MAKALAH EPIDEMIOLOGIPENYAKIT MALARIA
Disusun Oleh:Gendhis Putrizka Fahmi Andhini G1B013Fadhila
Suryantini G1B01386Dewi Fitrianingrum G1B0138Ririh Risya Candrawati
G1B013101
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN
KESEHATAN MASYARAKATPURWOKERTO2014
BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangMalaria adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus
plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan P.Malariae
(Laveran, 1888), P.vivax (GrosidanFelati, 1890), P.falciparum
(Welch, 1897) dan P.ovale (Stephens, 1922).Penularan malaria
dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus Anopheles (Ross, 1897).
Dari sekitar 400 spesies nyamuk anopheles telah ditemukan 67
spesies yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya ditemukan
di Indonesia. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria ditularkan secara
langsung dapat melalui transfuse atau jarum suntik yang tercemar
darah serta dari ibu hamil kepada bayinya.Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan sekitar 300-500 juta orang setiap tahun
menderita infeksi malaria. Oleh karena itu, deteksi dini terhadap
adanya infeksi tersebut sangat diperlukan. Diagnosis penyakit
malaria awalnya dilakukan dengan pemeriksaan mikrokopis terhadap
sediaan darah yang dipulas dengan pewarna Giemsa. Berbagai macam
cara diagnose penyakit malaria telah ditemukan di antaranya yang
tergolong canggih adalah Quantitative BuffyCoat (QBC), Dipstick
Test, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan lain-lain. Ternyata cara
pemeriksaan tersebut sangat rumit dan memerlukan peralatan canggih
serta mahal. Kelemahan pemeriksaan tersebut antaralain adanya
kesulitan menentukan parasite malaria secara kuantitatif, sehingga
berat ringannya penyakit malaria tidak dapat diketahui. Sebaliknya
cara lama (kuno) yaitu pemeriksaan mikroskopis pada sediaan darah
dengan pewarnaan Giemsa dapat dianggap lebih praktis, akurat dan
murah. Karena dengan sediaan tipis dapat dibedakan morfologi
spesies plasmodium penyebab penyakit tersebut. Disamping itu dengan
sediaan darah tipis maupun tebal dapat dihitung secara kuantitatif
jumlah parasite malaria. Sehingga dapat diketahui berat ringannya
penyakit.Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995,
diperkirakan 15 juta penduduk Indonesia menderita malaria, 30 ribu
di antaranya meninggal dunia. Morbiditas (angka kesakitan) malaria
sejak tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali
terjadi peningkatan dari 18 kasus per 100 ribu penduduk (1998)
menjadi 48 kasus per 100 ribu penduduk (2000). Peningkatan terjadi
terutama di Jawa Tengah (Purworejo dan Banyumas) dan Yogyakarta
(Kulon Progo). Di luar Jawa dan Bali, peningkatan terjadi dari
1.750 kasus per 100 ribu penduduk (1998) menjadi 2.800 kasus per
100ribu penduduk (2000): tertinggi di NTT, yaitu 16.290 kasus per
100 ribu penduduk.
B. Tujuan1) Mengetahui pengertian Malaria.2) Mengetahui penyebab
Malaria.3) Mengetahuibagaimana Patofisiologi Malaria.
BAB IIPEMBAHASANA. Riwayat Alamiah Penyakit Transmisi
MalariaMalaria dapat ditularkan melalui 2 cara yaitu cara alamiah
dan bukan alamiah.1. Penularan secara alamiah (natural infection),
melalui gigitan nyamuk anopheles.2. Penularan bukan alamiah, dapat
dibagi menurut cara penularannya ialah:a. Malaria bawaan
(kongenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta
sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang
dikandungnya. Selain melalui plasenta penularan dari ibu ke bayi
melalui tali pusat.b. Penularan secara mekanik terjadi melalui
transfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik
banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum
suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya
menghasilkan siklus eritrositer karena tudak melalui sporozoit yang
memerlukan siklus hati sehingga diobati dengan mudah.c. Penularan
secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium),
burung dara (Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium
knowlesi).Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah
manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa
gejala klinis. Dikenal beberapa kaadaan klinik dalam perjalan
infeksi malaria yaitu :a. Serangan primer (Periode Klinis)Yaitu
keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan
paroksimal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan
berkeringat. Serangan paroksimal ini dapat pendek atau panjang
tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas
penderita.Gejala klasik yaitu terjadinya Trias Malaria (Malaria
proxysm) secara berurutan :1) Periode dinginMulai menggigil, kulit
dingin dan kering, penderita sering membungkus diri dengan selimut
atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar
dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.2) Periode panasPenderita muka
merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas badan tetap
tinggi sampai 40C atau lebih, pada penderita. Periode ini lebih
lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti
dengan keadaan berkeringat.3) Periode berkeringatPenderita
berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperatur turun, penderita merasa cape dan sering tertidur.
Bila penderita bangun akan merada sehat dan dapat melakukan
pekerjaan biasa.b. Periode LatenYaitu periode tanpa gejala dan
tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya
terjadi diantara dua keadaan paroksismal.c. RecrudescenseYaitu
berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu
sesudah berakhirnya serangan primer. d. RecurrenceYaitu berulangnya
gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya
serangan primer. e. Relapse atau RechuteIalah berlangsungnya gejala
klinik atau parasitemia yang lebih lama dari wakti diantara
serangan periodik dari infeksi primer.
Siklus Hidup Parasit Malaria
Sporozoit masuk ke dalam peredaran darah penderita saat nyamuk
Anopheles betina menghisap darah. Sebagian sporozoit tersebut akan
difagositosis dan yang tidak difagositosis akan mencapai sel hati
hati dalam waktu setengah jam. Di dalam sel hati, sporozoit tumbuh
dan berkembang biak dengan cara skizogoni. Pada akhir fase
skizogoni yang terjadi di hati ini disebut skizogoni preeritositer
atau fase eksoeritroser primer. Setiap spesies Plasmodium akan
membentuk merozoit dalam jumlah berbeda-beda. Sel hati yang penuh
dengan merozoit masuk ke dalam peredaran darah dan menyerang
eritrosit.Sporozoit dalam sel hati tidak semuanya langsung tumbuh
dan berkembang biak, pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
sebagian sporozoit ini tidak berkembang biak dalam kurun waktu
tertentu, sporozoit yang tidak berkembang ini disebut hipnozoit.
Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian mengalami
skizogoni. Proses ini disebut skizogoni eksoeritrosit sekunder.
Proses ini dianggap sebagai penyebab timbulnya rekurensi atau
relaps jangka panjang, sedangkan relaps yang disebabkan oleh
bertambah banyaknya parasit stadium eritrosit disebut rekrudesensi.
Rekrudesensi ini dapat terjadi pada semua spesies
Plasmodium.Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah,
menyerang eritrosit dan mengalami skizogoni. Proses ini disebut
skizogoni eritrositer. Stadium awal skizogoni eritrositer adalah
bentuk ring yang mempunyai 1 inti dengan sitoplasma tipis seperti
cincin (ring muda), kemudian sitoplasma tumbuh menebal dan masih
dalam bentuk ring (ring tua). Selanjutnya sitoplasma bertambah
kompak atau amuboid dan terdapat pigmen, ukuran sitoplasma masih
kurang dari setengah eritrosit. Stadium ini disebut trofozoid muda
dan apabila sitoplasmanya melebihi eritrosit disebut trofozoit tua.
Apabila inti sudah membelah disebut stadium skizon. Dari stadium
skizon muda, kemudian tumbuh menjadi skizon tua dan akhirnya
menjadi skizon matang di mana masing-masing inti sudah dikelilingi
sitoplasma dan terbentuk merozoit. Eritrosit yang mengandung skizon
matang ini kemudian pecah dan merozoit keluar bersama toksin serta
sisa-sisa metabolisme parasit. ,erozoit yang keluar kemudian
menyerang eritrosit yang ada di sekitarnya. Setelah melwati
beberapa siklus eritrositer, sebagian dari merozoit membentuk
makrogametosit (gametosit betina) dan mikrogametosit (gametosit
jantan). Proses ini disebut gametogoni. Makrogametosit dan
mikrogametosit dalam tubuh manusia tidak berkembang tetapi apabila
dihisap oleh nyamuk maka akan berkembang biak secara seksual dan
terbentuk sporozoit.Di dalam lambung nyamuk, 1 makrogametosit
tumbuh menjadi 1 mikrogamet yang kemudian membentuk tonjolan kecil
tempat masuk mikrogametosit. Mikrogametosit tumbuh dan berkembang
menjadi 4-8 mikrogamet yang bentuknya seperti benang yang menonjol
dan bergera-gerak dari sel induk. Mikrogamet melepaskan diridari
sel induk (eksflagelasi) dan masuk melalui tonjolan kecil membuahi
makrogamet lalu terbentuk zigot yang berbentuk bulat, kemudian
berubah menjadi bentuk panjang yang disebut ookinet. Ookinet inik
menembus dinding lambung nyamuk dan pada dinding lambung bagian
luar membentuk ookista yang bentuknya bulat. Inti ookista membelah
terus kemudian diikuti sitoplasma dan terbentuk sporozoit, ookista
bertambah besar bisa mencapai 500 . Sporozoit tersebut bentuknya
memanjang, dengan panjang 10-15 dan kedua ujungnya runcing. Jumlah
sporozoit dapat mencapai ribuan. Ookista matang akan pecah dan
sporozoit keluar bergerak ke cairan rongga badan nyamuk lalu
mencapai kelenjar liur nyamuk dan siap ditularkan.
Tabel 1. Karakteristik Spesies Plasmodium
Sumber : (Harijanto, 19996))
Berasarkan bagan diatas, riwayat alamiah penyakit dibagi menjadi
lima kategori, yaitu:a. Tahap pra patogenesis: Manusia (host) masih
dalam keadaan sehat namun pada saat ini pula manusia telah terpajan
dan berisiko terhadap penyakit yang ada di sekelilingnya. Adapun
penyebabnya karena telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit
(agent), bibit penyakit belum masuk kemanusia (host), manusia masih
dalam keadaan sehat atau belum ada tanda penyakit, dan belum
terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium.b. Tahap
inkubasi: tahap ini bibit penyakit telah masuk kemanusia, namun
gejala belum tampak. Jika daya tahan pejamu tidak kuat, akan
terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh.c. Tahap penyakit
dini: tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih
ringan, dan umumnya masih dapat beraktivitas.d. Tahap penyakit
lanjut: tahap ini penyakit makin bertambah hebat, penderita tidak
dapat beraktivitas sehingga memerlukan perawatan.e. Tahap akut
penyakit: tahap akhir perjalanan penyakit ini, manusia berada dalam
lima keadaan yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karrier,
kronis, atau meninggal dunia (Rajab, 2009: 17).B. Faktor-Faktor
Penyebaran Penyakit Malaria Secara umum penyebaran penyakit malaria
dipengaruhi oleh 3 faktor yang saling berhubungan yaitu host,
agent, environment sesuai dengan Traditional (Ecological) Model
yang dikemukakan oleh Dr.John Gordon (Kodim,1999).a. Faktor Host
(manusia dan nyamuk)Host pada penyakit malaria terbagi menjadi 2
host intermediate dan host definitive1. Host IntermediateDisebut
host intermediate karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual
penyakit malaria. Pada dasarnya semua manusaia dapat terkena
malaria. Manusia dapat disebut sebagia host intermediate
(sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual
parasit malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis
kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan
karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Selain umur dan
jenis kelamin tingkat kerantanan host terhadap agent juga
dipengaruhi ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial
ekonomi, status gizi dan tingkat imunisasi. Usia, bagi anak
laki-laki lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria. Jenis
kelamin, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai
respon imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki, tetapi bila
malaria terjadi pada wanita hamil akan menimbulkan dampak buruk
bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti anemia berat, berat badan
lahir rendah (BBLR), abortus, partus prematur dan kematian janin
intrauterine. Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk
mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya : orang
Negro di Afrika Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan
darah Duffy (-) tidak dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena
golongan ini tidak mempunyai reseptornya (Pribadi, 1994). Riwayat
malaria sebelumnya, orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya
biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan
terhadap infeksi malaria berikutnya. Cara hidup, kebiasaan tidur
tidak memakai kelambu dan sering berada di luar rumah pada malam
hari sangat rentan terhadap infeksi malaria. Sosial ekonomi,
keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria. Status
gizi, keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap
malaria. Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang
bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria
selebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Tetapi anak
yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat
dibanding anak yang bergizi buruk. Immunitas, masyarakat yang
tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai immunitas
alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah terhadap infeksi
malaria (Depkes, 1999). Faktor-faktor genetik pada manusia dapat
mempengaruhi terjadinya malaria dengan pencegahan invasi parasit ke
dalam sel, mengubah respon imunologik atau mengurangi keterpaparan
terhadap vektor.Beberapa faktor genetik bersifat protektif terhadap
malaria ialah :a. golongan darah duffy negativeb. hemoglobin S yang
menyebabkan sickle cell anemiac. thalasemia (alfa dan beta)d.
hemoglobinopati lainnya (HbF dan HbE)e. defisiensi G-6-PD
(glucose-6-phosphapate dehydrogenase)f. ovalositosis (di Papua New
Guinea dan mungkin juga di Irian Jaya)
2. Host DefinitiveNyamuk Anopheles spp disebut sebagai host
definitif (penjamu tetap) karena di dalam tubuh nyamuk terjadi
siklus seksual parasit malaria (Depkes,1999). Lebih dari 400
spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti
mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di setiap daerah
dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu atau
paling banyak 3 spesies anopheles yang menjadi vektor penting. Di
Indonesia telah ditemukan 24 spesies anopheles yang menjadi vektor
malaria.Nyamuk anopheles terutama hidup di daerah tropik dan
subtropik, namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan
bahkan di daerah antartika. Anopheles jarang ditemukan pada
ketinggian lebih dari 2000-2500 m. Sebagian besar nyamuk anopheles
ditemukan didaerah dataran rendah. Efektifitas vektor untuk
menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut : Kepadatan
vektor dekat pemukiman manusia Kesukaan menghisap darah manusia
atau antropofilia Frekuensi menghisap darah (ini tergantung suhu)
Lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga
menjadi infektif) Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni
dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut
spesies.Nyamuk anopheles betina menggigit antara waktu senja dan
subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya.
Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk anopheles dapat dikelompokkan
sebagai : Endofili : suka tinggal di dalam rumah / bangunan
Eksofili : suka tinggal di luar rumah Endofagi : menggigit dalam
rumah/bangunan Eksofagi : menggigit di luar rumah/bangunan
Antroprofili : suka menggigit manusia Zoofili : suka menggigit
binatang Jarak terbang nyamuk anopheles adalah terbatas, biasanya
tidak lebih jauh dari 2-3 km dari tempat peridukannya. Bila ada
angin yang kuat nyamuk anopheles bisa terbawa sampai 30 km. Nyamuk
anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan
menyebarkan malaria ke daerah yang non-endemis. b. Faktor Agent
(Parasit)Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria
harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan
menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai
penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat
spesies nyamuk anopheles yang anthropofilik agar sporogoni
dimungkinkan dan menghasilkan sprozoit yang infektif.Sifat-sifat
spesifik parasit berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal
ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan.
P.falciparum mempunyai masa infeksi yang paling pendek, namun
menghasilkan parasitemia yang paling tinggi, gejala paling berat
dan masa inkubasi yang paling pendek. Gametosit P.falciparum
menunjukkan periodisitas dan invektivitas yang berkaitan dengan
kegiatan menggigit vektor. P.vivax dan P.ovale pada umumnya
menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan dan
mempunyai masa inkubasi yang lebih lama. Sporozoit P.vivax dan
P.ovale dalam hati berkembang menjadi sizon jaringan primer dan
hipnozoit. Hipnozoit ini yang menjadi sumber untuk terjadinya
relaps. c. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dimaksud adalah
lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan
terjadinya penularan malaria setempat (indigenous), lingkungan
tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia,
lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya. Faktor geografi
dan meterologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria
di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies. Pada
suhu 26,7c masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk
P.falciparum dan 8-11 hari untuk P.vivax, 14-15 hari untuk
P.malariae dan P.ovale.i. Lingkungan Fisik meliputi suhu,
kelembaban, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari, arus air,
kadar garam. a) Suhu Suhu mempengaruhi parasit dalam nyamuk. Suhu
yang optimum berkisar antara 20C dan 30C. Makin tinggi suhu (sampai
batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni)
dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi
ekstrinsik.b) Kelembaban Kelembaban yang rendah memperpendek umur
nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban
60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya
nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih
aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan
malaria. c) HujanPada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan
nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh
tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vector dan jenis
tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar
kemungkinan berkembang biaknya nyamuk anopheles.d) KetinggianSecara
umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal
ini berkaitan dengan suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 m
jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi
pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya
yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan
malaria. Ketinggian paling tinggi masih masih memungkinkan
transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan laut (di
Bolivia).e) AnginKecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak
terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan
manusia.f) Sinar matahariPengaruh sinar matahari terhadap
pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. Sundaicus lebih suka
tempat yang teduh. An. Hyrcanus spp dan An pinctulatus spp lebih
menyukai tempat ysang terbuka. An. Barbirostris dapat hidup baik di
tempat yang teduh maupun yang terang.g) Arus air An.barbirostris
menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat, sedangkan
An.minimus menyukai aliran air yang deras dan An.letifer menyukai
air tergenang.
h) Kadar garamAn.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang
kadar garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40%
keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan An.
Sundaicus dalam air tawar.
ii. Lingkungan Biologik Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan
berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia
dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan
makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva
seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair,
dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah.
Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah
gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan
tidak jauh dari rumah.
iii. Lingkungan Sosial Budaya Kebiasaan untuk berada di luar
rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan
eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran
masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan
masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan
lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan
menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti
pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan
baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang
menguntungkan penularan malaria (man-made malaria).Peperangan dan
perpindahan penduduk dapat menjadi factor penting untuk
meningkatkan malaria. Meningkatknya pariwisata dan perjalanan dari
daerah endemik mengakibatkan meningkatnya kasus malaria yang
di-impor.
iv. Lingkungan Kimia meliputi kadar garam yang cocok untuk
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.
C. Pencegahan Penyakit MalariaSudah dikemukakan bahwa sejak
tahun 1968 Indonesia tidak lagi melaksanakan pembasmian penderita
meskipun tujuan akhir yang entah kapan dapat tercapai, tetap suatu
pembasmian.Pencegahan malaria ditujukan baik terhadap perorangan
maupun masyarakat luas. Pencegahan perorangan misalnya dengan
mengobati penderita serta mencegah gigitan nyamuk, dan pencegahan
terhadap masyarakat dengan mencari carrier. Pencegahan penyakit
malaria dilakukan melalui dua cara, yaitu dari dalam dan dari
luar.A. PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DARI LUAR:1. Memasang kawat
kasa pada jendelaKawat kasa harus dipasang pada setiap lubang yang
ada pada rumah. Kesulitan biasanya pada pemasangan di pintu dimana
biasanya diperlukan pintu ganda. Jumlah lubang pada kawat kasa yang
dianggap optimal 14-16 per inci (2,5cm). Bahannya bermacam macam
mulai tembaga alumunium sampai plastik.2. Menggunakan
kelambuKelambu merupakan merupakan alat yang telah digunakan sejak
dahulu. Penggunaannya saat ini sudah jauh berkurang karena dianggap
kurang praktis. Banyak penduduk menganggap bahwa penggunaannya
menyebabkan perasaan yang lebih panas di ruangan yang telah penuh
sesak. Jumlah lubang per cm kelabu sebaiknya 6-8 dengan diameter
1,2-1,5 mm.3. Berbagai macam obat nyamuk yang beredar di masyarakat
dari yang tidak mengandung bahan aktif sampai yang mengandung
insektisida. Kelemahan obat nyamuk adalah timbul iritasi pada orang
yang sensitif sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan.4. Obat
nyamuk bakar.5. Obat nyamuk gosok (repellant).Minyak sereh dan
minyak kayu putih telah lama digunakan di Indonesia, meskipun daya
tolaknya berkisar antara 15-20 menit. Yang banyak digunakan adal;ah
zat sintetik seperti indalon, dimetil ptalat, yang memberikan daya
lindung selama 2-4 jam. Beberapa zat baru sedang dicoba. Yang
paling memberikan harapan adalah dietil tuloamid dan dihidroaseton
monoester dari senyawa karbosilik. Efeknya menjadi lebih lama bila
kedua senyawa tersebut dikombinasikan.Repellant bisa digunakan di
badan, pakaian, dan kelambu. Jenis repellant bisa dikembangkan
dengan menggunakan prinsip obat nyamuk. Jenis ini beredar di
Indonesia. Satu lempengan sebesar 3x2 cm diisi dengan piretrium
sintetik, pewangi, dan diwarnai biru. Lempengan ini ditempatkan di
atas suatu pemanas listrik kecil. 6. Profilaksis obat melindungi
terhadap penyakit yang berkembang. Pilihan tergantung dari
kemungkinan dan jenis malaria, negara, (dan daerah di dalamnya)
yang akan dikunjungi, lamanya tinggal, prevalensi P.falciparum yang
resisten klorokuin, dan faktor pejamu (usia, kehamilan,
kontaindikasi, medis terhadap obat tertentu). Berikut ini adalah
regimen yang biasa digunakan di daerah malaria utama:a. klorokuin/
paludrin (Asia Selatan, Amerika Tengah)b. meflokuin atau
doksisiklin atau malarone (Afrika, Asia Tenggara, Amerika Selatan,
Bangladesh)7. Kemoprofilaksis harus dimulai satu minggu sebelum
keberangkatan dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah kembali (satu
minggu untuk Malarone)8. Terapi cadangan (standby) mencukupi bagi
turis yang mempunyai gejala yang mengarah pada malaria, di daerah
malaria yang jauh tanpa akses mudah ke fasilitas kesehatan,
khususnya Asia Tenggara.
B. PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DARI DALAM:Selain itu, terdapat
cara pencegahan dari dalam yaitu dengan obat-obatan. Upaya
pencegahan malaria dengan menggunakan obat-obatan umumnya dengan
menggunakan jenis obat yang sama dengan jenis obat yang digunakan
untuk mengobati malaria, bahkan obat-obatan ini bekerja dengan
lebih baik sebagai pencegah karena akan langsung dapat membunuh
parasit yang masih sensitif pada saat baru memasuki sistem tubuh
manusia. Obat Klorokuin sangat efektif untuk mencegah parasit
plasmodium falciparum untuk masuk lebih lanjut ke dalam sistem
tubuh manusia. Obat ini digunakan satu kali seminggu selama dua
minggu sebelum tiba di daerah dengan intensitas malaria tinggi,
yang kemudian dilanjutkan dengan pemakaian selama 4 minggu setelah
meninggalkan daerah tersebut.1. Atovaquone/Proguanil
(Malarone)Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini : Obat
ini dapat digunakan 1-2 hari sebelum melakukan perjalanan ke daerah
epidemi malaria (dibanding dengan obat lain yang harus digunakan
dalam jangka waktu yang lebih panjang) Pilihan terbaik untuk waktu
perjalanan yang lebih singkat ke daerah epidemi malaria karena obat
ini hanya digunakan dalam waktu 7 hari setelah perjalanan ke daerah
epidemi, dibandingkan dengan obat lain yang harus digunakan 4
minggu sepulangnya dari daerah epidemi malaria. Efek samping yang
sangat rendah (hampir tidak ada efek samping) Mudah untuk dibeli di
apotek.Alasan yang membuat anda mungkin tidak memilih obat ini :
Tidak dianjurkan digunakan oleh wanita hamil. Tidak dapat digunakan
oleh orang dengan gangguan ginjal berat. Harga yang lebih mahal.2.
KlorokuinAlasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Pilihan yang baik untuk perjalanan yang panjang ke daerah epidemi
malaria karena obat ini digunakan mingguan (satu minggu sekali)
Dapat digunakan oleh wanita hamil. Beberapa orang lebih suka
mengambil dosis mingguan.Alasan yang membuat anda mungkin tidak
memilih obat ini : Tidak dapat digunakan pada daerah dimana
plasmodium telah mengembangkan kekebalan pada obat ini. Obat
digunakan dalam jangka yang cukup panjang yaitu 4 minggu setelah
pulang dari daerah epidemi, dan harus digunakan 2 minggu sebelum
berangkat ke daerah epidemi malaria.3. DoxycyclineAlasan yang
membuat anda mungkin memilih obat ini : Obat ini dapat diambil 1-2
hari sebelum tiba di tempat epidemi malaria. Obat malaria yang
paling murah di pasaran saat ini. Obat ini juga melindungi dari
beberapa infeksi lain sepertiRickettsiae dan leptospirosis.Alasan
yang membuat anda mungkin tidak memilih obat ini : Obat ini
bernahaya bagi ibu hamil dan anak-anak. Obat ini harus digunakan
selama 4 minggu setiap hari setelah pulang dari tempat epidemi
malaria. Obat ini dapat meningkatkan rasa sensitif terhadap sinar
matahari. Beberapa orang dapat mengalami gangguan perut dalam
penggunaan obat ini.4. MefloquineAlasan yang membuat anda mungkin
memilih obat ini : Sangat cocok untuk perjalanan panjang dan lama
ke tempat epidemi malaria karena obat ini hanya digunakan seminggu
sekali. Dapat digunakan oleh wanita hamil.Alasan yang membuat anda
mungkin tidak memilih obat ini : Tidak dapat digunakan di daerah
yang mana plasmodium malaria telang mengembangkan kekebalan
terhadap obat ini. Tidak dapat digunakan pada pasien dengan kasus
psikologi tertentu. Tidak dianjurkan untuk pasien sakit jantung
Tidak dapat digunakan pada pasien yang mengalami kejang. Obat ini
harus digunakan 2 minggu sebelum ke tempat epidemi malaria. Obat
ini haru terus digunakan selama 4 minggu setelah kembali dari
daerah epidemi malaria.5. PrimakuinAlasan yang membuat anda mungkin
memilih obat ini : Obat ini sangat efektif menangkal plasmodium
vivax sehingga sangat cocok digunakan di daerah epidemi malaria
vivax. Obat hanya perlu digunakan 7 hari setelah meninggalkan
tempat epidemi. Obat digunakan 1-2 hari sebelum ke tempat epidemi
malaria.Alasan yang membuat anda mungkin tidak memilih obat ini :
Tidak dapat digunakan oleh ibu hamil. Dapat menyebabkan gangguan
perut pada orang tertentu.
BAB IIIPENUTUP
I. KesimpulanPenyakit malaria adalah penyakit menular yang dapat
ditularkan oleh nyamuk bernama Anopheles. Nyamuk ini membawa
parasit plasmodium dan menggigit orang sekaligus menyebarkannya
melalui peredaran darah. Malaria merupakan penyakit berbahaya yang
dapat menyebabkan kematian. Nyamuk yang menyebarkan parasit ini
adalah nyamuk betina yang sebelumnya sudah terinfeksi oleh
plasmodium. Selain melalui nyamuk, penyakit malaria juga dapat
menyebar melalui beberapa hal seperti transfusi darah,
transplantasi organ, jarum suntuk yang sudah terkontaminasi. Ibu
hamil juga dapat menularkan penyakit ini kepada bayinya. Upaya
pencegahan penyakit malaria ada dua cara, yaitu dari dalam dan dari
luar. Pencegahan dari dalam dilakukan dengan mengonsumsi obat
penangkal penyakit malaria, sedangkan pencegahan dari luar dengan
cara melindungi diri dan lingkungan dari gigitan nyamuk Anopheles
betina.
II. Saran Program pemberantasan malaria dapat didefinisikan
sebagai usaha terorganisir untuk melaksanakan berbagai upaya
menurunkan penyakit dan kematian yang diakibatkan malaria, sehingga
tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama dengan
upaya-upaya : (1) menghindari atau mengurangi kontak gigitan nyamuk
Anopheles spp dengan memakai kelambu, penjaringan rumah, pemakaian
repellent dan obat nyamuk, (2) membunuh nyamuk dewasa dengan
menggunakan berbagai insektisida, (3) membunuh jentik (tindakan
anti larva) baik secara kimiawi (larvacida)maupun biologi (ikan,
tumbuhan, jamur, bakteri), (4) mengurangi tempat perindukan (source
reduction), (5) mengobati penderita malaria(6) pemberian pengobatan
pencegahan (profilaksis) dan vaksinasi (masih dalam tahap riset dan
clinical trial)
DAFTAR PUSTAKA Harijanto, P,N. 1999. Malaria-Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan.Jakarta:
EGC.Mandal B.K, dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Rlangga Jakarta:
Erlangga.Rahmad Ayda, Purnomo. 2010. Malaria. Jakarta:
EGC.Soedarto. 1990. Penyakit- Penyakit Infeksi di Indonesia.
Jakarta: Widya MedikaYatim Faisal. 2007. Macam- Macam Penyakit
Menular dan Cara Pencegahannya Jilid 2. Jakarta: Pustaka Obor
Populer