BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abses paru merupakan suatu infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada parenkim paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas berisi nanah (pus) pada satu lobus atau lebih. Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun (jarang ditemukan) karena adanya perbaikan risiko terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan anestesi lebih baik dan penggunaan antibiotik lebih dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi dengan immunocompromised. 1 Pada tahun 1920, diperkirakan sepertiga penderita abses paru meninggal; Dr. David Smith meneliti bahwa aspirasi bakteri merupakan patomekanisme terjadinya infeksi. Dalam suatu otopsi, Smith mengamati bakteri yang ditemukan pada dinding 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abses paru merupakan suatu infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada
parenkim paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas berisi nanah (pus)
pada satu lobus atau lebih. Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan
kejadian abses paru menurun (jarang ditemukan) karena adanya perbaikan risiko
terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan anestesi lebih baik dan
penggunaan antibiotik lebih dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan
untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi dengan immunocompromised.1 Pada
tahun 1920, diperkirakan sepertiga penderita abses paru meninggal; Dr. David
Smith meneliti bahwa aspirasi bakteri merupakan patomekanisme terjadinya
infeksi. Dalam suatu otopsi, Smith mengamati bakteri yang ditemukan pada
dinding abses paru menyerupai bakteri yang dijumpai pada celah gusi.11
Sebelum antibiotik ditemukan, abses paru merupakan penyakit yang
sangat mematikan, dimana 1/3 dari pasien meninggal, 1/3 lainnya sembuh, dan
sisanya menyebabkan morbiditas berupa abses berulang, empiema kronik,
bronkiektasis, dan konsekuensi lainnya dari infeksi piogenik kronik. Walaupun di
masa lampau bedah reseksi sering dianggap sebagai penanganan abses paru, peran
bedah telah banyak berkurang karena kebanyakan pasien dengan abses paru tanpa
komplikasi dapat memberi respon yang baik dengan terapi antibiotik jangka
panjang.16
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih.16
Defenisi lain menyebutkan bahwa abses paru adalah infeksi paru dengan
karakteristik akumulasi pus yang terlokalisasi disertai dekstruksi jaringan
sekeliling.2
B. Epidemiologi
Berdasarkan jenis kelamin, abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan. Abses paru lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut
karena peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi
disfagia dan aspirasi. Namun, serangkaian kasus abses paru di pusat perkotaan
dengan prevalensi tinggi alkoholisme melaporkan rata-rata penderita abses baru
berusia 41 tahun.11,16
Insidensi abses paru tidak diketahui, meskipun terlihat pertumbuhannya
tidak fluktuatif dan insidensinya juga terlihat menurun sejak diperkenalkannya
antibiotik (khususnya penisilin). Sejak 1943-1956, Massachusetts General
Hospital melaporkan sebanyak 10-11 kasus abses paru per 10.000 penderita yang
2
masuk rumah sakit pada masa pre-antibiotik dibandingkan dengan 1-2 kasus per
penderita yang masuk rumah sakit pada masa post-antibiotik. Pada tahun 1984-
1986 kasus yang ditangani The Beth Israel Deacones Medical Center’s
menunjukkan bahwa abses paru mewakili kira-kira 0,2 % dari seluruh kasus
penumonia membutuhkan perawatan rumah sakit. Penurunan kasus abses paru
berhubungan dengan penggunaan dini dan luas antimikroba yang efektif,
peningkatan manajemen perawatan pasien yang tidak sadar, dan peningkatan
manajemen perawatan pasien yang dianestesi.12
C. ETIOLOGI
Berbagai infeksi dapat menyebabkan terjadinya abses paru. Bakteri
anaerob merupakan penyebab terbanyak yang ditemukan. Studi yang dilakukan
Barlett et al. mendapatkan 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob,
sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob. Bakteri anaerob ini
ditemukan terutama pada saluran napas atas dan paling banyak terdapat pada
penyakit oral dan ginggiva.6,16
Pada pasien immunocompromised spektrum kuman patogen penyebab
abses paru sedikit berbeda. Pada pasien AIDS kebanyakan kumannya adalah
bakteri aerob, P. Carinii, jamur, Cryptococcus neoformans, dan Mycobacterium
tuberculosis.16
Berikut merupakan infeksi yang dapat menyebabkan lesi kavitas pada
Bronkoskopi dengan biopsy sikatan yang terlindung dan bilasan bronkus
merupakan cara diagnosis yang paling baik dengan akurasi diagnostik
bakteriologi melebihi 80%. Cara ini hendaknya dilakukan pada pasien AIDS
sebelum dimulai pengobatan karena banyaknya kuman yang terlibat dan sulit
diprediksi secara klinis.16
15
Selain itu 10%-25% dari penyebab abses paru pada orang dewasa adalah
karsinoma bronkogenik, dan 60% diantaranya dapat didiagnosa dengan
menggunakan bronkoskopi.
c. Aspirasi Jarum Perkutan
Cara ini mempunyai akurasi tinggi untuk diagnosis bakteriologia, dengan
spesifitas melebihi aspirasi transtrakeal.16
3. Gambaran Radiologik
a. Foto Thorax
Pada gambaran radiologik tampak satu atau lebih kavitas, disertai dengan
air-fluid level. Bentuk abses kecil ( < 2 cm) multipel seringkali dihubungkan
dengan necrotizing pneumonia dan gangren paru. Baik abses paru maupun
necrotizing pneumonia merupakan manifestasi dari proses patologis yang serupa.
Kegagalan dalam mengenali dan mengobati abses paru berhubungan dengan
keadaan umum yang jelek.5,11
Pada foto thorax PA dan lateral biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi
dapat juga multikavitas berdinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi di
sekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan tebal dinding kavitas
bisa mencapai 5 mm.14
Khas pada abses paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya
ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik,
nosokomial, atau hematogen) lesinya biasanya multipel.1
16
Gambaran kavitas ini lebih sering dijumpai pada paru kanan dari paru kiri.
Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka di dalam kavitas terdapat air-fluid
level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda
konsolidasi (opasitas). Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita
melakukan foto thorax PA dengan posisi berdiri.15
Gambar 5. Foto Thorax Posisi Lateral, tampak adanya cavitas dengan air-fluid level yang merupakan karakteristik dari abses paru.
Abses paru akibat aspirasi paling sering menyerang segmen posterior paru
lobus atas atau segmen superior paru lobus bawah. Ketebalan dinding abses paru
bervariasi, bisa tipis ataupun tebal, batasnya bisa jelas maupun samar-samar.
Dindingnya mungkin licin atau kasar.3,7
Gambar 6. (A) Abses paru yang besar dengan air-fluid level di bagian distal pada suatu karsinoma hilus. Lobus kanan atas kolaps disertai dengan emfisema sebagai kompensasi. (B) Tampak penebalan pada fissura obliq yang bersebelahan dengan
abses (panah).
17
Gambar 7. Abses setelah pneumonia.Penderita ini dengan pneumonia akut pada segmen posterior lobus kanan atas, terbentuk area translusen di bagian sentral (terlihat jelas pada foto lateral). Tampak gambaran abses dengan dinding tebal
yang irreguler dan air-fluid level.
b. CT-Scan
Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah lesi hiperdens bundar dengan
kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru yang
rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah berakhir secara mendadak pada
dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Selain itu lesi tampak
membentuk sudut pada permukaan pleura dinding dada.
Gambar 8. Abses paru pada segmen posterior dari lobus kanan atas. CT scan memperlihatkan kavitas dengan dinding tipis dan dikelilingi dengan konsolidasi).
18
Gambar 9. Potongan aksial dari CT-Scan Thorax, menggambarkan multilokular abses dengan double air-fluid level
4. Gambaran Histopatologik
Abses paru bermula sebagai nekrosis dari bagian kecil yang terus
berkembang di dalam segmen yang terkonsolidasi pada pneumonia. Area ini dapat
bergabung membentuk area supuratif yang singel maupun multipel yang mewakili
abses paru. Ketika inflamasi berlanjut mencapai bronkus, isi dari abses
dikeluarkan sebagai sputum yang berbau, kemudian, terbentuklah fibrosis, yang
menyebabkan bekas luka yang padat dan memisahkan abses. Abses dapat tetap
terjadi, dan mengalirnya pus ke dalam bronkus dapat menyebarkan infeksi.11,13
Gambar 10. Gambaran histopatologis dari abses paru menunjukkan reaksi inflamasi.
19
G. Diagnosa Banding
1. Karsinoma Bronkogenik
Pemeriksaaan radiologik untuk membantu diagnosis karsinoma paru
bermacam-macam, antara lain bronkografi invasif, CT-Scan, serta pemeriksaan
radiologik konvensional (thorax PA, lateral, fluoroskopi). Beberapa kelainan
seperti emfisema setempat, atelektasis, pembesaran hilus unilateral, serta kavitas
dapat dicurigai sebagai suatu keganasan.18
Berdasarkan histologinya, karsinoma bronkogen terdiri atas 4 jenis sel,
yakni: adenocarcinoma, squamous cell carcinoma, undifferentiated large cell
carcinoma, dan small cell carcinoma. Squamous cell carcinoma merupakan jenis
sel yang paling sering memberikan gambaran radiologik berupa kavitas, yakni
pada sekitar 10% dari kasus. Sedangkan karsinoma bronkioloalveolar
(adenocarcinoma) adalah jenis karsinoma bronkogen kedua terbanyak setelah
squamous cell carcinoma yang pada gambaran radiologiknya menunjukkan
kavitasi.18
Gambar 11. Bronchioloalveolar carcinoma pada pria 39 tahun dengan sputum darah dan nyeri dada pleuritik. (a) Foto Thorax PA yang menggambarkan
konsolidasi dan kavitas pada paru kiri atas segmen lingular. (b) CT-Scan Thorax
20
(window paru) menunjukkan gambaran kavitas dengan konsolidasi pada parenkim paru.
2. Tuberculosis Paru dengan Kavitas
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat pula mengenai lobus
bawah atau di daerah hilus (misalnya pada tuberkulosis endobrakial). Pada awal
penyakit, lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, dengan gambaran
radiologik berupa bercak berawan dengan batas yang tidak tegas. Bila sudah
diliputi jaringan ikat maka terlihat bayangan berupa bulatan dengan batas tegas.
Lesi ini lebih dikenal dengan tuberkuloma. Selain itu, nampak pula kavitas, yakni
bayangan berupa cincin. Dinding kavitas dapat tipis dan halus hingga tebal dan
noduler, air-fluid level dilaporkan terjadi pada 9-21% dari kavitas pada TB. Pada
proses lanjut dapat terlihat bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat,
garis fibrosis, kalsifikasi, kavitas, maupun atelektasis dan emfisema.2
Gambar 12. Distribusi atipic postprimer TB (a) Foto thorax menunjukkan massa kavitas dengan dinding tebal tidak teratur (panah besar) dan dikelilingi oleh noduler opacity yang saling berdekatan pada lobus kiri atas. Suatu nodul dengan
21
densitas (panah kecil) terdapat di kontralateral, lobus kanan atas. (b) CT-Scan yang didapatkan dengan collimation menunjukkan lokasi kavitas (panah) di
segmen anterior lobus kiri atas. H. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya
dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat
dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.16
Penisilin selalu menjadi antibiotik pilihan, namun percobaan terbaru
menunjukkan klindamisin lebih unggul. Meskipun khasiat keseluruhan penisilin
tampaknya berkurang, saat ini tetap menjadi obat praktis untuk kebanyakan
pasien, terutama jika klindamisin merupakan kontraindikasi. Tetrasiklin dianggap
terapi tidak memadai karena sebagian besar anaerob tahan untuk itu. Demikian
pula, metronidazol tidak efektif pada sekitar 50% pasien, mungkin karena
kontribusi bakteri aerobik. Karena itu, jika agen ini harus digunakan, sebaiknya
dikombinasikan dengan turunan penisilin atau sefalosporin. Setelah terapi
antibiotik awal, dan radiografi respon klinis secara bertahap, demam biasanya
mereda dalam 4-7 hari, namun normalisasi foto thorax mungkin memerlukan 2
bulan.5
Drainase merupakan bagian penting dari penatalaksanaan abses paru. Air-
fluid level menyiratkan adanya hubungan dari rongga abses ke trakeobronkial.
Drainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit
diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Namun pada penderita
abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan
drainase melalui bronkoskopi.4,5,16
22
Bronkoskopi juga mempunyai peranan penting dalam penanganan abses
paru seperti pada kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi obstruksi,
pengeluaran benda asing dan untuk melebarkan striktur. Disamping itu, dengan
bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan pengosongan abses yang tidak
mengalami drainase yang adekuat, serta dapat memasukkan larutan antibiotik
melewati bronkus langsung ke lokasi abses.
Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10-20% kasus. Indikasi operasi
Lobektomi merupakan prosedur paling sering dilakukan, sedangkan
reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi
diperlukan terhadap abses multipel atau gangren paru yang refrakter terhadap
penanganan dengan obat-obatan. Angka mortalitas setelah pneumoektomi
mencapai 5%-10%.16
Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat
dilakukan drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah
kebocoran isi abses ke rongga pleura.16
I. Komplikasi
23
Komplikasi dari abses paru meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi
lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru
yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain dengan
kecenderungan penyebaran infeksi Staphylococcus, dan apabila ruptur ke rongga
pleura akan menjadi piothorax (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa
abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura visceralis sehingga terjadi
piopneumothorax dan fistula bronkopleura.16
Gambar 13. Komplikasi utama dari abses paru meliputi (a) fistula broncho-pleural, menyebabkan nanah dapat masuk ke dalam cavum pleura, (b)
intrabronchial hemorrhage yang masif bahkan dapat membanjiri paru pasien, (c) isi abses dapat memasuki bronkus, (d) penyebaran menyeluruh dari bakteri ke
otak dan bagian tubuh lainnya.
Abses paru yang kronik akan menyebabkan kerusakan paru yang
permanen dan mungkin menyisakan suatu bronkiektasis, cor pulmonal, dan
amiloidosis. Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi, kaheksia,
gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.16
J. Prognosis
24
Faktor-faktor yang membuat prognosis jelek adalah kavitas yang besar
(lebih dari 6 cm), penyakit dasar yang berat, status immunocompromissed, umur
yang sangat tua, empiema, nekrosis paru yang progresif, lesi obstruktif, abses
yang disebabkan bakteri aerobik, dan abses paru yang belum mendapat
pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien
ini bisa mencapai 75% dan bila sembuh maka angka kekambuhannya tinggi.16
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.
Surabaya: Airlangga University Press. 2005. Hal 136