1. PendahuluanMunculnya penyakit yang meresahkan masyarakat
sangat erat kaitannya dengan aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri. Dalam tulisan ini, mungkin sangat bisa
membedakan dengan analisis yang dilakukan oleh para ahli kesehatan
yang basically menggeluti ilmu alam. Titik tekan yang membedakannya
adalah bentuk penelusuran muncul dan pendistribusian penyakit
tersebut. Mungkin ada beberapa kesamaan, antara lain melihat pola
makan yang dikonsumsi. Namun, bila dalam ilmu sosial, dalam hal ini
adalah para ahli epidemiologi sosial, penelusuran jejak wabah
penyakit hingga proses pendistribusiannya lebih melihat dari
aktivitas yang dilakukan dalam kelompok sosial tertentu di dalam
satu populasi. Sehingga, faktor-faktor sosial sangat membantu para
ahli epidemiologi sosial dalam melacak jaringan pendistribusian
penyakit yang mewabah dan membuat masyarakat resah. Faktor-faktor
sosial tersebut antara lain: okupasi, pola makan, aktivitas atau
kebiasaan (misalnya: merokok, konsumsi alkohol, drugs ). Selain
itu, dalam ilmu epidemiologi sosial, terdapat variable-variabel
yang digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan dan tingkat
kematian masyarakat, yaitu: usia, jenis kelamin, ras/ etnis, dan
status sosial ekonomi.Dengan demikian, penyakit yang berasal dari
epidemic maupun nonepidemik dapat dilacak melalui beberapa variable
yang juga merupakan faktor sosial yang sangat member pengaruh
terhadap kesehatan masyarakat.2. Kerangka Teori
2.1 Epidemiologi KesehatanSocial epidemiology is study of the
distribution of the disease, impairment, and general social status
across various social groups within the same population
Susser: Epidemiology is the study of the distributions and
determinants of the states of health in human population. (Conrad
dan Kern, 1994: 24)
Dari dua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa epidemologi
sosial merupakan studi yang menjelaskan tentang distribusi
penyakit, kerusakan, dan status kesehatan yang dapat dilihat di
dalam kelompok sosial yang terdapat di dalam populasi yang sama.
Dalam periode awal, epidemiologi sosial berkebang sebagai epidemik,
yaitu ilmu yang mejelaskan asal muasal penyakit dan bagaimana
penyakit tersebut berkembang dan menyebar dari satu area ke area
yang lain. Saat ini, ahli epidemologi sosial tidak hanya perhatian
pada epidemik saja, melainkan lebih memperluas cakupan ke
nonepidemik seperti kanker, jantung koroner, ketergantungan obat,
dan bunuh diri. Sehingga, dapat dipahami bahwa satu hal yang
penting dalam hal ini adalah bahwa epidemiologi sosial mengfokuskan
perhatiannya kepada penjelasan bagaimana suatu penyakit itu timbul,
dan bagaimana penyakit berkembang, dan dapat dimatikan. 2.2
Kesehatan (health)
Definisi kesehatan tidak hanya mencangkup pada satu hal. Perlu
diingat bahwa kesehatan dapat didefinisikan macam-macam oleh
masyarakat yang beragam pula. Namun, dalam menjelaskan hubungan
antara faktor sosial dan kesehatan, kesehatan dalam hal ini akan
merujuk pada satu pengertian yang merupakan rangkuman atau inti
dari beberapa definisi yang telah disesuaikan dengan topik bahasan
tulisan ini. Definisi WHO mengenai Kesehatan : .. suatu keadaan
complete physical, mental, dan social well-being, and not merely
the absence of disease and infirmity (Mechanic, 1968:49)
Blum: kesehatan manusia terdiri dari tiga unsur yang saling
berinteraksi dan saling terkait secara hirarkis, yaitu apa yang
dinamakannya kesehatan somatik yang ditandai berlangsungnya fungsi
fisiologi dan integrasi anatomi, kesehatan psikis yang mengacu pada
berbagai kemampuanseperti kemampuan mengetahui, mengamati,
menyadari, dan menanggapi keadaan sehat somatiknya sendiri; dan
kesehatan sosial yang mengacu pada kesesuaian perilaku individu
dengan anggota lain dalam keluarganya, dengan keluarganya, dan
dengan system sosial.Definisi sosiologi: keadaan kapasitas optimum
individu untuk melaksanakan peran dan tugas yang telah
disosialisasikan (Wolinsky 1980:73)
Dari ketiga definisi terkait dengan konsep kesehatan, dapat
disimpulkan bahwa kesehatan merupakan keadaan optimum dari seorang
individu dalam menjalankan perannya di dalam struktur dan sistem
sosial yang diindikasikan dengan tidak adanya symptom-symptom
tertentu.3. Deskripsi dan AnalisisSystem medis modern tidak muncul
begitu saja, sitem medis modern merupakan proses evolusi selama
beratus-ratus tahun. Perkembangan ini juga di pengaruhi dari
beberapa elemen-elemen seperti pengetahuan medis,orientasi social
kekinian, orientasi religius,usaha manusia untuk menguasai alam dan
adaptasi biologis oleh tubuh manusia. Munculnya system medis modern
memerlukan waktu yang lama. Kemunculan ini dapat dilihat dalam
delapan periode.
The philosophy Hygeia, Hygeia muncul dalam legenda yunani kuno
sekitar abad 15 sebelum masehi. Dalam legenda ini Hygeia
digambarkan sebagai dewi kesehatan. Kesehatan dianggap sebagai
atribut positif yang merupakan hak dari setiap orang. Dengan syarat
mereka harus dapat mengatur hidupnya secara bijak, fungsi utama
dari ilmu kesehatan adalah penemuan-penemuan dan hukum natural
mengenai jiwa yang sehat dan tubuh yang sehat. Filosofi ini
mendominasi hingga abad ke 12 sebelum masehi.
The cult of Asclepius, hilangnya dominasi Hygeia menyebabkan
munculnya cult of Asclepius, Asclepius merupakan dokter atau tabib
pertama dari yunani yang memperkenalkan ilmu kesehatan yang
menggunakan alat bedah dan obat-obat herbal yang berasal ari
tumbuh-tumbuhan demi mengembalikan kesehatan. Perbedaan antara
Asclepius dengan Hygeia adalah pemahaman mengenai kesehatan dimana
Asclepius mempercayai bahwa tugas utama dari dokter atau tabib
adalah mengobati penyakit dan mengembalikan kesehatan. Keberhasilan
dalam mengembalikan kesehatan dapat dilakukan dengan cara
mengkoreksi ketidaksesuaian pada tubuh manusia yang disebabkan
kecelakaan saat lahir atau pada masa kehidupanya. Dengan
keberhasilan Asclepius yang dramatis ini dan mengajarkan ilmu yang
dimilikinya kepada orang lain maka periode ini dapat bertahan
seabad.
The ages of Hippocrates, dalam masa ini hippocrates dikenal
dengan adanya sumpah hipocrate, sumpah hippocrate itu sebagai
landasan etika kedokteran kontemporer yang berbunyi (1) membantu
orang yang sakit (2) menjaga agar tidak melakukan kesalahan dengan
sengaja terhadap penanganan kesehatan pasien (3) menjaga hubungan
suci praktisi pasien. Selain Hippocrates dikenal dengan sumpahnya,
ia juga memiliki andil yang cukup penting yaitu (1) ia menuntut
suatu pendekatan rasional dan sistematis untuk perawatan pasien,
menolak efek dari fenomena supranatural. (2) Hippocrates
berpendapat bahwa pikiran dan tubuh saling mempengaruhi, mereka
tidak dapat dianggap sebagai entitas independen The constraints of
the church, pada periode ini ages of Hippocrates menghilang karena
runtuhnya Roma yang disertai kerusuhan serta huru-hara dan disertai
pula hilangnya orang-orang yang mengetahui pengetahuan medis dari
Hippocrates. Dari permasalahan inilah gereja menjadi tahapan dari
pengobatan mengenai masalah-masalah kehidupan, dalam hal ini obat
tidak dapat membantu banyak dalam menyembuhkan masalah penyakit
social yang terjadi. Dengan demikian maka beralihlah pemahaman
pengobatan medis mereka. Descartes and seventeenth-century
rationalism, pada abad ke tujuh belas ini rene Descartes beserta
filsuf rasionalis lainya memiliki pandangan bahwa tidak benar
apabila terjadi pembedaan antara kesehatan jiwa dan raga. Karena
menurut Descartes kedua aspek ini saling berkaitan pada
kenyataanya. Sulit sekali pemikiran seperti ini dapat diterima oleh
pihak gereja. The ages of advances in public health, pada masa ini
ada perubahan pandangan kesehatan dalam masyarakat, dari yang
awalnya kesehatan lebih dilihat individual namun sekarang lebih
dilihat dengan cakupan yang lebih luas (public). Pemikiran ini
berkembang pada saat terjadinya revolusi industri. Revolusi
industry menyebabkan maraknya terjadi pencemaran-pencemaran, mulai
dari pencemaran makanan sampai pencemaran udara. Dengan munculnya
pemahaman kesehatan dalam konteks public maka munculah upaya-upaya
untuk menyembuhkan penyakit-penyakit ini dengan cara menjaga
kebersihan public atau lingkungan. Pasteur, Koch, specific
etiology, and germs, pada tahapan ini ilmuwan medis Louis Pasteur
dan Robert Koch melakukan penelitian pada bakteri-bakteri yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Penelitian ini
menghasilkan teori bakteri yang menyatakan bahwa setiap bakteri
akan menyebabkan penyakit yang berbeda pula. Dengan kata lain
setiap penyakit memiliki penyebab atau pemicunya sendiri.
Berdasarkan teori ini obat-obatan mulai mendapatkan posisinya
kembali di pasaran. Whole person health, merupakan kemunculan
pendekatan yang sistematik. Pada tahapan ini konsep kesehatan di
formulasikan menjadi satu konsep yang pasti yaitu kesehatan dapat
dilihat dari aspek fisik, jiwa dan keadaan social dari orang
tersebut. Dan dengan pernyataan konsep yang seperti ini maka proses
pengobatan harus dilakukan pada ketiga aspek terkait, kesehatan
tidak akan didapatkan apabila ketiga aspek tidak tercakup.3.1Empat
Dualitas Pengobatan Modern
Pandangan tentang pengobatan modern tidak dapat terlepas dari
pengobatan pandangan pengobatan pada periode-periode sebelumnya
(prior). Sebagi buktinya, terdapat empat dualitas di dalam
pengabatan modern. Pertama, perhatian terhadap kepercayaan magis
yang diakui secara bersama. Pada masa Neolitikum, Mediterani Timur
dan Afrika Utara terbukti pernah mempraktikan sebuah prosedur
pengobatan yang disebut trepanation. Mereka meyakini bahwa penyakit
yang diderita oleh manusia tidak lain adalah pengaruh dari kekuatan
setan jahat. Kedua, dualitas pengobatan antara orientasi pengobatan
individu dan orientasi pengobatan populasi. Dualitas ketiga dalam
pengobatan modern adalah bahwa tubuh dan pikiran merupakan satu
entitas yang penting sehingga dalam pengobatan modern, faktor
psikologis dan tekanan sosial menjadi perhatian juga dalam proses
penyembuhan. Dualitas yang keempat adalah kemajuan teknik
pengobatan modern yang dihasilkan dalam teknik pengobatan terhadap
penyakit yang disebut dengan technocratic physician.3.2Epidemiologi
Sosial
Dari beberapa uraian tersebut di atas, dapat diketahui betapa
beragamnya world view yang berkembang di masyarakat belahan dunia
yang mempraktikan pengobatan di setiap perkembangan sejarah. Hal
tersebutlah yang pada periode berikutnya mempengaruhi pengobatan
modern. Oleh karenanya, dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai
perhatian terhadap ilmu yang mempelajari keterkaitan antara
faktor-faktor sosial dan distribusi penyakit di dalam populasi yang
luas.
3.2.1The Nature of Social Epidemology
Sebagaimana telah dijelaskan di bagian kerangka teori mengenai
konsep epidemiologi sosial, peran yang dilakukan oleh para ahli
epidemiologi sosial ini adalah berusaha mengidentifikasi karakter
sosial dari populasi tertentu yang cenderung terserang penyakit
tertentu. Peran mereka sangat membantu dokter dalam mendiagnosis
penyakit dari pasien yang ditanganinya. Namun, perlu digarisbawahi
bahwa seorang ahli epidemiologi sosial ini bukan mengfokuskan
identifikasinya terhadap individu melainkan lebih kepada kelompok
sosial. Sehingga, mereka yang telah menerima informasi tentang
epidemik tertentu segera melakukan penanganan dengan mengumpulkan
data-data dari komunitas mana yang terjangkit epidemik tersebut.
Kemudian, mereka menganalisis pola-pola yang dilakukan oleh
kelompok yang terjangkit virus atau bakteri yang menyebabkan
berkembangnya suatu epidemic. 3.2.2Sejarah Epidemiologi Sosial
Epidemiologi sosial berakar dari sejarah di masa lampau,
sebagaimana telah sedikit diuraikan pada bagian sebelumnya. Seorang
ahli medis ternama, Henry Sigerist mengungkapkan bahwa di dalam
naskah Yunani Kuno dan Mesir dituliskan bahwa ada keterkaitan
antara penyakit dengan okupasi masyarakat setempat. Berikut adalah
beberapa contoh kasus terkait dengan keterkaitan antara faktor
sosial dengan penyakit.
Sir Percival Pott.Pada tahun 1775, Inggris muncul epidemik yang
menyerang komunitas tertentu, yaitu kanker pada alat vital lelaki
(scrotal cancer). Dalam tulisannya, Pott menjelaskan bagaimana
penyakit tersebut muncul dan mengidap pada komunitas tertentu.
Penemuannya menyebutkan bahwa penyakit yang mewabah pada komunitas
tertentu tersebut menyerang urban kulit putih kelas bawah yang
bekerja sebagai pembersih cerobong asap (London Fog Chimney
Sweeps). Mereka adalah para pekerja laki-laki.
Pekerjaan membersihkan cerobong asap ini sangat tidak
menyenangkan dan sebenarnya sangat diasingkan. Mereka yang bekerja
sebagai pembersih cerobong asap (chimney sweeper ) selalu kontak
langsung dengan materi-materi atau mungkin dapat dibayangkan
seperti kerak-kerak bekas pembakaran yang menempel di lapisan dalam
cerobong asap yang sangat tebal. Padahal di dalamnya terdapat
organism-organisme jahat penyebab kanket alat vital (schrotal
cancer). Sehingga, insiden meningkatnya wabah penyakit kanker
skrotum tersebut diidap oleh golongan kelas bawah urban kulit putih
yang bekerja di cerobong asap. Dalam penemuannya, Pott membuat
kontribusi dalam dunia epidemiologi sosial. Pertama, kontribusi
tentang penjelasan bagaimana proses awal penyakit itu muncul dan
berkembang yang digunakan untuk menginvestigasi perbedaan
distribusi penyakit yang berkembang di dalam masyarakat. Secara
tidak langsung pun kita dapat mengetahui bagaimana peran
epidemiologi sosial dalam hubungannya dengan penyakit, yaitu
sebagai detektif yang seolah-olah mencari benang merah antara
pelaku kejahatan hingga kejadian dari kejahatan itu
berlangsung.
Masih terkait dengan penyakit kanker skrotum yang dikemukakan
oleh Pott, perkembangan penyakit tersebut yang mengidap pada kelas
bawah kaum urban kulit putih tentu tidak sesederhana itu.
Perkembangan rantai penyakit tersebut berawal dari satu komunitas
kaum urban kulit putih yang bekerja sebagai Chimney Sweeper. Hal
ini berkaitan dengan kontribusi Pott yang kedua, bahwa penyakit
yang mereka idap tidak semata-mata karena kontak langsung dengan
organisme yang berada di dalam lapisan cerobong asap tetapi ada
pola-pola yang sama yang telah menjadi kebiasaan mereka (pekerja
cerobong asap_ lower class, white urban), yaitu kebiasaan jarang
mandi. Sehingga, kuman-kuman yang melekat di tubuh mereka bercampur
dengan organisme yang dihasilkan dari cerobong asap di tempat
mereka kerja.
Sir John Snow.Dalam perkembangannya, kontribusi yang telah
disumbangkan oleh Pott dalam epidemiologi sosial, secara sistematis
dan ilmiah tidak lagi berkembang hingga pertengahan 1800. Hal ini
disebabkan salah satunya muncul seorang Snow yang juga memberi
kontribusi baru di dunia epidemiologi sosial. Dalam kontribusinya,
Snow memfokuskan perhatiannya pada kolera yang menjangkiti
masyarakat di Inggris pada tahun 1854. Tahun tersebut menjadi
sejarah yang sangat ironi sekali karena lebih dari 8000 orang yang
meninggal karena penyakit kolera yang dideritanya. Dari kenyataan
pahit ini, Snow mulai menggencarkan misinya untuk mengetahui asal
mula tumbuh dan berkembangnya penyakit tersebut. Pertama yang
dilakukan Snow adalah mencari informasi tentang keberadaan
masyarakat yang terdeteksi meninggal karena kolera. Setelah itu,
dia melakukan interview dengan anggota-anggota keluarga yang
bereada di lokasi terdeteksinya distribusi wabah kolera, dia
menanyakan aktivitas sehai-hari mereka mulai dari makan,
beraktivitas seperti bermain dan bekerja. Data yang dikumpulkannya
tersebut bertujuan untuk melihat pola aktivitas sehari-hari mereka.
Ternyata, semua korban yang menderita kolera mengkonsumsi air minum
dari Broad Street Water Pump. Berdasarkan pola ini, dia menduga
bahwa kolera merupakan water-borne disease. Dari penemuannya
tersebut, dia membuat kontribusi juga sebagaimana sebelumnya telah
dilakkan oleh Pott. Pertama, dia membuat metode sistematika
epidemiologi sosial: melihat sebab dari penyakit kolera melalui
karakteristik sosial. Mungkin dalam kasus di Inggris yang telah
diungkapkan dalam penelitian Snow, kita bisa melihat bahwa mereka
yang mengidap penyakit kolera secara umum menggunakan Broad Street
Water Pump yang telah terinfeksi oleh bakteri.
Kita bisa melihat perbedaan Pott dan Snow dalam melihat rantai
distribusi penyakit yang dilihat sebagai faktor sosial yang
mempengaruhi kesehatan manusia. Bila Pott melihat penyakit
didistribusikan di dalam karakteristik sosial masyarakat tertentu
dengan melihat pola-pola yang sama. Kontribusi kedua Snow adalah
dia mengkonfirmasi penemuan Pott bahwa etiological chain penyakit
dapat dimatikan melalui intervensi. Dalam penemuannya, Snow tentu
memilih intervensi berupa menghentikan penggunaan Broad Street
Water Pump.
3.3Epidemiologi Sosial Kontemporer
Pott dan Snow telah terbukti menyumbangkan kontribusinya di
dunia epidemiologi sosial. Dari beberapa uraian sebelumnya mengenai
epidemiologi sosial terkait dengan penemuan dua tokoh besar
tersebut dapat diketahui bahwa betapa pentingnya epidemiologi
sosial dalam menyumbangkan beberapa penemuan-penemuan yang
merupakan faktor sosial yang mempengaruhi muncul dan berkembangnya
suatu penyakit. Namun, dalam beberapa waktu kemudian, epidemiologi
sosial merambah pada pola-pola perilaku masyarakat yang memang
jelas merupakan hubungan aktivitas yang tidak sehat dengan dampak
terhadap kesehatannya.Merokok dan Kanker Paru-paru.Diketahuinya
pengaruh merokok terhadap Kanker Paru-paru telah diketahui lebih
dari lima puluh tahun yang lalu. Tepatnya adalah akhir 1950-an.
Pada tahun tersebut, di Amerika Serikat dan negara-negara lain
sedang marak dengan serangan jantung yang menjadi penyebab dari
kematian. Kemudian, Graham (1972) melakukan penelitian yang
kemudian menyimpulkan beberapa kategori: (1) animal studies yang
menyebutkan bahwa getah tembakau ternyata menjadi bahan yang
digunakan untuk mencukur bulu-bulu hamster atau tikus. (2)
retrospective studies, dimana mereka yang menjadi penderita kanker
paru-paru dan mereka yang tidak menderita penyakit tersebut ditanya
mengenai bagaimana pendapat mereka mengenai perilaku merokok dan
tidak merokok. (3)prospective studies, yaitu meneliti dan
mengidentifikasi satu kelompok yang terdiri dari perokok, bukan
perokok, kemudian dalam periode tertentu, kembali dilakukan
penelitian terhadap mereka, dari situ kita melihat berapa rata-rata
mereka yang terserang kanker paru-paru. (4) studies of celluler
changes, yaitu studi yang telah berhasil menemukan hasil
penelitiannya bahwa semakin meningkatnya jumlah penderita kanker
paru-paru dipengaruhi dengan semakin meningkatnya pengkonsumsian
tembakau.Legionnaires Disease. Juli, 1976, merupakan masa yang
sangat mengejutkan bagi warga Pennsylvania. Pertama, tabib atau
munkin pada masa itu orang yang ahli dalam pengobatan berpikir
bahwa itu adalah semacam penyakit tifus. Untuk mencegahnya, para
ahli epidemiologi sosial mencoba menawarkan cara untuk mengetahui
asal muasal terjangkitnya penyakit yang pada masa itu dianggap aneh
dengan kembali melihat aktivitas keseharian mereka yang terjangkit
penyakit itu. Dengan mudah mereka mengindentifikasi orang-orang,
yaitu 29 yang meninggal dan 200 orang yang menderita penyakit
tersebut sangat parah dengan melihat cirri-ciri mereka, dan
ternyata memang ada kesamaan satu sama lain. Namun, ironisnya,
ketika laboratorium melakukan pengetesan terhadap penyakit
tersebut, diketahui bahwa ternyata legionnaires disease bukan
penyakit yang diakibatkan oleh virus. Mereka terus melakukan
penelitian dan pada akhirnya pun tidak diketahui penyakit apakah
itu?
3.4Pengukuran Epidemiologis Sosial Dasar
Pembicaraan epidemiologi sosial akan selalu berkutat pada
permasalahan kemunculan dan menyebarnya sebuah penyakit dalam
sebuah populasi masyarakat. Atas dasar permasalahan tersebut,
epidemiologi berfokus pada perbandingan penyebaran dan kemunculan
sebuah wabah penyakit pada berbagai macam populasi, kelompok, kelas
sosial, agama, dan sebagainya. Dalam studi ini, pengukuran dan
logika statistik sangat berperan besar.
Pada saat melakukan perbandingan, pengukuran statistik seakan
tidak bermakna apabila membandingkan wabah antara Indonesia dengan
Singapura secara langsung. Hal ini tidak mungkin dilakukan karena
populasi yang sangat berbeda secara signifikan di antara dua negara
ini. Oleh karena itu, perbandingan harus dilakukan dengan sebuah
ukuran rasio dengan pengkalian dengan seribu orang. Maksudnya,
berapa kasus yang eksis dalam setiap seribu orang di setiap negara.
Angka ini dapat diukur dengan persamaan berikut:
Jumlah orang yang terkena penyakit 1000
Jumlah orang yang berada dalam populasi
Selain itu, pengukuran dapat dilakukan terhadap kasus yang lebih
spesifik dalam suatu masyarakat atau populasi. Hal ini dapat
dilihat berdasakan jenis kelamin, suku bangsa, dan kelas sosial
tertentu. Hal ini dapat dihitung menggunakan penghitungan jumlah
penyebaran penyakit berbanding jumlah populasi dan dikalikan dengan
seribu orang. Hal ini dapat dilihat pada persamaan berikut.
Jumlah orang yang terkena wabah dalam
populasi yang spesifik 1000
Jumlah orang yang berada dalam populasi spesifik
Kematian dan ketidaksehatan. Dua hal ini merupakan komponen yang
sangat penting juga untuk mengukur tingkat kesehatan dalam suatu
masyarakat. Kematian dapat dilihat dari tingkat kelahiran dan
kematian bayi. Jumlahnya akan menggunakan per setiap seribu
kelahiran. Hal ini akan memperlihatkan kecenderungan kesehatan yang
eksis pada masyarakat ini. Ketidaksehatan dapat diukur melalui dua
komponen yaitu kematian yang dialami pada tahap neonatal atau baru
lahir, dan post-neonatal atau setelah masa baru lahir. Pada tahap
pertama memeperlihatkan ketidaksehatan bayi yang lahir. Kedua,
kelahiran bayi dan kesehatannya sudah dipengaruhi oleh lingkungan
kehidupannya. Hal ini akan semakin terlihat jelas kecenderungannya
di saat membandingkan antar populasi yang spesifik.
Selanjutnya, Hal lain yang menjadi sorotan dan bahasan utama
dari epidemiologi adalah angka harapan hidup. Hal ini juga diukur
melalui kelompok yang spesifik. Kemudian, secara statistik rentang
usia dari masyarakat tersebut. Berdasarkan hal iu, dilihat
bagaimana dibandingkan dengan seribu orang dalam suatu populasi.
Akhirnya, studi yang demografis ini dapat mengkategorikan angka
harapan hidup yang diperbandingkan pada setiap negara.
3.5The Basic Variable In Social Epidemology: Age, Sex, Race,
& SocioEconomic Status
Ada beberapa karakteristik individu yang berhubungan dengan
kesehatan dan tingkat kematian. Dalam hal ini, ada empat variabel
yang digunakan oleh para epidemologi sosial dalam mengilustrasikan
distribusi mortalitas (kematian) dan penyakit di suatu populasi,
yaitu age (umur), sex (jenis kelamin), race (ras), dan
socioeconomic status (status sosial ekonomi). Untuk itu akan
dibahas satu per satu dari keempat variabel tersebut.
3.5.1Age
Terdapat dua fakta yang penting tentang hubungan antara umur dan
mortalitas di Negara Amerika. Pertama, rata rata angka harapan
hidup Warga Amerika sangat meningkat di abad 20. Pada tahun 1900,
angka harapan hidup hanya menyentuh umur 47 tahun. Sedangkan pada
tahun 1970, naik menjadi 72 tahun. Disini terlihat peningkatan yang
cukup tinggi yaitu sebanyak 25 tahun. Adanya peningkatan angka
harapan hidup ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu; (1)
meningkatnya tindakan kesehatan masyarakat dan kontrol terhadap
penyakit menular semakin membaik sebagai hasil dari berkembangnya
industrialisasi di Amerika, dan (2) meningkatnya kuantitas,
kualitas, dan ketersediaan pelayanan kesehatan.
Kemudian, fakta kedua yang penting mengenai hubungan antara umur
dan mortalitas di Negara Amerika adalah stabilnya angka mortalitas
antara umur 1 hingga 54 dari tahun ke tahun. Angka mortalitas pada
bayi sangat besar, namun angkanya semakin menurun dari tahun ke
tahun. Namun, ketika seseorang sudah beranjak ke umur 1 tahun,
angka mortalitasnya langsung menurun drastis, dan stabil hingga
umur 54 tahun. Lalu, angka mortalitas tersebut naik lagi di umur 55
tahun dan terus naik hingga umur 85 tahun ke atas. Dari data ini
dapat dianalisa bahwa seseorang yang bertahan dalam tahun pertama
hidupnya, maka angka harapan hidupnya akan tinggi (mencapai umur
yang tua).
Sebagai hasil dari Warga Amerika yang mempunyai umur hidup yang
panjang, menciptakan sebuah masalah sosial baru di Amerika. Ada dua
faktor penyebabnya, pertama, pada masyarakat amerika peran dari
mereka yang sudah berumur (tua/lansia) menjadi berkurang nilainya.
Mereka yang dulunya memiliki posisi yang penting di keluarga,
menjadi tidak kompeten dan seakan terisolasi akibat kemampuan
mereka yang terus menurun. Menurun atau berkurangnya peran sosial
lansia menyebabkan timbulnya faktor kedua, yaitu semakin
meningkatnya perasaan tidak berguna oleh si lansia tersebut,
ketidakpuasan hidup, dan anomi. Jadi, disini terdapat pemahaman
bahwa ada masalah sosial dan masalah psikologi terkait dengan
proses penuaan.
3.5.2Sex
Terdapat pengaruh dari adanya pebedaan jenis kelamin pada
tingkat mortalitas di Negara Amerika. Dari data yang ada, terbukti
bahwa angka mortalitas pada laki laki lebih tinggi dibandingkan
dengan perempuan. Dalam perbedaan angka harapan hidup antara laki
laki dan perempuan, angka mortalitas pada laki laki Amerika
meningkat selama dua dekade terakhir, khususnya di tahun 1960.
Akhirnya, lebihnya komposisi perempuan dibandingkan laki laki
berdampak pada lansia, dimana meningkatnya jumlah janda pada
lansia.
Ada dua alasan utama mengapa angka mortalitas pada laki laki
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. (1) Pertama adalah
alasan biologis. Laki laki sesungguhnya lebih lemah dibandingkan
dengan perempuan. Terbukti dari fakta bahwa angka kematian laki
laki sebelum lahir 12% lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
Setelah kelahiran, angka tersebut semakin meningkat dengan angka
mortalitas laki laki saat sebulan setelah ia lahir 130% lebih
tinggi dibandingkan dengan perempuan. (2) Alasan kedua adalah
terkait dengan faktor sosial dan psikologi sosial. Faktor sosial
ini mencakup adanya perbedaan peran antara laki laki dengan
perempuan pada Masyarakat Amerika. Laki laki diharapkan lebih
agresif dan bekerja keras dibandingkan dengan perempuan, dalam hal
bekerja maupun hal hal lain. Dari hal seperti ini dapat muncul
dampak psikologis seperti stress yang terkait dengan potensi
meningkatnya penyakit jantung. Hubungan antara stress dan
mortalitas sangat jelas saat ini. Kemudian, pada usia pertengahan
para pekerja laki laki biasanya merokok, kelebihan berat badan, dan
juga terlampau keras bekerja (workaholic) hingga akhirnya penyakit
menjadi meningkat dan kemudian pelayanan kesehatan cenderung
mahal.
3.5.3Race
Selain umur dan jenis kelamin, ras juga mempengaruhi angka
harapan hidup. Dalam hal ini adalah perbedaan angka harapan hidup
antara kulit putih dan non kulit putih. Baik laki laki maupun
perempuan, dan semua umur, kulit putih memiliki angka harapan hidup
lebih tinggi dibandingkan dengan non kulit putih. Jika dilihat
secara historis dari tahun ke tahun, angka mortalitas non kulit
putih dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan kulit putih. Dari
data yang ada, angka mortalitas yang tinggi terdapat pada bayi.
Meningkatnya angka mortalitas tersebut menggambarkan dampak dari
faktor lingkungan yang mencakup nutrisi yang di dapat, sanitasi,
dan pelayanan medis.
Untuk lebih memahami efek dari perbedaan ras pada angka
mortalitas dan pola penyakit dalam populasi, harus dimengerti dulu
bagaimana kelompok non kulit putih ini terlihat. Di Negara Amerika,
kategori non kulit putih ini terdiri dari warga amerika kulit hitam
(black). Jadi, angka mortalitas dan penyakit pada non kulit putih
ini mengacu pada kulit hitam.
Komposisi orang kulit hitam memang sedikit jika dibandingkan
dengan orang kulit putih di Amerika. Namun, menurut hasil
identifikasi Cockerham, dalam kasus penyakit hipertensi, kulit
hitam ini merepresentasikan lebih dari 20% dalam seluruh kasus
hipertensi, meskipun warga kulit hitam hanya merepresentasikan 10%
keseluruhan populasi. Merujuk dari identifikasi Cockerham ini, ada
6 hal yang menjelaskan perbedaan dalam hipertensi tersebut; (1) the
genetic theory, dimana kulit hitam secara genetis cenderung
mengalami hipertensi, (2) the manual labor theory, dimana kulit
hitam biasanya terdiri dari pekerja fisik yang dampaknya dampak
meningkatkan potensi hipertesi, (3) the associated disorder theory,
dimana kulit hitam lebih cenderung ke penyakit lain dimana
hipertensi adalah kondisi tipikal kedua, (4) the strain theory,
dimana sebagai hasil dari diskriminasi ras, tekanan yang semakin
tinggi pada mereka menghasilkan gejala hipertensi yang lebih lagi,
(5) the dietary theory, dimana gaya hidup diet mereka meningkatkan
kerentanan mereka terhadap hipertensi, dan (6) the medical access
theory, dimana kulit hitam kurang mendapatkan pelayanan kesehatan
akibat kemiskinan - sehingga menghasilkan angka mortalitas yang
lebih tinggi akibat hipertensi.
Jadi, faktor sosial dan psikologi sesungguhnya menjadi inti dari
pemahaman kita terhadap perbedaan ras terkait dengan mortalitas dan
penyakit, seperti misalnya isu isu kemiskinan yang biasanya identik
dengan kulit hitam di Amerika. Meskipun faktor nonsosial dan
nonpsikologi mempengaruhi angka mortalitas, namun faktor sosial dan
psikologis punya pengaruh yang lebih kuat.
3.5.4Socioeconomic Status
Selain melihat efek dari ras minoritas dalam mortalitas dan
penyakit, kita juga akan melihat mengengai karakteristik umum dari
ras minoritas yaitu ketidakberuntungan mereka di status sosial
ekonomi, yang biasa dikaitkan dengan kelas sosial. Dengan itu
munculah korelasi antara status sosial ekonomi dengan mortalitas
dan penyakit di Negara Amerika. Dalam kategori rasial terdapat
perbedaan yang signifikan dalam level kesehatan menurut status
sosial ekonomi, dan dalam level status sosial ekonomi ada perbedaan
yang signifikan menurut status rasial.
Antonovsky, menemukan sebuah pola yang penting disini. Dia
menemukan bahwa dalam setiap pengukuran apapun, status sosial
ekonomi jelas mempengaruhi angka harapan hidup. Semakin tinggi
status sosial ekonomi, maka semakin lama seseorang akan hidup. Pada
data penyakit kanker yang di derita seseorang, bahwa kanker yang
dapat terjadi di berbagai bagian tubuh adalah pengaruh dari status
sosial ekonomi. Semakin tinggi status sosial ekonomi, maka
kemungkinan untuk terkena penyakit kanker semakin kecil. Namun,
pada perempuan, hubungan antara status sosial ekonomi dengan kanker
payudara berbeda: semakin tinggi status sosial ekonomi, maka
semakin tinggi pula kemungkinan terkena kanker payudara.
Asumsi umum menyatakan bahwa dibalik alasan korelasi yang
signifikan antara rendahnya status sosial ekonomi, rendahnya angka
harapan hidup, dan tingginya penyakit adalah ketidakberuntungan
ekonomi dan sosial yang menyebabkan mereka tidak memiliki akses
untuk pelayanan kesehatan. Jadi, apabila akses terhadap pelayanan
kesehatan bisa sama pada setiap kelompok status sosial ekonomi yang
berbeda, perbedaan dalam angka mortalitas dan penyakit ini tentu
akan berkurang. Namun, pada sisi lain, meskipun aksesnya sudah sama
pada setiap orang, kondisi lingkungan dan gaya hidup tentu tidak
akan sama. Jadi, akar dari permasalahannya, yaitu kemiskinan, akan
tetap ada.
Dalam dokumen yang ditulis oleh Antonovsky dalam menjelaskan
hubungan ini, ia menjelaskan mengenai social class explanation
dimana ia percaya bahwa status sosial ekonomi menghasilkan status
kesehatan. Mengapa? Karena, status sosial ekonomi yang dimiliki
seseorang mempengaruhi perilaku preventif dalam kesehatannya,
sanitasi, dan juga akses dalam pelayanan kesehatan. Namun,
disamping itu, tokoh lain bernama Lawrence menjelaskan mengenai
drift hypothesis untuk menjelaskan hubungan status sosial ekonomi
dengan kesehatan (mortalitas dan penyakit). Ia berargumen bahwa
mereka yang terikat dengan penyakit, status sosial ekonominya dapat
turun selama hidupnya. Ketidakmampuan akibat penyakit yang kronis
ini menyebabkan mereka susah untuk mencari pekerjaan, kemampuan
mereka dalam bekerja, dan hal hal yang terkait dengan pekerjaan.
Sehingga, menurut hipotesis ini, penyakit yang kronis memiliki
potensi untuk menghambat pencapaian status sosial ekonomi
seseorang.
Hipotesis ini didukung oleh Harkey dan Koleganya. Mereka
menemukan presentasi yang lebih besar pada disfungsi peran sosial
di antara kelompok yang pendapatannya lebih kecil, dibandingkan
dengan kelompok yang pendapatannya lebih besar.
Kemudian, pada social class explanation tidak terlalu
menjelaskan efek dari penyakit yang kronis dalam turunnya mobilitas
sosial. Di satu sisi, itu terlihat untuk menjelaskan perbedaan
insiden pada penyakit akut. Di waktu yang sama, sementara drift
hypothesis tidak terlalu menjelaskan penyakit akut, ia menjelaskan
mengenai dampak jangka panjang dari penyakit kronis dalam turunnya
status sosial ekonomi. Namun disini dapat dilihat adanya penjelasan
yang cukup komperhensif.3.6A Tale of Two States
Buku ini menampilkan perbandingan data sosial dan data kesehatan
dari dua negara yang berdekatan di dalam suatu negara kesatuan.
Tampilan perbandingan ini merupakan perluasan konsep Fuchs dalam
melihat pengaruh murni faktor sosial dalam kesehatan. Katakanlah
bahwa kedua negara tersebut adalah Negara A dan Negara B. Tujuan
dari disembunyikannya nama negara ini adalah memberi kesempatan
bagi para mahasiswa untuk menguji kemampuan investigasi yang selama
ini telah dipelajari dari studi epidemiologi sosial dengan tujuan
untuk menebak nama asli dari negara tersebut.
3.5.1Differential Heatlh Level
Langkah awal dalam menunjukkan pengaruh faktor sosial bagi
kesehatan adalah dengan melihat bahwa Negara A dan Negara B
memiliki tingkat kesehatan yang berbeda. Perbedaan yang diukur
antara lain:
1. Perbedaan besar dalam harapan hidup antara kedua negara.
Berdasarkan data statistik ekspektasi hidup dalam satuan tahun
untuk Negara A dan Negara B pada tahun 1969 1971, laki-laki di
Negara B memiliki harapan hidup 3,9 tahun lebih lama dibandingkan
laki-laki di Negara A, sedangkan perempuan di negara B memiliki
harapan hidup 3,3 tahun lebih lama daripada perempuan di negara A.
Jika hal ini tidak memperlihatkan perbedaan yang besar bagi Negara
A dan B, maka harus diketahui pula bahwa ternyata dari data
keseluruhan di negara kesatuan, Negara B menempati urutan ketiga
dalam tingkat harapan hidup, sedangkan Negara A tergolong ke dalam
lima terbawah.
2. Perbedaan usia dan tingkat kematian yang dibedakan menurut
jenis kelamin. Data statistik tingkat kematian yang ditampilkan
dalam persentase memperlihatkan bahwa Negara A memiliki persentase
tingkat kematian yang lebih besar daripada Negara B, baik laki-laki
maupun perempuan di semua tingkat usia.
3.6Comparable Sociodemographic Characteristics
Setelah melihat perbedaan tingkat kesehatan kedua negara, kita
memasuki tahap kedua yaitu melihat karakteristik sosio-demogfaris
kedua negara. dari tabel yang ditampilkan di buku Wolinsky, kita
dapat melihat bahwa semua karakteristik sosio-demografis dari
populasi kedua negara itu mirip. Jika karakteristik-karakteristik
itu berbeda secara nyata antara Negara A dan Negara B, perbedaan
dalam tingkat kesehatan bisa jadi disebabkan karena perbedaan
karakteristik ini. Dari data karakteristik sosio-demografi Negara A
dan Negara B, kita bisa membandingkan kedua negara tersebut.
Misalnya kita bisa melihat Negara B memiliki populasi yang lebih
besar dari Negara A, tapi kedua negara memiliki tingkat urbanisasi
yang nyaris identik. Tentu saja contoh tersebut tidak dapat
diandalkan dalam menjelaskan perbedaan tingkat kesehatan antar dua
negara.
Usia, jenis kelamin dan pembentukan ras dari populasi kedua
negara ini merupakan hal yang menarik bagi penulis. Negara B
memiliki persentase orang-orang tua, yang berarti cenderung
memiliki penyakit, lebih besar daripada Negara A. Tapi, negara itu
juga memiliki tingkat persentase ras kulit hitam dan laki-laki
(yang tingkat harapan hidupnya rendah) yang lebih kecil daripada
Negara A. Perbedaan ini terlihat mengimbangi keduanya dalam hal
tingkat kesehatan secara keseluruhan. Selain itu, indikator status
sosial juga menunjukkan hal yang menarik. Tingkat pendidikan di
kedua negara nyaris sama. Negara B memiliki tingkat pendapatan per
kapita yang lebih rendah dari Negara A, padahal pendapatan per
kapita merupakan hal yang biasanya berhubungan dengan kesehatan
(semakin tinggi pendapatan per kapita suatu negara, semakin sehat
pula penduduknya). Keganjilan ini mungkin dapat mengimbangi fakta
bahwa Negara B memiliki akses kepada perawatan medis lebih baik
daripada Negara A. Karena letak kedua negara ini berdekatan, kita
dapat mengira-ngira bahwa kenyataannya kondisi lingkungan keduanya
mirip. Kita mungkin dapat menyimpulkan bahwa meskipun di satu sisi
terdapat perbedaan kondisi sosio-demografi antara Negara A dengan
Negara B, perbedaan itu tidak cukup besar dan tidak cukup searah
untuk dapat menjelaskan perbedaan tingkat kesehatan di dua negara.
Kita perlu memperhatikan faktor lainnya.
3.7Focusing On The Cause
Jika karakteristik demografi sosial tidak dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa negara bagian B lebih sehat dibandingkan dengan
negara bagian A, maka petunjuk yang dapat ditemukan mungkin dengan
me-review penyebab-penyebab kematian yang terjadi pada kedua negara
tersebut. Dan ternyata penyebab utama dari kematian yang terjadi di
kedua negara adalah penyakit jantung, kanker, stroke, dan
kecelakaan. Namun, penyebab kematian terbesar di kedua negara
memiliki perbedan, jika di negara bagian A penyebab terbesarnya
adalah bunuh diri, sirosis hati, kematian bayi, dan penyakit
paru-paru, sedangkan jika di negara bagian B adalah influenza,
kematian bayi, diabetes, dan bunuh diri. Sehingga, disini terdapat
perbedaan jelas di antara kedua negara, dimana penyakit-penyakit
yang terbilang berat, seperti sirosis hati (liver) dan kanker
sistem pernapasan tidak terlalu banyak terdapat di Negara Bagian B,
tetapi menjadi salah satu yang terbesar di negara bagian A.
Kemudian, jika dipersentasekan kematian yang disebabkan oleh liver
atau kanker sistem pernapasan antara negara A dengan negara B maka
didapatkan bahwa negara A lebih banyak dibandingkan dengan negara
B, dengan persentase dari 110 persen sampai 590 persen lebih banyak
negara A dibandingkan negara B.
Lalu jka dihubungkan dengan penyebab dari penyakit Liver dan
kanker sistem pernapasan maka kita dapat ketahui bahwa penyebabnya
adalah alkohol dan tembakau, dan jika dibandingkan antara negara
bagian A dan negara bagian B tentang pengkonsumsian alkohol dan
tembakau. Maka terlihat bahwa negara bagian B merupakan negara
dengan konsumsi alkohol dan tembakau terendah dibandingkan dengan
negara bagian lainnya di Amerika serikat, sedangkan pada negara
bagian A merupakan negara terbanyak dalam mengkonsumsi alkohol dan
nomor empat terbanyak dalam mengkonsumsi tembakau di Amerika
serikat.
Sebenarnya ada 3 faktor yang dapat menjelaskan tentang perbedaan
level pengkonsumsian alkohol dan tembakau dan sekaligus juga dapat
menjelaskan tentang perbedaan level kesehatan di antara kedua
negara. Faktor pertama adalah harga dari alkohol dan tembakau,
namun pada faktor harga ini terdapat kesamaan pada kedua negara.
Faktor kedua adalah ketersediaan alkohol dan tembakau, namun sama
seperti faktor pertama, faktor kedua ini juga terdapat kesamaan
antar kedua negara. Faktor ketiga adalah sikap untuk mengkonsumsi
alkohol dan tembakau, dan disinilah faktor penting yang membedakan
antar kedua negara, dimana jika dihubungakan dengan agama dan
ternyata sebagian besar Kristen. Namun, terdapat perbedaan dimana
sebanyak 75 persen penduduk negara bagian B merupakan orang gereja,
sedangkan penduduk negara bagian A hanya 10 persen. Maka dari
korelasi antara kedua variabel di atas dapat dikatakan bahwa
terdapat suatu Mormonism yang melarang mengkonsuumsi alkohol dan
tembakau.
Dari pernyataan-pernyataan diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa penyebab dari perbedaan level kesehatan diantara kedua negara
bagian adalah gaya hidup yang berdasarkan norma sosial dan agama.
4.Epidemiologi Sosial di Tiga Negara; Indonesia, Canada, dan
Somalia
Telah diketahui melalui urauian di atas bahwa epidemiologi
sosial merupakan studi tentang distribusi terhadap penyakit atau
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada komunitas atau kelompok
sosial tertentu di satu populasi. Artinya, wabah penyakit yang
melanda secara missal sebetulnya tidak terjadi dan dialami oleh
seluruh warga masyarakat suatu negara tetapi hanya satu komunitas
tertentu yang memiliki pola hidup yang sama. Bagian atas telah
dibahas mengenai perkembangan beberapa epidemik yang melanda
Inggris pada tahun 1800-an. Dan sebenarnya masih terdapat kaitan
sejarah perdistribusian penyakit tersebut lintas negara.
Kolera yang kita kenal sebagai diare akut, sebenarnya telah ada
di zaman sebelum abad 19. Pertama kali, kolera menyerang daerah
Bengal, India pada tahun 1816-1826 sebelum menyerang Inggris. Pada
tahun 1820, wabah kolera menyerang pasukan penjajah Inggris yang
menewaskan hingga 10.000 jiwa. Sebenarnya wabah ini merupakan hantu
yang pada zaman tersebut menjadi pandemic mematikan di seluruh
lapisan dunia, tidak terkecuali Amerika pada saat itu yang terakhir
terdeteksi wabah kolera pada tahun 1900- an awal.
Setelah pandemik tersebut menyerang daerah Bengal, tak lama dari
itu Indonesia pun turut terlibat merasakan pandemik mematikan yang
berasal dari kontaminasi air. Dalam sumber lain disebutkan bahwa
pada tahun 1982, wabah kolera menyerang penduduk bantaran Sungai
Tiro Sigli, Pidie, Aceh. Mereka yang tinggal di bantaran Sungai
tersebut memang menggantungkan hidupnya pada sungai tersebut untuk
mencuci, MCK, kemudian juga untuk masak. Dan diduga, dengan
kebiasaan hidup yang sama tersebut, komunitas masyarakat di
Bantaran Sungai Tiro Sigli yang telah terkontaminasi dengan bakteri
vibrio cholera. Somalia. 3 November 2009, flu babi (H1N1) ditemukan
telah menjangkit Negara Somalia. Dari 10 orang sample yang
didiagnosis di laboratorium di Nairobi, semuanya terinfeksi flu
babi yang mematikan. Menurut WHO, kondisi Somalia dalam hal ini
sangat memprihatinkan. Melihat keterbatasan sumber daya yang ada,
misalnya tidak adanya sistem pengawasan deteksi dini terhadap
penyakit, kelengkapan peralatan fasilitas laboratorium yang tidak
memadai dan keterbatasan akses dan sumber daya dalam hal kesehatan,
pendidikan, dan pekerjaan yang layak. Kualitas hidup mereka sangat
minim, dilihat dari kondisi lingkungan fisik yang memprihatinkan
dan tidak ditunjang dengan sarana dan prasaran pendidikan kesehatan
yang memadai. Dari gambaran fisik tersebut pun bisa diprediksi
bagaimana dengan status sosial ekonomi mereka. Tidak heran
melihatnya karena GDP per kapita mereka hanya sebesar 600 USD.
Kanada. Kanker adalah penyebab utama kematian di Kanada . Pada
tahun 2005 (yang baru-baru ini data yang paling tersedia), 29% dari
semua kematian di Kanada berasal dari kanker. Diperkirakan,
sejumlah 173.800 kasus baru kanker (tidak termasuk 75.500 kasus
kanker kulit non-melanoma) dan 76.200 kematian akibat kanker
diperkirakan terjadi di Kanada pada tahun 2010. 27% dari total
pengidap semua jenis kanker adalah kanker paru-paru. Walaupun ada
penurunan jumlah penderita kanker paru-paru pada tahun 2009, yaitu
sejumlah 20.500 ribu jiwa, namun tetap saja kanker paru-paru
merupakan urutan pertama penyakit yang mengancam kematian warga
Kanada. Dan menurut Cancer Society Canadian, tembakau merupakan
penyebab utama terjadinya kematian karena kanker paru-paru. Dapat
disimpulkan bahwa, penyakit nonepidemik yang dihasilkan oleh
lifestyle tidak sehat, seperti mengkonsumsi rokok, memiliki potensi
besar (yang mungkin tidak hanya di Kanada, tetapi juga di
negara-negara lain) jumlah kematian.5.Kesimpulan
Didalam tulisan ini berisi tentang eksistensi dari hubungan
antara faktor sosial dan kesehatan, dan untuk melihat hubungannya
maka akan menguji pengobatan modern berdasarkan historical
perspektif, lalu me-review delapan periode utama perkembangan
pengobatan, lalu akan membicarakan tentang eksistensi dan dampak
dari dualitas sistem medis modern.
Lalu bagian kedua dari tulisan ini adalah mengenai perhatian
untuk ilmu epidemiologi sosial. konsep dasar dari epidemiologis
sosial adalah pengaruh dan kelaziman dari perbedaan distribusi
penyakit dan kematian yang terjadi pada kelompok-kelompok yang
terdapat pada suatu populasi tertentu.
Bagian terakhir dari tulisan ini adalah membandingkan antara dua
negara bagian berdasarkan data sosial dan kesehatan. Dimana
terdapat perbedaan level kesehatan adiantara kedua negara tersebut,
dan yang ternyata yang membedakan kedua negara ini adalah faktor
sosial yang terdapat didalam kedua negara.
Wolinsky. 1980. The Sociology of Health. ( Chapter 1 ) hlm.7
Sunarto, Kamanto. 2002. Sosiologi Kesehatan. (chapter 4). Pusat
Penerbitan Universitas Indonesia. Hlm. 4.3
Semua definisi kesehatan diambil dari buku : Sunarto, Kamanto.
2002. Sosiologi Kesehatan. Pusat Penerbitan Universitas Indonesia.
Hlm. 2.3-2.5
Diakses dari: HYPERLINK
"http://www.cromwell-intl.com/toilet/cholera-pump.html"http://www.cromwell-intl.com/toilet/cholera-pump.html.
Doctor John Snow and the 1854 Soho cholera epidemic . 29 November
2010, 21:46 WIB
Diakses dari: HYPERLINK
"http://www.emro.who.int/somalia/pdf/WHO_Somalia_H1N1_press%20release_09November2009.pdf"
http://www.emro.who.int/somalia/pdf/WHO_Somalia_H1N1_press%20release_09November2009.pdf.
30 November 2010, 19:32 WIB
Diakses dari: HYPERLINK "http://www.society.ezinemark.com"
http://www.society.ezinemark.com . 30 November 2010. 20:03
Diakses dari: HYPERLINK
"http://www.news-medical.net/news/20100520/116/Indonesian.aspx?page=2"
http://www.news-medical.net/news/20100520/116/Indonesian.aspx?page=2.
30 November 2010. 17:06
Diakses dari: HYPERLINK "http://www.montrealgazzette"
http://www.montrealgazzette. 30 November 2010. 17: 20
2