Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Orang dengan skizofrenia dapat melihat dunia dengan cara yang berbeda dari orang di sekitar mereka. Mereka bisa mendengar, melihat, menghidu, merasakan hal yang tidak dialami oleh orang lain (halusinasi), misalnya mendengar suara (yang cenderung menjadi halusinasi yang paling umum). Mereka mungkin memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan dalam hal yang tidak benar (delusi), misalnya bahwa orang membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka atau berencana menyakiti mereka. Ketika dunia mereka kadang-kadang tampak menyimpang akibat halusinasi dan delusi, orang dengan skizofrenia dapat merasa takut, cemas dan bingung. Mereka bisa menjadi begitu kacau sehingga mereka dapat merasa takut sendiri dan juga dapat membuat orang di sekitar mereka takut. 1 Skizofrenia terjadi sama pada pria dan perempuan, meskipun biasanya muncul lebih awal pada pria. Usia puncak onset adalah 20-28 tahun untuk laki-laki dan 26-32 tahun untuk perempuan. Onset pada masa kanak-kanak jauh lebih jarang, dibanding pada dewasa atau usia tua. Prevalensi skizofrenia seumur hidup, proporsi individu diperkirakan akan mengalami penyakit tersebut pada setiap saat dalam kehidupan mereka, umumnya diberikan pada 1%. Namun, tinjauan sistematis studi 2002 banyak ditemukan prevalensi seumur hidup pada angka 0,55%. Meskipun kebijaksanaan menerima bahwa skizofrenia terjadi pada 1
44

skizofrenia

Aug 10, 2015

Download

Documents

skizofrenia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: skizofrenia

BAB I

PENDAHULUAN

Orang dengan skizofrenia dapat melihat dunia dengan cara yang berbeda dari

orang di sekitar mereka. Mereka bisa mendengar, melihat, menghidu, merasakan hal

yang tidak dialami oleh orang lain (halusinasi), misalnya mendengar suara (yang

cenderung menjadi halusinasi yang paling umum). Mereka mungkin memiliki

keyakinan yang tak tergoyahkan dalam hal yang tidak benar (delusi), misalnya bahwa

orang membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka atau berencana

menyakiti mereka. Ketika dunia mereka kadang-kadang tampak menyimpang akibat

halusinasi dan delusi, orang dengan skizofrenia dapat merasa takut, cemas dan

bingung. Mereka bisa menjadi begitu kacau sehingga mereka dapat merasa takut

sendiri dan juga dapat membuat orang di sekitar mereka takut.1

Skizofrenia terjadi sama pada pria dan perempuan, meskipun biasanya muncul

lebih awal pada pria. Usia puncak onset adalah 20-28 tahun untuk laki-laki dan 26-32

tahun untuk perempuan. Onset pada masa kanak-kanak jauh lebih jarang, dibanding

pada dewasa atau usia tua. Prevalensi skizofrenia seumur hidup, proporsi individu

diperkirakan akan mengalami penyakit tersebut pada setiap saat dalam kehidupan

mereka, umumnya diberikan pada 1%. Namun, tinjauan sistematis studi 2002 banyak

ditemukan prevalensi seumur hidup pada angka 0,55%. Meskipun kebijaksanaan

menerima bahwa skizofrenia terjadi pada tingkat yang sama di seluruh dunia, tetapi

prevalensinya bervariasi di seluruh dunia, dalam masing-masing negara, dan pada

tingkat lokal dan lingkungan. Salah satu penelitian telah menemukan hubungan antara

yang hidup di lingkungan perkotaan dengan diagnosis skizofrenia. Skizofrenia dikenal

menjadi penyebab utama kecacatan. Dalam sebuah penelitian pada tahun 1999, dari

14 negara, psikosis aktif menduduki peringkat ketiga kondisi paling menonaktifkan

setelah quadriplegia dan demensia.2

Sejumlah obat baru untuk skizofrenia dengan efikasi yang lebih luas untuk

berbagai gejala skizofrenia dan dapat memperbaiki kemampuan berfungsi pasien telah

tersedia sejak 20 tahun terakhir atau lebih. Obat antipsikotik baru ini dikenal sebagai

antipsikotik atipikal, antipsikotik novel atau antipsikotik generasi kedua. Obat ini

tampaknya memiliki lingkup efek yang lebih luas untuk gejala skizofrenia. Obat ini

efektif untuk mengobati gejala positif, seperti halusinasi dan delusi, dan juga dapat

1

Page 2: skizofrenia

membantu dalam mengobati gejala negatif seperti berkurangnya motivasi atau emosi

datar. Obat baru juga tersedia dalam bentuk tablet, cairan dan suntikan jangka pendek

dan jangka panjang (tergantung masing-masing obat).1

2

Page 3: skizofrenia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab

(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis

atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetic, fisik, dan social budaya.

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan

karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar

(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear

consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,

walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.3

2.2 Epidemiologi Skizofrenia

Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada

suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua

persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena

penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang

akan terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta

jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr.

LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.

Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada

usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia

biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini

cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.4

Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi

skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2%-2,0%. Di Indonesia angka

prevalensi skizofrenia yang tercatat di Depkes berdasarkan survey di rumah

sakit (1983), antara 0,5%-0,15%, dengan perkiraan bahwa 90% dari penderita

skizofrenia mengalami halusinasi pada saat mereka sakit. Empat besar kasus

penderita yakni klien dengan paranoid sebanyak 359 orang, skizofrenia 290

orang, depresi 286 orang dan gangguan psikologis akut 269 orang. Penderita

3

Page 4: skizofrenia

lainnya mengalami neurosa, epilepsi, gangguan afektif, parafrenia, retardasi

mental, sindrom ketergantungan obat dan lainnya.5

2.3 Etiologi Skizofrenia6,7

2.3.1 Pengaruh Genetik

Kemungkinan bahwa skizofrenia merupakan kondisi kompleks

warisan, dengan beberapa gen mungkin berinteraksi untuk menghasilkan

resiko skizofrenia terpisah atau komponen yang dapat terjadi mengarah

diagnosa. Gen ini akan muncul untuk nonspesifik dimana mereka dapat

menimbulkan resiko gila lainnya. Seperti kekacauan gangguan bipolar.

Duplikasi dari urutan DNA dalam gen (dikenal sebagai menyalin nomor

varian) memungkinkan terjadi peningkatan resiko skizofrenia.

Sekelompok peneliti internasional mengidentifikasi tiga variasi baik

dari DNA yang diperkirakan meningkatkan penyakit skizofrenia, serta

beberapa gen lain yang mempunyai kaitan kuat dengan penyakit ini. David St.

Clair seorang psikiater di University of Aberdeen di Scotlandia mengatakan,

penemuan ini seperti awal dari jaman baru. Begitu peneliti memahami

mekanisme kerja dari proses mutasi, maka obat dan pendekatan baru dapat

dikembangkan.

  Dalam penelitian,peneliti menganalisa gen dari 6.000-10.000 orang

dari seluruh dunia yang separuhnya menderita skizofrenia. Mereka

menemukan 1 mutasi pada kromosom 1,dua pada kromosom 15 dan

menetapkan suatu jenis gen yang terkait dengan kondisi skizofrenia pada

kromosom 22. Perubahan ini dapat meningkatkan resiko berkembangnya

skizofrenia hingga 15 kali lipat.

2.3.2 Faktor Biologis

1. Hipotesis Dopamin

Gejala skizofrenia merupakan hasil dari peningkatan aktifitas

dopamine pada system limbic (gejala positif) dan penurunan aktifitas

dopamine (gejala negatif). Patologi dopamine ini bisa karena abnormalitas

jumlah reseptor atau sensitifitasnya, atau abnormalitas pelepasan

dopamine (terlalu banyak atau terlalu sedikit).

2. Hipotesis Norepinefrin

Peningkatan level norepinefrin pada skizofrenia menyebabkan

4

Page 5: skizofrenia

peningkatan sensitisasi masukan sensorik.

3. Hipotesis GABA

Penurunan aktifitas GABA menyebabkan peningkatan aktifitas

dopamine.

4. Hipotesis Serotonin

Metabolisme serotonin tampaknya tidak normal pada beberapa

pasien skizofrenia, dengan dilaporkannya hiperserotoninemia ataupun

hiposerotoninemia. Secara spesifik, antagonis dari reseptor serotonin 5-

HT2 ditegaskan memiliki peran penting dalam mengurangi gejala psikotik

dan dalam melawan perkembangan dari gangguan gerak yang

berhubungan dengan antagonis D2.

5. Halusinogen

Diperkirakan beberapa endogenous amines bertindak bertindak

sebagai substrat untuk abnormalitas methylation, yang dihasilkan dalam

endogenous hallucinogens. Hipotesis ini tidak didukung oleh data yang

akurat.

6. Hipotesis Glutamat

Penurunan fungsi dari glutamat reseptor N-methyl-D-aspartate

(NMDA) diteorikan dalam menyebabkan gejala positif ataupun negatif

dari skizofrenia.

7. Teori Neurodevelopmental dan Neurodegeneratif

Angka kejadian untuk abnormalitas migrasi neuronal terjadi selama

trimester ke dua dari perkembangan janin. Teori dari abnormalitas fungsi

neuron pada orang dewasa merujuk kepada gejala-gejala emergency.

Reseptor glutamat yang memediasi kematian sel mungkin terjadi. Semua

ini dapat menjelaskan kematian sel tanpa gliosis yang terlihat pada

skizofrenia, dan perjalanan progresif penyakit ini pada beberapa pasien.

2.3.3 Faktor Psikososial

Skizofrenia ditinjau dari factor psikososial sangat dipengaruhi oleh

faktor keluarga dan stressor psikososial. Pasien yang keluarganya memiliki

emosi ekspresi yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada pasien

yang berasal dari keluarga berkspresi yang rendah. EE didefinisikan sebagai

perilaku yang intrusive, terlihat berlebihan, kejam dan kritis. Disamping itu,

stress psikologik dan lingkungan paling mungkin mencetuskan dekompensasi

5

Page 6: skizofrenia

psikotik yang lebih terkontrol. Di Negara industri sejumlah pasien skizofrenia

berada dalam kelompok sosio ekonomi rendah. Pengamatan tersebut telah

dijelaskan oleh hipotesis pergeseran ke bawah (Downward drift hypothesis),

yang menyatakan bahwa orang yang terkena bergeser ke kelompok

sosioekonomi rendah karena penyakitnya. Suatu penjelasan alternative adalah

hipotesis akibat sosial,yang menyatakan stress yang dialami oleh anggota

kelompok sosioekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.

    Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari

skizofenia di setiap kultur berbeda tergantung dari bagaim ana penyakit mental

diterima di dalam kultur, sifat peranan pasien, tersedianya sistem pendukung

sosial dan keluarga, dan kompleksitas komunikasi sosial. 

2.3.4 Teori Infeksi

Angka kejadian dari penyebab virus meliputi perubahan neuropatologi

karena infeksi: gliosis, glial scaring, dan antivirus antibody dalam CSF serum

pada beberapa pasien skizofrenia.

2.4 Gejala Skizofrenia8

Seperti halnya berbagai macam penyakit, skizofrenia pun memiliki

gejala-gejala awal. Berikut ini adalah beberapa indikator premorbid (pra-sakit)

pre-skizofrenia:

- Ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang

tersenyum, acuh tak acuh.

- Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah,

kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial).

- Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan,

atau memindahkan atensi.

- Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial,

tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas,

mengganggu dan tak disiplin.

Pada umumnya gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua

kelompok berikut:

1. Gejala-gejala Positif

Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang

dapat diamati oleh orang lain. Yang termasuk dalam gejala ini antara lain

6

Page 7: skizofrenia

adalah halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif).

2. Gejala-gejala Negatif

Gejala-gejala ini disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri

khas atau fungsi normal seseorang. Yang termasuk dalam gejala-gejala ini

antara lain adalah kurang atau tidak mampu menampakkan/

mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan

untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi

dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).

Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita Skizofrenia atau

penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan Skizofrenia pada kelompok ini

sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom

Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic

Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau Skizofrenia

pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater

atau psikolog yang bersangkutan.

Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan

faktor predisposisi skizofrenia, yaitu:

- Gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap

semua orang sebagai musuh.

- Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap

hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri.

- Gangguan skizotipal yaitu perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek

sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada

perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak

terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet

atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan

inkoheren.

Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti

berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk

munculnya gejala skizofrenia, misalnya tekanan (stresor) lingkungan dan

faktor genetik ataupun penggunaan yang salah pada beberapa jenis obat-

obatan terlarang.

Gambaran Klinis

Perjalanan penyakit skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 (tiga) fase

7

Page 8: skizofrenia

berikut ini:

1.   Fase Prodromal

Pada fase ini biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya

bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik

menjadi jelas. Gejala pada fase ini meliputi: hendaya fungsi pekerjaan, fungsi

sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-

perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan

teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin

lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.

2.   Fase Aktif

Pada fase ini, gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku

katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir

semua individu datang berobat pada fase ini. Bila tidak mendapat pengobatan,

gejala-gejala tersebut dapat hilang secara spontan tetapi suatu saat mengalami

eksaserbasi (terus bertahan dan tidak dapat disembuhkan). Fase aktif akan

diikuti oleh fase residual.

3.   Fase Residual

Fase ini memiliki gejala-gejala yang sama dengan Fase Prodromal

tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala

yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami

gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan

peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).

2.5 Diagnosis Skizofrenia3

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :

(a) - “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

sama, namun kulitasnya berbeda; atau

- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk

kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu

dari luar (withdrawal); dan

- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya;

8

Page 9: skizofrenia

(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah

terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke

pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan

khusus);

- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

(c) Halusinasi auditorik :

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku

pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai

suara yang berbicara), atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan

agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia

biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan

makhluk asing dari dunia lain).

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-

valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;

(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan

stupor;

(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan

9

Page 10: skizofrenia

respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja

social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh

depresi atau medikasi neuroleptika;

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodromal).

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal

behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,

tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),

dan penarikan diri secara sosial.

Perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasikan menggunakan

kode lima karakter berikut:

F20.x0 Berkelanjutan

F20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif

F20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil

F20.x3 Episodik berulang

F20.x4 Remisi tak sempurna

F20.x5 Remisi sempurna

F20.x8 Lainnya

F20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun

2.6 Klasifikasi Skizofrenia3,4,10

2.6.1 Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada

pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka

mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai

akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social

yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan

ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan

terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi

yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan

perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.

10

Page 11: skizofrenia

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga,

berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan

atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat

menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.

Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis

mereka dan tetap intak.

Pedoman Diagnostik

· Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia

· Sebagai tambahan :

Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal

berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.

(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat

seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual

mungkin ada tetapi jarang menonjol.

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan

keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang

paling khas.

· Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala

katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.

2.6.2 Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)

Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga disorganised,

permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja

atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan

proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.

Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering

terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak sekali.

Pedoman Diagnostik

· Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

· Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada

usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).

11

Page 12: skizofrenia

· Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan

senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk

menentukan diagnosis.

· Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya

diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,

untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang

benar bertahan :

- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,

serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri

(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa

perasaan;

- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),

sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri

(self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh

sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),

mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan

hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated

phrases);

- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak

menentu (rambling) serta inkoheren.

· Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan

proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin

ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary

delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan

yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,

sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu

perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of

purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat

dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya,

makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

2.6.3 Skizofrenia Katatonik (F20.2)

Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya

pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering

didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah

12

Page 13: skizofrenia

katatonik atau stupor katatonik.

Stupor Katatonik

Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian

sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal.

Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan

stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.

Gaduh Gelisah Katatonik

Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik,

tapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi

oleh rangsangan dari luar.

Pedoman Diagnostik

· Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

· Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran

klinisnya :

(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan

dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak

berbicara):

(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,

yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau

aneh);

(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif

terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau

pergerakkan kearah yang berlawanan);

(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan

upaya menggerakkan dirinya);

(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota

gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan

secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata

serta kalimat-kalimat.

· Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari

gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda

13

Page 14: skizofrenia

sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala

lain.

· Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan

petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat

dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan

obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

2.6.4 Skizofrenia Tak Terinci (F20.3)

Seringkali pasien skizofrenik tidak dapat dengan mudah

dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan

pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut

PPDGJ III yaitu:

· Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

· Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,

hebefrenik, atau katatonik.

· Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi

pasca skizofrenia.

2.6.5 Depresi Pasca-skizofrenia (F20.4)

· Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria

diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi

mendominasi gambaran klinisnya); dan

(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling

sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun

waktu paling sedikit 2 minggu.

· Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis

menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas

dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia

yang sesuai.

2.6.6 Skizofrenia Residual (F20.5)

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang

terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan

lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain

skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku

14

Page 15: skizofrenia

eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan

adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi

ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek

yang kuat.

Pedoman Diagnostik

· Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini

harus dipenuhi semua :

(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya

perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang

menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam

kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk

seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan

posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;

(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa

lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;

(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana

intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan

halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul

sindrom “negative” dari skizofrenia;

(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik

lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan

disabilitas negative tersebut.

2.6.7 Skizofrenia Simpleks (F20.6)

Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa

pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi

dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar

ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini

timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita

mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari

pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau

pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang

yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau

penjahat.

Pedoman Diagnostik

15

Page 16: skizofrenia

· Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena

tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan

dan progresif dari :

- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului

riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode

psikotik, dan

- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang

bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,

tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara

sosial.

· Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe

skizofrenia lainnya.

2.6.8 Skizofrenia Lainnya (F20.8)

2.6.9 Skizofrenia YTT (F20.9)

2.7 Perjalanan Penyakit4

Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa

premorbid. Biasanya simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian

diikuti dengan berkembangnya simtom prodormal dalam kurun waktu

beberapa hari sampai beberapa bulan. Adanya perubahan social /

lingkungan dapat memicu munculnya simtom gangguan. Masa prodormal

ini bisa langsung sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul simtom

psikotik yang terlihat.

Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan

remisi. Setelah sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi

normal untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus

dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami

kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami

deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh.

Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi, dan ini bisa

berlangsung seumur hidup. Seiring dengan berjalannya waktu, simtom

positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan simtom negative

relative sulit hilang bahkan bertambah parah.

Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah

16

Page 17: skizofrenia

Mempunyai anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika

salah satu orang tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita

skizofrenia, kesulitan pada waktu persalinan yang mungkin menyebabkan

trauma pada otak, terdapat penyimpangan dalam perkembangan

kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu, menarik diri,

tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut, proses

berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua

denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan bola

mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin,

kanabis, kokain, Mempunyai riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan

vasomotor, gangguan pola tidur, control suhu tubuh yang jelek dan tonus

otot yang jelek.

2.8 Penatalaksanaan Skizofrenia7,10,12

2.8.1 Medikamentosa

Obat-obatan anti-psikotik meliputi dopamine reseptor antagonis

dan serotonin-dopamin antagonis, seperti risperidon (Risperdal) dan

clozapine (Clozaril).

1. Obat Pilihan

a. Dopamin reseptor antagonis (tipikal antipsikotik)

Efektif untuk mengobati gejala-gejala positif pada skizofrenia.

Dapat menimbulkan efek samping berupa gejala

ekstrapiramidal, terutama pada penggunaan haloperidol.

b. Serotonin-dopamin antagonis (atipikal antipsikotik)

Efektif untuk mengobati gejala-gejala negatif pada skizofrenia.

Memiliki efek samping gejala ekstrapiramidal yang minimal,

terutama clozapine.

2. Dosis

Untuk gejala psikotik akut, pemberian obat diberikan selama 4-6

minggu, atau lebih pada kasus yang kronis. Dosis untuk terapi

tipikal adalah 4-6 minggu risperidone per hari, 10-20 mg

olanzapine (Zyprexa) per hari, dan 6-20 mg haloperidol per hari.

3. Maintenance

Skizofrenia merupakan penyakit kronis, dan pemberian terapi

17

Page 18: skizofrenia

jangka panjang sangat dibutuhkan terutama untuk mencegah

kekambuhan. Apabila keadaan pasien sudah stabil selama 1 tahun,

maka dosis pemberian obat dapat diturunkan secara perlahan,

sekitar 10-20% per bulan. Selama penurunan dosis, pasien dan

keluarga pasien diberikan edukasi agar melaporkan bisa terjadi

kekambuhan, termasuk insomnia, kecemasan, withdrawal, dan

kebiasaan yang aneh.

4. Obat lainnya

Apabila pengobatan standart dengan antipsikotik tidak berhasil,

beberapa obat lainnya telah dilaporkan dapat meningkatan

keefektifan pengobatan. Penambahan lithium dapat meningkatkan

keefektifan pengobatan pada sebagian besar pasien. propanolol

(Inderal), benzodiazepine, asam valproat (Depakene) atau

divalproex (Depakote), dan carbamazepine (Tegretol) telah

dilaporkan dapat meningkatkan keefektifan pengobatan pada

beberapa kasus.

2.8.2 Terapi Elektrokonvulsif

Terapi Elektrokonvulsif disingkat ECT juga dikenal sebagai

terapi elektroshock. ECT telah menjadi pokok perdebatan dan

keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. Di masa lalu ECT ini

digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa,

termasuk schizophrenia. Namun terapi ini tidak membuahkan hasil

yang bermanfaat. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi

dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan

pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik

dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara,

serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan

setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai

serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik.

Namun, sekarang ECT sudah tidak begitu menyakitkan. Pasien

diberi obat bius ringan dan kemudian disuntik dengan penenang otot.

Aliran listrik yang sangat lemah dialirkan ke otak melalui kedua

pelipisatau pada pelipis yang mengandung belahan otak yang tidak

dominan. Hanya aliran ringan yang dibutuhkan untuk menghasilkan

18

Page 19: skizofrenia

serangan otak yang diberikan, karena serangan itu sendiri yang bersifat

terapis, bukan aliran listriknya. Penenang otot mencegah terjadinya

kekejangan otot tubuh dan kemungkinan luka. Pasien bangun beberapa

menit dan tidak ingat apa-apa tentang pengobatan yang dilakukan.

Kerancuan pikiran dan hilang ingatan tidak terjadi, terutama bila aliran

listrik hanya diberikan kepada belahan otak yang tidak dominan

(nondominan hemisphere).

Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia

katatonik dan bagi pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat

menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah

pemberian antipsikotik.Kontra indikasi Elektrokonvulsif terapi adalah

Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan

bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien

dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah

tumor otak.

2.8.3 Psikoterapi

Gejala-gejala gangguan schizophrenia yang kronik telah

membuat situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit

Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Para psikiater dan

petugas kesehatan terkondisi untuk menangani schizophrenia dengan

obat saja selain terapi kejang listrik (ECT). Psikoterapi suportif, terapi

kelompok, maupun terapi perilaku hampir tidak pernah dilakukan,

karena dianggap tidak akan banyak manfaatnya. Wawancara tatap

muka yang rutin dengan pasien jarang dilakukan.

Psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa

dengan cara psikologis. beberapa pakar psikoterapi beranggapan

bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu atas

motif dan konflik yang tidak disadari.

1) Terapi Psikoanalisa

Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep

Freud. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik

yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya

untuk mengendalikan kecemasannya. Hal yang paling penting pada

terapi ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita.

19

Page 20: skizofrenia

Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita schizophrenia sedang

tidak “kambuh”. Macam terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan,

adalah Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk

membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang

ada dalam pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran. Pada

teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks

baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita

dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien harus

mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal.

Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan

segala macam pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan

penderita mengalami blocking, maka hal itu merupakan manifestasi

dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa

dorongan vital seperti sexual dan agresi. Repressi terhadap dorongan

agresi menyangkut figur otorotas yang selalu diwakili oleh father dan

mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu bentuk

intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat

dari blocking tersebut, maka integrasi kepribadian menjadi tidak baik,

karena ada tekanan ego yang sangat besar.

Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi

bebas, maka penderita akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya

dapat menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu terjadi

blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya

lebih proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses

penurunan ketegangan dan penderita lebih toleran terhadap konflik

yang dialaminya.

Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita

diberi kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic

events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut

dengan moment chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk

mengeluarkan uneg-uneg yang ia rasakan, sehingga terjadi redusir

terhadap pelibatan emosi dalam menyelesaikan masalah yang

dialaminya. Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses

transference, yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan

20

Page 21: skizofrenia

therapist sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya

menimbulkan masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference,

yaitu transference positif, yaitu apabila therapist menggantikan figur

yang disukai oleh penderita, transference negatif, yaitu therapist

menggantikan figur yang dibenci oleh penderita.

2) Terapi Perilaku (Behavioristik)

Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip

pengkondisian klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan dengan

perilaku nyata. Para terpist mencoba menentukan stimulus yang

mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan

atau mempertahankan perilaku itu.

Akhir-akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh

variabel kognitif pada perilaku (misalnya, pemikiran individu tentang

situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu)

dan telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabel semacam itu

dengan prosedur yang khusus ditujukan pada perilaku tersebut. Pada

kongres psikiatri di Malaysia tahun 2000 ini, cognitif behavior therapy

untuk pasien schizophrenia ditampilkan pakar psikiatri dari Amerika

maupun dari Malaysia sendiri. Ternyata, terdapat hasil yang cukup

baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan menggunakan cognitif

behavior therapy tersebut. Rupanya ada gelombang besar optimisme

akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih

komprehensif ini.

Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara

langsung membentuk dan mengembangkan perilaku penderita

schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk

kembali berperan dalam masyarakat. Paul dan Lentz menggunakan dua

bentuk program psikososial untuk meningkatkan fungsi kemandirian.

a. Social Learning Program

Social learning program menolong penderita skizofrenia

untuk mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai. Program ini

menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk

menguatkan perilaku dengan memberikan tanda tertentu

(token) bila penderita berhasil melakukan suatu perilaku

21

Page 22: skizofrenia

tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward),

seperti makanan atau hak-hak tertentu.Program lainnya adalah

millieu program atau terapi komunitas. Dalam program ini,

penderita dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang

mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu. Mereka

dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan saling

membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan

masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini

berusaha memasukkan penderita schizophrenia dalam proses

perkembangan untuk mempersiapkan mereka dalam peran

sosial yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh

penderitan dan staf pembimbing.Dalam penelitian, social

learning program mempunyai hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan

millieu program. Persoalan yang muncul dalam terapi ini

adalah identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif.

Tidak jelas apakah penguatan dengan tanda (token) ataukan

faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan perilaku; dan

apakah program penguatan dengan tanda tersebut membantu

perubahan perilaku hanya selama tanda diberikan atau hanya

dalam lingkungan perawatan.

b. Social Skills Training

Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau

keahlian sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat

membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat. Social Skills

Training menggunakan latihan bermainsandiwara. Para

penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-situasi

tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang

sebenarnya. Bentuk terapi seperti ini sering digunakan dalam

panti-panti rehabilitasin psikososial untuk membantu penderita

agar bisa kembali berperan dalam masyarakat. Mereka dibantu

dan didukung untuk melaksanakan tugas-tugas harian seperti

memasak, berbelanja, ataupun utnuk berkomunikasi,

bersahabat, dan sebagainya.Meskipun terapi ini cukup berhasil,

22

Page 23: skizofrenia

namun tetap ada persoalan bagaimana mempertahankan

perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana

dengan situasi-situasi yang tidak diajarkan secara langsung.

3) Terapi Humanistik

a. Terapi Kelompok.

Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan

seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat

menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan

orang lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola

penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak

sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus tersebut,

terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan

klien, khususnya klien skizofrenia.

Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi

humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling

berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai

pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling

memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami

oleh mereka.Klien dihadapkan pada setting sosial yang

mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat

memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan

berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan.

Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang

konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir

secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak

realistis.

b. Terapi Keluarga.

Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari

terapi kelompok. Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang

tua serta anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist.

Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah

sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan

emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita

kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi

23

Page 24: skizofrenia

tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik

yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan

untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama.

Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-

cara untuk menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan

tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita

dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan

pengungkapan emosi anggota keluarga diatu dan disusun

sedemikian rupa serta dievaluasi.

Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh

Fallon ternyata campur tangan keluarga sangan membantu dalam

proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah

kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi

secara individual.

2.9 Prognosis11

Untuk waktu pendek (1 tahun), prognosis skizofrenia berhubungan erat

dengan bagaimana penderita menjalani pengobatan. Tanpa pengobatan, 70

hingga 80 persen penderita yang penah menderita skizofrenia akan mengalami

kekambuhan setelah 2 bulan berikutnya dari masa sakit yang lalu. Pemberian

obat terus menerus dapat mengurangi tingkat kekambuhan hingga 30 persen.

Untuk jangka panjang, prognosis penderita skizofrenia bervariasi. Pada

umumnya, sepertiga penderita mengalami kesembuhan yang berarti dan tetap,

sepertiga penderita mengalami sedikit perbaikan yang diselingi dengan

kekambuhan, dan sepertiga penderita kondisinya menjadi buruk dan

permanen.

Factor yang mempengaruhi prognosis yang baik meliputi mulai

munculnya penyakit yang mendadak, menderita pada usia lanjut, mempunyai

tingkat kemampuan yang baik dan berprestasi sebelum sakit, penyakit dengan

jenis paranoid atau nondefisit. Factor yang mempengaruhi prognosis yang

buruk meliputi menderita pada waktu muda, tingkat social dan kemampuan

yang rendah sebelum sakit, dari keluarga penderita skizofrenia, dan penyakit

dengan hebefrenik atau defisit.

Sepuluh persen kasus bunuh diri ada kaitannya dengan skizofrenia.

24

Page 25: skizofrenia

Rata-rata skizofrenia mengurangi masa hidup penderita 10 tahun.

BAB III

KESIMPULAN

25

Page 26: skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum

diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang

luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik,

dan sosial budaya. Etiologi skizofrenia meliputi genetic, biologis, psikososial, dan

infeksi. Terdapat beberapa klasifikasi pada skizofrenia, yaitu: skizofrenia paranoid,

skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci

(undifferentiated), depresi pasca skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia

simpleks, skizofrenia lainnya, dan skizofrenia YTT.

Gejala karakteristik skizofrenia meliputi gejala positif, gejala negatif, dan juga

gejala-gejala karakteristik lainnya. Diagnosis banding skizofrenia adalah: gangguan

mood, gangguan kepribadian, gangguan psikotik lainnya, dan gangguan psikotik

sekunder dan akibat obat.Penatalaksanaan skizofrenia meliputi medikamentosa,

elektrokonvulsif terapi, dan psikoterapi.

Obat-obatan yang digunakan merupakan obat antipsikotik tipikal dan atipikal.

Antipsikotik tipikal efektif untuk mengatasi gejala positif, sedangkan antipsikotik

atipikal efektif untuk mengatasi gejala negatif. Prognosis untuk penyakit skizofrenia

tergantung dari berbagai factor, antara lain onset, factor pencetus, riwayat keluarga,

system pendukung, gejala, riwayat sosial, seksual, dan lain-lain.

Daftar pustaka

26

Page 27: skizofrenia

1. Anonim. Mengenal Skizofrenia. [Online] http://www.skizofrenia.co.id/content/mengenai-skizofrenia (diunduh pada tanggal 2 Agustus 2012).

2. Anonim. Skizofrenia. [Online] http://www.news-medical.net/health/Schizophrenia-(Indonesian).aspx (diunduh pada tanggal 2 Agustus 2012).

3. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

4. Anonim. 2009. Skizofrenia. [Online] http://yumizone.wordpress.com/2009/01/10/skizofrenia/ (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).

5. Mulyana Sari, Eka. 2008. Perubahan Kemampuan Kognitif Klien Skizofrenia Setelah Diberikan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. [Online] http://etd.eprints.ums.ac.id/892/1/J210040012.pdf (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).

6. Anonim. 2011. Faktor-faktor Penyebab Skizofrenia. [Online] http://abnormalpsychologyschizophrenia.blogspot.com/2011/08/faktor-faktor-penyebab-skizofrenia.html (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).

7. Sadock, Bejamin J. 2001. Kaplan & Sadock’s: Pocket Handbook of Clinical Psychiatry 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

8. Phi-D. 2011. Gejala Skizofrenia. [Online] http://www.vdshared.com/kesehatan/34-dunia-manusia/110-gejala-skizofrenia.html (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).

9. Phi-D. 2011. Jenis-jenis Skizofrenia. [Online] http://www.vdshared.com/kesehatan/34-dunia-manusia/111-jenis-jenis-skizofrenia.html (diunduh pada tanggal 3 Agustus 2012).

10. Anonim. 2011. Penatalaksanaan Skizofrenia. [Online] http://shafamedica.wordpress.com/2011/12/17/penatalaksanaan-skizofrenia/ (diunduh pada tanggal 5 Agustus 2012).

11. Anonim. Schizophrenia. [Online] http://medicastore.com/penyakit/3013/Schizophrenia.html (diunduh pada tanggal 5 Agustus 2012).

12. Maslim. R. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi 3. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.

27