Top Banner
DAFTAR PUSTAKA. Abdullah T., 1985. Pemuda dan Perubahan Sosial . LP3ES, Jakarta. Adimihardja, 1993. Kebudayaan dan Lingkungan. Ilham Jaya, Bandung. Bouman, 1982n. Sosiologi Fundamental . Jambatan, Jakarta. Cohen B.C., 1989. Sosiologi Suatu Pengantar. Bina Aksara, Jakarta. Harton P., 1987. The Sociology of Social Problems. Eight Edition. Prentice Hall, Canada Inc, Toronto. Johnson D.P., 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Bunga Rampai. PT. Gramedia, Jakarta. --- (ed). 1964. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Nasution, 1975. Sosiologi. Alumni, Bandung. Redfield R., 1985. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. CV. Rajawali, Jakarta. Scott J.C>, 1983. Moral Ekonomi Petani. LP3ES, Jakarta. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, (ed). 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.
67
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

DAFTAR PUSTAKA.Abdullah T., 1985. Pemuda dan Perubahan Sosial. LP3ES, Jakarta.

Adimihardja, 1993. Kebudayaan dan Lingkungan. Ilham Jaya, Bandung.

Bouman, 1982n. Sosiologi Fundamental. Jambatan, Jakarta.

Cohen B.C., 1989. Sosiologi Suatu Pengantar. Bina Aksara, Jakarta.

Harton P., 1987. The Sociology of Social Problems. Eight Edition. Prentice Hall, Canada Inc, Toronto.

Johnson D.P., 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Bunga Rampai. PT. Gramedia, Jakarta.

--- (ed). 1964. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Nasution, 1975. Sosiologi. Alumni, Bandung.

Redfield R., 1985. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. CV. Rajawali, Jakarta.

Scott J.C>, 1983. Moral Ekonomi Petani. LP3ES, Jakarta.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, (ed). 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Soekanto S., 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

DAFTAR ISIBAB I. PENDAHULUAN

BAB II. PROSES SOSIAL

BAB III. MASYARAKAT DESA DALAM KAJIAN SOSIOLOGI

BAB IV. KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT

BAB V. KELOMPOK DAN ORGANISASI SOSIAL

BAB VI. SISTEM SOSIAL MASYARAKAT DESA

BAB VII. MOBILITAS DAN STRATIFIKASI SOSIAL

BAB VIII.KEPEMIMPINAN

BAB IX. PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DESA

BAB I

PENDAHULUANSosiologi Pertanian adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dalam masyarakat pertanian. Jadi obyek kajiannya ialah masyarakat pertanian yang umumnya bertempat tinggal di kawasan perdesaan.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1974),:- Sosiologi (ilmu masyarakat) ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial.

- Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok dan lapisan-lapisan sosial.

- Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, contoh: pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hokum dengan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dengan segi kehidupan ekonomi, dsb.

- Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya perubahan-perubahan di dalam struktur sosial.2 (dua) aspek yang menjadi bahasan dalam sosiologi pertanian, ialah:

1) Aspek statis, yaitu mempelajari gambaran masyarakat pertanian yang tidak bergerak, misalnya: strukturnya, nilai-nilai, norma-norma, dsbnya.2) Aspek dinamis, yaitu mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat pertanian, baik perubahan sosial maupun kebudayaan.

Metode pendekatan yang digunakan dalam mempelajari Sosiologi Pertanian ada 3, yaitu:

1) Pendekatan teoritis.

Pendekatan teoritis yaitu pendekatan yang bertujuan untuk mencari generalisasi (secara umum) dan obyektivitas (kenyataan) dalam penelitian-penelitian dasar guna menyusun teori-teori tentang masyarakat pertanian.

2) Pendekatan terapan (Applied approach)

Pendekatan terapan yaitu pendekatan yang bertujuan untuk memahami gejala-gejala yang terjadi pada masyarakat pertanian/perdesaan, serta pemecahan permasalahannya, dan

3) Pendekatan empiris.

Pendekatan empiris yaitu pendekatan yang menekankan pada tindakan observasi (pengamatan) secara terus-menerus terhadap gejala sosial yang timbul dengan tujuan untuk mengambil kesimpulan yang obyektif.Tujuan Studi Sosiologi Pertanian ialah:Untuk memahami gejala-gejala dalam masyarakat pertanian serta memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat desa. Studi Sosiologi Pertanian bersifat terapan, maka pendekatannya bersifat empiris (pengalaman, kenyataan). Sosiologi Pertanian sebagai ilmu terapan memiliki daya guna bagi mahasiswa atau orang yang menggunakannya, yaitu:1) Meningkatkan wacana dan pemahaman secara obyektif gambaran kongkrit masyarakat pertanian dari aspek-aspek:

Pola hubungan yang terjadi,

Norma kemasyarakatan,

Kelembagaan,

Kebudayaan,

Stratifikasi sosial,

Bentuk kegiatan produksi pertanian,

Dinamika (selalu bergerak) sosial dan perubahan sosial masyarakat desa.

2) Meningkatkan kepekaan sosial mahasiswa, khususnya yang belum pernah hidup di daerah perdesaan, sehingga diharapkan mahasiswa lebih kreatif dan meningkatkan kepedulian untuk memecahkan masalah pertanian di perdesaan.

3) Sebagai alat analisis dalam rangka mengkaji dan memahami masyarakat pertanian.

4) Sebagai salah satu acuan dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa.

Fungsi (kegunaan) mempelajari Sosiologi Pertanian secara umum:

1) Untuk memahami segi-segi kemasyarakatan tentang pertanian dan desa serta segi sosiologi (ilmu kemasyarakatan) tentang aspek kehidupan.

2) Untuk memahami kebijaksanaan pemerintah yang mendorong dan memacu kemajuan masyarakat pertanian dalam kerangka pembangunan perdesaan (Rural Development).

Sejarah perkembangan sosiologi secara umum telah dijelaskan oleh para ahli, misal Auguste Comte (Perancis), Emile Durkheim (Jerman), Herbert Spencer (Inggris), dll.1) Auguste Comte (1838).

Sosiologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang paling muda.

Kata Sosiologi pertama kali digunakan oleh Auguste Comte dalam bukunya yang berjudul The Possitive Phylosophy pada tahun 1838. Menurut Comte, studi Sosiologi harus dilakukan berdasarkan observasi dan klarifikasi (penjelasan) yang sistematis guna mencapai kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

2) Lester Word (1883)Pada tahun 1883, Lester Word menerbitkan buku Dynamic Sociology yang berisi tentang kemajuan sosial. Word mempunyai alasan (argumentasi) bahwa untuk melaksanakan (mengimplementasikan) kemajuan sosial, maka diperlukan tindakan-tindakan sosial yang kongkrit melalui aksi sosial yang dibimbing oleh para ahli sosiologi sehingga lebih berdayaguna (efisien) dan berhasilguna (efektif).3) Emile Durkheim (1895).Pada tahun 1895 Emile Durkhetm menerbitkan buku berjudul Rule of Sociological Method yang menjelaskan tentang bunuh diri sebagai gejala sosial dengan pendekatan metodologis atau ilmiah. Durkheim berkeyakinan bahwa masyarakat dipersatukan dan diikat oleh nilai-nilai dan keyakinan bersama anggotanya, tanpa adanya nilai-nilai bersama yang mengikat anggota masyarakat, maka diprediksikan (diramalkan) bahwa proses kehidupan sosial akan goyah atau hancur. Selanjutnya dikatakan bahwa nilai dan norma-norma sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu, yang membatasi dan mengendalikan tingkah laku individu.

Individu tidak mendapat tekanan atau tidak merasa ditekan, karena individu itu sudah menginternalisasi norma-norma tsb sebagai standar tingkah laku. Sepanjang hidupnya individu telah tersosialisasi untuk menerima berbagai macam norma sosial dan berbagai kelompok yang hidup dalam masyarakat, misal: keluarga, kelompok teman bermain, perkumpulan teman sekerja, dll.

4) Max Weber (1864 1920).Max Weber mengembangkan metode baru untuk memecahkan persoalan masyarakat, yaitu: mereduksi (menurunkan) metode ilmu alam ke dalam ilmu sosial.

Max Weber yakin dengan metode baru dari para ahli sosiologi dapat menganalisis persoalan atau masalah kemasyarakatan secara obyektif, bebas dari prasangka atau rasa berat sebelah pribadinya yang dapat mempengaruhi risetnya. Sosiologi sepanjang kurun waktu dua abad berikutnya berkembang lagi menjadi ilmu yang memiliki spesifikasi tertentu, misal: Sosiologi pedesaan/Sosiologi pertanian, sosiologi keluarga, sosiologi hokum, sosiologi industri, dsb, yang mempelajari keluarga dari aspek sosiologi, hukum dari aspek sosiologi, masyarakat desa dari aspek sosiologi, dan industri dari aspek sosiologi.

BAB IIPROSES SOSIAL1. Proses sosial sebagai dasar mempelajari Sosiologi Pertanian.

Masyarakat pertanian yang bertempat tinggal di perdesaan dalam kehidupan sehari-hari selalu melakukan hubungan satu dengan lainnya. Pola hubungan yang terjadi pada masyarakat desa dapat diwujudkan dalam hubungan antar kelompok, individu dengan individu, dan individu dengan kelompok.Proses hubungan timbal-balik ini dalam sosiologi disebut proses sosial, karena secara kongkrit landasan utama untuk mempelajari sosiologi pertanian adalah terjadinya proses sosial di dalam masyarakat.

Proses sosial yang terjadi di dalam masyarakat desa memiliki hakikat (essensi) yang sangat penting dalam menciptakan suasana hubungan yang harmonis antar warga. Setiap warga atau anggota masyarakat dalam mengembangkan pola hubungan atau proses sosial, ditandai:

- adanya saling tatap muka,

- tidak mengenai orang tertentu (impersonal),- tanpa pamrih,

- rasa menghargai orang lain (saling tepo seliro atau tenggang rasa),

- unggah-ungguh (sopan santun),

- guyub rukun (rasa kebersamaan) antar warga.

Pola hubungan yang demikian selalu dipelihara dan dijaga keberadaannya oleh warga, sehingga membentuk proses sosial yang mengarah pada bentuk solidaritas antar warga yang spesifik sifatnya, misalnya kegiatan sambatan dalam hajatan, pendirian rumah, kegiatan pertanian, dan kegiatan ritual. Hal tersebut mencerminkan bahwa masyarakat di perdesaan selalu mengembangkan wacana kebersamaan (guyub rukun) dan kegotongroyongan. Dalam kegiatan-kegiatan tsb, seseorang bertindak berdasarkan pada hubungan impersonal (tidak mengenai orang tertentu) dan solidaritas (kesetiakawanan) sosial, serta hubungan non formal.

Pada hubungan yang arahnya menimbulkan disintegrasi (perpecahan) dalam masyarakat desa juga dapat dilihat dan diamati, misal: - masalah pembagian air untuk mengairi sawah, masalah pembagian warisan, masalah persaingan antar kelompok dalam pilkades.

Jadi pada umumnya sumber pertengkaran dalam masyarakat desa berkisar masalah tanah, kedudukan, gengsi (harga diri, martabat, kehormatan), perkawinan, dan perbedaan antara kaum muda dan tua.

Sistem tolong-menolong adalah bentuk kerjasama berdasarkan tambahan tenaga bantuan yang tidak disewa atau dibayar yang diminta dari sesama warga desa. Jika seorang warga sedang melakukan panen hasil pertanian, ia dapat meminta tolong (nyambat) tenaga orang lain/tetangga tanpa diberi bagian hasil pekerjaan atau upah, tetapi jika orang/tetangga panen pada waktu yang lain, maka ia harus membantunya. Bentuk tolong menolong ini menggambarkan bahwa warga terikat oleh konsensus (kesepakatan) yang dibuat bersama yaitu adanya keharusan untuk membalas kerja tsb, namun demikian, banyak pula dijumpai tolong-menolong yang betul-betul tanpa pamrih. Tolong-menolong tanpa pamrih artinya orang bekerja untuk orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun di kemudian hari, contoh: pada saat orang menyiapkan pesta perkawinan, kematian, dan perbaikan atau bongkar pasang rumah.

2. Pengertian, syarat, dan jenis proses sosial. Menurut Soekanto (1986), pengertian proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang per orangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tsb, atau apa yang akan terjadi bila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada. Dengan perkataan lain proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya: pengaruh mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hokum, dst.Hubungan timbal-balik menyangkut hubungan antara orang per orang, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.Syarat utama terjadinya proses sosial/interaksi sosial adalah:

1) Adanya kontak sosial,2) Terjadinya komunikasi,Kontak sosial diartikan sebagai reaksi dari dua belah pihak yang melakukan hubungan, misalnya 2 orang yang sudah kenal berpapasan di jalan. Mereka bereaksi dengan senyuman, atau mengerlingkan mata, atau melambaikan tangan. Walau tanpa berbicara, mereka telah melakukan kontak sosial, namun demikian terjadinya kontak sosial tidak semata-mata karena ada tindakan saja, tetapi juga harus ada tanggapan terhadap tindakan tsb, contoh: seseorang dapat bersalaman dengan patung atau mengerlingkan matanya kepada orang buta, tetapi patung atau orang buta tidak ada tanggapan terhadap tindakan orang tsb, maka dikatakan tidak terjadi kontak sosial. Jadi interaksi sosial terjadi jika kontak sosial ditindaklanjuti dengan melakukan komunikasi.

Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder.

1) Kontak primer terjadi bila yang mengadakan hubungan, langsung bertemu dan berhadapan muka, misalnya: bila orang-orang tsb berjabat tangan, saling senyum, dstnya.

2) Kontak sekunder memerlukan suatu perantara.- Kontak sekunder langsung, contoh: A menelepon B.

- Kontak sekunder tidak langsung, contoh: A minta tolong kepada B supaya diperkenalkan dengan gadis C.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam 3 bentuk, yaitu:

1) Antara orang per orangan,

Proses ini terjadi manakala seorang anak kecil mempelajari kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan (norma-norma) dalam keluarganya. Tahapan seseorang sebagai anggota baru dalam keluarga untuk mempelajari kebiasaan atau norma dalam keluarganya disebut proses sosialisasi (socialization).

2) Antara orang per orang dengan kelompok atau sebaliknya.

Contoh: Seorang petani yang menjadi anggota kelompok tani melanggar aturan yang menjadi kesepakatan kelompok, atau kelompok tsb menekan anggota agar menaati program kerja kelompok tsb.

3) Antar kelompok dalam masyarakat.

Interaksi bentuk ini diaktualisasikan dalam pola hubungan antar lembaga, baik yang formal maupun non formal, contohnya hubungan kemitraan antara kelompok tani dengan KUD, Perkumpulan Dharma Tirta dengan Dinas Pengairan, LSM dengan PKK, dsbnya.

Di desa dapat dibahas tentang bentuk-bentuk interaksi sosial yang berlangsung antara berbagai kelompok masyarakat, antara golongan muda dan tua, antara golongan terpelajar dan agama, antara golongan priyayi dan kaum abangan, dsb.

Gillin dan Gillin menggolongkan proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial menjadi 2 macam proses, yaitu:

1) Proses yang asosiatif,

2) Proses yang disosiatif.

Penjelasan:

1) Proses asosiatif adalah proses interaksi yang mengarah kepada hubungan yang bersifat membangun dan bermakna positif,

2) Proses disosiatif ialah proses interaksi yang mengarah kepada hubungan yang bersifat disintegrasi (perpecahan) yang bermakna negatif.

Proses sosial yang dikembangkan oleh masyarakat perdesaan pada umumnya berorientasi kepada interaksi positif (proses asosiatif), sedangkan proses disosiatif umumnya dihindari dengan cara membangun solidaritas sosial.

1) Proses Asosiatif.

Menurut Soekanto (1986), bentuk-bentuk proses asosiatif adalah:A. Kerja sama (Cooperation).

B. Akomodasi (Accomodation) ( penyesuaian diri untuk meredakan pertentangan.

C. Asimilasi (Assimilation) ( percampuran yang harmonis.D. Akulturasi (Acculturation) ( penyesuaian diri terhadap kebudayaan/kebiasaan.

Penjelasan:

A. Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang per orangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, contoh: kerja sama antara kelompok tani sehamparan untuk memberantas hama tikus agar hama ini musnah dari lahan pertanian dengan harapan hasil panen akan lebih besar. Betapa pentingnya fungsi kerja sama, digambarkan oleh Charles H. Cooley (1930) sbb: Kerja sama terjadi bila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tsb; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama, dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.

Menurut James D. Thomson dan William J. Mc. Ewe, ada 5 bentuk kerja sama berdasarkan pelaksanaannya, yaitu:

1) Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong,

2) Bargaining,

3) Co-optation (ko-optasi),

4) Coalition (koalisi),

5) Joint venture.

Penjelasan:

1) Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong.

Kerukunan adalah hidup berdampingan secara damai dan melakukan kerja secara bersama-sama. Kerukunan dapat ditunjukkan antara lain dari kegiatan kerja bakti yang dilakukan warga atau secara bergiliran melakukan ronda (siskamling) untuk menjaga keamanan kampung. Kerukunan pada intinya mencakup gotong royong dan tolong menolong.

2) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian tentang pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara 2 organisasi atau lebih.

3) Co-optation, yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi ybs.4) Coalition, adalah kombinasi antara 2 organisasi atau lebih yang memiliki tujuan-tujuan yang sama.

5) Joint venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya: pemboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dst. B. Akomodasi.Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack: Istilah akomodasi digunakan dalam 2 arti, yaitu:

1) Untuk menunjuk pada suatu keadaan.

2) Untuk menunjuk pada suatu proses.

Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang per orangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.

Menurut Gillin dan Gillin (1954) akomodasi adalah suatu proses dalam hubungan sosial, di mana makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya sehingga dapat mempertahankan hidupnya.

Akomodasi ialah suatu proses di mana orang per orangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan.

Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:

1) Untuk mengurangi pertentangan antara orang per orangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham.

2) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer.

3) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.4) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya lewat perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.

Bentuk-bentuk akomodasi:

Akomodasi sebagai suatu proses mempunyai beberapa bentuk (Kimball Young dan Richard W. Mack) yaitu:1) Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan (coercion), di mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (secara langsung), maupun secara psikologis (secara tidak langsung), misalnya perbudakan, di mana interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya (budak dianggap sama sekali tidak mempunyai hak apapun juga), pola hubungan buruh-majikan pada masa penjajahan, petani kecil dengan pengijon, dll.

2) Compromise (yang disetujui bersama), adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian perselisihan yang ada. Salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya, misalnya traktat antara beberapa Negara, akomodasi antara beberapa parpol karena sadar bahwa kekuatan masing-masing adalah sama dalam suatu pemilu, dst.

3) Arbitration (perwasitan), merupakan suatu cara untuk mencapai kompromi, apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan, contohnya penyelesaian masalah perselisihan perburuhan. 4) Mediation (menengahi), hampir menyerupai arbitration.

Pada mediasi diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Tugas utama pihak ketiga adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanya sebagai penasihat dan tidak berwenang untuk memutuskan penyelesaian perselisihan tsb.

5) Conciliation (mendamaikan), adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak dari coercion dan membuka kesempatan kepada pihak-pihak ybs untuk mengadakan asimilasi (penyamaan), contoh: adanya panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan, di mana duduk wakil-wakil perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Depnaker, dst yang khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah, hari-hari libur, dsb.

6) Toleration (Tolerant participation). Toleration = lapang dada, sabar.Toleration adalah suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal. Kadang-kadang toleransi timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, karena adanya watak orang per orangan atau kelompok-kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan.

7) Stalemate (jalan buntu), merupakan suatu akomodasi (suatu usaha untuk meredakan pertentangan), di mana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam pertentangannya. Hal ini karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur, contoh: pertentangan antara Amerika Serikat, Negara-negara Eropa dengan Iran tentang nuklir.

8) Adjudication, yaitu penyelesaian perkara/sengketa di pengadilan.

C. Assimilation (asimilasi),Asimilasi adalah proses sosial dalam taraf lanjut yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara individu atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk meningkatkan kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang/kelompok melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok/masyarakat, maka orang-orang/kelompok tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok/masyarakat tersebut, dan batas-batas antara kelompok/masyarakat tersebut akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok/masyarakat. Di dalam asimilasi terdapat unsur kebudayaan baru yang timbul sebagai akibat pergaulan orang-orang dari kelompok-kelompok yang berlainan. Unsur-unsur kebudayaan baru tersebut berbeda dengan kedua kebudayaan yang bertemu.Menurut Koentjaraningrat (1965), proses asimilasi timbul, bila ada:

1) Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.

2) Orang per orangan sebagai warga kelompok saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya asimilasi ialah:

a) Toleransi.

b) Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi.

c) Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.

d) Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.

e) Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.

f) Perkawinan campuran (Amalgamation).g) Adanya musuh bersama dari luar.

Penjelasan:

a) Toleransi; toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri hanya mungkin tercapai dalam suatu akomodasi (penyelesaian pertentangan). Apabila toleransi tersebut mendorong terjadinya komunikasi, maka faktor toleransi dapat mempercepat asimilasi.b) Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi; adanya kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi bagi pelbagai golongan masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda dapat mempercepat proses asimilasi. Masing-masing individu mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai kedudukan tertentu atas dasar kemampuan dan jasa-jasanya. Hal tersebut dapat menetralisir perbedaan-perbedaan kesempatan yang diberikan sebagai peluang oleh kebudayaan-kebudayaan yang berlainan tersebut.c) Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya; sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung oleh masing-masing masyarakatnya, di mana masing-masing mengakui kelebihan dan kekurangannya, akan mendekatkan masyarakat-masyarakat pendukung kebudayaan-kebudayaan tersebut.d) Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di dalam masyarakat juga mempercepat proses asimilasi. Hal ini misalnya dapat diwujudkan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada golongan minoritas untuk memperoleh pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penggunaan tempat-tempat rekreasi, dan seterusnya.e) Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan; pengetahuan akan persamaan unsur-unsur pada kebudayaan yang berlainan, akan lebih mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.f) Perkawinan campuran (amalgamation); apabila seorang warga dari golongan tertentu menikah dengan warga golongan lain, apakah itu terjadi antara golongan minoritas dengan mayoritas atau sebaliknya, maka hal itu merupakan faktor yang paling menguntungkan bagi lancarnya proses asimilasi.g) Adanya musuh bersama dari luar cenderung memperkuat kesatuan masyarakat atau golongan masyarakat yang mengalami ancaman musuh tersebut. Keadaan tersebut membuat golongan minoritas dan mayoritas akan mencari suatu kompromi untuk bersama-sama menghadapi ancaman dari luar yang membahayakan seluruh masyarakat.D. Akulturasi.Di dalam proses akulturasi terdapat unsur-unsur kebudayaan yang diperoleh dari kebudayaan lain sebagai akibat pergaulan yang intensif dan lama. Unsur-unsur kebudayaan lain tersebut tidak menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri (kebudayaan asli)2) Proses Disosiatif.Proses disosiatif ialah proses interaksi yang mengarah kepada hubungan disintegrasi yang bermakna negatif.

Proses disosiatif mencakup 3 bentuk:

a) Persaingan (Competition).

b) Kontravensi (Contravention).

c) Pertentangan atau pertikaian (Conflict).

Penjelasan:

a) Persaingan (Competition) adalah suatu proses sosial, di mana individu-individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang sudah ada tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan (Gillin dan Gillin).

Persaingan mempunyai 2 tipe umum, yakni:

1) Persaingan yang bersifat pribadi,2) Persaingan yang bersifat tidak pribadi

Penjelasan:1) Persaingan yang bersifat pribadi, contoh: orang per orangan atau individu secara langsung bersaing untuk memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi. Tipe yang bersifat pribadi ini disebut rivalry.

2) Persaingan yang bersifat tidak pribadi, dalam persaingan yang bersifat tidak pribadi, yang langsung bersaing adalah kelompok, misalnya: persaingan antara 2 perusahaan besar untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.Tipe-tipe tersebut menghasilkan beberapa bentuk persaingan, yaitu antara lain persaingan dalam bidang ekonomi yang timbul karena terbatasnoya persediaan bila dibandingkan dengan jumlah konsumen, persaingan dalam bidang kebudayaan, contoh: kebudayaan barat yang dibawa oleh orang-orang Belanda berhadapan dengan kebudayaan Indonesia, persaingan kedudukan dan peranan, persaingan ras. Akibat persaingan mungkin saja bersifat asosiatif atau mungkin pula bersifat disosiatif.Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor,antara lain:

a. Kepribadian seseorang.

Apabila persaingan dilakukan secara jujur, maka ia akan dapat mengembangkan rasa sosial dalam diri seseorang (Charles H. Cooley)

Seseorang hampir tidak mungkin bersaing tanpa mengenal lawannya dengan baik. Seseorang tentu ingin mengetahui sifat-sifat, cara kerja, dan perilaku lawannya. Bila sifat-sifatnya berkenan dengan dirinya, maka seseorang akan menghargai lawannya, walaupun tujuannya berbeda. Oleh karena itu persaingan dapat memperluas pandangan pengertian dan pengetahuannya serta perasaan simpati seseorang.

b. Kemajuan.Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras supaya dapat memberikan andilnya bagi pembangunan masyarakat. Dengan menimbulkan kegairahan tersebut, usaha-usaha tiap individu akan mengalami kemajuan.

c. Solidaritas kelompok.

Selama persaingan dilakukan secara jujur, solidaritas kelompok tidak akan goyah (para individu saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya sehingga tercapai keserasian). Lain halnya bila persaingan mempunyai kecenderungan untuk berubah menjadi pertentangan atau pertikaian.

d. Disorganisasi (kekacauan)Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat, akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial. Perubahan yang terlalu cepat sering merupakan faktor utama disorganisasi, karena masyarakat hampir tidak mendapat kesempatan untuk menyesuaikan diri dan mengadakan reorganisasi (penghimpunan kembali).

Pada saat industri melakukan otomatisasi atau komputerisasi, maka yang paling tertinggal adalah masyarakat dan pranata sosialnya (lembaga-lembaga kemasyarakatan, pola hubungan keluarga, sistem nilai, sistem norma, dst), terjadi persaingan antar pengusaha dalam merekrut tenaga-tenaga terampil, sehingga tenaga-tenaga yang kurang terdidik terpaksa dikesampingkan.

b) Kontravensi (Contravention).Kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan/pertikaian.

Kontravensi ditandai oleh gejala-gejala:

1) Adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana.

2) Adanya perasaan tidak suka yang disembunyikan.

3) Adanya kebencian.

4) Adanya keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.

Dalam bentuknya yang murni, kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap tersembunyi tsb dapat berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.

Tipe-tipe kontravensi.Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker terdapat 3 tipe umum kontravensi, yaitu:

a) Kontravensi generasi masyarakat.

b) Kontravensi yang menyangkut sex.

c) Kontravensi parlementer.

Penjelasan:

a) Kontravensi generasi-generasi yang terdapat dalam masyarakat, contoh: pola-pola hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya yang pada umumnya bersifat asosiatif, tetapi tidak jarang dengan meningkatnya usia dan kedewasaan anak, dapat terjadi sikap keragu-raguan terhadap pendirian orang tua yang dianggap kolot dan kuno. Orang tua yang telah terikat pada tradisi tidak begitu saja akan dapat menerima perubahan-perubahan dalam masyarakat. Perubahan-perubahan tsb lebih mudah diterima generasi muda yang belum sepenuhnya berhasil membentuk kepribadiannya. Apabila hubungan tsb hanya sampai pada sikap keragu-raguan saja, maka belum terjadi suatu pertentangan atau pertikaian.

b) Kontravensi seksual terutama menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga. Nilai-nilai masyarakat pada umumnya cenderung untuk menempatkan suami dan istri pada kedudukan dan peranan yang sejajar. Akan tetapi hal itu kadang-kadang masih mendatangkan keragu-raguan terhadap para wanita (menyangkut kemampuannya, latar belakang sejarah dan kebudayaan kedudukan wanita pada umumnya, pendidikan anak, dan kesempatan kerja).

c) Kontravensi parlementer berkaitan dengan hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat, baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga-lembaga legislatif (pembuat UU), keagamaan, pendidikan, dsb.

Tipe-tipe yang lain ialah:

d) Kontravensi antara masyarakat setempat (community) mempunyai 2 bentuk, yaitu:

1. Kontravensi antara masyarakat-masyarakat setempat yang berlainan (intracommunity struggle), dan

2. Kontravensi antara golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat (intercommunity struggle).

e) Antagonisme keagamaan (permusuhan, pertentangan keagamaan).

f) Kontravensi intelektual, misal: sikap meninggikan diri dari mereka yang berpendidikan tinggi terhadap mereka yang kurang beruntung dalam bidang pendidikan, atau sebaliknya sikap sinis dari mereka yang tidak mengalami taraf pendidikan tertentu, terhadap mereka yang mengalaminya.

c) Pertentangan atau pertikaian (Conflict).Pertentangan adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.

Sebab-sebab pertentangan antara lain, adalah:

1) Perbedaan antara individu-individu.

Perbedaan pendirian dan perasaan akan melahirkan bentrokan.

2) Perbedaan kebudayaan.

Perbedaan kepribadian dari tiap-tiap individu tergantung dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan dan perkembangan kepribadian tsb. Pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian dari kelompoknya secara sadar atau tidak sadar akan mempengaruhi seseorang. Keadaan tsb dapat menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia.

3) Perbedaan kepentingan.

Perbedaan kepentingan (ekonomi, politik, dsb) antara individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan.

4) Perubahan sosial.

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya. Perubahan sosial mengakibatkan terjadinya disorganisasi pada struktur.

Bentuk-bentuk khusus pertentangan antara lain:

1) Pertentangan pribadi.

2) Pertentangan rasial; pertentangan ras negro dengan orang kulit putih di Amerika Serikat.

3) Pertentangan antara kelas-kelas sosial, misal: perbedaan kepentingan antara majikan dan buruh.4) Pertentangan politik.

5) Pertentangan yang bersifat internasional.

Akibat-akibat bentuk pertentangan adalah:

1) Bertambahnya solidaritas in-group.

Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas antar warga-warga kelompok biasanya akan bertambah erat, bahkan bersedia berkorban demi keutuhan kelompoknya.

2) Apabila pertentangan antar golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, maka akan goyah dan retak persatuan kelompok tsb.

3) Perubahan kepribadian para individu. Pertentangan yang berlangsung di dalam kelompok atau antar kelompok selalu ada pribadi-pribadi yang merasa tertekan (merupakan penyiksaan mental) menghadapi situasi demikian.

4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.

5) Akomodasi (penyesuaian), dominasi (dikuasai), dan takluknya salah satu pihak. Apabila kekuatan pihak-pihak yang bertentangan seimbang, maka mungkin timbul akomodasi. Ketidakseimbangan antara kekuatan pihak-pihak yang bentrok akan menyebabkan dominasi oleh salah satu pihak terhadap lawannya dan kedudukan pihak yang didominasi adalah sebagai pihak yang takluk kepada kekuasaan lawannya secara terpaksa.Bentuk-bentuk proses sosial menurut Kimball Young:

1. Oposisi (opposition) yang mencakup persaingan (competition) dan pertentangan atau pertikaian (conflict).

2. Kerjasama (cooperation) yang menghasilkan akomodasi (accomodation), dan

3. Diferensiasi (differentiation)Diferensiasi merupakan suatu proses di mana individu di dalam masyarakat memperoleh hak dan kewajiban atas dasar perbedaan usia, seks, dan pekerjaan. Diferensiasi tsb menghasilkan sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.

BAB IIIMASYARAKAT DESA DALAM KAJIAN SOSIOLOGI

1. Pengertian, ciri, dan sifat masyarakat desa.

4 syarat yang dimiliki pengertian masyarakat dalam konteks sosiologi:

1) Manusia yang hidup bersama.

2) Bercampur dalam kurun waktu yang cukup lama.

3) Menyadari adanya satu kesatuan, dan

4) Suatu sistem hidup bersama yang dicerminkan ke dalam pola perilaku dan menciptakan kebudayaan.Pengertian rakyat:

Rakyat adalah keseluruhan penduduk suatu wilayah tanpa melihat cara bergaul atau cara hidupnya. Dalam hal ini yang penting adalah faktor kehendak umum yang diekspresikan oleh seluruh penduduk tsb.

Pengertian masyarakat menurut ilmu politik mengandung unsur-unsur sbb:

1) Sejumlah besar penduduk.2) Memiliki kehendak umum, dan

3) Diharapkan pemerintah yang mengatur.

Konsep masyarakat dan konsep rakyat memiliki pemahaman yang berbeda. Rakyat adalah keseluruhan penduduk suatu wilayah tanpa melihat cara bergaul atau cara hidupnya dan yang dipentingkan adalah faktor kehendak umum yang diekspresikan (dinyatakan) oleh seluruh penduduk, sedangkan Masyarakat mengandung aspek dinamis (pola hubungan, cara-cara bergaul, cara hidup, dan cara bertindak) orang-orang/penduduk yang bertempat tinggal di wilayah tsb, misalnya pola hubungan yang terbentuk dalam masyarakat desa dicirikan adanya rasa kebersamaan, saling kenal antar warga, guyub rukun, dan membentuk pola solidaritas mekanik (saling percaya, kesatuan, hubungan persahabatan yang ada antar para anggota masyarakat, muncul karena adanya persamaan pikiran, perasaan dan tindakan).

Pengertian perdesaan menurut Paul H. Landis, adalah:

1) Tempat dan daerah dengan penduduk kurang dari 2.500 orang.

2) Pergaulan ditandai oleh sifat-sifat keakraban dan keramah-tamahan yang meluas, dan

3) Merupakan pusat kegiatan pertanian dalam arti luas.

Pengertian desa:

Desa berasal dari perkataan sansekerta yang artinya tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran.

Desa di daerah: Sumatera Selatan disebut dusun, Maluku disebut dusun dati,

Aceh disebut gampong dan meunasah, Sumatera Utara (Batak) disebut kuta, uta atau huta, Minangkabau disebut nagari, Minahasa disebut wanua, Makasar disebut daerah gangkang, Bugis disebut daerah matowa.

Gabungan beberapa desa menjadi satu: Di Minangkabau disebut luha, di Sumatera Selatan yaitu di daerah Kerinci dan Palembang disebut mendapo atau marga, di Jawa ada desa moncopat atau desa moncolimo.

Pengertian desa:

Menurut UU No. 19 tahun 1965:

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batasnya, berhak mengurus rumahtangganya sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai harta benda sendiri.

Menurut UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa:

Desa adalah wilayah yang ditempati penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan hukum yang memiliki organisasi pemerintahan yang terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat yang tidak berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri.

Menurut Ferdinand Tonnies (ahli sosiologi):

Desa adalah suatu tempat yang masyarakatnya bersifat gemeinschaft yang ditandai adanya saling terikat oleh perasaan dan kesatuan yang erat.

Menurut Ter Haar (ahli hokum adat):

Desa adalah kumpulan manusia yang tetap dan teratur dengan pemerintahan dan kekayaan material dan immaterial sendiri.

Menurut Boeke (ahli ekonomi):

Desa adalah tempat yang masyarakatnya bersifat religius yang diikat oleh tradisi bersama, para warga menanam bahan makanan yang sedikit banyak memiliki hubungan kebangsaan.

Menurut Kleintjes (ahli tata negara):

Desa adalah sebagai badan hukum Indonesia asli yang berdiri sendiri dan terikat pada suatu daerah kecil.

Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo:

Desa merupakan kesatuan hukum yang tertentu, yang tempat tinggal masyarakatnya memiliki kekuasaan dan mengadakan pemerintahan sendiri.

Berdasarkan pengertian-pengertian tsb, maka masyarakat desa merupakan masyarakat yang memiliki ciri-ciri sbb:

1) Manusia yang hidup bersama dalam jangka waktu yang relatif lama, menciptakan pergaulan hidup dan norma kehidupan dalam membangun kebudayaannya,

2) Sifat pergaulannya akrab, ramah dan meluas,

3) Sebagian besar aktivitasnya dalam bidang pertanian (peternakan, perkebunan, perikanan, pengolahan sawah dll).

2. Pola hubungan desa-kota.

Perbedaan antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan dapat diketahui dari 12 aspek, sbb:1. Lingkungan.

2. Matapencaharian.

3. Jumlah dan kepadatan penduduk.

4. Diferensiasi (perbedaan) sosial.

5. Stratifikasi (tingkatan/lapisan) sosial.

6. Mobilitas (gerakan) sosial.

7. Interaksi (saling mempengaruhi) sosial.

8. Solidaritas (kesetiakawanan) sosial.9. Homogenitas.

10. Gaya hidup.

11. Prasarana dan teknologi.

12. Kelembagaan.

Penjelasan:

1. Lingkungan; yang membedakan masyarakat kota dengan masyarakat desa adalah:

- Lingkungan fisik (inorganik = tidak merupakan susunan yang teratur),

- Lingkungan biologis (organik = bagian-bagian yang berbeda tetapi membentuk keseluruhan).

- Lingkungan sosial-budaya, lingkungan yang berhubungan dengan kebudayaan material dan immaterial.

Kebudayaan material = kebudayaan kebendaan = kebudayaan jasmaniah = material culture diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat, contoh: teknologi.

Kebudayaan immaterial = kebudayaan rohaniah = kebudayaan spiritual = immaterial culture, contoh: Rasa (jiwa manusia) menciptakan kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan. Cipta = kemampuan mental, kemampuan berpikir untuk menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan.

Pada masyarakat desaPada masyarakat kota

1) Hubungan dengan lingkungan fisik sangat erat dan langsung.

Contoh: Petani sangat membutuhkan tanah pertanian, sinar matahari, suhu, curah hujan yang sangat mendukung berhasilnya usaha pertanian.2) Hubungan dengan lingkungan biologis sangat erat dan langsung.Contoh : Adanya serangga, predator, parasit, tanaman, dan binatang merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

3) Lingkungan yang berhubungan dengan kebudayaan material dan immaterial mempengaruhi secara tidak langsung bagi kehidupan masyarakat desa.1) Hubungan dengan lingkungan fisik tidak atau kurang erat.

Contoh : Pedagang/pegawai tidak atau kurang berhubungan dengan hal tersebut (lingkungan fisik)

2) Hubungan dengan lingkungan biologis tidak atau kurang erat.

Contoh : Adanya serangga, predator, parasit, tanaman, dan binatang merupakan faktor yang tidak begitu penting dalam kehidupan sehari-hari.

3) Lingkungan yang berhubungan dengan kebudayaan material dan immaterial mempengaruhi secara langsung bagi kehidupan masyarakat kota.

Contoh : Pendidikan, sarana, dan prasarana kantor, teknologi dan alat-alat yang mempengaruhi aktivitas harian.

2. Mata pencaharianMasyarakat desaMasyarakat kota

Didominasi oleh bidang pertanian dalam arti luas (on farm). Sebagian kecil bermata pencaharian di luar sektor pertanian (off farm)Sebagian besar warga bermata pencaharian di luar sektor pertanian (bidang industri, perdagangan, jasa, sektor informasi, pegawai pemerintah)

3. Jumlah dan kepadatan pendudukMasyarakat desaMasyarakat kota

Jumlah penduduk lebih sedikit dan kepadatannya rendahJumlah penduduk lebih besar dan padat

4. Diferensiasi sosial (Perbedaan sosial)

Di desaDi kota

Sebagian besar masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dengan teknik sederhana, sehingga terjadinya diferensiasi pekerjaan akan lebih sedikitOrang bekerja sudah mengarah kepada bidang keahlian masing masing atau telah terbentuk pembagian pekerjaan yang jelas dan spesifik.

5. Stratifikasi sosial atau kelas sosial

Masyarakat desaMasyarakat kota

a) Close class society (bersifat tertutup)

b) Piramida sosial di pedesaan tidak begitu ekstrim sesuai dengan karakteristik demografis (sifat khas kependudukan) yang ada.

c)Kelas sosial hanya terkonsentrasi pada kelas menengah. Pembagian kelas berdasarkan pola pemilikan tanah.

d) Perpindahan antar kelas sulit terjadi karena sifatnya tertutup. a) Open class society (bersifat terbuka)b) Piramida sosial ekstrim.

c) Kelas sosial terbagi atas kelas elit, konglomerat, menengah s.d. kelas paling rendah (golongan miskin)

d) Perpindahan antar kelas mudah terjadi karena sifatnya terbuka.

6. Mobilitas sosial

Mobilitas sosial dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Mobilitas sosial vertikal : Peralihan seseorang dari kedudukan sosial yang satu ke lainnya yang tidak sederajat, artinya seseorang dapat naik atau turun kelas sosialnya berdasarkan berbagai sebab.

2) Mobilitas sosial horizontal : Peralihan seseorang dari kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya yang memiliki derajat yang sama.Masyarakat desaMasyarakat kota

a) a) Kesempatan seseorang dalam mobilitas horizontal dan vertikal yang diperoleh, lebih terbatas.

b) Seseorang petani/penderes akan mewariskan keahlian bertani/menderesnya kepada anak-anaknya sehingga kelak anak petani/penderes tersebut menjadi seorang petani/penderes. a) Kesempatan seseorang dalam mobilitas horizontal dan vertikal yang diperoleh lebih terbuka/luas dan berdasarkan prestasi diri.

b) Seseorang menjadi buruh pabrik/ pedagang/ programmer komputer bukan berarti ayahnya juga buruh pabrik/ pedagang/ programmer komputer.

7. Interaksi sosialMasyarakat desaMasyarakat kota

a) a) Kontak primerb) b) Lebih sedikit frekuensinya

c) c)Lebih sempit cakupannya (dunia pembicaraannya)

d) d)Bersifat personal, permanen,dan kuat

e) a)Kontak sekunder melalui alat perantara, misal: internet, pesawat telpon, handphone, faxcimile, radio, dsb.

b) Intensitas dan cakupannya lebih luas (materi pembicaraanya sangat beragam dalam dunia yang lebih luas dan sistematis)

c) Interaksi bersifat impersonal

d) Tidak permanen dalam jangka waktu pendek karena bersifat impersonal tsb

*Personal: mengenai orang tertentu.*Impersonal: tidak mengenai orang tertentu.

*Interaksi bersifat impersonal artinya: Pembicaraan difokuskan pada masalah penting yang dibahas dan tidak dibicarakan identitas diri masing-masing. Dalam hal ini seseorang berbicara dengan lawan bicara tanpa tahu wajahnya, kepribadiannya dan tidak kenal mengenal.

8. Solidaritas sosialMasyarakat desaMasyarakat kota

Solidaritas terbentuk dari hasil kesamaan atau keseragaman (solidaritas mekanik).Solidaritas sosial terbentuk berdasarkan solidaritas organik.

Solidaritas organik bersifat:

a. Formal: Melalui pertemuan formal dan terkesan birokratis (berdasarkan peraturan), dibentuk kepanitiaan, undangan resmi, dsb.

b. Pola hubungan tidak spontan, melainkan bersifat kontrak (perjanjian) melalui alat komunikasi, media elektronika dsb, dengan kesepakatan.

c. Non-pribadi, artinya orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak harus kenal secara pribadi, tetapi yang penting adalah fungsi dan peran masing-masing, karena mereka saling tergantung satu sama lain berdasarkan kepentingan yang berbeda.9. HomogenitasMasyarakat desaMasyarakat kota

Penduduk lebih homogen (memiliki persamaan), misal: Kesamaan agama, adat istiadat, bahasa, pendidikan, pengetahuan dsb, berasal dari satu keturunan.Penduduk sangat heterogen (memiliki perbedaan).Heterogenitas berdasarkan jenjang pendidikan, agama, asal suku, ideologi (pandangan hidup), pekerjaan, penghasilan, keahlian, dsb.

10. Gaya hidupMasyarakat desaMasyarakat kota

Gaya hidup localite: Cara hidup berdasarkan kesederhanaan. Pandangan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh peran keluarga, adat istiadat dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Gaya hidup urbanite: Cara-cara hidup seseorang dengan meniru orang-orang kota. Gaya hidup ini banyak ditiru orang-orang desa yang bekerja di kota. Pada saat mudik, pemuda-pemuda desa bergaya kota menjadi daya tarik bagi pemuda desa untuk bekerja di kota (salah satu pemicu proses urbanisasi). Gaya hidup metropolis, yaitu cara-cara hidup yang dilakukan oleh masyarakat yang berdiam di kota-kota besar dengan ciri-ciri: - sangat praktis,- cepat saji,

- materialistis,

-mencapai kesenangan (hedonisme),

- menguasai teknologi tinggi,

- penampilan menarik,

- kompetisi (persaingan) harus dimenangkan oleh seseorang.

-

11. Prasarana dan teknologi

Masyarakat desaMasyarakat kota

Prasarana jalan, komunikasi, dsb masih kurang, akibatnya sering ketinggalan informasi. Tingkat pengetahuan masyarakat masih rendah.

Fasilitas perumahan, pendidikan, kesehatan, olah raga, dan rekreasi masih kurang sehingga menghambat dinamika masyarakat.

Masih menggunakan alat-alat sederhana untuk proses produksi pertanian dan jarang menggunakan traktor, alat pengering dan teknologi modern lainnya. Teknologi modern yang digunakan hanya sebatas pada penggunaan pupuk kimia, rice mill.Orang-orang desa dalam kehidupannya tidak tergantung pada listrik. Sudah menggunakan teknologi modern dalam kehidupannya, misal: Komputer, internet/warnet, telepon, alat pemanas, AC dan alat-alat rumah tangga lainnya.Dalam kehidupannya sangat tergantung pada prasarana listrik, karena sebagian besar alat-alat modern selalu berhubungan dengan listrik sebagai enerji penggeraknya.

12. Kelembagaan

Masyarakat desaMasyarakat kota

Masih bersifat tradisional dan berjumlah sedikit, misal: lumbung desa, kelompok tani pemakai air (Dharma Tirta), paguyuban petani ikan, salak dsb. Lembaga-lembaga tsb bersifat permanen tetapi kegiatannya bersifat temporer (sementara).Lembaga di kota bersifat kontrak (perjanjian).

Aktivitasnya sangat dinamis dan cepat berubah, karena menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan kemajuan masyarakatnya.

Lembaga-lembaga sebagian besar berorientasi kepada aspek bisnis (berorientasi materialisme dan individualisme), misalnya lembaga pendidikan non formal: menjahit, komputer, internet dsb. Lembaga yang bersifat transisi (peralihan). Walaupun bentuknya modern tetapi dasar hubungannya masih bersifat pribadi dan kekeluargaan, misalnya PT, CV dan yayasan-yayasan.

Dari perbedaan tsb, maka implikasi sosiologi yang ditimbulkan terhadap dua masyarakat tsb adalah dijalin atau dibangun pola hubungan desa kota dengan orientasi pada potensi wilayah masing-masing yaitu: Perdesaan sebagai sumber produksi pangan bagi penduduk kota.

Perdesaan sebagai penghasil bahan mentah bagi industri di perkotaan.

Perdesaan sebagai penyedia tenaga kerja yang relatif murah bagi penduduk kota.

Perdesaan memerlukan barang jadi dari masyarakat kota.

Perdesaan memerlukan jasa-jasa dari penduduk perkotaan. BAB IV KEBUDAYAAN DAN MASYARAKATDi dalam kehidupan nyata, kebudayaan dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dan selamanya merupakan dwi tunggal. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tak mempunyai kebudayaan, dan tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya.

Antropolog terkemuka Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa Cultural Determinism (penentuan kebudayaan) berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang super organics karena kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti karena kematian dan kelahiran.

Dalam pengertian sehari-hari istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Akan tetapi bila istilah kebudayaan diartikan menurut ilmu-ilmu sosial, maka kesenian hanya merupakan salah satu bagian dari kebudayaan.Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, Buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata Budhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Istilah culture sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin colere, artinya mengolah atau mengerjakan yaitu mengolah tanah atau bertani, atau segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Definisi kebudayaan dari antropolog (ahli ilmu manusia) E.B. Tylor (1871):

Kebudayaan adalah kompleks (himpunan) yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat, dan lain kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan lain perkataan, kebudayaan mencakup seluruh yang didapatkan atau dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri atas segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak.

Perilaku sosial yaitu pola-pola perilaku yang membentuk struktur sosial masyarakat. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh peralatan yang dihasilkannya serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya atau didapatkannya.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas, termasuk di dalamnya ideologi (keyakinan), kebatinan, kesenian dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi (ungkapan, perasaan) jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat (hakekat kehidupan dan kebenaran) serta ilmu pengetahuan.Rasa dan cipta dinamakan kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture).

Karya, rasa dan cipta, dikuasai oleh karsa (daya upaya, usaha) orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat.Manusia mempunyai segi material dan segi spiritual di dalam kehidupannya.

Segi material mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan benda-benda maupun lainnya yang berwujud benda.

Segi spiritual manusia mengandung cipta yang menghasilkan ilmu pengetahuan, rasa yang menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hokum, serta keindahan.

Manusia berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan melalui logika (berpikir yang benar), menyerasikan perilaku terhadap kaidah-kaidah melalui etika (budi pekerti, tata susila, kesopanan), dan mendapatkan keindahan melalui estetika (ilmu keindahan). Hal itu semuanya merupakan kebudayaan.Di dalam perkembangannya untuk memenuhi segala keperluan masyarakatnya, kebudayaan masyarakat yang satu lebih sempurna dari kebudayaan masyarakat yang lain. Kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah lebih tinggi dinamakan peradaban (civilization).Menurut Koentjaraningrat, (1971) untuk kepentingan analisis, maka dari sudut struktur dan tingkatan dikenal:

1. Super-culture yang berlaku bagi seluruh masyarakat.

2. Cultures yang didasarkan pada kekhususan daerah, golongan etnik (suku), profesi, dst.

3. Sub-culture: di dalam suatu culture berkembang lagi kebudayaan-kebudayaan khusus yang tak bertentangan dengan kebudayaan induk.

4. Counter-culture: bila kebudayaan khusus bertentangan dengan kebudayaan induk. Counter-culture tidak selalu harus diberi arti negatif, karena adanya gejala tsb dapat dijadikan petunjuk bahwa kebudayaan induk dianggap kurang dapat menyerasikan diri dengan perkembangan kebutuhan. Jika ada unsur kebudayaan luar ingin diperkenalkan ke dalam suatu masyarakat, maka:

a) Harus dicegah pengkualifikasian (penggolongan) unsur tsb sebagai penyelewengan.

b) Harus ditonjolkan manfaat atau kegunaan riil unsur kebudayaan baru yang lebih besar bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan lama (adat istiadat yang telah tertanam).

A. Unsur-unsur kebudayaan.Melville J. Herskovits mengajukan 4 unsur pokok kebudayaan, yaitu:

1. Alat-alat teknologi: cangkul, traktor, bajak, sabit, mesin perontok padi dsb.2. Sistem ekonomi: lembaga bagi hasil (sakap), sistem mertelu, sistem sewa dll.

3. Keluarga: fungsi anak sebagai tenaga kerja keluarga, sebagai harapan masa depan.

4. Kekuasaan politik: jabatan kades, perangkat desa karena prestise, tanah bengkok dsb.

Bronislaw Malinowski seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan sbb:

a) Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat untuk menguasai alam sekeliling.b) Organisasi ekonomi.

c) Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, termasuk keluarga sebagai lembaga pendidikan yang utama.

d) Organisasi kekuatan (politik).

Masing-masing unsur tsb, diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur pokok/besar kebudayaan, dan lazim disebut cultural universals. Istilah ini menunjukkan bahwa unsur-unsur tsb bersifat universal, yaitu dapat dijumpai pada setiap kebudayaan di manapun di dunia ini.

Antropolog C. Kluckhohn di dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture menguraikan ulasan para sarjana tentang unsur-unsur pokok kebudayaan. Inti pendapat para sarjana ialah 7 (tujuh) unsur kebudayaan yang dianggap sebagai culture universals, yaitu:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport, dsb).2. Matapencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dsb).

3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem perkawinan).4. Bahasa (lisan maupun tertulis).

5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dsb).

6. Sistem pengetahuan.

7. Religi (sistem kepercayaan).

Ralph Linton memecah cultural universals tsb ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil lagi, yaitu:

a) Cultural activity (kegiatan kebudayaan) Bila diambil dari cultural universals (kebudayaan umum) mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi a.l. mencakup kegiatan2 pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dll ; kesenian: kegiatan2 seni tari, seni rupa, seni suara dll.

b) Trait-complex (sekumpulan ciri, sifat/keadaan)Kegiatan2 kebudayaan tsb dirinci menjadi unsur2 yang lebih kecil lagi yang disebut trait-complex, misalnya: kegiatan pertanian menetap meliputi unsur2 irigasi, sistem mengolah tanah dengan bajak, sistem hak milik atas tanah dsb. c) Traits (ciri-ciri, sifat/keadaan).

Trait-complex mengolah tanah dengan bajak dapat dipecah ke dalam unsur2 yang lebih kecil lagi misalnya hewan2 penarik bajak, teknik pengendalian bajak, dst yang disebut traits.

d) Items (bagian-bagian).Akhirnya sebagai unsur kebudayaan terkecil yang membentuk traits, adalah items, contoh: alat bajak terdiri atas gabungan alat2 atau bagian yang lebih kecil lagi yang dapat dilepaskan, tetapi pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan. Apabila salah satu bagian bajak tsb dihilangkan, maka bajak tsb tak dapat melaksanakan fungsinya sebagai bajak.

Bronislaw Malinowski mengatakan bahwa tak ada suatu unsur kebudayaan yang tidak mempunyai kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai keseluruhan, atau semua unsur kebudayaan mempunyai kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai keseluruhan. Apabila ada unsur kebudayaan yang kehilangan kegunaannya, unsur tsb akan hilang dengan sendirinya.Kebiasaan-kebiasaan serta dorongan, tanggapan yang didapat dengan belajar dan dasar-dasar organisasi, harus diatur sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pemuasan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.

B. Fungsi kebudayaan bagi masyarakat.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan spiritual maupun material. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tsb sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan masyarakat itu sendiri. Oleh karena kemampuan manusia terbatas, sehingga kemampuan kebudayaan hasil ciptaannya juga terbatas dalam memenuhi segala kebutuhan.

Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang berguna untuk melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya.

Teknologi pada hakekatnya meliputi paling sedikit 7 (tujuh) unsur (Koentjaraningrat, 1971), yaitu:

1. Alat-alat produktif.

2. Senjata.

3. Wadah (tempat sesuatu).

4. Makanan dan minuman.

5. Pakaian dan perhiasan.

6. Tempat berlindung dan perumahan.

7. Alat-alat transport.

Bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya, tidak selalu baik baginya, misalnya kekuatan alam dan kekuatan-kekuatan lainnya. Dalam tindakan-tindakannya untuk melindungi diri terhadap lingkungan alam, pada taraf permulaan, manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf tsb masih banyak dijumpai pada masyarakat yang hingga kini masih rendah taraf kebudayaannya, misalnya suku bangsa Kubu di pedalaman Jambi, masih bersikap menyerah terhadap lingkungan alamnya, merupakan masyarakat yang belum mempunyai tempat tinggal tetap, persediaan bahan pangan tergantung lingkungan alam, taraf teknologinya belum mencapai tingkat memanfaatkan dan menguasai lingkungan alamnya.

Pada masyarakat yang sudah kompleks, taraf kebudayaannya lebih tinggi. Hasil karya manusia yaitu teknologi, memberi kemungkinan yang sangat luas untuk memanfaatkan hasil-hasil alam dan bila mungkin menguasai alam. Rasa masyarakat mewujudkan norma dan nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan dan juga Karsa merupakan daya upaya manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-kekuatan lain yang ada di dalam masyarakat. Kekuatan-kekuatan yang tersembunyi dalam masyarakat tidak selamanya baik. Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan yang buruk, manusia terpaksa melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang merupakan petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau berhubungan dengan orang lain. Bila manusia hidup sendiri, maka tak akan ada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakannya. Akan tetapi setiap orang, bagaimanapun hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan (habit) merupakan suatu perilaku pribadi. Pribadi berarti kebiasaan orang seorang itu berbeda dari peri kebiasaan orang lain, walaupun mereka hidup dalam satu rumah. Jadi setiap orang akan membentuk kebiasaan yang khusus bagi dirinya sendiri.

Menurut Ferdinand Tonnies, kebiasaan mempunyai 3 (tiga) arti, yaitu:

1. Dalam arti menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat obyektif, misalnya kebiasaan untuk bangun pagi, kebiasaan tidur siang hari, kebiasaan minum kopi sebelum mandi, dll, artinya bahwa seseorang biasa melakukan perbuatan-perbuatan tsb dalam tata cara hidupnya.

2. Dalam arti kebiasaan tsb dijadikan kaidah bagi seseorang, suatu norma diciptakan untuk dirinya sendiri. Orang ybslah yang menciptakan suatu perilaku bagi dirinya sendiri.

3. Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Kebiasaan ialah suatu gejala seseorang di dalam tindakannya selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur.

Kebiasaan-kebiasaan yang baik akan diakui dan dilakukan oleh orang-orang lain semasyarakat.

Kebiasaan-kebiasaan tsb akan dijadikan patokan bagi orang lain. Kebiasaan-kebiasaan tsb akan dijadikan peraturan.

Kebiasaan-kebiasaan seseorang yang teratur akan dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang tertentu, sehingga tingkah laku atau tindakan masing-masing dapat diatur dan menimbulkan norma-norma atau kaidah.

1. Adat istiadat (custom), ialah: kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat.

- Adat istiadat di suatu tempat berbeda dengan adat istiadat di tempat lain.

- Adat istiadat yang mempunyai akibat hokum, disebut hokum adat. Adat istiadat yang berlaku di dalam suatu masyarakat bila dilanggar oleh anggotanya akan ada sangsinya, contoh: adat perkawinan di kalangan orang Lampung. Adat menetapkan keluarga prialah yang melakukan peminangan terhadap gadis.

- Adat istiadat bersifat tidak tertulis dan dipelihara turun-temurun.

2. Kaidah-kaidah yang dinamakan peraturan (hukum).

- Peraturan sengaja dibuat,

- Mempunyai sangsi tegas,

- Bertujuan membawa keserasian dan memperhatikan hal-hal ybs dengan keadaan lahiriah dan batiniah manusia,

- Dibuat oleh negara atau badan-badan negara yang diberi wewenang, misalnya MPR, DPR, Pemerintah, dsb.- Bersifat tertulis dan tidak tertulis (hokum adat).

- Peraturan (hukum) yang tertulis seringkali bersifat terlalu kaku dan biasanya kurang dapat mengikuti kepesatan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

3. Di dalam setiap masyarakat terdapat pola-pola perilaku (Patterns of behavior).

Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tsb. Jadi setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat.

Pola-pola perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh tindakan bersama dan kebudayaan masyarakatnya.4. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang anggota masyarakat yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Kebiasaan tidak perlu dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain.

5. Social organization ialah pola-pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan bila seseorang berhubungan dengan orang-orang lain.

Menurut Ralph Linton, kebudayaan merupakan designs of living (garis-garis dan petunjuk dalam hidup) artinya kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang perilaku (blueprint for behavior) yang menetapkan peraturan-peraturan tentang apa yang harus dilakukan, apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang, dsb.

Ralph Linton: Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan ialah:1. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements), misal: apa yang baik dan buruk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, apa yang sesuai dengan keinginan dan apa yang tidak sesuai dengan keinginan.

2. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya (prescriptive elements), misal: bagaimana orang harus berlaku, memberi petunjuk/ketentuan, bersifat menentukan.

3. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive elements), misal: harus mengadakan upacara adat pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan, dll.

Kaidah-kaidah kebudayaan: peraturan-peraturan tentang tingkah laku atau tindakan yang harus dilakukan dalam keadaan tertentu.Kaidah kebudayaan mencakup:

- Tujuan kebudayaan.

- Cara-cara yang dianggap baik untuk mencapai tujuan tsb.- Peraturan-peraturan yang beraneka warna dan sangat luas.

Berlakunya kaidah dalam suatu kelompok manusia tergantung pada kekuatan kaidah tsb sebagai petunjuk tentang bagaimana seseorang harus berlaku, artinya sampai berapa jauh kaidah-kaidah tsb diterima oleh anggota kelompok, sebagai petunjuk perilaku yang pantas.Fungsi kebudayaan bagi manusia yaitu:

1. Untuk melindungi diri terhadap alam.

2. Mengatur hubungan antar manusia.

3. Sebagai wadah segenap perasaan manusia.

C. Sifat hakikat kebudayaan.1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan melalui perilaku manusia.

2. Kebudayaan telah ada lebih dulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tak akan mati dengan habisnya usia generasi ybs.

3. Kebudayaan diperlukan manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.

4. Kebudayaan mencakup:

Aturan-aturan yang berisi kewajiban-kewajiban.

Tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak.

Tindakan-tindakan yang dilarang dan yang diizinkan.

D. Gerak kebudayaan.Akulturasi (menyesuaikan diri terhadap kebudayaan asing)

Menurut Koentjaraningrat, akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri,

1. Pada umumnya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah:

a) Unsur kebudayaan kebendaan.

Alat-alat yang sangat mudah dipakai dan bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya, contoh: alat-alat tulis-menulis diambil dari unsur-unsur kebudayaan barat, banyak digunakan orang-orang Indonesia.

b) Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar, misalnya radio transistor, TV, dll sebagai alat mass media.

c) Unsur-unsur yang mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur-unsur tsb, misal: mesin penggiling padi yang berbiaya murah dan pengetahuan teknis yang sederhana.

2. Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat adalah:

a) Unsur-unsur yang menyangkut sistem kepercayaan, misal: ideologi (keyakinan), falsafah hidup (landasan,dasar hidup), dll.b) Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi, contoh: soal makanan pokok suatu masyarakat. Nasi sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia sukar sekali diubah dengan makanan pokok yang lain.3. Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya generasi tua dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur-unsur baru, karena norma-norma yang tradisional sudah mendarah-daging dan menjiwai (sudah internalized). Pada generasi muda belum menetapnya unsur-unsur atau norma-norma tradisional dalam jiwanya, menyebabkan lebih mudah menerima unsur-unsur baru.

4. Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi, selalu ada kelompok individu-individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dianggapnya sebagai krisis yang membahayakan keutuhan masyarakat. Bila mereka merupakan golongan yang kuat, maka proses perubahan dapat ditahannya, tetapi bila mereka merupakan golongan yang lemah, maka mereka hanya akan menunjukkan sikap yang tidak puas.

Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi antara unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur-unsur kebudayaan asing tidak lagi dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, tetapi dianggap sebagai unsur-unsur kebudayaan sendiri. Unsur-unsur asing yang diterima, tentu terlebih dulu mengalami proses pengolahan, sehingga bentuknya tidak asli seperti semula, misal: sistem pendidikan di Indonesia , sebagian besar diambil dari unsur-unsur kebudayaan barat yang sudah disesuaikan serta diolah sedemikian rupa, sehingga merupakan unsur-unsur kebudayaan sendiri, namun tidak mustahil terjadi kegoncangan kebudayaan (cultural shock), sebagai akibat adanya masalah-masalah yang dijumpai dalam proses akulturasi. Cultural shock terjadi, bila warga masyarakat mengalami disorientasi (kehilangan pedoman) dan frustrasi (kecewa), di mana muncul perbedaan yang tajam antara cita-cita dengan kenyataan yang disertai dengan terjadinya perpecahan di dalam masyarakat tsb.