Top Banner
TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT BAB I PENDAHULUAN Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan lainnya; jika salah satu terganggu, maka demikian pula lainnya. 1 Karena cairan dan elektrolit yang menciptakan lingkungan intraseluler dan ekstraseluler bagi semua sel dan jaringan tubuh, maka ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi pada semua golongan penyakit. 1
34

terapi cairan pd fraktur

Oct 31, 2014

Download

Documents

ortopedi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: terapi cairan pd fraktur

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT BAB I

PENDAHULUAN

Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai

cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit

adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika

berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan,

minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan

cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke

dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu

dengan lainnya; jika salah satu terganggu, maka demikian pula lainnya.1

Karena cairan dan elektrolit yang menciptakan lingkungan intraseluler dan

ekstraseluler bagi semua sel dan jaringan tubuh, maka ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit dapat terjadi pada semua golongan penyakit. 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 2: terapi cairan pd fraktur

A.    FISIOLOGI CAIRAN TUBUH

Komponen tunggal terbesar dari tubuh adalah air. Air adalah pelarut bagi semua zat

terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun larutan. Air tubuh total (TBW, total

body water), yaitu persentase dari berat air dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi

menurut jenis kelamin, umur dan kandungan lemak tubuh. Air membentuk sekitar 60% dari

berat seorang pria dan sekitar 50% dari berat badan wanita. Pada orangtua, TBW sekitar 45%

sampai 50% dari berat badannya (Maxwell dan Kleeman, 1987). Karena lemak pada dasarnya

bebas air, maka makin sedikitnya lemak akan mengakibatkan makin tingginya persentase air

dari berat badan orang itu. Sebaliknya, jaringan otot memiliki kandungan air yang tinggi.

Oleh karena itu dibandingkan dengan orang kurus, orang gemuk mempunyai TBW yang

relatif lebih kecil dibandingkan berat badannya. Secara proporsional, wanita umumnya

mempunyai lebih banyak lemak, dan lebih sedikit otot jika dibandingkan dengan pria,

sehingga kandungan airnyapun lebih kecil dibandingkan dengan berat badannya. Orang yang

lebih tua juga mempunyai persentase lemak tubuh yang lebih tinggi jika dibandingkan orang

muda. Akhirnya TBW paling tinggi pada bayi baru lahir, yaitu 75% dari berat badan totalnya.

Persentase ini akan cepat menurun sampai menjadi sekitar 60% pada akhir tahun pertama,

dan kemudian berangsur-angsur turun sampai mencapai proporsi orang dewasa pada usia

menjelang dewasa. 1

Bermacam-macam membran (kapiler, sel) memisahkan cairan tubuh total ke dalam

dua bagian utama. Pada orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau dua pertiga dari

TBW-nya berada di dalam sel atau disebut sebagai cairan intraseluler (ICF). Sisanya yaitu

sepertiga TBW atau 20% dari berat badan, berada di luar sel, disebut sebagai cairan

ekstraseluler (ECF). Bagian cairan ekstraseluler dibagi lagi menjadi bagian cairan interstitiel-

limfe (ISF) yang terletak diantara sel (15%) dan cairan intravaskuler (IVF) atau plasma (5%).

Selain ISF dan IVF, sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan

sekresi saluran cerna, membentuk sebagian kecil (1% sampai 2% dari berat badan) dari cairan

ekstraseluler yang disebut sebagai cairan transeluler. 1

B.     PATOFISIOLOGI CAIRAN TUBUH

Tiga kategori umum dari perubahan yang menjelaskan abnormalitas cairan tubuh

adalah: volume, osmolalitas, dan komposisi. Meskipun gangguan-gangguan pada ketiga hal

ini saling berhubungan, tapi sesungguhnya masing-masing merupakan bagian yang terpisah.

PATOFISIO

Page 3: terapi cairan pd fraktur

Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan

menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama,

sehingga berakibat kekurangan atau kelebihan volume ECF. Misalnya, kehilangan cairan

ECF isotonik yang mendadak, seperti yang terjadi pada diare, diikuti dengan penurunan yang

bermakna pada volume cairan intraseluler (ICF). Cairan tidak akan berpindah dari ICF ke

ECF selama osmolalitas pada kedua kompartemen tetap sama. Gangguan volume ECF

umumnya diketahui dari gejala dan tanda klinis. 1

Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi ICF dan menyangkut

kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Jika

hanya air saja yang hilang, atau bertambahnya air yang berasal dari ECF, maka konsentrasi

partikel-partikel yang aktif secara osmotik akan berubah. Ion natrium merupakan 90% dari

partikel-partikel yang aktif secara osmotik pada ECF, dan umumnya mencerminkan

osmolalitas dari kompartemen cairan tubuh. Jika konsentrasi natrium pada ECF menurun,

maka air berpindah dari ECF ke ICF (menyebabkan pembengkakan sel) sampai tercapainya

kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua kompartemen. Sebaliknya jika konsentrasi

natrium pada ECF naik, maka air akan berpindah dari ICF ke ECF (menyebabkan

pengkerutan sel), sampai tercapai kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua

kompartemen. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremi dan hipernatremi,

sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini. 1

Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan

tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama.

Kekurangan volume isotonik seringkali disalahartikan sebagai dehidrasi. 1

Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada berbagai keadaan

dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui

ginjal atau diluar ginjal. Penurunan volume cairan lebih cepat terjadi jika kehilangan cairan

tubuh yang abnormal disertai dengan penurunan asupan. 1

Penyebab tersering kekurangan volume cairan adalah kehilangan sebagian dari sekresi

saluran cerna (total 8L/ hari). Kehilangan yang bermakna dapat terjadi pada muntah yang

berkepanjangan, penyedotan nasogastrik, diare berat, fistula, atau perdarahan. Karena

konsentrasi natrium pada cairan ini tinggi, maka kehilangan cairan ini merupakan gabungan

dari kekurangan natrium dan air. Sekresi lambung juga mengandung ion kalium dan hidrogen

dalam jumlah besar, maka kekurangan volume di atas sering disertai alkalosis dan

hipokalemia. Kehilangan sekresi saluran cerna bagian bawah, yang mengandung banyak

Page 4: terapi cairan pd fraktur

bikarbonat selain natrium dan kalium, sering mengakibatkan kekurangan volume cairan yang

disertai asidosis metabolik dan hipokalemia. 1

Penyebab-penyebab kekurangan volume cairan lain yang sering terjadi adalah

tersimpannya cairan pada cedera jaringan lunak, luka bakar berat, peritonitis atau obstruksi

saluran cerna. Terkumpulnya cairan di dalam ruang non ECF dan non-ICF disebut

penempatan pada ruang ketiga. Yang dimaksud adalah distribusi cairan yang hilang ke ruang

tertentu dimana tidak mudah terjadi pertukaran dengan ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi

terperangkap dan tidak dapat dipakai oleh tubuh. Penumpukan volume cairan yang cepat dan

banyak pada ruang-ruang seperti itu berasal dari volume ECF sehingga dapat mengurangi

volume sirkulasi darah efektif. 1

C.    CAIRAN INTRAVENA

Pembagian cairan intravena berdasarkan komposisi:

1.      Cairan kristaloid

-          mengandung zat dengan Berat Molekul rendah (<8000 dalton)

-          dengan atau tanpa glukosa

-          tekanan onkotik rendah à cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler

-          efek volume interstisiel lebih baik daripada koloid

-          lebih sering menyebabkan sembab perifer dibandingkan dengan cairan koloid

-          potensial menyebabkan sembab paru sama dengan cairan koloid

-          mudah didapat, mudah dalam penyimpanan, murah, tidak toksik

-          contoh: Ringer Laktat, NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%

2.      Cairan koloid

-          mengandung zat dengan berat molekul tinggi (>8000 dalton), seperti: protein, glukosa

berpolimer besar

-          tekanan onkotik tinggi à sebagian menetap di ruang intravaskuler

-          menetap lebih lama di ruang intravaskular dibandingkan cairan kristaloid

-          lebih jarang menyebabkan sembab perifer dibandingkan cairan kristaloid

-          koloid biasanya dilarutkan dalam NaCl isotonik à dapat menyebabkan hperchloremia

metabolic acidosis

-          mahal

-          resiko pada pemberian albumin: hepatitis, AIDS, edema paru, reaksi anafilaksis

-          risiko pada pemberian koloids sintetik: reaksi alergi dan anafilaktoid, efek pada hemostatik,

gagal ginjal akut, dll

-          contoh: albumin, produk darah, fraksi protein plasma, koloid sintetik (dextran, HES)

Page 5: terapi cairan pd fraktur

3.      Cairan kombinasi

D.    SYOK HIPOVOLEMIK

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan

metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang

adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh

yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok

hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syo kardiogenik), sepsis akibat bakteri

yang tidak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik)

atau akibat respons imun (syok anafilaktik). 2

1.      Etiologi

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah

dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang masif atau

kehilangan plasma darah. 1

Syok hipovolemik disebabkan oleh turunnya volume intravaskuler lebih dari 15-20%.

Perdarahan adalah penyebab tersering dari syok hipotensif tetapi defisit volume darah dapat

juga disebabkan oleh kehilangan protein plasma, garam, dan air. Keadaan-keadaan klinik

yang biasanya berkaitan dengan syok hipovolemik mencakup trauma, luka bakar, peritonitis,

pankreatitis, muntah berat, diare, fistula dan diuresis. 3

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,

misalnya terjadi pada:

a.       Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh

seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

b.      Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar.

Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur

menampung 1000–1500 ml perdarahan.

c.       Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma

atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

(1)   Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.

(2)   Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

(3)   Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis. 4

2.      Patofisiologi Syok

Proses patofisiologi yang umum pada syok dapat diterapkan pada syok hipovolemik.

Pada dasarnya kerusakan sel-sel diakibatkan oleh gangguan mikrosirkulasi akibat adanya

penurunan curah jantung. Mekanisme kompensasi mencakup otoregulasi pembuluh darah

Page 6: terapi cairan pd fraktur

organ dan adanya kenaikan pelepasan simpatoadrenal. Kenaikan katekolamin yang beredar

berakibat rangsangan terhadap debar jantung dan kontraktilitas serta vasokonstriksi.

Konstriksi terjadi di arteriole dan pembuluh vena kapasitans, sehingga ini merupakan upaya

untuk mengembalikan tekanan darah dan memelihara venous return. Vasokonstriksi pada

mulanya bermanfaat oleh karena darah dialirkan dari organ-organ yang kurang vital (kulit,

ginjal, usus) ke organ-organ yang lebih vital seperti otak dan jantung. 3

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran

darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.

Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme

anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam

laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam

klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis

adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera

dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan

prioritas utama. 4

Pada awal syok terjadi hiperventilasi karena adanya rangsangan terhadap

kemoreseptor dan adanya asidosis metabolik. Frekuensi pernapasan meningkat kadang-

kadang sampai 3 kali normal, tetapi volume tidal sering turun. Banyak ventilasi yang menjadi

percuma oleh karena aliran pembuluh paru menurun. Kenaikan ventilasi dead space

dibarengi oleh kenaikan ventilasi: ketidakseimbangan perfusi. Shunt yang sebenarnya

meningkat kemudian, sebagai akibat adanya edema paru dan atelektasis. 3

Sebagai akibat dari hipotensi dan hipovolemi cairan bergerak cepat ke dalam sirkulasi

dan ruang interstisiel. Vasokonstriksi lebih besar pada arterioral (prekapiler) dibandingkan

dengan tahanan (resistance vessels) venular (post kapiler) dari pada anyaman kapiler. Jadi

tahanan kapiler rata-rata menurun dan cairan berpindah ke ruang vaskuler dengan cara

osmosis.3

Proses yang sebaliknya terjadi pada syok akhir (late shock) ketika konstriksi naik,

sehingga cairan berpindah ke dalam ruang jaringan. Kehilangan cairan dari sirkulasi juga

didorong oleh berkumpulnya metabolit-metabolit zat vasoaktif yang menaikkan permeabilitas

kapiler. Hemokonsentrasi dan hipovolemi terjadi akibat kehilangan cairan intravaskuler. 3

Zat-zat vasoaktif yang dilepaskan ke dalam sirkulasi pada syok meliputi histamin,

kinin, dan prostaglandin. Sebagian kinin terjadi dari enzim-enzim proteolitik yang dilepaskan

oleh pemecahan lysosomes. Zat-zat vasoaktif bertanggung jawab terhadap vasodilatasi,

kenaikan permeabilitas kapiler dan efek-efek lain yang meluas terhadap otot-otot halus,

Page 7: terapi cairan pd fraktur

jantung dan mikrosirkulasi disebabkan oleh agregasi platelet dan eritrosit. Pengentalan ini

menaikkan viskositas, menurunkan aliran darah di pembuluh darah kecil dan bisa menjadi

predisposisi untuk DIC. 3

Penurunan perfusi jaringan menghambat metabolisme sel. Metabolisme anaerob

menyebabkan laktic asidosis, hiperglikemia, dan kegagalan sodium pump. Akibatnya sel-sel

rusak oleh influks Na dan air, dan K berdifusi keluar cairan ekstrasel. 3

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan

menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah

jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian

pada beberapa organ:

a.       Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung menurun, tahanan vaskuler sistemik akan berusaha untuk meningkatkan

tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi

jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi

untuk melaksanakan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu

tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan

ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang sangat berat

untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial

rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) jatuh hingga ≤ 60 mmHg, maka aliran ke organ akan

turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.

b.      Neuroendokrin

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor

tubuh. Kedua reeptor tersebut berperan dalam respon autonom tubuh yang mengatur perfusi

serta substrat lain.

c.       Kardiovaskuler

Tiga variabel seperti: pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan

kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung,

penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali dari volume sekuncup dan frekuensi

jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya

menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat

namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.

d.      Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi

endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati dalam usus. Hal ini memacu

Page 8: terapi cairan pd fraktur

pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel

dan menyebabkan depresi jantung.

e.       Ginjal

Gagal ginjal akut adalah salah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya

sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah

nekrosis tubuler akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang

nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal

mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di

ginjal berkurang, tahanan arteiol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus,

yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggungjawab terhadap

menurunnya produksi urin. 2

3.      Gejala Klinis

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non perdarahan atau

perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok.

Respon fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung

sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi

peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon

stress serta ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan

cairan interstisiel, intraseluler dan menurunkan produksi urin. 2

Hipovolemia ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan

sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada

hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia

lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, Namun dapat

ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka

gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tak stabil walau dalam

posisi berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke

susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan

kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi

bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki

penyakit berat dimana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari

terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat.2

4.      Penatalaksanaan.

a.       Resusitasi

Page 9: terapi cairan pd fraktur

Kalau kesadaran berkabut/ menurun, jalan napas yang bebas harus diamankan. Oksigen

diberikan melalui suatu semi-rigid mask dengan laju aliran tinggi. Terapi oksigen adalah

keharusan pada semua penderita syok. Bila ventilasi tidak baik, intubasi dan ventilasi

terkontrol dilaksanakan. Kanula intravena yang besar dipasang dan masalah primer diatasi

dimana diperlukan (misalnya menghentikan perdarahan).

b.      Terapi cairan

Jenis cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kekurangan cairan intravaskuler akan

tergantung pada situasi klinis. Secara umum, plasma diperlukan pada luka bakar, peritonitis,

dan obstruksi usus, sedangkan cairan kristaloid diperlukan pada kehilangan cairan melalui

kehilangan gastrointestinal, diuresis dan dehidrasi akibat berkeringat.

Darah dibutuhkan bila perdarahan melebihi 25% dari volume darah. Bila kehilangan darah

lebih sedikit ini dapat diatasi dengan cairan kristaloid atau plasma ekspander oleh karena

mekanisme kompensasi sangat efektif sampai hematokrit turun di bawah 0,2. Cairan

kristaloid terutama garam fisiologik merupakan suplemen yang bermanfaat terhadap transfusi

darah pada syok hemorhagik, tetapi dibutuhkan volume yang setara dengan 3 kali volume

darah yang hilang, oleh karena akan terjadi distribusi ke jaringan, yang dapat meningkatkan

risiko timbulnya edema paru. Karenanya larutan koloid (plasma ekspander) sebaiknya

digunakan dengan kristaloid. Hematokrit sebesar 0,3, yang optimal untuk transportasi

oksigen, sebaiknya dipertahankan.

c.       Monitoring

Monitoring rutin harus meliputi debar dan irama jantung, tekanan darah, pernapasan,

keluaran urin, dan suhu. Penggantian cairan diawasi dengan CVP dan dimana ada indikasi,

dengan menentukan tekanan wedge kapiler paru. Hematokrit serial, gas darah, dan penentuan

kadar elektrolit membantu menilai manfaat terapi.

d.      Tindakan-tindakan suportif

1. terapi elektrolit dan asam basa

Kebanyakan problem asam basa pada syok hipovolemik membaik dengan spontan bila

dilakukan penggantian cairan dan perbaikan ventilasi. Asidosis metabolik berat yang menetap

merupakan tanda prognostik yang jelek dan merupakan indikasi/ pemberian bikarbonat.

Gangguan elektrolit harus dikoreksi bersamaan dengan pemberian cairan.

2. obat-obat inotropik

Stimulan jantung diberikan bila keadaan syok tetap ada meskipun pemberian cairan yang

cukup, yang dinilai CVP dan PCWP, telah diberikan. Dopamin adalah obat pilihan, dan

diberikan dengan takaran 5-30 ug/kgBB/menit melalui infus.

Page 10: terapi cairan pd fraktur

3. diuretik

Kalau oliguri tetap ada meskipun volume darah cukup, harus diberikan furosemid 10 mg iv.

Bila tidak ada respon, harus dibedakan adanya kegagalan prerenal atau nekrosis tubular akut

dengan memberikan manitol dan dosis tinggi furosemid.

4. steroid

Penggunaan kortikosteroid pada syok hipovolemik adalah kontroversial. Tidak ada bukti-

bukti yang kuat, Namun steroid dosis tinggi yang diberikan seawal mungkin bermanfaat

melalui efek vasodilatasi, inotropik, lysosime-stabilizing, dan efek metabolisme seluler.

Dosisnya adalah 150 mg hidrokortison/kg (atau ekivalennya), diulangi setiap 4-6 jam selama

24-48 jam. 3

E.     RESUSITASI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

Ada dua tindakan yang dilakukan dalam mengatasi keadaan hipovolemia yaitu

menanggulangi penyakit yang mendasari dan penggantian cairan yang hilang. Untuk

mengetahui jumlah cairan yang akan diberikan perlu diketahui prediksi cairan yang hilang

dari tubuh. Pada hipovolemia, cairan yang hilang berasal dari cairan ekstraseluler

(intravaskuler dan interstisium) oleh karena cairan yang hilang adalah cairan isotonik. Dalam

keadaan normal, osmolaritas cairan interstisium dan intravaskuler adalah sama, maka

penghitungan cairan yang hilang didasarkan pada persen berkurangnya plasma (cairan

intravaskular). 2

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi

elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan

menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus

merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan

pasien. 5

Bila perdarahan sebaiknya diganti dengan darah juga. Bila persediaan darah tidak ada,

dapat diberikan cairan koloid atau cairan kristaloid seperti NaCl isotonis atau cairan ringer-

laktat. Cairan koloid tetap tertahan dalam intravaskuler, sedangkan cairan kristaloid akan

masuk sebanyak dua pertiganya ke cairan interstisium. Bila cairan keluar dari saluran

intestinal (diare atau muntah), jenis cairan pengganti dapat berupa NaCl isotonis atau ringer-

laktat. Pada diare lebih dianjurkan pemberian ringer-laktat oleh karena potensi terjadinya

asidosis metabolik pada diare berat. 2

Perlu diingat bahwa volume plasma adalah sebesar 6% dari berat badan orang

dewasa. Sebagai contoh, deplesi volume ringan (20%) pada orang dewasa seberat 60 kg,

Page 11: terapi cairan pd fraktur

volume cairan yang hilang sebesar 20% dari 3,6L adalah 0,72L (720mL). Kecepatan

pemberian cairan tergantung pada keadaan klinis yang terjadi. Pada deplesi volume yang

berat, kecepatan cairan diberi dalam waktu yang cepat hingga terjadi perbaikan takikardia

dan tekanan darah. 2

Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan

isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk

resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien

kombustio 18--24 jam sesudah cedera luka bakar. 5

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid,

koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan

cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan

reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat

berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. 5

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan

hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis

yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam

jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,

kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai

cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. 5

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme

laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme

pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan

Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi

hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat

membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. 5

Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti

kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian. 5

Pada dehidrasi:

1. Tentukan defisit

2. Atasi syok

- Cairan infus 20-40 ml/kg secepatnya

- Dapat diulang

3. Sisa defisit

- 50% dalam 8 jam pertama + maintenance

Page 12: terapi cairan pd fraktur

- 50% dalam 16 jam berikutnya + maintenance

Pada perdarahan:

1. Tentukan Blood Loss (ada 3 cara)

Tabel 1

ESTIMASI BLOOD LOST

% EBV

GEJALA – TANDA

10 – 15 % minimal

15 – 25 % Preshock, akral mulai dingin

25 - 35 % Shock, perfusi menurun, T < 90, N > 120

> 35 – 50% Shock berat, perfusi sangat buruk, tensi tak terukur,

nadi tak teraba dan gangguan kesadaran

Tabel 2

Class Lost EBV Tekanan Darah Nadi Tanda LainI < 15 %

(<10 ml/kg)Masih normalHipotensi Postural +

< 100 Agak gelisahNapas 14-20

II 15 – 30 %(10-20 ml/kg)

Sistolik + tetapTek. Nadi menurunHipotensi postural

> 100 Agak gelisahNapas 20 – 30

III 30 – 40 %(20-30 ml/kg)

Sistolik turun > 120 Cap. Refill lambatOliguriaGelisah, bingungNapas : 30 – 40

IV > 40 %( >30 ml/kg)

Sistolik sangat turun >140 Kulit dingin keabu-abuanAnuriaBingung lethargy

Klasifikasi dari Stene-Gieseck (1991) & ACS (1993)

Tabel 3

Page 13: terapi cairan pd fraktur

KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IVKehilangan darah sp > 750 cc

Sp 15% EBV750 cc – 1500 cc15-30 % EBV

1500- 2000 cc30-40% EBV

> 2000 cc> 40% EBV

Denyut nadi < 100 x/m > 100 x/m > 120 x/m > 140 x/mTekanan darah Normal Mulai

menurunSangat menurun

Tak terukur

Tekanan nadi Normal Menurun Sangat menurun

Sangat menurun ....

Frequensi pernapasan 14 – 20 20 – 30 5 – 15 > 40Produksi urine( ml/jam )

> 30 20 – 30 5 - 15 Tidak ada

Kesadaran Sedikit cemas

Cemas Cemas-bingungKesadaran mulai menurun

Lesu – coma

Replacement therapy Kristaloid Kristaloid Kristaloid + darah

Kristaloid + darah

Sumber : ATLS

2. mengatasi syok

n Cairan infus 20-40 ml/kg secepatnya

n Dapat diulang

F.     CONTOH KASUS

1.      Datang seorang pasien An. B, 8 tahun, BB= 30 kg pada tanggal 4 April 2008 pukul

19.45 WIB dengan keluhan panas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, pagi hari pukul

09.30 WIB. Panas muncul mendadak tinggi, terus-menerus, badan terasa pegal, nyeri kepala,

nyeri sendi, badan lesu dan nafsu makan menurun. Tiga belas jam sebelum masuk rumah

sakit pasien merasa badan lemas dan seluruh kaki dan tangan terasa dingin. Buang air kecil

terakhir 12 jam sebelum masuk rumah sakit kurang lebih setengah gelas belimbing, warna

kuning jernih. Buang air besar terakhir 3 hari sebelum masuk rumah sakit, warna coklat,

konsistensi lunak, lendir(-), darah (-).

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kompos mentis, gizi kesan lebih,

tekanan darah 120/100 mmHg, nadi 112x/menit, isi dan tegangan kurang, frekuensi napas

24x/menit, suhu per aksiler 36,0 C, uji rumple leed (+).

Page 14: terapi cairan pd fraktur

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 14,8 gr/d1, Hct: 45,9 vol %, AE: 5,48 x

106/ µL , AL: 3,1 x 103/ µL, AT: 82.000 /mm3, pada pemeriksaan radiologi Right Lateral

Decubitus didapatkan efusi pleura.

Diagnosa Kerja

Dengue Hemorhagic Fever grade III

Penatalaksanaan

Resusitasi penderita di IGD :

        O2 2 liter/menit

        IVFD RL 20 cc/kgBB/secepatnya

300 cc/jam » 68 tpm ------- jam 20.00 WIB

» 600 cc/jam

300 cc/jam » 68 tpm

evaluasi ------------------ jam 20.30 WIB

KU : lemah, apatis

Tensi : 120/100 mmHg

Nadi : 119 x/menit, isi dan tegangan kurang

RR : 28 x/menit

Suhu : 36°C

a. dorsalis pedis lemah, CRT= 2”

IVFD RL 20 cc/kgBB/secepatnya---------jam 20.30

300 cc/jam » 68 tpm

» 600 cc/jam

300 cc/jam » 68 tpm

 

evaluasi ------------------ jam 21.00 WIB (syok teratasi)

KU : lemah, CM

Tensi : 120/90 mmHg

Page 15: terapi cairan pd fraktur

Nadi : 100 x/menit, isi dan tegangan cukup

RR : 24 x/menit

Suhu : 36°C

a. dorsalis pedis kuat, CRT< 2”

IVFD RL 10 cc/kgBB/jam

38 tpm

» 300 cc/jam » 75 tpm

38 tpm

Terapi :

        O2 2 liter/menit

        Diet Makan Biasa 2500 kkal/hari

        Infus RL 10 cc/kgBB/jam

        injeksi Ampicillin 750 mg/6 jam IV

        Paracetamol 300 mg kalau panas

Monitoring

        KU dan VS per jam

        Balance cairan per 6 jam

        Diuresis per 6 jam

        Hct, AT per 8 jam

        Tanda-tanda syok dan perdarahan GIT, dan saluran nafas

Rencana Pemeriksaan

        Feses dan urin rutin

Edukasi

        Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit yang diderita pasien, pemeriksaan yang

dilakukan, pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien

        Istirahat

        Banyak minum

2.      Seorang laki-laki, 23 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSCM pada 1 Agustus

2000, pukul 13.16 WIB dengan keluhan utama terkena ledakan bom setengah jam sebelum

masuk rumah sakit. Pasien terkena ledakan bom saat sedang berjaga di depan rumah duta

Page 16: terapi cairan pd fraktur

besar Filipina. Pasien terjatuh dan menderita luka bakar pada wajah, kedua lengan, dan kedua

tungkai. Pasien tidak sadarkan diri sejak kejadian serta mengeluarkan darah melalui hidung

dan telinga kiri. Pasien langsung dibawa ke RSCM.

Pada survei primer ditemukan airway: gurgling. Dilakukan suctioning, keluar darah, dan

pemasangan oropharyngeal airway. Dicoba untuk melakukan intubasi orotracheal, tapi tidak

berhasil karena posisi mulut menggigit. Dilakukan intubasi dengan muscle relaxant pada

pukul 14.00 WIB. Suctioning dilakukan secara terus-menerus, perdarahan tetap berlangsung.

Breathing: spontan, frekuensi 38 kali per menit, dinding toraks simetris pada statis dan

dinamis. Dilakukan oksigenasi dengan O2 10 liter per menit dan bagging secara manual.

Sirkulasi: frekuensi nadi 130 kali per menit, kecil, akral dingin, tekanan darah 80 per palpasi.

Akses vena perifer hanya dapat dilakukan dengan satu jalur. Dilakukan vena seksi dan

berhasil. Resusitasi cairan inisial dengan ringer laktat (RL) sebanyak 2 liter dan dipersiapkan

darah sebanyak 1500 cc. Ditegakkan diagnosis syok hemoragik derajat III, estimasi

kehilangan darah 1500 cc (7% x 70 x 30%). Frekuensi nadi pasca resusitasi cairan inisial 120

kali per menit, akral masih dingin, dan tekanan darah 90/60 mmHg. Resusitasi dengan cairan

RL diteruskan sambil menunggu darah. Disability: unresponsive, kedua pupil bulat, isokor,

pin point, refleks cahaya pada kedua pupil menurun, dan terdapat lateralisasi ke kiri. Glasgow

Comma Scale (GCS) 4, E1 M2 V1.

Pada survei sekunder, ditemukan jejas pada kepala regio temporal kiri berupa hematom

ukuran 8x6x0.5 cm, dan teraba krepitasi. Konjungtiva tampak pucat, kedua pupil pin point

dengan penurunan refleks cahaya, dan terdapat lateralisasi ke kiri. Terdapat perdarahan dari

telinga kiri dan hidung. Pemeriksaan toraks menunjukkan tidak adanya jejas, simetris statis

dan dinamis, sonor, suara napas bronkovesikular, simetris kanan dan kiri, serta terdengar

ronki pada seluruh lapang paru. Hasil pemeriksaan abdomen ditemukan abdomen datar, tidak

tampak jejas, lemas, tidak ada defans muskular, dan bising usus normal. Ekstremitas akral

dingin dan sianosis. Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan ampula tidak kolaps dan tidak

ada darah. Ditemukan luka bakar derajat II dan III seluas 33% pada wajah, keempat

ekstremitas.

Ditegakkan diagnosis: kontusio paru, syok hemoragik derajat III-IV, dan cedera kepala berat.

Pasien ditatalaksana dengan suctioning berkala, bagging dan O2 10 liter per menit, continuos

monitoring frekuensi nadi, EKG dan tekanan darah, pemasangan central venous pressure

line, pemeriksaan darah perifer lengkap, analisis gas darah, elektrolit, pemasangan kateter

urin dan nasogastric tube, serta konsul neurologi dan lapor bedah plastik.

Page 17: terapi cairan pd fraktur

Walaupun usaha resusitasi terus dilakukan, pasien meninggal pada pukul 15.05 WIB. Selama

resusitasi, sejak pukul 13.20--15.05 WIB telah dilakukan suctioning, namun tetap

mengeluarkan darah yang masif dan terus-menerus. Resusitasi dengan cairan RL masuk

sebanyak 6000 cc. Tekanan darah tetap 90/60 mmHg, frekuensi nadi 115--120 kali per menit,

akral dingin, dan sianosis. Produksi urin 6 cc dalam 45 menit.

Lampiran

Page 18: terapi cairan pd fraktur

PENATALAKSANAAN KASUS DENGUE SHOCK SYNDROME ATAU DBD

DERAJAD III DAN IV (Bagan 4)

 

Page 19: terapi cairan pd fraktur

 

Page 20: terapi cairan pd fraktur

DAFTAR PUSTAKA

1. Silvia A. Price, orraine M. Wilson.1995. Gangguan Cairan dan Elektrolit dalam

Patofisiologi konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

2. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti

Setiati, 2006. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:FKUI

3. Muhardi, Indro Mulyono, Adji Suntoro, O.E. Tampubolon. 1989. Syok Hipovolemik

dalam Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit. Jakarta:FKUI. Hal:79-82

4. Harnawatiaj, 2008. Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) pada Syok Hipovolemik

dalam

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/terapi-cairan-intravena/

5. Toni Ashadi, 2008. Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) pada Syok Hipovolemik

dalam http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/012001/sek-1.htm

Page 21: terapi cairan pd fraktur

Posted 9th July 2011 by CITAM WIYONO

CITAM WIYONO

PENUTUP, BEKAM SOLUSI ALTERNATIF BAGI KITA

PENELITIAN ILMIAH TERHADAP BEKAM, BEKAM SOLUSI ALTERNATIF BAGI KITA

KISAH NYATA SEPUTAR BEKAM, BEKAM SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF BAGI KITA

TEKNIK BEKAM, BEKAM SOLUSI ALTERNATIF BAGI KITA

SEJARAH BEKAM, BEKAM SOLUSI ALTERNATIF BAGI KITA

PENDAHULUAN BEKAM SOLUSI ALTERNATIF BAGI KITA

PILOT PROJECT PENINGKATAN KUALITAS LULUSAN SMA N 4 SURAKARTA

NEW ENTRY2

NEW ENTRY

CITAM WIYONO DIHAKIMI RAME-RAME DIREKSI RS MOEWARDI

UNS MOLECULAR MEDICINE INSTITUTE

List of Food a Diabetic can Eat

Food/Diet Therapy for Hypertension

Definition and Classification/Staging System for Acute Kidney Injury (AKI)

NKF Definition of Chronic Kidney Disease

Framingham Criteria for Congestive Heart Failure

Page 22: terapi cairan pd fraktur

Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications

Definition of Metabolic Syndrome

Hypertension CriteriaAka

GASTROENTERITIS AKUT (GEA) + CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

From Rome to Los Angeles -- The Rome III Criteria for the Functional GI Disorders

Jejak Pemikiran Mahatma Gandhi

International Postgraduate Research Scholarships at University of Western Sydney, Australia 2012

ESPID Bursaries in Paediatric Infectious Diseases at University of Oxford, UK 2011

Gates Cambridge Scholarships at University of Cambridge, UK 2011

PENUTUP, BEKAM SOLUSI ALTERNATIF BAGI KITA

BAB VI PENUTUP

Bekam adalah satu teknik pengobatan menggunakan sarana gelas, tabung, atau bambu yang prosesnya di awali dengan melakukan pengekopan (membuat tekanan negatif dalam gelas, tabung, atau bambu) sehingga menimbulkan bendungan lokal di permukaan kulit dengan tujuan agar sirkulasi energi Qi[7] dan Xue meningkat, menimbulkan efek analgetik, anti bengkak, mengusir patogen angin dingin maupun angin lembap, mengeluarkan racun, serta oxidant dalam tubuh. Pada teknik bekam basah, setelah terjadi bendungan lokal, terapis lanjutkan prosesnya dengan penyayatan permukaan kulit memakai pisau bedah atau penusukan jarum bekam agar darah kotor bisa dikeluarkan. [8]

Page 23: terapi cairan pd fraktur

          Penelitian lain menunjukkan bekam pada titik tertentu dapat menstimulasi kuat syaraf permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis melalui syaraf A-delta dan C, serta traktus spinothalamicus kearah thalamus yang akan menghasilkan endorphin. Sedangkan sebagian rangsang lainnya akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri.[9]

          Berbekam merupakan metode pengobatan klasik yang telah digunakan dalam mengobati berbagai kelainan penyakit seperti hemophilia, hipertensi, gout, reumatik arthritis, sciatica, back pain (sakit punggung), migraine, vertigo, anxietas (kecemasan) serta penyakit umum lainnya baik bersifat fisik maupun mental.[10].

Tidak ada catatan resmi mengenai kapan metode ini masuk ke Indonesia, diduga kuat pengobatan ini masuk seiring dengan masuknya para pedagang Gujarat dan Arab yang menyebarkan agama Islam.[14]. Metode ini dulu banyak dipraktekkan oleh para kyai dan santri yang mempelajarinya dari “kitab kuning” dengan tehnik yang sangat sederhana yakni menggunakan api dari kain/kapas/kertas yang dibakar untuk kemudian ditutup secepatnya dengan gelas/bekas botol. Waktu itu banyak dimanfaatkan untuk mengobati keluhan sakit/pegal-pega di badan, dan sakit kepala atau yang dikenal dengan istilah “masuk angin”.[15].

Tren pengobatan ini kembali berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 90-an terutama dibawa oleh para mahasiswa/pekerja Indonesia yang pernah belajar di Malaysia, India dan Timur Tengah. Kini pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu alat yang higienis, praktis dan efektif.[16].

Terapi bekam cukup populer di banyak negara Eropa dan Amerika, di perguruan tinggi-perguruan tinggi dan akademi-akademi yang mengajarkan kurikulum pengobatan alternatif dan pengobatan pelengkap, serta di banyak pusat pengobatan dengan berbagai sarananya. Pengobatan bekam menduduki posisi yang menonjol di antara berbagai sarana pengobatan ini, baik dilihat dari sisi pengajaran maupun praktiknya.

Hasil-hasil penelitian sungguh mencengangkan, mencerminkan banyak kondisi kesembuhan yang luar biasa. Semua itu merupakan bukti keagunan ilmu Nabi dan mukjizat

Page 24: terapi cairan pd fraktur

besar yang dibawa oleh “guru pertama”, Rosulullah Muhammad Shallaahu ‘alaihi wasallam, yang kemudian disampaikan kepada kita oleh ilmuwan besar Arab, Muhammad Amin Syaikhu.