LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG SOSIOLOGI PERTANIANKEBUDAYAAN PETANI DI
DESA KEPUHARJO, KARANGPLOSO
Oleh :Kelas P Kelompok 31. Fatihah Baroroh (135040200111011)2.
Abyan Farhandhitya(135040200111056)3. R.A Putri Husadaning
Tyas(135040200111136)4. Cindy Budi Kusuma(135040200111138)5. Yoga
Putra Pratama(135040207111013)
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014BAB
IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Dunia pertanian maupun dunia usaha dalam bidang pertanian erat
kaitannya dengan aspek-aspek sosiologi yang mencakup kebudayaan,
stratifikasi sosial, kelembagaan, dan jaringan sosial.Aspek-aspek
tersebut sangat mempengaruhi kemajuan usaha pertanian baik pada
tingkat petani, desa, maupun supradesa.Kebudayaan dapat memberi
pengaruh dalam usaha pertanian. Sabagai contohnya bila pada suatu
daerah mayoritas makanan pokok masyarakatnya adalah padi maka
secara otomatis usaha pertanian yang dilakukan para petani
kebanyakan akan menjadikan padi sebagai komoditas utama usaha
mereka.Dalam suatu daerah atau desa terdapat lapisan-lapisan
masyarakat atau stratifikasi sosial.Pada beberapa kelompok
masyarakat, stratifikasi sosial atau pelapisan masyarakat tersebut
dapat diukur dari luas sawah yang dimiliki bila pada daerah
tersebut mayoritas mata pencahariannya adalah sebagai petani.Kadang
kala dalam usaha pertanian didapati suatu permasalahan yang belum
diketahui solusinya sehingga muncul suatu dampak negatif bagi usaha
pertanian. Seperti contonhya merebaknya hama tikus yang menyerang
tanaman. Dalam menyelesaikan masalah tersebut suatu lembaga
dibentuk sebagai tempat musyawarah sehingga dapat ditemukan jalan
keluar dari permasalahan itu.Usaha pertanian erat kaitannya dengan
pemsaran, baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui
perantara atau distributor. Dibutuhkan jaringan sosial yang baik
agar dapat memasarkan hasil pertanian tersebut. Oleh karena itu
aspek-aspek sosiologi memang sangat berperan dalam mempengaruhi
kemajuan usaha pertanian baik pada tingkat petani, desa, maupun
supra desa, seperti yang disampaikan oleh Plank (1993) sosiologi
pertanian memiliki peranan dalam menjelaskan hubungan sesama
manusia dan perilakunya, meneliti aturan, fungsi
kelompok/organisasi sosial, menemukan tenaga pendorong, mekanisme
dan proses perubahan sosial danlain sebagainya, mengumpulkan secara
sistimatis atau secara bermakna tentang keterangan-keterangan
mengenai masyarakat pedesaan dan masyarakat yang berprofesi sebagai
petani dan menelaah hubungan-hubungannya, mengambil lukisan
seteliti-telitinya tentang tingkah laku, sikap, perasaan, motif dan
kegiatan-kegiatan petani yang umumnya hidup dalam lingkungan
pedesaan, dan memperbaiki kehidupan masyarakat pedesaan dan
pertanian pada khususnya.
1.2 TujuanKegiatan wawancara yang dilakukan pada fieldtrip
sosiologi pertanian di Kecamatan Kepuharjo bertujuan untuk :
Mengetahui identifikasi petani Kecamatan Kepuharjo. Mengetahui pola
tanam pada lahan garapan petani setahun terakhir. Mengetahui
kebudayaan petani. Mengetahui lembaga/pranata social terkait dengan
usaha tani. Mengetahui perubahan social dalam lembaga yang terkait
dengan usaha tani. Mengetahui pengolahan hasil pertanian.
1.3 ManfaatFieldtrip sosiologi pertanian yang dilaksanakan di
kecamatan kepoharjo ini memiliki manfaat bagi para mahasiswa
sehingga para mahasiswa bisa mengetahui berbagai aktivitas serta
lembaga pertanian yang ada di desa tersebut.
BAB IIHASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Petani (oleh : RA. Putri Husadaning Tyas
135040200111136)NoIndikatorKeterangan
1.Nama PetaniBapak Sukar
2.Umur55 tahun
3.AlamatJl. Pulau Mas Gg. 2, kecamatan Kepuharjo, Malang
4.No. Hp085 859 339 110
5.Tingkat Pendidikan Formal-
6.Pekerjaan KKPetani
7.Jumlah Anggota Keluarga3 (tiga)
8.Status LahanLahan milik sendiri
9.Kepemilikan lahana. Sawahb. Tegal 800 m2-
10.Kepemilikan ternaka. Sapib. Kerbauc. Ayamd. Kambinge.
Domba1----
11.Alasan Pemeliharaan TernakInvestasi
Setelah fieldtrip sosiologi pertanian yang dilakukan pada 9 Mei
2014 pukul 18.30 WIB, kami mendapatkan beberapa data mengenai
keluarga Bapak Sukar. Bapak Sukar tinggal di Jl. Pulau Mas Gg. 2
No. 5, kecamatan Kepuharjo, Malang. Nomor telepon yang dapat
dihubungi adalah 085859339110. Bapak Sukar memiliki seorang istri
yang bernama Ibu Liani dan 2 orang anak. Anak pertama Beliau sudah
bekerja di Jawa Timur Park (Jatim Park) dan yang bungsu masih duduk
di Madrasah Aliyah (MA). Usia dari Bapak Sukar adalah 55 tahun,
Beliau mulai bertani sudah sejak kecil. Pendidikan terakhir yang di
tempuh oleh Bapak Sukar adalah Sekolah Dasar (SD) sedangkan
pendidikan terakhir yang ditempuh Ibu Liana adalah Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Pekerjaan utama Bapak Sukar adalah Petani sedangkan
Ibu Liana adalah buruh di pabrik rokok Bentoel, namun Ibu Liana
sudah pensiun sejak setahun yang lalu. Bapak Sukar memiliki lahan
sawah sendiri sebesar 800 m2. Lahan ini dibeli oleh keluarga Bapak
Sukar pada tahun 2009. Sawah ini dipergunakan untuk menghidupi
keluarga Bapak Sukar karena sebagian besar dari hasil panen di
konsumsi sendiri dan hanya sebagian kecil yang dijual pada
tengkulak pasar. Selain lahan sawah, Beliau juga memili hewan
ternak berupa 1 ekor pedet (anak sapi). Hewan ternak ini dijadikan
sebagai wujud investasi keluarga Bapak Sukar.Keluarga Bapak Sukar
lebih memilih hasil tani untuk dikonsumsi sendiri daripada dijual
karena Beliau lebih mementingkan ketersediaan pangan keluarga. Hal
ini juga dijelaskan oleh Sugihen (1997:123) bahwa upaya yang
dilakukan oleh beberapa petani untuk mendapatkan hasil pertanian
digunakan untuk menyediakan kebutuhan bahan makanan untuk keluarga
sendiri dan hanya sebagian yang disisihkan untuk dijual bagi
kepentingan orang lain. Perilaku pasca panen yang tidak
dilakukannya upaya pengolahan produksi oleh Bapak Sukar dapat
membuat lemahnya jalinan produksi ke depan. Hal ini dikarenakan
rendahnya tingkat mekanisme usaha tani yang dilakukan oleh Bapak
Sukar (Santoso, 2007).Berdasarkan kepemilikan tanahnya, Bapak Sukar
termasuk dalam lapisan masyarakat tertinggi karena Beliau memiliki
lahan sawah sendiri dan rumah. Hal ini didukung oleh Maryati (2001)
bahwa lapisan tertinggi dalam masyarakat pertanian merupakan kaum
petani yang memiliki tanah pertanian dan rumah, lapisan menengah
merupakan kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian namun
memiliki tanah pekarangan dan rumah, dan lapisan terendah yaitu
kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian dan pekarangan
untuk rumah. Pelapisan sosial masyarakat pertanian berdasarkan
kriteria ekonominya, Bapak Sukar tergolong dalam lapisan ketiga,
yang mana lapisan ketiga terdiri dari orang yang tidak memiliki
cadangan usaha. Hal ini diperjelas oleh Maryati (2001) bahwa
lapisan pertama merupakan kaum elit desa yang memiliki cadangan
pangan dan pengemban usaha, lapisa kedua terdiri dari orang yang
hanya memiliki cadangan pangan saja, dan lapisan ketiga terdiri
dari orang yang tidak memiliki cadangan pangan dan cadangan usaha,
serta bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumsi perutnya agar tetap
hidup. 2.2 Pola Tanam Pada Lahan Garapan Petani Setahun Terakhir
2013/2014 (oleh Cindy budi kusuma 135040200111138)Dalam satu tahun
terakhir lahan yang dimiliki Bapak Sukar yang terletak di Kecamatan
Kepuharjo selalu ditanami dangan komoditas padi. Beliau mengatakan
bahwa lahannya tidak pernah ditanami dengan komoditas lain kecuali
komoditas padi, karena hasilpanen lahan tersebut dimanfaatkan
sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, selain itu
pemikiran Bapak Sukar masih terlalu tradisional dan tidak mau
mengikuti perkembangan zaman serta sumber daya manusia yang masih
rendah. Padi hasil panen akan dikeringkan dan diselep lalu
dikonsumsi sendiri. Tidak semua hasil panen akan langsung
dikonsumsi, namun ada sebagian yang disimpan untuk memenuhi
kebutuhan hidup kedepannya. Tidak jarang juga sebagian hasil panen
padi tersebut dijual ke tengkulak desa setempat.Menurut keluarga
Bapak Sukar memanam komoditas padi lebih menguntungkan dibandikan
dengan komoditas lainnya.Untuk lahan tegal, Bapak Sukar tidak
memiliki lahan tegal sehingga tidak ada komoditas yang
dibudidayakan.Menurut Maryati dan Suryawati (2006), diferensiasi
profesi merupakan pengelompokan masyarakat yang didasarkan pada
jenis pekerjaan atau profesinya.Profesi biasanya berkaitan dengan
suatu keterampilan khusus.Misalnya, profesi petani memerlukan
keterampilan khusus, seperti membajak dan memilih bibit yang
unggul. Jenis profesi pada masyarakat pedesaan tentu tidak
sekompleks atau sebanyak jenis pekerjaan pada masyarakat
perkotaan.2.3 Kebudayaan Petani (oleh Yoga putra pratama
135040207111013)Pada saat ditanami padi, beliau dalam pengolahan
lahan menggunakan bajak yang masih di tarik sapi, persiapan benih
pun sudah di siap kan sebelum penanaman di lahan beliau sendiri
hingga mejadi benih dan siap untuk di tanam. Benih yang digunakan
biasanya padi untuk lahan 800 m2 hektar.Jumlah bibit per lubang
sekitar 2-3 bibit dengan jarak tanam satu jengkal antar lubang
dalam satu barisnya. Pupuk yang biasanya digunakanurea ,Phonska,
ZA, dan kadang NPK. Menurut beliau pupuk NPK lebih memberikan hasil
yang baik jika dibanding pupuk lainnya , hanya saja harga pupuk NPK
lebih mahal. Pemupukan dilakuakan 2X, setelah 20 hari pupuk yang
diberikan adalah ZA, SP-36, dan urea. Penyiangan yang dilakukan
beliau dengan menggunakan manual atau dengan tangan dilakukan
setiap hari, dan lahan beliau pengairanya dengan cara dialiri air
dari sunagi atau tempat yang mereka sebut wangan. Pada lahan beliau
sangat jarang terdapat hama atau bahkan hampir tidak ada ,hanya
saja kadang ada burung yang menggangu dengan memakan bulir padinya.
Pengendaliannya dengan cara mengusir biasa. Untuk penggunaan
pestisida beliau tidak pernah menggunakan karena beliau pernah
mencoba menggunakan pupuk dan pestisida kimia dari dinas sekitar
dan hasilnya malah lebih buruk di banding dengan tanpa pupuk dan
pestisida kimia .Tanda padi sudah mulai dipanen adalah warna sudah
menguning dan padi sudah merunduk.Pemanenan dilakukan dengan
menggunkan sabit dan digebyok.Hasilnya disimpan di rumah dalam
wadah karung dengan bentuk gabah untuk dikonsumsi sendiri.
Pengetahuan bercocok tanam di dapatkan dari saudara yang dulu juga
berprofesi sebagai petani pada saat beliau masih muda dan
berprofesi sebagai buruh tani serabutan di desanya. Hal ini
sangatlah berkaitan seperti apa yang disampaikan oleh Rahardjo
(1999), masyrakat pedesaan di Indonesia mayoritas bekerja sebagai
petani dan peternak dimana pada umumnya petani kita hanya mengikuti
pola pertanian secara umum yang dibawa secara turun temurun oleh
keluarganya.
2.4 Lembaga/Pranata Sosial Terkait dengan Usaha Tani (oleh
Fatihah Baroroh 135040200111011)2.4.1 Lembaga Penguasaan Lahan
PertanianLahan yang digarap oleh bapak Sukar merupakan lahan dengan
status kepemilikan lahan milik bapak Sukar sendiri bukan milik
lembaga atau instansi manapun. Lahan tersebut merupakan lahan sawah
yang ditanami padi. Lahan ini diperoleh bapak Sukar dari membeli
pada penjual tanah dengan uang yang dikumpulkannya dari menjadi
buruh tani serta uang istrinya dari buruh pabrik. Lahan pertanian
milik Bapak Sukar telah dibeli oleh Bapak Sukar padatahun 2009.
Karna tanah tersebut milik Bapak Sukar sendiri jadi hasil yang
diperoleh nantinya akan menjadi milik Bapak Sukar seutuhnya tanpa
ada bagi hasil dengan orang lain. Penguasaan lahan menurut Dirman
(1958) adalah kepunyaan yang bersifat perdata, dalam hal ini
kepemilikan tanah adalah hubungan hukum antara orang per-orangan,
kelompok orang atau badan hukum tertentu dengan tanah tertentu
sebagaimana yang dimaksut dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Hubungan hukum
tersebut di tunjukkan dengan adanya alat-alat bukti yang ditentukan
oleh ketentuan hukum yang ada dan berlaku, baik secara tertulis,
pengakuan dan kesaksian pihak lain maupun secara faktual yang
ditunjukan dengan adanya tanda-tanda pada obyek tanahnya, seperti
tanda batas bidang tanah berupa patok, parit, pagar atau tanda
batas alam seperti jalan, sungai, lembah, bukit, pepohonan dan
lain-lain, maupun bentuk penguasaan atau pengusahaan secara fisik
di lapangan. Berdasarkan catatan sejarah, sejak dahulu pemilikan
dan penguasaan atas tanah menjadi faktor penting diberikan atau
dilegalisasikan hak atas tanah oleh penguasa kepada seseorang yang
secara faktual/fisik telah menguasai bidang tanah tersebut dengan
niatan yang baik. Jadi penguasaan lahan Bapak Sukar adalah milik
Bapak Sukar seutuhnya bukan milik lembaga atau orang lain karna
sudah jelas berdasarkan literatur di atas ini diketahui bahwa lahan
garapan Bapak Sukar merupakan lahan milik Bapak Sukar secara sah
dengan bukti-bukti yang kuat baik itu secara administrastatif,
pengakuan, dan secara faktualnya.2.4.2 Lembaga Yang Melakukan
Fungsi Penyediaan Sarana Produksi PertanianMenurut Dariah (2004)
lembaga penyedia sarana produksi pertanian merupakan suatu lembaga
yang menyediakan segala kebutuhan sarana produksi pertanian mulai
dari penyediaan benih atau bibit, pupuk, obat-obat
tanaman(pestisida) serta alat-alat pertanian yang membantu dalam
pengelolaan lahan. Lembaga yang menyediakan sarana dan produksi
pertanian seperti KUD (KoperasiUnit Desa) dan Gabungan Kelompok
Tani (Gapoktan) yang ada di tiap-tiap desa. Pada pembahasan ini,
Bapak Sukar tidak menggunakan jasa lembaga penyediaan sarana
produksi pertanian dikarnakan sarana yang diberikan oleh lembaga
tersebut tidak memuaskan, baik itu berupa benih/bibit, pupuk,
maupun obat bagi tanaman budidaya. Hasil yang diberikan pun hanya
sedikit tidak seperti yang biasa di garap oleh bapak Sukar sendiri.
Hal inilah yang membuat para petani tidak percaya pada tawaran
lembaga penyedia sarana produksi pertanian dikarnakan lembaga
tersebut tidak bisa memberikan bukti nyata pada para petani dengan
hasil yang baik. Pernyataan tersebut sama dengan pada sebuah
literatur, Inovasi akan menjadi kebutuhan atau akan diterima oleh
petani apabila inovasi tersebut dapat memecahkan masalah yang
sedang dihadapi petani. Sehingga identifikasi masalah secara benar
menjadi sangat penting, paling tidak ada dua alasan (Wahyuni,
2000). Bapak Sukar memenuhi sarana bagi produksi pertaniannya
sendiri yaitu dengan membeli pupuk di toko bahan-bahan pertanian
dan menggunakan pupuk yang diambil dari kotoran ternak. Selain itu
benih/bibit yang dipakai merupakan hasil persemaian dari Bapak
Sukar sendiri. Untuk pengolahan tanah yang dilakukan oleh Bapak
Sukar yaitu dengan menggunakan metode yang masih tradisional
(tenaga sapi). Bajak sapi yang dipakai oleh Bapak Sukar merupakan
bajak sewaan dari orang yang menyewakan bukan dari lembaga penyedia
sarana produksi. 2.4.3 Lembaga Yang Melakukan Fungsi Penyedia
Tenaga KerjaDalam kegiatan usaha tani padi mulai dari proses
pengolahan lahan, membuat persemaian, menanam, menyiang,memupuk,
mengendalikan hama dan penyakit tanaman, hingga proses pemanenan,
Bapak Sukar melakukannya sendiri bersama istrinya, Bapak Sukar
tidak menggunakan Jasa dari lembaga penyedia tenaga kerja.
Dikarnakan bapak Sukar tidak memiliki biaya yang cukup untuk
menggaji buruh tani. Selain itu lahan milik Bapak Sukar termasuk
dalam lahan yang tidak luas sehingga masih di mungkinkan untuk
digarap sendiri. Jadi bapak Sukar dan istrinya mengisi waktu luang
mereka miliki dengan menggarap sawah mereka. Pengolahan tanah
dilakukan dengan menggunakan cangkul biasanya juga memakai bantuan
tenaga sapi. Pak Sukar dalam pengolahan tanah tidak pernah
menggunakan bantuan dari tenaga mesin seperti traktor. Tanam dan
pemberian pupuk masih menggunakan cara tradisional tidak
menggunakan mesin yang modern. Dalam pengerjaannya juga dilakukan
sendiri tanpa menggunakan sewa tenaga kerja. Seperti apa yang
disampaikan oleh Soerjono Soekanto (2006), pada umumnya sifat
petani yang masih menutup diri terhadap teknologi dan mudah curiga
terhadap suatu kelembagaan ini yang terkadang menyulitkan
perkembangan hasil produksi pertanian di daerah itu sendiri.2.4.4
Lembaga Yang Dapat Melakukan Fungsi Pengolahan Hasil PertanianHasil
panen yang diperoleh Bapak Sukar yaitu hanya tanaman padi saja
sebab Bapak Sukar hanya menanam padi sebagai komoditas utama ini
dikarnakan tanaman padi merupakan komoditas yang cepat panen serta
biaya produksi dari padi itu sendiri relative murah. Pada setiap
musim panen padi tersebut Bapak Sukar hanya menjual sebagian dari
hasil panen itu dan yang sebagian lagi dikonsumsi sendiri hingga
musim panen depan tiba. Padi yang dikonsumsi tersebut biasanya bisa
awet sampai musim panen depan dan jika padi yang dikonsumsi
tersebut habis sebelum waktunya maka Bapak Sukar akan membeli di
toko agar keluarga Bapak Sukar tetap bisa makan. Untukhasil panen
yang dikonsumsi biasanya disimpan dalam bentuk gabah dan diambil
unutuk makan seperlunya saja, jadi setiap membutuhkan beras Bapak
Sukar akan menyelep gabah tersebut untuk dijadikan beras karna
apabila disimpan dalam bentuk beras maka akan cepat jelek dan
rusak.Hasil panen milik Bapak Sukar yang dijual biasanya dijual
kepada tengkulak pasar dengan harga di bawah harga pasar . setelah
itu tengkulak pasar akan menjualnya kembali dengan harga yang lebih
tinggi. Hasil panen yang diual tidak dalam bentuk beras namun masih
dalam bentuk gabah yang harus diolah lagi untuk menjadi beras.
Hubungan petani dengan tengkulak disini seakan sudah terpola dan
sudah menjadi suatu kebiasaan yang terjadi secara turun temurun dan
menjadi budaya serta menjadi suatu ketergantungan. Alasan para
petani lebih memilih tengkulak adalah petani yang menjual langsung
hasil panennya ke pusat pasar akan menemukan beberapa permasalahan,
khususnya pada proses pengangkutan, dimana biaya transportasi yang
diperlukan tidaklah sedikit, bila menjual padi kepada tengkulak
maka petani akan menghemat biaya transportnya. Selain itu dengan
menjualnya pada tengkulak pasar maka para petani tidak perlu
menyelep gabahnya untuk menjadi padi. Penyebab mengapa bapak sukar
tidak mengolah hasil produksi pertaniannya yang berupa padi itu
sangat berkaitan dengan karakteristik masyarakat desa pada. Menurut
Rahardjo (1999), salah satu karakteristik masyarkat desa ialah
sederhana, dimana pada umumnya tidak dilakukan pengolahan pasca
panen karena mereka merasa sudah dapat memenuhi kebutuhannya dari
hasil produksi primernya.2.4.5 Lembaga Pemasaran Hasil
PertanianBapak Sukar tidak menggunakan lembaga pemasaran hasil
panen, Bapak Sukar memasarkan hasil panennya sendiri. Biasanya para
tengkulak pasar yang akan mendatangi para petani tersebut untuk
membeli hasil panen para petani dalam bentuk gabah. Namun hasil
panen padi Bapak Sukar sebagian besar dikonsumsi sendiri sehingga
keluarga Bapak Sukar tidak perlu lagi membeli beras lagi. Hasil
panen Bapak Sukar yang dijual pada tengkulak pasar biasanya
dihargai dengan harga yang lumayan murah karna masih dalam bentuk
gabah. Harga dari hasil panen tersebut ditentukan oleh pembeli
dengan harga Rp. 400.000 per kwintal, tanpa adanya tawar menawar
terlebih dahulu.Dengan ini para pembeli atau tengkulak pasar sangat
diuntungkan. Untuk cara pembayarannya sendiri dengan cara kontan di
bayar di muka sehingga para petani langsung akan mendapatkan
uangnya. Dari hasil wawancara yang kami teliti maka dapat
disimpulkan petani tersebut masih menggunakan cara-cara tradisional
dalam memasarkan hasil pertaniannya. Kebudayaan yang diterapkan
dalam pemasaran hasil pertanian tersebut didapatkan petani dari
kebiasaan-kebiasaan yang sudah diterapkan oleh orang tuanya sejak
dulu. Kembali lagi kepada pola kebudayaan pertanian di Indonesia
dimana menurut Rahardjo (1999), pada umumnya pengetahuan mengenai
usaha tani diajarkan secara turun temurun, begitu pula dalam usaha
pemasaran hasil pertaniannya dimana petani tidaklah terlalu peduli
dengan pemasaran hasil produksinya jika mereka telah dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari dari hasil produksi usaha tani tersebut.
2.4.6 Kelompok Tani/ Gabungan Kelompok TaniPada desa Kepoharjo
Kabupaten Malang tersebut terdapat sebuah lembaga yang khusus
mengurusu pertanian di desa tersebut atau biasanya disebut sebagai
kelompok tani. Ketua kelompok tani di desa Kepoharjo ini yaitu
Bapak Hamid. Menurut cerita dari Bapak Sukar, Bapak Hamid ini
merupakan salah satu dari beberapa orang yang memiliki luasan tanah
persawahan yang luas. Bapak Sukar termasuk dalam anggota kelompok
tani di desa ini. Kegiatan yang biasa dilakukan oleh kelompok tani
ini biasanya hanya berkumpul membahas tentang masalah pertanian.
Jarang sekali diadakan rapat-rapat penting karena para anggotanya
sibuk sendiri-sendiri mengurusi lahan pertanian mereka. Meskipun
tidak ada suatu kegiatan yang secara rutin diadakan, tetapi
terdapat beberapa unsur yang mengindikasikan bahwa adanya kelompok
tani di desa tersebut. Menurut Departemen Pertanian (2007), adanya
suatu kelompok tani dicirikan dengan beberapa hal seperti saling
mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota,
mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha tani,
memiliki kesamaan dalam tradisi dan atau pemukiman, hamparan usaha,
jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa, pendidikan dan
ekologi.
2.4.7 Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA)Di desa Kepoharjo ini
tidak terdapat Himpunan Petani Pemakai Air karena para petani di
desa ini mengaliri sawahnya dengan bantuan air yang mengalir dari
sungai-sungai di samping sawah. Selain itu terkadang apabila pada
sungai-sungai di pinggir sawah itu kekeringan dan tidak dapat
mengalir maka para petani akan saling gotong royong untuk
mengangkut air sendiri pada lahan pertanian. Namun sebenarnya
Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) ini sangatlah diperlukan karna
dalam rangka menuju kemandirian dan ketahanan pangan, maka
pemerintah berupaya untuk meningkatkan produksi beras dan
tarafhidup petani sehingga diperoleh manfaat penghematan devisa
nasional dan membuka kesempatan kerja serta mengurangi kemiskinan.
Menurut Prasetijo (2009) keberhasilan pemberdayaan HIPPA diperlukan
strategi dan kebijakan sebagai berikut : organisasi HIPPA harus
berbentuk badan hukum, pemerintah sebagai fasilitator, motivator,
mengadakan kerja samapengelolaan, menyediakan tenaga pendamping,
menyediakan sarana produksi dan memfasilitasi pembentukan koperasi
serba usaha.
2.4.8 Lembaga Keuangan/ PerkreditanPada desa Kepoharjo kabupaten
Malang ini tidak memiliki lembaga keuangan atau perkreditan karna
para petaninya tidak terlalu membutuhkan lembaga tersebut. Seperti
halnya Bapak Sukar pun tidak memerlukan adanya lembaga tersebut
karna Bapak Sukar menggunakan modalnya sendiri tanpa bantuan dari
lembaga atau orang lain. Pada dasarnya hal tersebut sangat
diperlukan untuk mendukung kegiatan pembangunan ekonomi pedesaan
utamanya sebagai lembaga untuk fasilitasi jasa pembiayaan
usahatani. Hal itu didasarkan fakta hampir sebagian besar petani
menghadapi permasalahan adopsi teknologi karena lemah dalam
permodalan. Di sisi lain lembaga perbankan sering tidak bisa
diakses oleh petani karena berbagai faktor. (Hendayana dan
Bustaman, 2013).Seperti yang dikatakan oleh Staf. Hans Z. Kaiwai
(2013), Walaupun dalam prakteknya kelompok usaha ini dalam konteks
pemberian pinjaman kredit secara nasional masih belum diberi tempat
yang layak. Kelompok usaha ini (usaha mikro, usaha kecil dan usaha
menengah) hanya memperoleh akses kurang dari 25% kucuran pemberian
pinjaman yang berikan dalam sistem perkreditan nasional. Proporsi
akses terhadap perkreditan nasional tersebut akan semakin kecil
tidak lebih dari 10% jika dilihat dari segi bidang usaha
pertanian.
2.5 Perubahan Sosial dalam lembaga yang terkait dengan Usaha
Tani (oleh Abyan Farhandhitya 135040200111056)Sejak keluarga Pak
Sukar dan Ibu Liani memulai kegiatan usaha taninya dengan membeli
lahan sawah seluas 800m2 pada tahun 2009, karena tidak adanya suatu
lembaga yang berinteraksi dengan kegiatan usaha tani mereka, maka
hingga saat tidak ada perubahan sosial dalam lembaga yang terjadi
di desa Kepuharjo tersebut. Baik kegiatan bagi hasil yang tidak
terlihat, penyuluhan sosial mengenai sarana produksi pertanian yang
hanya dilakukan secara sederhana berupa penyemaian yang dilakukan
sendiri, sistem pengadaan tenaga kerja yang sejak dahulu dilakukan
secara tolong-menolong, pengolahan dan pemasaran yang disalurkan
sendiri, kelompok tani yang tidak memiliki program kerja, tidak
adanya lembaga keuangan ataupun koperasi unit desa di desa tersebut
sejak dahulu tidaklah mengalami perubahan yang berarti.Tidak adanya
perubahan sosial yang terjadi di desa Kepuharjo ini merupakan
akibat dari tidak adanya lembaga sosial yang berinteraksi dengan
suatu komunitas yang ada di daerah tersebut. Seperti apa yang
dikatakan oleh Soerjono Soekanto (2006), lembaga sosial memiliki
peran memberikan pedoman bagi anggota masyarakat, bagaimana mereka
harus bertingkah laku di masyarakat, terutama yang menyangkut
pemenuhan kebutuhan pokok manusia. Dengan ketiadaan lembaga sosial
tersebut, maka bukan hal yang mengejutkan jika tidak terjadi
perubahan sosial di suatu daerah.
2.6 Pengolahan Hasil Pertanian (oleh Abyan Farhandhitya
135040200111056)Menurut bapak Sukar, hasil komoditas pertaniannya
yang berupa padi dirasa tidak perlu dilakukan pengolahan secara
lebih lanjut, karena secara umum mereka melakukan kegiatan usaha
tani bertujuan untuk dijual dalam bentuk gabah dan sisanya untuk
dikonsumsi sendiri.Pola pikir masyarakat yang masih konvensional
dan tidak mau menerima inovasi dan melakukan kegiatan wirausaha ini
tercermin dalam pendapat Raharjo (1999) di mana pada umumnya
masyarakat pedesaan memiliki sifat sederhana dan tertutup ini
sangat mempengaruhi kegiatan usaha tani di daerah tersebut.
BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanBapak Sukar merupakan petani di
daerah Kepuhharjo, Malang. Beliau menggarap lahan pertaniannya
sendiri sejak 5 tahun terakhir, sejak saat itu sawah beliau hanya
ditanami komoditas padi. Komoditas tersebut dipilih karena keuarga
Bapak Sukar masih menganut sistem tradisional dan adat istiadat
dalam bercocok tanam sehingga hasil panennya hanya dikonsumsi
sendiri. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada hari 9 Mei
2014 dapat disimpulkan bahwa : Bapak Sukar merupakan petani di
daerah Kepuhharjo, Malang dan memili lahan sawah seluas 800 m2.
Bapak Sukar merupakan salah satu contoh petani yang masih menganut
sistem tradisional dan adat istiadat dalam mengelola lahan
pertaniannya. Dalam mengelola lahan pertaniannya Bapak Sukar selalu
menanami lahan pertaniannya dengan komoditas padi, karena komoditas
padi lebih menguntungkan dibanding komoditas lain dan dapat
memenuhi kebutuhan pangan keluarga Bapak Sukar. Pengaplikasian
pupuk yang diterapkan berupa kotoran sapi dan pupuk kimia lainnya
yang menunjang usaha pertanian misalnya urea. Hasil produksi
pertanian Bapak Sukar yang berupa padi umumnya hanya dikonsumsi
sendiri dan sebagian kecil dijual tanpa adanya pengolahan hasil
produksi pertanian. 3.2 SaranSemoga pelaksanaan praktikum lapang
sosiologi pertanian kedepannya akan lebih baik lagi dari
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKADariah, A. et al. 2004. Erosi dan Degradasi Lahan
Kering di Indonesia. Bogor: Balittanah Litbang Deptan.Dirman. 1958.
Perundang-undangan Agraria di Seluruh Indonesia. Jakarta: JB.
Volters. Hendayana, Rachmat dan Bustaman, Sjahrul. 2013. Fenomena
Lembaga Keuangan Mikro dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi
Pedesaan. Bogor: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian.Maryati Kun. Suryawati, Juju. 2001. Sosiologi. Jakarta:
Esis.Maryati Kun. Suryawati, Juju. 2006. Sosiologi. Jakarta:
Esis.Prasetijo, Hari. 2009. Studi Pemberdayaan Lembaga Pengelola
Jaringan Irigasi di Tingkat Desa. Malang: Jurusan Teknik Pengairan
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.Rahardjo.1999. Pengantar
Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.Santoso, Apik Budi. 2007. Peluang Kerja Non-Farm di Pedesaan
(Kajian Teoretis Strategi Pengentasan Kemiskinan di Pedesaan).
Jurusan Geografi FIS UNNES.Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi
Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada, Jakarta.Sugihen, Bahreint.
1997. Sosiologi Pedesaan Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.Wahyuni, S. 2000. Pemberdayaan Kelembagaan
Mayarakat Tani Mendukung Percepatan Adopsi dan Keberlanjutan Adopsi
Teknologi Usahatani Lahan Rawa. Makalah disampaikan pada Workshop
Sistem Usahatani Lahan Pasang Surut-ISDP. Bogor: Badang Litbang
Pertanian.
LAMPIRAN DOKUMENTASI