wasangka Sikap
seperti ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi
pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa
15
Page 16
yang dibicarakan oranglain, sehingga anak-anak
tunarungu menjadi mudah merasa curiga.
b. Sering bersikap agresif.
Suparno dan Heri Purwanto.Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus. f
ile:///C:/Users/PIC/Downloads/Documents/
Pendidikan+Anak+Kebutuhan+Khusus+UNIT+4.pdf
3. Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah kelainan yang meliputi cacat
tubuh atau kerusakan tubuh, kelainan atau kerusakan
pada fisik dan kesehatan dan kelainanan atau kerusakan
yang disebabkan oleh kerusakan otak dan saraf tulang
belakang (Hargeo, 2012:47)
A. Klasifikasi Anak Tunadaksa
Klasifikasi anak tunadaksa terdiri dari kelainan
pada sistem serebrai (cerebral sistem disorders).
Penyebabnya kelahiran yang terletak pada sistem saraf
pusat. Cerebral palsy digolongkan menjadi tiga yaitu:
derajat kecacatan, topografi dan fisiologi kelaianan
gerak.
1. Penggolongan cerebral palsy menurut derajat
kecacatan:
16
Page 17
a. Golongan ringan adalah, mereka yang dapat berjalan
tanpa menggunakan alat, berbicara tegas dan dapat
menolong dirinya sendiri.
b. Golongan sedang ialah, mereka yang membutuhkan
treatment atau latihan untuk berbicara, belajar
dan mengurus dirinya sendiri.
c. Golongan berat, golongan ini selalu memerlukan
perawatan dalam ambulance, bicara dan menolong
diri sendiri.
2. Golongan cerebral palsy menurut topografi
monoplegia, adalah kecacatan satu anggota gerak, kaki
kanan:
a. Hemiplegia adalah lumpuh anggota gerak atas dan
bawah, tangan kanan dan kaki kanan.
b. Paraplegi adalah lumpuh pada kedua tungkai
kakinya.
c. Diplegi adalah lumpuh kedua tangan kanan dan kiri
atau kedua kaki kanan dan kiri.
d. Kuadriplegi adalah kelumpuhan keseluruhan anggota
geraknya.
3. Golongan menurut fisiologi:
a. Cerebral palsy ringan, mereka menderita cerebral
palsy ringan hanya memiliki sedikit penurunan,
gejala tidak begitu jelas dan biasanya tidak
begitu terlihat.
17
Page 18
b. Cerebral palsy spastik ini adalah kasus cerebral
palsy yang umum. Ia mempengaruhi sekitar 80% dari
semua kasus cerebral palsy. Ada kerusakan pada
konteks motor yang akan menyebabkan otot ata
kelompok otot ketat dan kaku, hal ini akan
membatasi gerak misalnya anak-anak akan sulit
untuk memegang benda.
c. Cerebral palsy athetoid, spastik adalah yang
paling umum, athetoid mencakup 10% dari kasus-
kasus cerebral palsy,. Kerusakan otak akan berada
pada bagian-bagian yang mengkoordinasikan gerakan
tubuh dan pada saat yang sama mempertahankan
postur tegak. Mereka yang menderita cerebral palsy
athethoid menemukan bahwa wajah mengalami wajah
tak terkendali. Bicara ahampir tak dipahami dan
makanan sulit untuk ditelan. Selain itu, orang
yang terpengaruh dengan ini juga mengalami masalah
dengan penglihatan.
d. Cerebral palsy ataxic, bentuk cerebral palsy yang
agak jarang, hanya sekitar 5-10% dari jumlah total
pasien cerebral palsy yang menderita ini. Mereka
yang menderita ini akan mengalami pembentukan dan
pembangunan otot yang buruk. Koordinasi juga
sangat sulit. Mereka juga cenderung memiliki
pegangan yang sangat gemetar.
18
Page 19
e. Cerebral palsy tremor, suatu gerakan gemetar yang
berirama dan tidak terkendali, yang terjadi karena
otot berkontaksi dan berileksasi secara berulang-
ulang,
f. Cerebral palsy rigid, suatu keadaan kontraksi otot
yang persisten, yang sering dijumpai dalam keadaan
terhipnotis dan akibat gangguan patologis.
g. Cerebral palsy campuran adalah kombinasi dari
berbagai jenis cerebral palsy.
Anak normal memiliki kemampuan menyesuaikan
gerakan dengan tujuan yang dimaksudkan, sedangkan anak
cerebral palsy gerakan terbatas. Gerakan menonton
(stereotype) dan asal gerak, yang penting dapat
melakukan gerakan. Jika anak mulai dengan pola yang
gerakan yang salah, maka ia akan meneruskannya dan
mengabaikan gerakan yang salah tersebut. Hal ini
menghambat perkembangan fisik yang normal dan kesalahan
gerakan yang berulang – ulang akan menimbulkan kekakuan
sendi (contracture) dan salah bentuk (derformities).
B. Karakteristik Tuna Daksa
Menurut Suparno dan Heri Purwanto dalam file:///
C:/Users/PIC/Downloads/Documents/
Pendidikan+Anak+Kebutuhan+Khusus+UNIT+4.pdf karakterist
ik anak tunadaksa adalah:
19
Page 20
1. Gangguan Motorik
Gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan,
gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan
ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini
meliputi motorik kasar dan motorik halus.
2. Gangguan Sensorik
Pusat sensoris pada manusia terleakotak, mengingat
anak cerebral palsy adalah anak yang mengalami kelainan
di otak, maka sering anak cerebral palsy disertai
gangguan sensorik, beberapa gangguan sensorik antara
lain penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
perasa. Gangguan penglihatan pada cerebral palsy
terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai
akibat kerusakan otak. Gangguan pendengaran pada anak
cerebral palsy sering dijumpai pada jenis athetoid.
3.Gangguan Tingkat Kecerdasan
Walaupun anak cerebral palsy disebabkan karena
kelainan otaknya tetapi keadaan kecerdasan anak
cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak
cerebralpalsy mulai dari tingkat yang paling rendah
sampai gifted. Sekitar 45% mengalami keterbelakangan
mental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan
normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisanya
cenderung dibawah rata-rata (Hardman, 1990).
20
Page 21
4.Kemampuan Berbicara
Anak cerebral palsy mengalami gangguan wicara yang
disebabkan oleh kelainan motorik otot-otot wicara
terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir,
dan rahang bawah, dan ada pula yang terjadi karena
kurang dan tidak terjadi proses interaksi dengan
lingkungan. Dengan keadaan yang demikian maka bicara
anak-anak cerebral palsy menjadi tidak jelas dan sulit
diterima orang lain.
5.Emosi dan Penyesuaian Sosial
Respon dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada
anak cerebral palsy, mempengaruhi pembentukan pribadi
anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,
tergantung rangsang yang diterimanya. Secara umum tidak
terlalu berbeda dengan anak–anak normal, kecuali
beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat
menimbulkan emosi yang tidak terkendali. Sikap atau
kurangnya penerimaan masyarakat terhadap anak cerebral
palsy dapat memunculkan keadaan anak yang merasa malu,
rendah diri atau kepercayaan dirinya kurang, mudah
tersinggung/ sensitif, dan suka menyendiri, serta
kurang dapat menyesuaiakan diri dan bergaul dengan
lingkungan. Sedangkan anak anak yang mengalami
kelumpuhan yang dikarenakan kerusakan pada otot motorik
yang sering diderita oleh anak-anak pasca polio dan
21
Page 22
muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik
terutama gerakan lokomosi, gerakan ditempat, dan
mobilisasi. Ada sebagian anak dengan gangguan gerak
yang berat, ringan, dan sedang. Untuk berpindah tempat
perlu alat ambulasi, juga perlu alat bantu dalam
memenuhi kebutuhannya, yaitu memenuhi kebutuhan gerak.
Dalam kehidupan sehari-hari anak perlu bantuan dan alat
yang sesuai. Keadaan kapasitas kemampuan intelektual
anak gangguan gerak otot ini tidak berbeda dengan anak
normal.
Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa, guru
mempunyai peranan sebagai pengajar, pendidik dan
pelatih. Pelayanan terapi yang diperlukan anak
tunadaksa antara lain: latihan berbicara, fisioterapi,
occupational therapy dan hydro therapy. Anak tunadaksa
pada dasarnya sama dengan anak normal pada umumnya,
hanya pada aspek psikologi sosial mereka membutuhkan
rasa aman dalam bermobilisasi dalam kehidupan nya.
Model layanan pendidikan bagi anak tunadaksa
dibagi pada sekolah khusus atau inklusi. Sekolah yang
diperuntukkan bagi anak yang mempunyai problema yang
lebih berat bagi intelektualnya maupun emosinya.
Suparno dan Heri Purwanto.Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus. f
ile:///C:/Users/PIC/Downloads/Documents/
Pendidikan+Anak+Kebutuhan+Khusus+UNIT+4.pdf
22
Page 23
C. Penyebab anak Tunadaksa
Penyebab tunadaksa dilihat saat terjadinya kerusakan
otak yang terjadi pada:
1. Masa sebelum lahir, antara lain: terjadi infeksi
penyakit, kelainan kandungan, kandungan radiasi,
saat mengandng mengalami trauma ( kecelakaan),
2. Pada saat kelahiran, antara lain: proses kelahiran
terlalu lama, proses kelahiran yang mengalami
kesulitan, dan pemakaian anestesi, yang melebihi
ketentuan.
3. Setelah proses kelahiran, antara lain: kecelakaan,
infeksi penyakit, dan ataxia.
4. Tuna Wicara
A. Pengertian Tunawicara
Menurut Heri Purwanto (Ortopedagogik Umum, 1998) dal
am http://fathinfauziah.blogspot.com/2012/11/makalah-
anak-tunawicara.html tuna wicara adalah apabila
seseorang mengalami kelainan baik dalam pengucapan
(artikulasi) bahasa maupun suaranya dari bicara normal,
sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi
lisan dalam lingkungan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
anak tunawicara adalah individu yang mengalami gangguan
atau hambatan dalam dalam komunikasi verbal sehingga
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
23
Page 24
B. Faktor Penyebab Tuna Wicara
Drs.Sardjono mengutip (Moh. Amni dkk,1979,hal 23)
dalam http://fathinfauziah.blogspot.com/2012/11/
makalah-anak-tunawicara.html Anak tunawicara dapat
terjadi karena gangguan ketika :
1. Gangguan pre natal
a. Hereditas (keturunan)
Yaitu apabila anak tunawicara sejak dalam kandungan
karena diantara keluarga terdapat tunawicara atau
membawa gen tunawicara sehingga ketika lahir anak
tersebut memiliki gangguan tunawicara. Ini disebut
dengan tuli genetis. Perbedaan rhesus ayah dan ibu juga
dapat menyebabkan abnormalitas pada kelahiran anak.
b. Anoxia
Kekurangan oksigen dalam janin dapat menyebabkan
kerusakan pada otak dan syaraf yang menyebabkan
ketidaksempurnaan organ salah satunya aorgan bicara
seperti pita suara,tenggorokan,lidah,dan mulut.
2. Gangguan neo natal
a.Prematur
Bayi-bayi prematur yang lahir dengan berat badan
tidak normal dan lahir dengan organ tubuh yang belum
24
Page 25
sempurna dapat mengakibatkan kebisuan yang kadang
disertai ketulian. Kurangnya berat pada ketika lahir
juga dapat menyebabkan jaringan-jaringan
3. Gangguan pos natal
a.Infeksi
Sesudah dilahirkan anak menderita infeksi misalnya
campak yang menyebabkan tuli preseftik,virus akan
mennyerang cairan koklea,menyebabkan anak menderita
otitis media (koken). Akibat yang sama akan terjadi
bila anak menderita scaerlet fever,dipteri, batuk
hejang atau tertular sifilis.
b.meningitis(radang selaput otak)
Penderita akan mengalami kelainan pada pusat syraf
pendengaran dan akan mengalami ketulian perseptif.
c.infeksi alat pernafasan
Seseorang dapat menjadi tuna wicara apabila
terjadi gangguan pada organ pernafasan seperti paru-
paru, laring, atau gangguan pada mulut dan lidah.
Drs.Sardjono mengutip (Moh. Amni dkk,1979,hal 23) dalam
http://fathinfauziah.blogspot.com/2012/11/makalah-anak-
tunawicara.html
C. Klasifikasi Tunawicara
Heri Purwanto (Ortopedagogik Umum, 1998), dalam htt
p://fathinfauziah.blogspot.com/2012/11/makalah-anak-
25
Page 26
tunawicara.html mengemukakan tunawicara secara umum
diklasifikasikan menjadi 4 bagian,yaitu:
1. Keterlambatan bicara (Delayed speech ), Yaitu
seseorang yang mengalami keterlambatan dalam
perkembangan bicaranya jika dibandingkan dengan anak
seusianya.
2. Gagap (stuttering), Yaitu:kelainan dalam memulai
pembicaraan dapat berupa:
a. Pemanjangan fonom atau suku kata depan
(prolongation),
b. Pengulangan suku kata depan ( repetition ),
c. Gerak mulut berbicara namun tidak keluar suara
( silent struggle )
d. Anak dengan kekacauan dalam berbicara
(cluttering), biasanya berupa bicara terlalu
cepat, struktur kalimat tidak karuan, repitisi
berlebihan.
3. kehilangan kemapuan berbahasa(disphasia), Yaitu
kehilangan kemampuan berbahasa mulai dari kesalahan
dalam inti pembicaraan sampai tidak dapat bebicara
sama sekali.
4. Kelainan suara(voice disorder), Ditandai dengan
perbedaan suara dengan anak normal. Adapun kelainan
suara berupa:
a. Kelainan nada(pitch)
26
Page 27
b. Kelainan nada bicara dapat berupa nada terlalu
tinggi, terlalu rendah, atau monoton.
c. Kelainan kualitas suara, Kelainan kualitas atau
warna suara berupa serak, lemah, atau desah.
d. Kelainan keras lembutnya suara, Kelainan ini dapat
berupa suara keras ataupun suara lembut
D. Karakteristik tuna wicara
Menurut Heri Purwanto (Ortopedagogik umum ,1998) dal
am http://fathinfauziah.blogspot.com/2012/11/makalah-
anak-tunawicara.html yang merupakan karakterisktik
anak tunawicara adalah :
1. Karakteristik bahasa dan wicara, Pada umumnya
anak tunawicara memiliki kelambatan dalam
perkembangan bahasa wicara bila dibandingkan dengan
perkembangan bicara anak-anak normal.
2. Kemampuan intelegensi, Kemamapuan intelegensi (IQ)
tidak berbeda dengan anak-anak normal, hanya pada
skor IQ verbalnya akan lebih rendah dari IQ
performanya
3. Penyesuaian emosi,sosial dan perilaku
4. Dalam melakukan interaksi sosial di masyarakat
banyak mengandalkan komunikasi verbal, hal ini yang
menyebabkan tuna wicara mengalami kesulitan dalam
penyesuaian sosialnya.Sehingga anak tunawicara
terkesan agak eksklusif atau terisolasi dari
kehidupan masyarakat normal.
27
Page 28
5. Sedangkan yang merupakan ciri-ciri fisik dan
psikis anak tunawicara adalah: Berbicara keras dan
tidak jelas, Suka melihat gerak bibir atau gerak
tubuh teman bicaranya, Telinga mengeluarkan cairan,
Biasanya Menggunakan alat bantu dengar, Bibir
sumbing, Suka melakukan gerakan tubuh, Cenderung
pendiam, Suara sengau, Cadel.
E. Hambatan yang dialami anak tunawicara
Anak tunawicara memiliki keterbatasan dalam
berbicara atau komunikasi verbal, sehingga mereka
memiliki hambatan dan kesulitan dalam berkomunikasi dan
menyampaikan apa yang ingin mereka rasakan. Kesulitan
dalam berkomunikasi akan semakin parah apabila anak
tunawicara ini menderita tungarungu juga. Adapun
hambatan - hambatan yang sering ditemui pada anak tuna
wicara :
a.Sulit berkomunikasi dengan orang lain
b.Sulit bersosialisasi.
c.Sulit mengutarakan apa yang diinginkannya.
d.Perkembangan pskis terganggu karena merasa berbeda
atau minder.
e.mengalami gangguan dalam perkembangan intelektual,
kepribadian, dan kematangan sosial.
28
Page 29
B.Anak Berkebutuhan Khusus Berkelainan Emosi (Tunalaras)
A. Pengertian Anak Tunalaras
Istilah tunalaras berasal dari kata “tuna” yang
berarti kurang dan “laras” yang berarti sesuai. Jadi,
anak tunalaras berarti anak yang bertingkah laku
kurang/ tidak sesuai dengan lingkungan. Perilakunya
sering bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat tempat ia berada. Anak tunalaras
sering disebut dengan anak tuna sosial karena tingkah
laku mereka menunjukkan pertentangan yang terus menerus
terhadap norma-norma masyarakat yang berwujud seperti
mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain.
(Soemantri, 2006) dalam http://ericha-
wardhani.blogspot.com/2012/05/karakteristik-anak-
tunalaras-menurut.html
Istilah yang digunakan untuk anak yang berkelainan
perilaku (anak tunalaras) dalam konteks kehidupan
sehari-hari di kalangan praktisi sangat bervariasi.
Perbedaan pemberian julukan kepada anak yang
berperilaku menyimpang tidak lepas dari konteks pihak
yang berkepentingan. Misalnya, para orangtua cenderung
menyebut anak tunalaras denga istilah anak jelek (bad
boy), para guru menyebutnya dengan anak yang tidak
dapat diperbaiki (incurrigible), para
psikiater/psikolog lebih senang menyebut dengan anak
29
Page 30
yang terganggu emosinya (emotional disturb child), para
pekerja sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak
dapat mengikuti aturan atau norma sosial yang berlaku
(social maladjusted child), atau jika mereka berurusan
dengan hukum maka para hakim biasa menyebutnya sebagai
anak-anak pelanggar/penjahat (deliquent). Terlepas dari
julukan yang diberikan kepada para tunalaras, secara
substansial kesamaan makna yang terdapat pada pemberian
“gelar” pada anak tunalaras, disamping menunjuk pada
cirinya yaitu terdapatnya penyimpangan yyang berlaku di
lingkungannya. (Sunardi, 1985),
Menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Pendidikan
No. 12 Tahun 1952, anak tuna laras adalah individu yang
mempunyai tingkah laku menyimpang/ berkelainan, tidak
memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap
peraturan/ norma-norma sosial dengan frekuensi cukup
besar, tidak/ kurang mempunyai toleransi terhadap
kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh
suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri
maupun orang lain.
Dalam dokumen kurikulum SLB bagian E tahun 1977
menyebutkan, yang disebut tuna laras adalah:
1.anak yang mengalami gangguan/ hambatan emosi dan
tingkah laku sehingga tidak/ kurang menyesuaikan
diri dengan baik, baik terhadap lingkungan,
sekolah, maupun masyarakat.
30
Page 31
2.anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum
yang berlaku dimasyarakat.
3.anak yang melakukan kejahatan.
Jika seseorang mempunyai tingkat penyesuaian
normal secara kronologis, dapat dipastikan, menjadi
anak yang kurang dapat menyesuaikan diri dan
berperilaku menyimpang.
Identifikasi terhadap kasus kelainan perilaku
menyimpang dapat juga dipakai sebagai patokan untuk
menggunakan program penyembuhan. Sebagai contoh:
1.jika seorang anak mempunyai masalah psikologi maka
diperlukan model psikoanalitis yang lebih menekan
kan pada psikodinamis.
2.Jika anak menunjukkan penyimpangan prilaku dalam
masyarakat maka perlu penanganan dengan model
prilaku, yaitu dengan cara memodifikasi untuk
belajar berprilaku yang benar daripada membetulkan
kasus-kasusnya.
3.Type perilaku yang tampak, merupakan refleksi-
refleksi dari perasaan diri seperti marah, sering
menemui kegagalan, takut, frustasi, konsep diri
yaang kurang, tidak merasa aman, merasa diacuhkan
orang lain. Perilaku semacam ini sering diikuti
dengan masalah-masalah lain berkaitan dengan
kegagalan dalam belajar dan berbicaranya gagap.
31
Page 32
Ada tiga perilaku utama yang tampak pada seorang
anak dengan kelainan perilaku menyimpang, yaitu:
Agresif, suka menghindar diri dari keramaian, dan sikap
bertahan diri.
B. Klasifikasi Anak Tunalaras
Secara garis besar anak tunalaras dapat
diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami kesukaran
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan
yang mengalami gangguan emosi. Tiap jenis kelainan anak
tersebut dapat ditinjau dari segi gangguan atau
hambatan dan klasifikasi berat ringan nya kenakalan,
dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Menurut jenis ganguan atau hambatan
a. Gangguan emosi, anak tunalaras yang mengalami
hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga
jenis perbuatan yaitu, senang-sedih, lambat-cepat
marah, dan rileks-tekanan. Secara umum emosinya
menunjukkan sedih, cepat tersinggung atu marah,
rasa tertekan dan merasa cemas.
32
Page 33
b. Gangguan sosial, anak ini mengalami gangguan atu
merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka
tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan
hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan ini adalah
seperti sikap bermusuhan, agresif, bercakap kasar,
menyakiti hati orang lain, keras kepala,
menentang, menghina orang lain, berkelahi, merusak
milik orang lain, dan lain sebagainya. Perbuatan
mereka sangat mengganggu ketentraman orang lain.
2. Klasifikasi berat-ringan nya kenakalan
a. Besar-kecilnya gangguan emosi, artinya semakin
tinggi memiliki perasaan negatif terhadap orang
lain makin dalam rasa negatif semakin berat
tingkat kenakalan anak tersebut.
b. Frekuensi tindakan, artinya frekuensi tindakan
semakin sering dan tidak menunjukkan sikap
penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik
semakin berat kenakalan nya.
c. Berat-ringan nya pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan dapat diketahui dari sangsi hukum.
33
Page 34
d. Tempat atau situasi kenakalan yang dilakukan
atinya anak berani berbuat kenakalan dimasyarakat
sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan
apabila dia dirumah.
e. Mudah-sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku
baik. Para pendidik atau orang tua dapat
mengetahui sejauh mana dengan segala cara
memperbaiki anak. Anak bandel dan keras kepala
sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
f. Tunggal atu ganda ketunaan yang dialami, apabila
seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan
lain maka dia termasuk golongan berat dalam
pembinaan nya.
Selain itu, William M. Cruickshank (1975 : 567) da
lam https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-
laras-dan-karakteristiknya mengemukakan bahwa mereka
yang mengalami hambatan sosial dapat diklasifikasikan
kedalam kategori sebagai berikut :
1. The semi-socialize child.
34
Page 35
Anak yang termasuk kelompok ini dapat mengadakan
hubungan sosial, tetapi terbatas pada lingungan
tertentu, misalnya : keluarga dan kelompoknya. Keadaan
ini terjadi pada anak yang datang dari lingkungan yang
menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma
tersebut bertentangan dengan norma-norma yang berlaku
di masyarakat.
2. Children arrested at a primitive level or
socialization
Anak pada kelompok ini dalam perkembangan
sosialnya berhenti pada level atau lingkaran yang
rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat
bimbingan ke arah sikap sosial dan terlantar dari
pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang
dikehendakinya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
perhatian dari orang tua yang berakibat dari perilaku
anak kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan
nafsu saja.
3. Children with minimum socialization capacity
35
Page 36
Anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama
sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan
oleh pembawaan kelainan atau anak tidak pernah mengenal
hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini
banyak bersifat apatis dan egois.
Demikian pula anak yang mengalami gangguan emosi
dapat diklasifikasikan menurut berat/ ringannya masalah
atau gangguan yang dialaminya. Anak ini mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan tingkah laku dengan
lingkungan sosialnya karena ada tekanan-tekanan dari
dalam dirinya, adapun anak yang mengalami gangguan
emosi diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Neorotic behaviour (perilaku neurotik).
Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan
orang lain akan tetapi mereka mempunyai permasalahan
pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering
dan mudah sekali dihinggapi perasaan sakit hati,
perasaan marah, cemas dan agresif, serta rasa besalah.
Disamping juga kadang-kadang mereka melakukan tindakan
lain seperti yang dilakukan oleh anak Unsocialized
36
Page 37
(mencuri, bermusuhan), anak pada kelompok ini dapat
dibantu dengan terapi seorang konselor.
Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh
keadaan atau sikap keluarga yang menolak atau
sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh
pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga
adanya kesulitan belajar yang besar.
b. Children with psychotic processes
Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang
paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih
khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang
nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak
memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini
disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai
akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-
obatan.
C. Karakteristik Anak Tunalaras
Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan &
Kauffman (1986) dalam
https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak tuna lara
37
Page 38
s dan karakteristiknya/ berdasarkan dimensi tingkah
laku anak tunalaras adalah sebagai berikut:
1. Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku,
memperlihatkan cirri-ciri: suka berkelahi, memukul,
menyerang, mengamuk membangkang, menantang, merusak
milik sendiri atau milik orang lain, kirang ajar,
lancang, melawan, tidak mau bekerja sama, tidak mau
memperhatikan, memecah belah, rebut, tidak bias diam,
menolak arahan, cepat marah, menganggab entengg, sok
aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam,
pembohong, tidak dapat dipercaya, suka berbicara
kotor, cemburu, suka bersoal jawab, tak sanggub
berdikari, mencuri, mengejek, menyangkal, berbuat
salah, egois, dan mudah terpengaruh untuk berbuat
salah.
2. Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri,
dengan cirri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, kaku,
pemalu, segan, menarik diri, terasing, tak berteman,
rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri, dingin,
malu, kurang percaya diri, mudah bimbang, sering
menangis, pendiam, suka berahasia.
3. Anak yang kurang dewasa, dengan cirri-ciri, yaitu
pelamun, kaku, berangan-angan, pasif, mudah
dipengaruhi, pengantuk,pembosan, dan kotor.
4. Anak yang agresif bersosialisasi, dengan cirri-
ciri, yaitu mempunyai komplotan jahat, mencuri
38
Page 39
bersama kelompoknya, loyal terhadap teman nakal,
berkelompok dengan geng, suka diluar rumah sampai
larut malam, bolos sekolah, dan minggat dari rumah.
Dalam https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/
anak-tuna-laras-dan karakteristiknya/ dikemukakan
karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik,
social/emosional, fisik/kesehatan anak tunalaras.
a. Karakteristik Akademik,
Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya
penyesuaian social dan sekolah yang buruk. Akibat
penyesuaian yang brurk tersebut maka dalam belajarnya
memperlihatkan cirri-ciri sebagai berikut.
1. Pencapaian hasil belajar yang jauh dibawah rata-
rata
2. Seringkali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan
bimbingan untuk tindakan discipliner.
3. Seringkali tidak naik kelas atau bahkan ke luar
sekolahnya
4. Sering kali membolos sekolah
5. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan
alasan sakit, perlu istirahat
6. Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering
mendapat panggilan dari petugas kesehatan atau
bagian absensi
39
Page 40
7. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan
dengan polisi
8. Lebih sering menjalani masa percobaab dari yang
berwenang
9. Lebih sering melakukan pelanggaran hokum dan
pelanggaran tanda-tanda lalu lintas
10. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan.
b. Karakteristik Sosial/Emosional, Karakteristik
social/emosional anak tunalaras dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1. Karakteristik social
a. Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang
lain, dengan cirri-ciri: perilaku tidak diterima
oleh masyarakat dan biasanya melnggar norma
budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga,
sekolah, dan rumah tangga.
b. Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan
agresif, yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat
mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau
menentang, dan tidak dapat bekerja sama.
2. Karakteristik emosional
a. Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan
bagi anak, seperti tekanan batin dan rasa cemas.
b. Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu,
rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitive
atau perasa.
40
Page 41
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak tunalaras
ditandai dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur,
dan gangguan gerakan (tik). Seringkali anak merasakan
ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah
mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap
kesehatannya, merasa seolah-olah sakit. Kelainan lain
yang berwujud kelainan fisik, seperti gagap, buang air
tidak terkendali, sering mengompol dan jorok.
D. Faktor-Faktor Penyebab Ketunalarasan
Penelitian tentang penyebab terjadinya kelainan
perilaku atau
ketunalarasan telah banyak dilakukan. Dalam https://phi
erda.wordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-laras-dan-
karakteristiknya/ penyebab terjadinya ketunalarasan
dapat diklasifikasikan, yaitu: (1) faktor penyebab
bersifat internal, dan (2) faktor penyebab yang
bersifat eksternal. Faktor penyebab internal adalah
faktor-faktor yang langsung berkaitan dengan kondisi
individu itu sendiri, seperti keturunan, kondisi fisik
dan psikisnya. Sedangkan faktor penyebab eksternal
adalah faktor-faktor yang bersifat di luar individu
41
Page 42
terutama lingkungan, baik lingkungan keluarga,
masyarakat, dan sekolah (Patton, 1991).
1. Faktor Internal
a. Kondisi/Keadaan Fisik
Kondisi fisik ini dapat berupa kelainan atau
kecacatan baik tubuh maupun sensoris yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Kecacatan yang dialami
seseorang mengakibatkan timbulnya keterbatasan dalam
memenuhi kebutuhan baik berupa kebutuhan fisik-biologis
maupun kebutuhan psikisnya.
Masalah ini menjadi kompleks dengan adanya sikap
atau perlakuan negatif dari lingkungan. Sebagai
akibatnya, timbul perasan rendah diri, perasaan tidak
berdaya/tidak mampu, mudah putus asa, dan merasa tidak
berguna sehingga menimbulkan kecenderungan menarik diri
dari lingkungan pergaulan atau sebaliknya,
memperlihatkan tingkah laku agresif, atau bahkan
memanfaatkan kelainannya untuk menarik belas kasihan
lingkungan. Dengan demikian jelaslah bahwa
kondisi/keadaan fisik yang dinyatakan secara langsung
dalam ciri-ciri kepribadian atau secara tidak langsung
dalam reaksi menghadapi kenyataan memiliki implikasi
bagi penyesuaian diri seseorang.
b. Masalah Perkembangan
42
Page 43
Erikson (dalam Singgih D. Gunarsa, 1985:107)
menjelaskan bahwa setiap memasuki fase perkembangan
baru, individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau
krisis emosi. Anak biasanya dapat mengatasi krisis
emosi ini jika pada dirinya tumbuh kemampuan baru yang
berasal dari adanya proses kematangan yang menyertai
perkembangan. Apabila ego dapat mengatasi mengatasi
krisis ini, maka perkembangan ego yang matang akan
terjadi sehingga individu dapat mnyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Sebaliknya apabila individu tidak
berhasil menyelesaikan masalah tersebut maka akan
menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku. Konflik
emosi ini terutama terjadi pada masa kanak-kanak dan
pubertas.
Adapun ciri yang menonjol pada masa kritis ini
adalah sikap menentang dan keras kepala. Kecenderungan
ini disebabkan oleh karena anak yang sedang menemukan
‘aku’-nya. Anak jadi marasa tidak puas dengan otoritas
lingkungan sehingga timbul gejolak emosi yang meledak-
ledak, misalnya: marah, menentang, memberontak, dan
keras kepala.
c. Keturunan
Salah satu hasil penelitian spektakuler di bidang
biologi tentang rekayasa genetika telah dibuat mendell.
43
Page 44
Hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa keturunan
mempunyai peranan kuat dalam meahirkan generasi
berikutnya.implementasi teori tersebut dalam
identifikasi ketunalarasan bahwa keturunan memberikan
banyak bukti bayi yang dilahirkan dalam keadaan
abnormal berasal dari keturunan yang abnormal pula.
Keabnormalan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh
orang tuanya memberikan konstribusi ketunalarasan
kepada generasi berikutnya (Patton, 1991). Beberapa
perilaku menyimpang tersebut diantaranya kawin sedarah,
seks maniak, alkoholisme, kleptomania, gangguan
kepribadian, dan lain-lain.
d. Faktor Psikologis
Meier dalam penelitiannya, menghubungkan antara
variabel frustasi dengan perilaku abnormal memperoleh
kesimpulan bahwa seorang yang mengalami kesulitan
memecahkan persoalan akan menimbulkan perasaan
frustasi. Akiat frustasi tersebut akan timbul konflik
kejiwaan. Bagi individu yang memiliki stabilitas
kepribadian yang baik, konflik psikologis tersebut
dapat diselesaikan dengan baik. Namun, bagi mereka yang
memiliki kepribadian neurotik, konflik tersebut tidak
dapat diselesaikan dengan baik. Akibatnya, timbul
perilaku menyimpsng sebagai defence mechanism. Perilaku-
perilaku tersebut diantaranya agresivisme (suka
44
Page 45
memberontak, mencela, memukul, merusak), regresivisme
(perilaku yang kekanak-kanakan), resignation (perilaku
yang kehilangan arah karena ketidakmampuan mewujudkan
keinginannya karena tekanan otoritas).
e. Faktor Biologis
Hubungan faktor biologis secara khusus dengan
keadaan kelainan perilaku dan emosi sangat jarang
ditemukan, sebab kelainan perilaku dan kelainan emosi
tidak dapat dideteksi melalui kerusakan biologis.
Adakalanya perilaku anak termasuk normal, tetapi yang
bersangkutan mengalami kerusakan biologis serius; dan
sebaliknya anak secara fisik normal , tetapi
menunjukkan gangguan emosi dan perilaku secara serius.
Hal yang pasti adalah anak lahir dengan kondisi fisik
biologis tertentu akan menentukan style perilaku
(temperamen). Anak yang mengalami kesulitan menempatkan
temperamennya, akan memberikan kecenderungan untuk
berkembangnya kondisi kelainan perilaku dan emosi.
Faktor-faktor yang memberikan konstribusi terhadap
buruknya temperamen seseorang antara lain penyakit,
malnutrisi, trauma otak (Hallahan & Kauffman, 1991).
Dari pemeriksaan electro encephalogram (EEG)
ditemukan, bahwa hasil EEG dari anak-anak yang
melakukan perbuatan menyimpang ada kelainan. Pada orang
45
Page 46
dewasa kelainan EEG diketahui pada orang-orang yang
telah melakukan perbuatan kriminal. Kelainan hasil EEG
tersebut merupakan indikasi jika salah satu bagian otak
mengalami kerusakan (brain damage), secara fisiologis
fungsi otak tersebut menjadi kurang/ tidak sempurna
(brain disfunction). Selain itu, kelainan pada kelenjar
hyperthyroid menyebabkan anak sukar menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan emosi. (Kirk, 1970).
2. Faktor eksternal
a. Faktor Psikososial
Sigmund Freud melaui psikoanalisisnya menjelaskan
bahwa ketunalarasan disebabkan pengalaman anak pada
usia awal. Pengalaman tidak menyenangkan pada usia awal
mengakibatkan anak menjadi tertekan dan secara tidak
disadari berpengaruh pada penyimpangan perilaku.
Pengalaman anak di rumah seperti kualitas hubungan
antara ayah, ibu, serta saudara sekandungnya memberikan
pengaruh yang besar pada perilaku anak. Hubungan
interaksional dan transaksional menyebabkan saling
memengaruhi antara anak dengan orang tua, sehingga jika
pada anak terdeteksi mengalami masalah kelainan
perilaku dapat dialamatkan pada orang tuanya (Sameroff,
Steifer, Zax, 1982) dalam
https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-
laras-dan-karakteristiknya/ Orang tua yang lemah dalam
46
Page 47
menegakkan disiplin anak, yang ditandai dengan
penolakan, bermusuhan, kekejaman, dapat menumbuhkan
perilaku yang menyimpang seperti agresif atau kejahatan
lainnya (Hallahan & Kauffman, 1991).
b. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah peletak dasar perasaan aman
(emitional security) pada anak, dalam keluarga pula anak
memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan
sikap sosial. Lingkungan keluarga yang tidak mampu
memberikan dasar perasaan aman dan dasar untuk
perkembangan sosial dapat menimbulkan gangguan emosi
dan tingkah laku pada anak. Faktor yang terdapat dalam
keluarga yang berkaitan dengan ganguan emosi dan
tingkah laku, diantaranya yaitu:
a. Kasih sayang dan perhatian
Kasih sayang dan perhatian orang tua dan anggota
keluarga lain sangat dibutuhkan oleh anak. Kurangnya
kasih sayang dan perhatian orang tua mengakibatkan anak
mencarinya diluar rumah. Dia bergabung dengan kawan-
kawanya dan membentuk suatu kelompok anak yang merasa
senasib. Mengenai
hal ini Sofyan S. Willis (1981) dalam https://phierda.w
ordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-laras-dan-
karakteristiknya/ mengemukakan bahwa mereka berkelompok
47
Page 48
untuk memenuhi kebutuhan yang hampir sama, antara lain
untuk mendapatkan perhatian dari orang tua dan
masyarakat.
Selain sikap diatas, tidak jarang diantara orang
tua justru memberikan kasih sayang, perhatian, dan
bahkan perlindungan yang berlebihan. Sikap memanjakan
menyebabkan ketergantungan pada anak sehingga jika anak
mengalami kegagalan dalam mencoba sesuatu ia lekas
menyerah dan merasa kecewa, sehingga pada akhirnya akan
timbul rasa tidak percaya diri/rendah diri pada anak.
b. Keharmonisan keluarga
Berdasarkan hasil studinya, Hetherington (dalam
Kirk & Gallagher, 1986) dalam menyimpulkan bahwa hampir
semua anak yang mengalami perceraian orang tua
mengalami masa peralihan yang sangat sulit. Orang tua
yang sering berselisih paham dalam menerapkan peraturan
atau disiplin dapat menimbulkan keraguan pada diri anak
akan kebenaran suatu norma, sehingga anak akhirnya
mencari jalan sendiri dan hal ini dapat saja menjadi
awal dari terjadinya gangguan tingkah laku.
c. Kondisi ekonomi
48
Page 49
Lemahnya kondisi ekonomi keluarga dapat pula menjadi
salah satu penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan anak,
padahal seperti kita ketahui pada diri anak timbul
keinginan-keinginan untuk dapat menyamai temannya yang
lain, misalnya: dalam berpakaian, kebutuhan akan
hiburan, dan lain-lain. Tidak terpenuhinya kebutuhan
tersebut dalam keluarga dapat mendorong anak mencari
jalan sendiri
yang kadang kadang mengarah pada tindakan antisosial. G
.W. Bawengan (1977) dalam https://
phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak tuna laras dan ka
rakteristiknya/ menyatakan bahwa kondisi-kondisi
seperti kemiskinan atau pengangguran secara relatif
dapat melengkapi rangsangan-rangsangan untuk melakukan
pencurian, penipuan, dan perilaku menyimpang lainnya.
d.Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua
bagi anak setelah keluarga. Tanggung jawab sekolah
tidak hanya sekedar membekali anak didik dengan
sejumlah ilmu pengetahuan, tetapi sekolah juga
bertanggung jawab membina kepribadian anak didik
sehingga menjadi individu dewasa yang bertanggung jawab
baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
masyarakat yang lebih luas. Akan tetapi sekolah tidak
jarang menjadi penyebab timbulnya gangguan tingkah laku
49
Page 50
pada anak seperti dikemukakan Sofyan Willis (1978)dalam
https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-
laras-dan-karakteristiknya/ bahwa dalam rangka membina
anak didik kearah kedewasaan, kadang-kadang sekolah
juga penyebab dari timbulnya kenakalan remaja.
Timbulnya gangguan tingkah laku yang disebabkan
lingkungan sekolah antara lain disebabkan dari guru
sebagai tenaga pelaksana pendidikan, fasilitas
penunjang yang dibutuhkan anak didik. Perilaku guru
yang otoriter mengakibatkan anak merasa tertekan dan
takut menghadapi pelajaran. Anak lebih memilih membolos
dan berkeluyuran pada saat ia seharusnya berada dalam
kelas. Sebaliknya, sikap guru yang terlampau lemah dan
membiarkan anak didiknya tidak disiplin mengakibatkan
anak didik berbuat sesuka hati dan berani melakukan
tindakan yang menentang peraturan.
Selain guru, fasilitas pendidikan juga berpengaruh
pula terhadap terjadinya gangguan tingkah laku. Sekolah
yang kurang mempunyai fasilitas pendidikan berpengaruh
pula terhadap terjadinya gangguan tingkah laku. Sekolah
yang kurang mempunyai fasilitas yang dibutuhkan anak
didik utuk menyalurkan bakat dan mengisi waktu luang
mengakibatkan anak menyalurkan aktivitasnya pada hal-
hal yang kurang baik.
50
Page 51
a. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan tempat anak berpijak sebagai makhluk
sosial adalah
masyarakat. Menurut Bandura (dalam Kirk & Gallagher, 19
86) dalam https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/
anak-tuna-laras-dan-karakteristiknya/ salah satu hal
yang nampak mempengaruhi pola perilaku anak dalam
lingkungan sosial adalah keteladanan, yaitu menirukan
perilaku orang lain. Disamping pengaruh-pengaruh yang
bersifat positif, di dalam lingkungan masyarakat juga
terdapat banyak sumber yang merupakan pengaruh negatif
ditambah hiburan yang tidak sesuai dengan perkembangan
jiwa anak merupakan sumber terjadinya kelainan tingkah
laku. Hal ini terutama terjadi di kota-kota besar
dimana berbagai fasilitas tontonan dan hiburan yang tak
tersaring oleh budaya lokal.
Ekspresi lain dari kondisi lingkungan masyarakat
sekitar yang berpengaruh terhadap kelainan perilaku
(tunalaras) anak diantaranya daerah yang terlalu padat,
angka kejahatan tinggi, kurangnya fasilitas
hiburan/rekreasi, tidak adanya aktivitas yang
terorganisasi (Moerdiani, 1987) dalam
https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-
laras-dan-karakteristiknya kurangnya pengajaran agama
oleh masyarakat, pengaruh bacaan/film video porno atau
51
Page 52
sadisme, pengaruh penyalahgunaan abat-obatan terlarang
(nafza), dan minuman keras.
Masuknya pengaruh kebudayaan asing yang kurang
sesuai dengan tradisi yang dianut oleh masyarakat yang
diterima begitu saja oleh kalangan remaja dapat
menimbulkan konflik yang sifatnya negatif. Di satu
pihak remaja menganggap bahwa kebudayaan asing itu
benar, sementara di pihak lain masyarakat masih
memegang norma-norma yang bersumber adat istiadat dan
agama. Selanjutnya konflik juga timbul pada diri anak
sendiri yang disebabkan norma yang dianut di rumah atau
di keluarga bertentangan dengan norma dan kenyataan di
dalam masyarakat. Misalnya: seorang dalam keluarga
ditekankan untuk bertingkah laku sopan dan menghargai
orang lain, akan tetapi ia menemukan kenyataan lain
dalam masyarakat dimana banyak ditemukan tindakan
kekerasan dan tidak adanya sikap saling menghargai.
E. Perkembangan Kognitif, Kepribadian, Emosi, dan
Sosial Anak Tunalaras
1. Perkembangan Kognitif Anak Tunalaras
Anak tunalaras memiliki kecerdasan yang tidak berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Prestasi yang rendah di
sekolah disebabkan mereka kehilangan minat dan
konsentrasi belajar karena masalah gangguan emosi yang
52
Page 53
mereka alami. Kegagalan dalam belajar di sekolah
seringkali menimbulkan anggapan bahwa mereka memiliki
intelegensi yang rendah. Memang anggapan tersebut tidak
sepenuhnya keliru karena diantara anak yang tunalaras
juga ada yang mengalami keterbelakangan mental.
Kelemahan dalam perkembangan kecerdasan ini justru yang
menjadi penyebab timbulnya gangguan tingkah laku.
Masalah yang dihadapi anak dengan intelegensi rendah di
sekolah adalah ketidakmampuan untuk menyamai teman-
temannya, padahal pada dasarnya seorang anak tidak
ingin berbeda dengan kelompoknya terutama yang
berkaitan dengan prestasi belajar. Mengenai hal ini Ny.
Singgih Gunarsa (1982)dalam
https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-
laras-dan-karakteristiknya/ mengemukakan bahwa
kecemasan dirinya berbeda dengan kelompoknya
menimbulkan kesulitan pada anak dengan cara
penyelesaian yang seringkali tidak sesuai dengan cara
penyesuaian yang wajar.
Ketidakmampuan anak untuk bersaing dengan teman-
temannya dalam belajar dapat menyebabkan anak frustasi
dan kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri
sehingga anak mencari kompensasi yang sifatnya negatif,
misalnya: membolos, lari dari rumah, berkelahi,
mengacau dalam kelas, dan sebagainya. Akibat lain dari
kelemahan intelegensi ini terhadap gangguan tingkah
53
Page 54
laku adalah ketidakmampuan anak untuk memperhitungkan
sebab akibat dari suatu perbuatan, mudah dipengaruhi
serta mudah pula terperosok ke dalam tingkah laku yang
negatif.
Disamping anak yang berintelegensi rendah, tidak
berarti anak yang memiliki intelegensi tinggi tidak
memiliki masalah. Anak berintelegensi tinggi seringkali
memiliki masalah dalam penyesuaian diri dengan teman-
temannya. Ketidaksejajaran antara pekembangan
intelegensi dengan kemampuan sosial mengakibatkan anak
mengalami kesulitan penyesuaian diri dengan kelompok
anak yang lebih tua (tetapi setara dalam kemampuan
mentalnya). Anak yang pintar dengan hambatan ego
emosional seringkali mempunyai anggapan negatif
terhadap sekolah. Ia menganggap sekolah terlalu mudah
dan guru menerangkan terlalu lambat.
Masalah lain yang dihadapi anak ini dalam
hubungannya dengan orang lain adalah sikap tidak mau
kalah. Mereka selalu ingin berhasil dan tidak mau ikut
dalam permainan dengan kemungkinan dikalahkan orang
lain. Hal ini nampak dari sikap anak yang selalu ingin
lebih unggul dari teman-temannya sehingga apabila suatu
waktu dia mengalami kekalahan, maka ia cenderung untuk
selalu merasa mudah kecewa.
54
Page 55
2. Perkembangan Kepribadian Anak Tunalaras
Kepribadian akan mewarnai peranan dan kedudukan
seseorang dalam berbagai kelompok dan akan mempengaruhi
kesadaran sebagai bagian dari kepribadian akan dirinya.
Dengan demikian kepribadian akan menjadi penyebab
seseorang berperilaku menyimpang. Menifestasi
kepribadian yang teramati tampak dalam interaksi
individu dengan lingkungannya, dan pada dasarnya
interaksi ini sebagai upaya bentuk pemenuhan kebutuhan.
Tingkah laku yang ditampilkan orang ini erat
sekali kaitannya dengan upaya pemenuhan kebutuhan
hidup. Sejak lahir setiap individu sudah dibekali
dengan berbagai kebutuhan dasar yang menuntut pemenuhan
kebutuhan, dan untuk itu setiap individu senantiasa
berusaha memenuhinya yang diwujudkan dalam berbagai
lingkungannya. Konflik psikis dapat terjadi apabila
terjadi benturan antara usaha pemenuhan kebutuhan
dengan norma sosial. Kegagalan dalam pemenuhan
kebutuhan dan penyelesaian konflik, dapat menjadikan
stabilitas emosi terganggu. Selanjutnya mendorong
terjadinya perilaku menyimpang dan dapat menimbulkan
frustasi pada diri individu. Keadaan seperti ini yang
berkepanjangan dan tidak terselesaikan dapat
menimbulkan frustasi pada diri individu. Apabila
55
Page 56
keadaan ini berkepanjangan maka dapat menimbulkan
gangguan.
3. Perkembangan Emosi Anak Tunalaras
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab
dari tingkah laku anak tunalaras. Ciri yang menonjol
pada mereka adalah kehidupan emosi yang tidak stabil,
ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara tepat,
dan pengendalian diri yang kurang sehingga mereka
seringkali menjadi sangat emosional. Terganggunya
kehidupan emosi ini terjadi sebagai akibat
ketidakberhasilan anak dalam melewati fase-fase
perkembangan.
Kematangan emosional seorang anak ditentukan dari
hasil interaksi dengan lingkungannya, dimana anak
belajar tentang bagaimana emosi itu hadir dan bagaimana
cara untuk mengekspresikan emosi-emosi tersebut.
Perkembangan emosi ini berlangsung terus menerus sesuai
perkembangan usia, akan banyak pula pengalaman
emosional yang diperoleh anak.ia semakin banyak
merasakan berbagai macam perasaan. Akan tetapi tidak
demikian dengan anak tunalaras. Ia tidak mampu belajar
dengan baik dalam merasakan dan menghayati berbagai
macam emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan
emosinya kurang bervariasi dan ia pun kurang dapat
56
Page 57
mengerti dan menghayati perasaan orang lain. Mereka
juga kurang mampu mengendalikan emosinya dengan baik
sehingga seringkali terjadi peledakan emosi.
Ketidakstabilan emosi ini menimbulkan penyimpangan
tingkah laku, misalnya: mudah marah dan mudah
tersinggung, kurang mampu memahami perasaan orang lain,
berperilaku agresif, menarik diri, dan sebagainya.
Perasaan-perasaan seperti itu akan mengganggu situasi
belajar dan akan mengakibatkan prestasi belajar yang
tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
4. Perkembangan Sosial Anak Tunalaras
Sebagaimana telah kita pahami bahwa anak tunalaras
mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial
dengan orang lain atau lingkungannya. Hal ini tidak
berarti bahwa mereka sama sekali tidak memiliki
kemampuan untuk membentuk hubungan sosial dengan semua
orang. Dalam banyak kejadian ternyata mereka dapat
menjalin hubungan sosial yang sangat erat dengan teman-
temannya. Mereka mampu membentuk suatu kelompok yang
kompak dan akrab serta membangun keterikatan antara
yang satu dengan yang lainnya.
Anak tunalaras memiliki penghayatan yang keliru,
baik tehadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan
sosialnya. Mereka menganggap dirinya tak berguna bagi
57
Page 58
orang lain dan merasa tidak berperasaan. Oleh karena
itu timbullah kesulitan apabila akan menjalin hubungan
dengan mereka. Apabila berhasil sekalipun mereka akan
menjadi sangat tergantung kepada seseorang yang pada
akhirnya dapat menjalin hubungan sosial dengannya.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahsan diatas dapat disimpulkan bahwa anak-
anak berkebutuhan khusus berkelainan fisik meliputi:
1. Anak tunanetra
a. Klasifikasi anak tunanetra
Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami
kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang
dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau
visus sentralis diatas 20/200 dan secara pedagogis
membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya
di sekolah.
b. Yang menjadi karakteristik anak-anak tunanetra
antara lain dapat dilihat dari segi fisik, segi
motorik, perilaku, akademik, pribadi dan sosial.
58
Page 59
2. Anak tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada
kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga
seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki
karakteristik yang khas, berbeda dari anak-anak normal
pada umumnya.
Yang menjadi karakteristik anak-anak tunarungu
antara lain dapat dilihat dari segi fisik, segi bahasa,
intelektual, sosial-emosional.
3. Anak tunadaksa
Anak tunadaksa adalah kelainan yang meliputi cacat
tubuh atau kerusakan tubuh, kelainan atau kerusakan
pada fisik dan kesehatan dan kelainanan atau kerusakan
yang disebabkan oleh kerusakan otak dan saraf tulang
belakang.
a. Klasifikasi anak tunadaksa meliputi beberapa
golongan antara lain:
1. Penggolongan cerebral palsy menurut derajat
kecacatan.
2. Golongan cerebral palsy menurut topografi
monoplegia, adalah kecacatan satu anggota gerak,
kaki kanan.
3. Golongan menurut fisiologi.
59
Page 60
b.Yang menjadi karakteristik anak tunadaksa adalah:
gangguan motorik, gangguan sensorik, gangguan
tingkat kecerdasan, kemampuan berbicara, emosi dan
penyesuaian sosial.
4. Tuna wicara
Tunawicara adalah individu yang mengalami gangguan
atau hambatan dalam dalam komunikasi verbal sehingga
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
a. Faktor penyebab tuna wicara dapat terjadi karena
gangguan ketika: gangguan pre natal, gangguan neo
natal, gangguan pos natal.
b. Tunawicara secara umum diklasifikasikan menjadi 4
bagian,yaitu: keterlambatan bicara (Delayed speech
), gagap (stuttering), kehilangan kemapuan
berbahasa(disphasia), kelainan suara(voice
disorder).
c. Yang merupakan karakterisktik anak tunawicara
adalah : Karakteristik bahasa, kemampuan
intelegensi, Penyesuaian emosi,sosial dan perilaku
Sedangkan anak berkebutuhan khusus berkelainan emosi
(Tunalaras)
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
mengalami gangguan/ hambatan emosi dan tingkah laku
60
Page 61
sehingga tidak/ kurang menyesuaikan diri dengan baik,
baik terhadap lingkungan, sekolah, maupun masyarakat.
1. Klasifikasi anak tunalarasa. Menurut jenis ganguan atau hambatan yaitu Gangguan
emosi, Gangguan sosial.
b. Klasifikasi berat-ringan nya kenakalan yaitu
Besar-kecilnya gangguan emosi, Frekuensi tindakan,
Berat-ringan nya pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan.
c. Yang menjadi karakteristik anak tunalaras antara
lain: Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku,
merasa cemas dan menarik diriAnak yang kurang
dewasa, anak yang agresif bersosialisasi.
Daftar Pustaka
Fuziah, fatin. 2012. Makalah AnakTunawicara.http://fathinfauziah.blogspot.com.Diunduh pada tanggal 25 Januari 2015.
Novikasari, Mely. 2014. ABK Berkelainan Fisik.http://mely novikasari loelhabox.blogspot.com. Diunduh padatanggal 24 Januari 2015
Phierda. 2012. Anak Tuna Laras Dan Karakteristiknya .https://phierda.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 25Januari 2015.
61
Page 62
Rizki,Nofriyani.2013. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.http
://nofriyanirezki.blogspot.com. Diunduh pada
tanggal 24 Januari 2015.
Santoso, Hargio. 2012. Cara Memahami dan Mendidik AnakBerkebutuhan Khusus.Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Suparno dan Heri Purwanto.Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus. f
ile:///C:/Users/PIC/Downloads/Documents/
Pendidikan+Anak+Kebutuhan+Khusus+UNIT+4.pdf.
Diunduh pada tanggal 24 Januari 2015.
62