BAB I PENDAHULUAN Orang dengan skizofrenia dapat melihat dunia dengan cara yang berbeda dari orang di sekitar mereka. Mereka bisa mendengar, melihat, menghidu, merasakan hal yang tidak dialami oleh orang lain (halusinasi), misalnya mendengar suara (yang cenderung menjadi halusinasi yang paling umum). Mereka mungkin memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan dalam hal yang tidak benar (delusi), misalnya bahwa orang membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka atau berencana menyakiti mereka. Ketika dunia mereka kadang-kadang tampak menyimpang akibat halusinasi dan delusi, orang dengan skizofrenia dapat merasa takut, cemas dan bingung. Mereka bisa menjadi begitu kacau sehingga mereka dapat merasa takut sendiri dan juga dapat membuat orang di sekitar mereka takut. 1 Skizofrenia terjadi sama pada pria dan perempuan, meskipun biasanya muncul lebih awal pada pria. Usia puncak onset adalah 20-28 tahun untuk laki-laki dan 26-32 tahun untuk perempuan. Onset pada masa kanak-kanak jauh lebih jarang, dibanding pada dewasa atau usia tua. Prevalensi skizofrenia seumur hidup, proporsi individu diperkirakan akan mengalami penyakit tersebut pada setiap saat dalam kehidupan mereka, umumnya diberikan pada 1%. Namun, tinjauan sistematis studi 2002 banyak ditemukan prevalensi seumur hidup pada angka 0,55%. Meskipun kebijaksanaan menerima bahwa skizofrenia terjadi pada 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Orang dengan skizofrenia dapat melihat dunia dengan cara yang berbeda dari
orang di sekitar mereka. Mereka bisa mendengar, melihat, menghidu, merasakan hal
yang tidak dialami oleh orang lain (halusinasi), misalnya mendengar suara (yang
cenderung menjadi halusinasi yang paling umum). Mereka mungkin memiliki
keyakinan yang tak tergoyahkan dalam hal yang tidak benar (delusi), misalnya bahwa
orang membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka atau berencana
menyakiti mereka. Ketika dunia mereka kadang-kadang tampak menyimpang akibat
halusinasi dan delusi, orang dengan skizofrenia dapat merasa takut, cemas dan
bingung. Mereka bisa menjadi begitu kacau sehingga mereka dapat merasa takut
sendiri dan juga dapat membuat orang di sekitar mereka takut.1
Skizofrenia terjadi sama pada pria dan perempuan, meskipun biasanya muncul
lebih awal pada pria. Usia puncak onset adalah 20-28 tahun untuk laki-laki dan 26-32
tahun untuk perempuan. Onset pada masa kanak-kanak jauh lebih jarang, dibanding
pada dewasa atau usia tua. Prevalensi skizofrenia seumur hidup, proporsi individu
diperkirakan akan mengalami penyakit tersebut pada setiap saat dalam kehidupan
mereka, umumnya diberikan pada 1%. Namun, tinjauan sistematis studi 2002 banyak
ditemukan prevalensi seumur hidup pada angka 0,55%. Meskipun kebijaksanaan
menerima bahwa skizofrenia terjadi pada tingkat yang sama di seluruh dunia, tetapi
prevalensinya bervariasi di seluruh dunia, dalam masing-masing negara, dan pada
tingkat lokal dan lingkungan. Salah satu penelitian telah menemukan hubungan antara
yang hidup di lingkungan perkotaan dengan diagnosis skizofrenia. Skizofrenia dikenal
menjadi penyebab utama kecacatan. Dalam sebuah penelitian pada tahun 1999, dari
14 negara, psikosis aktif menduduki peringkat ketiga kondisi paling menonaktifkan
setelah quadriplegia dan demensia.2
Sejumlah obat baru untuk skizofrenia dengan efikasi yang lebih luas untuk
berbagai gejala skizofrenia dan dapat memperbaiki kemampuan berfungsi pasien telah
tersedia sejak 20 tahun terakhir atau lebih. Obat antipsikotik baru ini dikenal sebagai
antipsikotik atipikal, antipsikotik novel atau antipsikotik generasi kedua. Obat ini
tampaknya memiliki lingkup efek yang lebih luas untuk gejala skizofrenia. Obat ini
efektif untuk mengobati gejala positif, seperti halusinasi dan delusi, dan juga dapat
1
membantu dalam mengobati gejala negatif seperti berkurangnya motivasi atau emosi
datar. Obat baru juga tersedia dalam bentuk tablet, cairan dan suntikan jangka pendek
dan jangka panjang (tergantung masing-masing obat).1
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetic, fisik, dan social budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.3
2.2 Epidemiologi Skizofrenia
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada
suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua
persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena
penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang
akan terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta
jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr.
LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada
usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia
biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini
cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.4
Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi
skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2%-2,0%. Di Indonesia angka
prevalensi skizofrenia yang tercatat di Depkes berdasarkan survey di rumah
sakit (1983), antara 0,5%-0,15%, dengan perkiraan bahwa 90% dari penderita
skizofrenia mengalami halusinasi pada saat mereka sakit. Empat besar kasus
penderita yakni klien dengan paranoid sebanyak 359 orang, skizofrenia 290
orang, depresi 286 orang dan gangguan psikologis akut 269 orang. Penderita
3
lainnya mengalami neurosa, epilepsi, gangguan afektif, parafrenia, retardasi
mental, sindrom ketergantungan obat dan lainnya.5
2.3 Etiologi Skizofrenia6,7
2.3.1 Pengaruh Genetik
Kemungkinan bahwa skizofrenia merupakan kondisi kompleks
warisan, dengan beberapa gen mungkin berinteraksi untuk menghasilkan
resiko skizofrenia terpisah atau komponen yang dapat terjadi mengarah
diagnosa. Gen ini akan muncul untuk nonspesifik dimana mereka dapat
menimbulkan resiko gila lainnya. Seperti kekacauan gangguan bipolar.
Duplikasi dari urutan DNA dalam gen (dikenal sebagai menyalin nomor
varian) memungkinkan terjadi peningkatan resiko skizofrenia.
Sekelompok peneliti internasional mengidentifikasi tiga variasi baik
dari DNA yang diperkirakan meningkatkan penyakit skizofrenia, serta
beberapa gen lain yang mempunyai kaitan kuat dengan penyakit ini. David St.
Clair seorang psikiater di University of Aberdeen di Scotlandia mengatakan,
penemuan ini seperti awal dari jaman baru. Begitu peneliti memahami
mekanisme kerja dari proses mutasi, maka obat dan pendekatan baru dapat
dikembangkan.
Dalam penelitian,peneliti menganalisa gen dari 6.000-10.000 orang
dari seluruh dunia yang separuhnya menderita skizofrenia. Mereka
menemukan 1 mutasi pada kromosom 1,dua pada kromosom 15 dan
menetapkan suatu jenis gen yang terkait dengan kondisi skizofrenia pada
kromosom 22. Perubahan ini dapat meningkatkan resiko berkembangnya
skizofrenia hingga 15 kali lipat.
2.3.2 Faktor Biologis
1. Hipotesis Dopamin
Gejala skizofrenia merupakan hasil dari peningkatan aktifitas
dopamine pada system limbic (gejala positif) dan penurunan aktifitas
dopamine (gejala negatif). Patologi dopamine ini bisa karena abnormalitas
jumlah reseptor atau sensitifitasnya, atau abnormalitas pelepasan
dopamine (terlalu banyak atau terlalu sedikit).
2. Hipotesis Norepinefrin
Peningkatan level norepinefrin pada skizofrenia menyebabkan
4
peningkatan sensitisasi masukan sensorik.
3. Hipotesis GABA
Penurunan aktifitas GABA menyebabkan peningkatan aktifitas
dopamine.
4. Hipotesis Serotonin
Metabolisme serotonin tampaknya tidak normal pada beberapa
pasien skizofrenia, dengan dilaporkannya hiperserotoninemia ataupun
hiposerotoninemia. Secara spesifik, antagonis dari reseptor serotonin 5-
HT2 ditegaskan memiliki peran penting dalam mengurangi gejala psikotik
dan dalam melawan perkembangan dari gangguan gerak yang
berhubungan dengan antagonis D2.
5. Halusinogen
Diperkirakan beberapa endogenous amines bertindak bertindak
sebagai substrat untuk abnormalitas methylation, yang dihasilkan dalam
endogenous hallucinogens. Hipotesis ini tidak didukung oleh data yang
akurat.
6. Hipotesis Glutamat
Penurunan fungsi dari glutamat reseptor N-methyl-D-aspartate
(NMDA) diteorikan dalam menyebabkan gejala positif ataupun negatif
dari skizofrenia.
7. Teori Neurodevelopmental dan Neurodegeneratif
Angka kejadian untuk abnormalitas migrasi neuronal terjadi selama
trimester ke dua dari perkembangan janin. Teori dari abnormalitas fungsi
neuron pada orang dewasa merujuk kepada gejala-gejala emergency.
Reseptor glutamat yang memediasi kematian sel mungkin terjadi. Semua
ini dapat menjelaskan kematian sel tanpa gliosis yang terlihat pada
skizofrenia, dan perjalanan progresif penyakit ini pada beberapa pasien.
2.3.3 Faktor Psikososial
Skizofrenia ditinjau dari factor psikososial sangat dipengaruhi oleh
faktor keluarga dan stressor psikososial. Pasien yang keluarganya memiliki
emosi ekspresi yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada pasien
yang berasal dari keluarga berkspresi yang rendah. EE didefinisikan sebagai
perilaku yang intrusive, terlihat berlebihan, kejam dan kritis. Disamping itu,
stress psikologik dan lingkungan paling mungkin mencetuskan dekompensasi
5
psikotik yang lebih terkontrol. Di Negara industri sejumlah pasien skizofrenia
berada dalam kelompok sosio ekonomi rendah. Pengamatan tersebut telah
dijelaskan oleh hipotesis pergeseran ke bawah (Downward drift hypothesis),
yang menyatakan bahwa orang yang terkena bergeser ke kelompok
sosioekonomi rendah karena penyakitnya. Suatu penjelasan alternative adalah
hipotesis akibat sosial,yang menyatakan stress yang dialami oleh anggota
kelompok sosioekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari
skizofenia di setiap kultur berbeda tergantung dari bagaim ana penyakit mental
diterima di dalam kultur, sifat peranan pasien, tersedianya sistem pendukung
sosial dan keluarga, dan kompleksitas komunikasi sosial.
2.3.4 Teori Infeksi
Angka kejadian dari penyebab virus meliputi perubahan neuropatologi
karena infeksi: gliosis, glial scaring, dan antivirus antibody dalam CSF serum
pada beberapa pasien skizofrenia.
2.4 Gejala Skizofrenia8
Seperti halnya berbagai macam penyakit, skizofrenia pun memiliki
gejala-gejala awal. Berikut ini adalah beberapa indikator premorbid (pra-sakit)
pre-skizofrenia:
- Ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang
tersenyum, acuh tak acuh.
- Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah,
kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial).
- Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan,
atau memindahkan atensi.
- Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial,
tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas,
mengganggu dan tak disiplin.
Pada umumnya gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua
kelompok berikut:
1. Gejala-gejala Positif
Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang
dapat diamati oleh orang lain. Yang termasuk dalam gejala ini antara lain
6
adalah halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif).
2. Gejala-gejala Negatif
Gejala-gejala ini disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri
khas atau fungsi normal seseorang. Yang termasuk dalam gejala-gejala ini
antara lain adalah kurang atau tidak mampu menampakkan/
mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan
untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi
dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita Skizofrenia atau
penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan Skizofrenia pada kelompok ini
sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom
Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic
Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau Skizofrenia
pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater
atau psikolog yang bersangkutan.
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan
faktor predisposisi skizofrenia, yaitu:
- Gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap
semua orang sebagai musuh.
- Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap
hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri.
- Gangguan skizotipal yaitu perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek
sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada
perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak
terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet
atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan
inkoheren.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti
berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk
munculnya gejala skizofrenia, misalnya tekanan (stresor) lingkungan dan
faktor genetik ataupun penggunaan yang salah pada beberapa jenis obat-
obatan terlarang.
Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 (tiga) fase
7
berikut ini:
1. Fase Prodromal
Pada fase ini biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya
bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala pada fase ini meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi
sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-
perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan
teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin
lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
2. Fase Aktif
Pada fase ini, gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir
semua individu datang berobat pada fase ini. Bila tidak mendapat pengobatan,
gejala-gejala tersebut dapat hilang secara spontan tetapi suatu saat mengalami
eksaserbasi (terus bertahan dan tidak dapat disembuhkan). Fase aktif akan
diikuti oleh fase residual.
3. Fase Residual
Fase ini memiliki gejala-gejala yang sama dengan Fase Prodromal
tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala
yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami
gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan
peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).
2.5 Diagnosis Skizofrenia3
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) - “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar (withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
8
(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan
khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor;
(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
9
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja
social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.
Perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasikan menggunakan
kode lima karakter berikut:
F20.x0 Berkelanjutan
F20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
F20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
F20.x3 Episodik berulang
F20.x4 Remisi tak sempurna
F20.x5 Remisi sempurna
F20.x8 Lainnya
F20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun
2.6 Klasifikasi Skizofrenia3,4,10
2.6.1 Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada
pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka
mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai
akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social
yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan
ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi
yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
10
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga,
berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan
atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat
menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.
Pedoman Diagnostik
· Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
· Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal
berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
· Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
2.6.2 Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)
Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga disorganised,
permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja
atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.
Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak sekali.
Pedoman Diagnostik
· Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
· Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada
usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
11
· Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan
senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk
menentukan diagnosis.
· Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya
diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,
untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang
benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,
serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh
sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.
· Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan
proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin
ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary
delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan
yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya,
makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
2.6.3 Skizofrenia Katatonik (F20.2)
Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya
pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
12
katatonik atau stupor katatonik.
Stupor Katatonik
Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian
sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal.
Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan
stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.
Gaduh Gelisah Katatonik
Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik,
tapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi
oleh rangsangan dari luar.
Pedoman Diagnostik
· Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
· Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau
aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau
pergerakkan kearah yang berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan
secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata
serta kalimat-kalimat.
· Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda
13
sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala
lain.
· Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan
obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
2.6.4 Skizofrenia Tak Terinci (F20.3)
Seringkali pasien skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan
pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut
PPDGJ III yaitu:
· Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
· Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik.
· Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skizofrenia.
2.6.5 Depresi Pasca-skizofrenia (F20.4)
· Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun
waktu paling sedikit 2 minggu.
· Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas
dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia
yang sesuai.
2.6.6 Skizofrenia Residual (F20.5)
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang
terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan
lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain
simpleks, skizofrenia lainnya, dan skizofrenia YTT.
Gejala karakteristik skizofrenia meliputi gejala positif, gejala negatif, dan juga
gejala-gejala karakteristik lainnya. Diagnosis banding skizofrenia adalah: gangguan
mood, gangguan kepribadian, gangguan psikotik lainnya, dan gangguan psikotik
sekunder dan akibat obat.Penatalaksanaan skizofrenia meliputi medikamentosa,
elektrokonvulsif terapi, dan psikoterapi.
Obat-obatan yang digunakan merupakan obat antipsikotik tipikal dan atipikal.
Antipsikotik tipikal efektif untuk mengatasi gejala positif, sedangkan antipsikotik
atipikal efektif untuk mengatasi gejala negatif. Prognosis untuk penyakit skizofrenia
tergantung dari berbagai factor, antara lain onset, factor pencetus, riwayat keluarga,
system pendukung, gejala, riwayat sosial, seksual, dan lain-lain.
Daftar pustaka
26
1. Anonim. Mengenal Skizofrenia. [Online] http://www.skizofrenia.co.id/content/mengenai-skizofrenia (diunduh pada tanggal 2 Agustus 2012).
2. Anonim. Skizofrenia. [Online] http://www.news-medical.net/health/Schizophrenia-(Indonesian).aspx (diunduh pada tanggal 2 Agustus 2012).
3. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
4. Anonim. 2009. Skizofrenia. [Online] http://yumizone.wordpress.com/2009/01/10/skizofrenia/ (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).
5. Mulyana Sari, Eka. 2008. Perubahan Kemampuan Kognitif Klien Skizofrenia Setelah Diberikan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. [Online] http://etd.eprints.ums.ac.id/892/1/J210040012.pdf (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).
6. Anonim. 2011. Faktor-faktor Penyebab Skizofrenia. [Online] http://abnormalpsychologyschizophrenia.blogspot.com/2011/08/faktor-faktor-penyebab-skizofrenia.html (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).
7. Sadock, Bejamin J. 2001. Kaplan & Sadock’s: Pocket Handbook of Clinical Psychiatry 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
8. Phi-D. 2011. Gejala Skizofrenia. [Online] http://www.vdshared.com/kesehatan/34-dunia-manusia/110-gejala-skizofrenia.html (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).
9. Phi-D. 2011. Jenis-jenis Skizofrenia. [Online] http://www.vdshared.com/kesehatan/34-dunia-manusia/111-jenis-jenis-skizofrenia.html (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).
10. Anonim. 2011. Penatalaksanaan Skizofrenia. [Online] http://shafamedica.wordpress.com/2011/12/17/penatalaksanaan-skizofrenia/ (diunduh pada tanggal 5 Agustus 2012).
11. Anonim. Schizophrenia. [Online] http://medicastore.com/penyakit/3013/Schizophrenia.html (diunduh pada tanggal 5 Agustus 2012).
12. Maslim. R. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi 3. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.