LAPORAN TUTORIAL FBLOK 19
disusun oleh:
Kelompok IV
Anggota:Ayu Risky Fitriawan04111001018Indry Pratiwi
04111001034Lidya Kartika
04111001051Firman Oktavianus04111001059Audrey Witari
04111001060Jim Christover Niq04111001076Liliana Surya
Fatimah04111001080Lina Wahyuni Hrp 04111001093Raisa Putri
secioria04111001095Cahyo Purnaning Tyas04111001097Nurbaiti Oktavia
Amini04111001100Nyimas Nursyarifah04111001113Bhisma Trisandi
S.04111001140Tutor: dr. Ella AmaliaPENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan
karunia-Nya laporan Tutorial ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan
penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas
tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa
dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi
revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
DAFTAR ISIHALAMAN JUDULKATA PENGANTAR1DAFTAR ISI2PEMBAHASAN
SKENARIO :I.SKENARIO3II.KLARIFIKASI ISTILAH4III.IDENTIFIKASI
MASALAH5IV.ANALISIS MASALAH5V.HIPOTESIS34VI.LEARNING
ISSUES34VII.SINTESIS34VIII.KERANGKA KONSEP63IX.KESIMPULAN63DAFTAR
PUSTAKA64Skenario F Blok 19 Tahun 2013Seorang laki-laki berumur 22
tahun datang ke klinik dengan keluhan mata kananya juling ke dalam
. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu lintas 6 bulan
yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan
penderita sempat kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit
.
Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit
digerakkan kearah temporal dan penglihatan ganda semakin bertambah
bila melihat ke temporal kanan.
Pemeriksaan oftalmologi:
AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6
Hischberg : ET 15
ACT (alternating cover test) : shifting (+) OS mata dominan.
Duction & version :
Terdapat hambatan gerakan abduksi ke temporal pada mata
kanan
WFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin
bertambah bila melihat ke sisi mata nondominan.
FDT (Forced Duction Test ) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan
dengan bantuan pinset.
II. KLARIFIKASI ISTILAH1. Juling
: deviasi mata yang tidak dapat diatasi oleh penderita.
2. Temporal
: suatu penunjuk arah yang menuju ke bagian temporal atau
lateral 3. Diplopia
: persepsi adanya 2 bayangan obyek .
4. AVO
: acuity visual okular sinistra. Visual acuity (VA) adalah
ketajaman atau kejernihan penglihatan, yang tergantung pada
ketajaman fokus retina dalam mata dan sensitivitas fakultas
interpretatif otak berdasarkan ukuran resolusi spasial dari sistem
pemrosesan visual.
5. HISCBERG
: reflex sinar pada kornea
6. ACT
: ( Alternating Cover Test ) Tes yang digunakan untuk mengukur
deviasi okuler dan besarnya deviasi7. WFDT
: salah satu uji refleks kornea yang merupakan tes untuk melihat
penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina abnormal,
suprsi pada 1 mata, dan juling. Menggunakan kaca mata dengan filter
merah pada mata kanan dan filter biru pada mata kiri lalu penderita
melihat objek dengan 4 titik, 1 berwarna merah, 2 hijau, dan 1
putih.
8. FDT
: Pemeriksaan yang digunakan untuk menentukan ada atu tidaknya
pergerakkan mata karena kelainan neurologis atau restriksi
mekanis.9. Duction
: tes motilitas monocular dilakukan jika terdapat keabnormalitas
dari pemeriksaan version atau Rotasi mata oleh otot ekstraokuler
kesekililing aksis horizontal vertical dan antero posterior.
10. Version
: tes motilitas ocular binocular .perputaran mata pada arah yang
sama.
III. IDENTIFIKASI MASALAH1. laki-laki 22 tahun mengalami keluhan
mata kanannya juling ke dalam dan bersamaan dengan itu penderita
mengeluh mata kanan sulit digerakkan kearah temporal dan
penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal
kanan.
2. Keluhan ini muncul sejak mengalami kecelakaan lalu lintas 6
bulan yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya terbentur dan
penderita sempat kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit
.
3. Hasil pemeriksaan oftalmologi.IV. ANALISIS MASALAH1.
Bagaimana anatomi mata ? Di sentesis.
2. Bagaimana fisiologi penglihatan dan gerakan bola
mata?FISIOLOGI PENGLIHATAN :
Cahaya masuk ke mata dan di belokkan (refraksi) ketika melalui
kornea dan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueous,
lensa, humor vitreous) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk
difokuskan di retina. Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa
ketika melihat objek yang jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan
menebalkan lensa. Pemglihatan dekat memerlukan kontraksi dari badan
ciliary, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi badan
ciliary yang diikuti dengan relaksasi ligamen pada lensa. Lensa
menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina.
Penglihatan yang terus menerus dapat menimbulkan ketegangan mata
karena kontraksi yang menetap (konstan) dari otot-otot ciliary. Hal
ini dapat dikurangi dengan seringnya mengganti jarak antara objek
dengan mata. Akomodasi juga dibantu dengan perubahan ukuran pupil.
Penglihatan dekat, iris akan mengecilkan pupil agar cahaya lebih
kuat melelui lensa yang tebal. Cahaya diterima oleh fotoreseptor
pada retina dan dirubah menjadi aktivitas listrik diteruskan ke
korteks. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di optik chiasma
(persilangan saraf mata kanan dan kiri), bagian medial dari
masing-masing saraf bersilangan pada sisi yang berlawanan dan
impuls diteruskan ke korteks visual. Tekanan dalam bola mata (intra
occular pressure/IOP)Tekanan dalam bola mata dipertahankan oleh
keseimbangan antara produksi dan pengaliran dari humor aqueous.
Pengaliran dapat dihambat oleh bendungan pada jaringan trabekula
(yang menyaring humor aquoeus ketika masuk kesaluran schellem) atau
dengan meningkatnya tekanan pada vena-vena sekitar sklera yang
bermuara kesaluran schellem. Sedikit humor aqueous dapat mengalir
ke ruang otot-otot ciliary kemudian ke ruang suprakoroid. Pemasukan
kesaluran schellem dapat dihambat oleh iris. Sistem pertahanan
katup (Valsava manuefer) dapat meningkatkan tekanan vena.
Meningkatkan tekanan vena sekitar sklera memungkinkan berkurangnya
humor aquoeus yang mengalir sehingga dapat meningkatkan IOP.
Kadang-kadang meningkatnya IOP dapat terjadi karena stress
emosional.FISIOLOGI PERGERAKAN BOLA MATA : Gerakan Satu Mata
(duction)Hukum Sherington : Pada setiap gerakan mata terjadi
hambatan setengah beban kerja dari otot yang berkontraksi oleh otot
antagonis.
Pergerakan dua mata (version)Hukum Hering : Pada setiap arah
gerakan mata secara sadar terdapat rangsangan simultan dan seimbang
pada setiap otot luar kedua bola mata sehingga gerakan lancar dan
tepat.
Syarat penglihatan binokuler normal
1. Faal masing-masing mata harus baik
Fiksasi pada kedua fovea
Tajam penglihatan mata kanan dan kiri sama baik dengan atau
tanpa koreksi dan ukuran sebanding.
2. Otot-otot ekstraokuler bekerja sama dengan baik.
3. Fusi/sintesa di sistem saraf pusat baik
Yoke Muscle
Pada setiap gerakan mata yang terkoordinasi otot dari satu mata
akan berpasangan dengan otot mata yang lain untuk menghasilkan
gerakan mata dalam 6 arah kardinal.
Otot yang berpasangan ini yoke muscle mendapat inervasi sama
kuat.NONAMA OTOTNKPRIMERSEKUNDERTERSIERGERAK MATA KANANGERAK MATA
KIRI
1REKTUS MEDIALIIIADUKSIKIRI (NASAL)KANAN (NASAL)
2REKTUS LATERALVIABDUKSIKANAN (TEMPORAL)KIRI (TEMPORAL)
3REKTUS SUPERIORIIIELEVASIINTORSIADUKSIKANAN ATASKIRI ATAS
4REKTUS INFERIORIIIDEPRESIEKSTORSIADUKSIKANAN BAWAHKIRI
BAWAH
5OBLIKUS SUPERIORIVINTORSI
DEPRESIABDUKSIKIRI BAWAHKANAN BAWAH
6OBLIKUS INFERIORIIIEKSTORSIELEVASIABDUKSIKIRI ATASKANAN
ATAS
Gerakan Bola MataSistem kontrol serebral yang mengarahkan
gerakan mata ke obyek yang dilihat merupakan suatu sistem yang
sangat penting dalam menggunakan kemampuan pengelihatan sepenuhnya.
Sistem ini dikatakan sama pentingnya dalam pengelihatan dengan
sistem interpretasi berbagai sinyal-sinyal visual dari mata. Dalam
mengarahkan gerakan mata ini, tubuh menggunakan 3 pasang otot yang
berada di bawah kendali nervus III, IV, dan VI. Nukleus dari ketiga
nervus tersebut saling berhubungan dengan fasikulus longitudinalis
lateralis, sehingga inervasi otot-otot bola mata berjalan secara
resiprokal.
Gerakan Fiksasi Bola MataGerakan fiksasi bola mata dikontrol
melalui dua mekanisme neuronal. Yang pertama, memungkinkan
seseorang untuk untuk memfiksasi obyek yang ingin dilihatnya secara
volunter; yang disebut seabgai mekanisme fiksasi volunter. Gerakan
fiksasi volunter dikontrol olehcortical fieldpada daerah regio
premotor pada lobus frontalis. Yang kedua, merupakan mekanisme
involunter yang memfiksasi obyek ketika ditemukan yang disebut
sebagai mekanisme fiksasi involunter. Gerakan fiksasi involunter
ini dikontrol oleh area visual sekunder pada korteks oksipitalis,
yang berada di anterior korteks visual primer. Jadi, bila ada suatu
obyek pada lapang pandang, maka mata akan memfiksasinya secara
involunter untuk mencegah kaburnya bayangan pada retina. Untuk
memindahkan fokus ini, diperlukan sinyal volunter sehingga fokus
fiksasi bisa diubah.
Gerakan saccadicGerakan saccadic merupakan lompatan-lompatan
dari fokus fiksasi mata yang terjadi secara cepat, kira-kira dua
atau tiga lompatan per detik. Ini terjadi ketika lapang pandang
bergerak secara kontinu di depan mata. Gerakan saccadic ini terjadi
secara sangat cepat, sehingga lamanya gerakan tidak lebih dari 10%
waktu pengamatan. Pada gerakan saccadic ini, otak mensupresi
gambaran visual selama saccade, sehingga gambaran visual selama
perpindahan tidak disadari.
Gerakan MengejarMata juga dapat terfiksasi pada obyek yang
bergerak; gerakan ini disebut gerakan mengejar (smoothpursuit
movement).
Gerakan vestibularMata meyesuaikan pada stimulus dari kanalis
semisirkularis saat kepala melakukan pergerakan.
Gerakan konvergensiKedua mata mendekat saat objek digerakkan
mendekat.
JarasCahaya yang sampai di retina tersebut akan mengakibatkan
hiperpolarisasi dari reseptor pada retina. Hiperpolarisasi ini akan
mengakibatkan timbulnya potensial aksi pada sel-sel ganglion, yang
aksonnya membentuk nervus optikus. Kedua nervus optikus akan
bertemu pada kiasma optikum, di mana serat nervus optikus dari
separuh bagian nasal retina menyilang ke sisi yang berlawanan, yang
kemudian akan menyatu dengan serat nervus optikus dari sisi
temporal yang berlawanan, membentuk suatu traktus optikus. Serat
dari masing-masing traktus optikus akan bersinaps pada korpus
genikulatum lateralis dari thalamus. Kemudian serat-serat tersebut
akan dilanjutkan sebagai radiasi optikum ke korteks visual primer
pada fisura calcarina pada lobus oksipital medial. Serat-serat
tersebut kemudian juga akan diproyeksikan ke korteks visual
sekunder.
Selain ke korteks visual, serat-serat visual tersebut juga
ditujukan ke beberapa area seperti: (1)nukleus suprakiasmatik dari
hipotalamus untuk mengontrol irama sirkadian dan perubahan
fisiologis lain yang berkaitan dengan siang dan malam, (2) ke
nukleus pretektal pada otak tengah, untuk menimbulkan gerakan
refleks pada mata untuk fokus terhadap suatu obyek tertentu dan
mengaktivasi refleks cahaya pupil, dan (3) kolikulus superior,
untuk mengontrol gerakan cepat dari kedua mata.
2. Bagaimana etiologi dan mekanisme :
a. Juling kedalam ?Etiologi : parese N.abdusen (N.VI) post
trauma brain injury
Mekanisme :
N.VI atau nervus abdusen berfungsi untuk mengabduksi mata atau
menyebakan gerakan bola mata ke lateral.Pada kasus ini, diawali
dengan trauma kepala.
Trauma kepala dapat menyebabkan komplikasi hemodinamik berupa
vasospasme arteri serebral dan hipertensi intracranial.Hipertensi /
peningkatan tekanan intracranial ini dapat menyebabkan terjadi
injury pada saraf otak, pada kasus ini terjadi injury pada saraf
abdusen.Saraf abdusen cukup rentan mengalami trauma.Karena nervus
abdusen merupakan saraf intracranial yang paling panjang dari semua
nervus kranialis serta lokasinya yang paling lateral.
Pada kasus ini terjadi gangguan pada nervus abdusen kanan sejak
terjadinya trauma kepala 6 bulan yang lalu.Terjadi parese N.abdusen
dextra yang menyebabkan inervasi saraf ke muskulus rektus lateralis
terganggu (pergerakan bola mata ke lateral terganggu).Sehingga
pasien mengalami esotropia dextra.
b. Mata kanan sulit digerakkan kearah temporal kanan ?Etiologi
:
trauma dikepala ( pada skenario ) Penyakit orbita (Neoplasma)
Penyakit vaskuler (Diabetes, hipertensi,aneurrisma, trombosis sinus
cavernosus) Tumor otak ( glioma, meningioma) dan tumor telinga
(Neuroma akustik) Peningkatan tekanan intracranial Inflamasi
(Sarkoidisis, infeksi oleh herpes zoster, vaskulitis dan
guillain-barre
Mekanisme :
Pada kasus skenario, pasien mengalami trauma kepala akibat
kecelakaan 6 bulan yang lalu, dan tidak sadar selama lebih dari 30
menit yang bisa bermanifestasi pada kerusakan saraf. Trauma ini
dapat mengakibatkan berbagai kelainan sistem saraf pusat, jaras
saraf, maupun tempat masuknya N. VI. Salah satu yang sering terjadi
adalah fraktur basis kranii. Hal ini disebabkan nervus VI berjalan
pada basis kranii yang berkelok-kelok sehingga bila terjadi trauma
mudah mengalami lesi , akibat adanya trauma, lesi atau iskemia akan
mengakibatkan kelumpuhan dari N VI ( abdusen ) yang berakibat pada
kelumpuhan musculus rektus lateralis. Hal ini mengakibatkan tonus
otot berkurang sehingga mata akan tertarik ke arah medial / nasal
sehingga ketika pasien menghadap ke sisi mata non dominan yaitu
lateral / temporal mata yang mengalami esodeviasi kesulitan untuk
bergerak. Akibatnya gambar yang ditangkap oleh mata kanan dan kiri
tidak sama. Gambar pada mata kanan akan jatuh pada sisi kanan
macula lutea, akibatnya gambar yang akan muncul nanti berada di
sebelah luar gambar yang normal oleh mata kiri. Akibat perbedaan
penglihatan ini tidak dapat terjadi fusi dari kedua gambar yang
diterima mata, sehingga tidak terbentuk streopsis atau depth
perception. Maka akan timbulan diplopia.c. Diplopia ?Diplopia
Monokuler
1. Penyebab Oftalmik
Penyebab oftalmik paling umum untuk diplopia monokuler adalah
kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dan defek kornea yang lain
(Tabel 1). Deskripsi tertentu mengenai diplopia dapat membantu
pemeriksa menentukan penyebabnya. Pasien dengan defek kornea sering
mengalami penglihatan ganda sebagai sebuah bayangan atau gambaran
kedua yang mengelilingi objek. Mereka juga akan mengeluh
penglihatannya berkabut atau kabur. Kelainan kornea yang umum
termasuk astigmatisme, jaringan parut kornea, dan defek kornea yang
diinduksi pembedahan laser mata (LASIK). Pembentukan katarak
menyebabkan kehilangan tajam penglihatan dan silau, namun
kadang-kadang pasien melaporkan diplopia sebagai gambaran hantu
yang lebih ringan dan kurang jelas. Defek retina yang melibatkan
makula menyebabkan distorsi objek yang tampak tertekuk atau
melengkung. Beberapa defek makula (misal membran neovaskuler
subretinal) biasanya monokuler namun dapat pula binokuler.
Oftalmoskopi memungkinkan pengenalan penyakit makular dengan mudah
dan harus dilakukan saat penyakit retina dicurigai.7
2. Penyebab Neurologis
Manifestasi yang jarang terjadi pada penyakit yang melibatkan
korteks visual primer maupun sekunder adalah persepsi gambaran
visual multipel yang merupakan fenomena monokuler bilateral karena
ada pada saat penutupan mata kanan ataupun kiri. Polipia serebral
(melihat 3 atau lebih gambaran) dan diplopia serebral adalah
penyakit kortikal yang jarang. Palinopsia (gangguan kortikal),
dengan keluhan gambaran objek multipel yang segera hilang bila
menoleh dari objek atau setelah objek dikeluarkan dari lapangan
penglihatan. Pasien sering menggunakan istilah strobe effect atau
setelah gambar untuk mendeskripsikan palinopsia. Lesi diskret pada
korteks oksipitoparietal atau oksipitotemporal, kejang, obat, dan
migrain dapat menyebabkan diplopia serebral, polipia serebral, atau
palinopsia. Defek lapangan pandang homonimus (defisit pada sisi
yang sama untuk kedua mata) sering dihubungkan dengan ilusi visual
kortikal ini. Meskipun pasien tidak selalu sadar akan kehilangan
lapangan pandang. 73. Penyebab nonpatologis
Pasien yang diplopianya fungsional umumnya memiliki keluhan
samar tentang penglihatan mereka. Pasien tidak boleh dilabel
fungsional sampai pemeriksaan oftalmik dan neurologik yang lengkap
mengindikasikan tidak adanya penyebab patologis. Kontrol ulang
mungkin diperlukan untuk meyakinkan bahwa etiologi dengan fase
relaps dan remiten bukanlah sumber dari diplopia. 7Tabel 1.
Penyebab Diplopia Monokuler
Kelainan refraksi
Defek kornea (astigmatisme ireguler)
Luka pada iris, iridektomi
Katarak
Defek makular (misal membran epiretinal, choroidal fold)
Opasitas media refraksi
Disfungsi kortikal serebral (diplopia monokuler bilateral)
Diplopia Binokuler
Diplopia adalah persepsi dari 2 gambar dari sebuah objek tungga.
Diplopia dibagi menjadi dua yakni diplopia monokular atau
binokular. Diplopia monokular yaitu diplopia yang hanya terjadi
pada satu mata. Penglihatan ganda muncul saat salah satu mata
ditutup. Diplopia binokular yaitu penglihatan ganda terjadi apabila
subjek melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu
mata ditutup.
Etiologi
Diplopia binokular disebabkan oleh ketidakserasian okuler,
persambungan mioneural (misalnya miastenia gravis), atau otot-otot
ekstraaokuler itu sendiri. Miastenia gravis biasanya dapat
didiagnosis dengan tes edroponium atau prostigmin. Pembatasan
fungsi otot ekstraokluer dapat akibat inflamasi (miositis orbital),
infiltrasi (oftalmologi tiroid atau penyakit metastatik) atau
terperangkap (fraktus lantai orbita). Setelah penyakit-penyakit
restriktif dan miastenia gravis dapat disingkirkan maka penyebab
utama diplopia binokuler adalah lesi saraf kranialis.
Saraf okulomotor (saraf kranialis ketiga):
Kompleks nuklear okulomotor (saraf ketiga) adalah struktrur
garis tengah yang padat dalam otak tengah rostral yang mengandung
motor somatik dan nukleus visceral. Neuron motorik memproyeksikan
secara ipsilateral ke otot rektus medial, rektus inferior, dan
oblik superior dan secara kontralateral ke otot rektus superior.
Satu nukleus kaudal sentral menginervasi levator palpebra superior
secara bilateral. Akson-akson dari nuklei viseral memproyeksikan
secara ipsilateral sebagai preganglion, aliran ke luar parasimpatis
ke sfingter pupil dan akomodasi. lesi saraf ketiga lengkap
menyababkan ptosis dan ketidakmampuan memutar mata ke atas, ke
bawah, atau ke nasal. Waktu istirahat, mata berdeviasi ke bawah dan
temporal. Sfingter iris mungkin dapat terkena atau belum, seperti
ditentukan oleh ukuran pupil dan rekativitas. Trauma kepala dengan
atau tanpa fraktur tengkorak merupakan penyebab utama kelumpuhan
saraf okulomotor dan perlu juga dipertimbangkan adanya tumor.
Saraf troklearis (saraf kranialis keempat)
Neuron dari nukleus saraf keempat terletak di bagian dorsal
medula oblongata rostral pada tingkat kolikuli inferior,
berdampingan dengan ujung kaudal kompleks okulomotor. Akson
berjalan secara dorsal dan bersilangan pada velum medula anterior
(atap ventrikel keempat), di mana akson ini rentan terhadap trauma
kepala. Saraf keluar dari medula oblongata dorsal, menyilang arteri
serebelaris superior, berjalan ke depan pada sinus kavernosus, dan
memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior untuk
menginervasi otot oblik superior. Kelumpuhan oblik superior
menyebabkan diplopia vertikal dengan hipertropia dan eksiklotorsi
mata. Beberapa pasien mengkompensasi ini dnegan mengadapatasi
dorongan kepala ke arah sisi yang tidak terkena. Trauma kepala,
terutama cedera tumpul frontal adalah penyebab paling sering dari
kelumpuhan saraf troklearis unilateral dan bilateral. penyebab
kedua yang paling sering dari kelumpuhan saraf troklearis adalah
neuropati iskemik, sering disertai dengan penyakit pembuluh darah
yang kecil seperti diabetes (mononeuritis multipleks).
Saraf abdusen (saraf kranialis keenam)
Nukleus abdusen terletak di bawah lantai vntrikel keempat dan
lateral dari garis tengah pons pada persambungan pons dan medula.
Nukleus abdusen mengandung neuron motorik yang menginervasi oto
rektus lateral ipsilateral dan kelompok interneuron di mana
akson-aksonnya melalui garis tengah dan naik di dalam fasikulus
longitudinal medialis mencapai subnukleus okulomotor kontralateral
menginervasi otot rektus medialis dari mata sebelahnya. Nukleus
abdusen rentan terhadap abnormalitas timbulnya cedera pada usia
dini.
Dari mata hingga ke otak, terdapat 7 mekanisme berikut dan
lokasi yang terkait yang harus diingat saat mengumpulkan informasi
mengenai diplopia binokuler:
1. Displacement orbital atau okuler: trauma, massa atau tumor,
infeksi, oftalmopati terkait-tiroid.2. Restriksi otot ekstraokuler:
oftalmopati terkait-tiroid, massa atau tumor, penjepitan otot
ekstraokuler, lesi otot ekstraokuler, atau hematom karena
pembedahan mata.
3. Kelemahan otot ekstraokuler: miopati kongenital, miopati
mitokondrial, distrofi muskuler.
4. Kelainan neuromuscular junction: miastenia gravis,
botulism.
5. Disfungsi saraf kranial III, IV, atau VI: iskemia, hemoragik,
tumor atau massa, malformasi vaskuler, aneurisme, trauma,
meningitis, sklerosis mutipel.
6. Disfungsi nuklear saraf kranial di batang otak: stroke,
hemoragik, tumor atau massa, trauma, malformasi vaskuler.
7. Disfungsi supranuklear yang melibatkan jalur ke dan antara
nukleus saraf kranial III, IV atau VI: stroke, hemoragik, tumor
atau massa, trauma, sklerosis multipel, hidrosefalus, sifilis,
ensefalopati Wernicke, penyakit neurodegeneratif.
Pasien harus ditanya diplopianya horizontal, vertikal, atau
obliks, memburuk pada arah gaze tertentu, atau memburuk saat
melihat jauh atau dekat. Diplopia horizontal disebabkan oleh
impaired abduksi atau adduksi (berhubungan dengan kontrol dan
pergerakan otot rektus medial, rektus lateral, atau keduanya)
(Gambar 1 dan Gambar 2). Diplopia vertikal disebabkan oleh impaired
elevasi atau depresi (`berhubungan dengan kontrol dan pergerakan
otot rektus inferior, rektus superior, oblik inferior, oblik
superior, atau kombinasi dari otot-otot ini).7
Perburukan diplopia para arah gaze tertentu menunjukkan gerakan
ke arah itu impaired. Gejala neurologis lain juga harus dinilai:
kelemahan otot proksimal, kesulitan menelan, sesak napas, misalnya
menunjukkan disfungsi neuromuskuler, dan deteriosasi visus
monokuler dan proptosis menunjukkan proses orbital.
Gambar 2. Otot Ekstraokuler7
Gambar 3. Kerja otot ekstraokuler dan saraf kranial dari sisi
pemeriksa. Tanda panah yang tebal adalah kerja primer otot, dan
tanda panah tipis adalah kerja sekunder otot. Otot rectus superior
dan obliks superior intorsi (berputar ke dalam), dan otot rectus
inferior dan obliks inferior ekstorsi (berputar ke luar) yang
ditandai dengan tanda panah melengkung.7
Arah gaze yang menyebabkan diplopia atau meningkatkan pemisahan
objek dapat membantu menentukan struktur mana yang menimbulkan
diplopia. Singkatnya, jika diplopia binokuler horizontal lebih
buruk pada arah gaze kiri, maka bisa saja karena mata kiri tidak
dapat abduksi (palsi saraf VI) atau karena mata kanan tidak dapat
adduksi (oftalmoplegia intranuklear kanan). 7
1. Penyakit orbita atau restriksi otot ekstraokuler
Sebagian besar pasien dengan penyakit orbital atau restriksi
otot ektraokuler akan memiliki tanda periorbita atau abnormalitas
orbita yang mencolok saat pemeriksaan. Pasien harus ditanyai
mengenai perubahan bentuk karena perubahan awal atau perubahan
simetris sulit dideteksi oleh pemeriksa. Sebagai contoh, tanda
seperti retraksi kelopak mata dan edema periorbita pada penyakit
seperti oftalmopati terkait tiroid yang kurang nyata pada stadium
awal penyakit. Foto lama atau foto SIM pengemudi sangat berguna
dalam deteksi perubahan yang subtil. Pasien juga harus ditanyai
tentang operasi mata, trauma dan nyeri mata sebelumnya. 7
2. Kelemahan Ekstraokuler Miopatik
Miopati mitokondrial, di antaranya miopati kongenital, dan
distrofi muskuler seperti distrofi okulofaringeal, dapat dengan
keluhan diplopia karena kelemahan otot ekstraokuler yang
signifikan. Jika dicurigai sebuah miopati, gejala yang menunjukkan
kelemahan otot kranial atau skeletal lain harus diketahui.
Informasi mengenai riwayat keluarga dan riwayat kelemahan otot pada
masa kanak-kanak harus dikumpulkan. Sebagai catatan, miopati
inflamatori seperti dermomiositis, polimiositis, dan miopati
diinduksi steroid tidak pernah melibatkan otot-otot ekstraokuler.
Penjelasan alternatif untuk diplopia pada kelainan ini harus
dicari. 73. Kelainan Neuromuscular JunctionKelemahan yang
berfluktuasi adalah tanda khas dari disfungsi neuromuscular
junction, dan pasien dengan diplopia harus ditanya mengenai variasi
diurnal diplopia. Sebagai contoh, diplopia yang tidak dijumpai pada
pagi hari dan memburuk secara progresif sepanjang siang hari atau
memburuk saat membaca merupakan gejala yang umum pada kelainan
neuromuscular junction yang mempengaruhi otot ekstraokuler. Lebih
dari 50% pasien dengan miastenia gravis, yang merupakan kelainan
neuromuscular junction terbanyak, ditandai dengan ptosis dan
diplopia tanpa gejala atau tanda kelemahan lain. 74. Palsi Saraf
Kranial III, IV, dan VI
Informasi mengenai riwayat penyakit sebaiknya dikumpulkan dengan
pemahaman yang baik mengenai jalur saraf kranial III, IV, dan VI
dari batang otak sampai orbita. Saraf kranial yang menginervasi
otot-otot ekstraokuler dapat terluka di berbagai tempat dari mata
ke otak: 1) orbita, 2) fisura orbita superior, 3) sinus cavernosus,
4) ruang subarachnoid, dan 5) batang otak. Deskripsi mengenai
riwayat, gejala, dan hasil pemeriksaan yang terkait adalah vital
untuk melokalisasi tempat perlukaan dan lokalisasi akan menuju ke
diagnosis banding yang akurat. Sebagai contoh, pasien berusia 65
tahun dengan sakit kepala berat dan palsi saraf III terisolasi
dengan midriasis, dan pupil yang paralisis mengimplikasikan luka
kompresif saraf kranial III di ruang subarachnoid, dan penyebab
yang paling mungkin adalah aneurisme intrakranial yang melibatkan
arteri posterior komunikans. 7Saat palsi saraf kranial terjadi
dalam isolasi, pasien harus ditanya mengenai faktor risiko vaskuler
dan diabetes karena infark iskemik mikrovaskuler dari saraf kranial
III, IV, dan VI dapat terjadi. Vaskulitis sistemik seperti
arteritis temporal, dapat dengan palsi saraf kranial; gejala
klaudikasio rahang, sakit kepala, tender kulit kepala, dan
artralgia harus ditanyakan pada pasien usia tua dengan diplopia
karena palsi saraf kranial. 7Palsi saraf kranial III biasa dengan
gejala diplopia vertikal dan horizontal yang akan membaik bila mata
yang terkena diabduksi karena otot rektus lateral dan saraf kranial
VI mengabduksi mata. Palsi saraf kranial IV biasa dengan diplopia
vertikal yang memburuk atau hanya muncul saat melihat dekat dan
gaze ke bawah dalam arah yang berlawanan dari mata yang terkena.
Karena otot oblik superior mengintorsi mata, pasien dengan palsi
saraf IV juga melaporkan bahwa salah satu gambaran tampak miring.
Pasien dengan palsi saraf VI mengalami diplopia horizontal yang
memburuk saat mata yang terkena diabduksi (misal pada pandangan ke
lateral ke sisi mata yang terkena) atau saat melihat objek dari
jauh karena mata akan berdivergensi. 75. Lesi batang otak
Lesi pada batang otak pada jalur supranuklear, nuklei saraf
kranial, atau fasikulus saraf kranial jarang menimbulkan diplopia
terisolasi. Sebaliknya, sebagian besar pasien mengalami diplopia
yang terkait dengan gejala neurologis tambahan karena struktur
anatomis yang mengontrol fungsi sensorik, motorik, koordinasi, dan
gait berada dekat struktur yang mengontrol pergerakan mata.
Pengetahuan akan struktur-struktur di otak tengah, pons, dan
medulla diperlukan untuk melokalisasi lesi menggunakan informasi
dari riwayat penyakit. Pasien harus ditanya tentang mati rasa dan
kelemahan fasial, kehilangan pendengaran, disfagia, disartria,
vertigo, dan ketidakseimbangan serta inkoordinasi, mati rasa, atau
kelemahan pada ekstremitas. 76. Jalur supranuklear
Jalur supranuklear membuat koneksi ke dan antara nuclei saraf
kranial dan berasal dari korteks, batang otak, serebelum, dan
struktur vestibuler perifer. Disfungsi supranuklear dapat
menimbulkan abnormalitas arah gaze konjugat atau diskonjugat. Jika
kedua mata mengalami derajat parese yang setara pada arah gaze yang
sama karena lesi supranuklear, maka defisitnya konjugat dan pasien
tidak mengalami diplopia. Defisit dapat congenital maupun
didapat.
Palsi gaze supranuklear dapat horizontal maupun vertical. Pada
sebagian besar kasus, palsi gaze horizontal konjugat berlokasi ke
pons atau korteks frontal dan palsi gaze vertical konjugata
berlokasi ke otak tengah. Palsi gaze diskonjugat memiliki beragam
lokasi. Contoh dari palsi gaze horizontal supranuklear diskonjugat
adalah oftalmoplegia intranuklear. Oftalmoplegia intranuklear
dicirikan dengan deficit adduksi pada mata di sisi yang sama dengan
lesi dengan nistagmus simultan mata yang abduksi selama gaze
lateral, dan sering dikaitkan dengan sklerosis multiple atau
stroke. Contoh dari palsi vertical supranuklear diskonjugat adalah
deviasi miring. Lokasinya di batang otak, serebelum, atau sistem
vestibuler perifer. Tidak seperti palsi gaze konjugat, palsi gaze
diskonjugat menimbulkan diplopia karena misalignment okuler terjadi
pada satu atau banyak arah gaze. 7Seperti pada luka saraf kranial
dan nukleinya, lesi jalur supranuklear sering disertai gejala dan
tanda neurologis lain. Banyak struktur dan etiologi yang umumnya
dikaitkan dengan lesi jalur supranuklear seperti ditunjukkan table
5. Pasien harus ditanya mengenai kelemahan, mati rasa, impairment
kognitif, ketidakseimbangan, inkoordinasi, disfagia, disartria,
vertigo, mual, dan muntah. 7
Diperlukan beberapa syarat agar pengelihatan binokular terjadi
:
Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua
gradasi
Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral
Bayangan yang diteruskan ke dalam sususnan saraf pusat dapat
menilai kedua bayangan menjadi tunggal.Pada skenario diplopia yang
terjadi adalah diplopia binokular. Mekanismenya ialah pada
penderita strabismus, terjadi gangguan fusi dimana kedua fovea
menerima bayangan di tempat yang berbeda. Objek yang terlihat pada
salah satu fovea dicitrakan pada daerah retina perifer di mata yang
lain. Bayangan fovea terlokalisasi tepat di depan sedangkan
bayangan retina-perifer dari objek yang sama di mata yang lain .
Sehingga objek yang sama terlihat di dua tempat (diplopia)(
sidarta, Ilmu penyakit mata: 62)
Pada esotropia atau satu mata bergulir ke dalam maka bayangan
retina terletak sebelah nasal makula dan benda seakan-akan terletak
sebelah lateral mata tersebut, sehingga pada esotropia atau
strabismus konvergen didapatkan diplopia tidak bersilang
(uncrossed) atau homonimus.
Arah gaze yang menyebabkan diplopia atau meningkatkan pemisahan
objek dapat membantu menentukan struktur mana yang menimbulkan
diplopia. Singkatnya, jika diplopia binokuler horizontal lebih
buruk pada arah gaze kiri, maka bisa saja karena mata kiri tidak
dapat abduksi (palsi saraf VI) atau karena mata kanan tidak dapat
adduksi (oftalmoplegia intranuklear kanan). 7
parese n. abducens ( paresis otot rektus lateralis mata kanan (
ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokular ( mata kanan juling ke
dalam (esotropia dekstra) ( gangguan fusi ( bayangan jatuh di
tempat yang berbeda pada kedua retina (bayangan mata kiri jatuh di
fovea, mata kanan jatuh di sebelah nasal makula)( penglihatan ganda
tidak bersilang (diplopia uncrossed)
3. Bagaimana hubungan trauma kepala dengan juling?
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata
dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan
sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah
medial.
Bentuk-bentuk esotropia:
Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama
besarnya pada semua arah pandangan.
Esotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan
berbeda-beda pada arah pandangan yang berbeda-beda pula.
Penyebab esotropia:
Hal ini diakibatkan oleh terjadinya Muscle imbalance (Apabila
terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata yang tidak dapat
mengimbangi gerak otot-otot lainnya, maka terjadilah gangguan
keseimbangan gerak antara kedua mata, sehingga sumbu penglihatan
menyilang pada tempat diluar letak benda yang menjadi perhatiannya
dan disebut juling (crossed Eyes)) Faktor refleks dekat
Hipertoni rektus medius kongenital : Muskulus rektus medius
memiliki aksi gerakan aduksi atau menggulirnya bola mata kearah
nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor)
Hipotoni rektus lateral akuisita : Muskulus rektus lateral memiliki
aksi gerakan abduksi atau menggulirnya bola mata kearah temporal
dan otot ini dipersarafi ileh saraf ke VI (saraf
abdusen)Kemungkinan kecelakaan yang dialami pasien ini pada 6 bulan
yang lalu menimbulkan lesi pada nervus abdusen (nervus ini panjang
dan langsing).
Pada lesi nervus abdusen, pasien tidak dapat/sulit memutar bola
mata ke lateral. Bila pasien melihat lurus ke depan, m. rectus
lateralis lumpuh dan m. rectus medialis menarik bola mata ke medial
tanpa perlawanan, kemudian menimbulkan strabismus internal
(esotropia). Selain itu, juga terdapat diplopia. Jadi, pada kasus
ini terjadi paresis pada musculus lateralis yang di persyarafi oleh
nervus abducen (N. VI).
4. Bagaimana riwayat perjalanan penyakit(mulai dari kecelakaan
dll)?
Kecelakaan yang berupa benturan di kepala menyebabkan
terjepitnya nervus abducens. Pada trauma kepala, nervus abducens
lebih cenderung mengalami kerusakan, hal ini disebabkan karena
lokasinya yang paling lateral dan tidak memiliki pelindung dan
sangat panjang. Nervus abducens merupakan saraf yang menginervasi
kerja otot ekstraokuler (muskulus rektus lateralis), sehingga
terjadinya gangguan pada nervus abducens dapat menyebabkan paresis
muskulus rektus lateralis. Paresis pada otot ini mengakibatkan
ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokular dalam mempertahankan
posisi bola mata, sehingga mata terlihat juling ke dalam.
N.VIjuga merupakansarafotakterpanjangintrakranial, sehingga
rawan terhadap gangguan, Kelumpuhan abdusen dapat terjadi pada
tekanan intrakranial yang tinggi serta gangguan i- gangguan yang
dapat memberi tekanan pada syaraf yang menyebabkan pembengkakan
disekitarnya atau peningkatan tekanan di dalam tengkorak. Yang
lainnya berhubungan dengan aliran darah menuju syaraf.
Lesi kemungkinan pada perifer karena gejala hanya terisolasi
gangguan pada nervus VI yang mempesarafi otot orbita. Lokasi lesi
N.VI
1. BrainstemIsolated lesions of the VI nerve nucleus will not
give rise to an isolated VIth neve palsy because paramedian pontine
reticular formation fibers pass through the nucleus to the opposite
IIIrd nerve nucleus. Thus, a nuclear lesion will give rise to an
ipsilateral gaze palsy. In addition, fibers of the seventh cranial
nerve wrap around the VIth nerve nucleus, and, if this is also
affected, a VIth nerve palsy with ipsilateral facial palsy will
result. In Millard Gubler syndrome, a unilateral softening of the
brain tissue arising from obstruction of the blood vessels of the
pons involving sixth and seventh cranial nerves and the
corticospinal tract, the VIth nerve palsy and ipsilateral facial
paresis occur with a contralateral hemiparesis.[5] Foville's
syndrome can also arise as a result of brainstem lesions which
affect Vth, VIth and VIIth cranial nerves.
2. Subarachnoid spaceAs the VIth nerve passes through the
subarachnoid space it lies adjacent to anterior inferior and
posterior inferior cerebellar and basilar arteries and is therefore
vulnerable to compression against the clivus. Typically palsies
caused in this way will be associated with signs and symptoms of
headache and/or a rise in ICP.
3. Petrous apexThe nerve passes adjacent to the mastoid sinus
and is vulnerable to mastoiditis, leading to inflammation of the
meninges, which can give rise to Gradenigo's syndrome. This
condition results in a VIth nerve palsy with an associated
reduction in hearing ipsilaterally, plus facial pain and paralysis,
and photophobia. Similar symptoms can also occur secondary to
petrous fractures or to nasopharyngeal tumours.
4. Cavernous sinus/Superior orbital fissureThe nerve runs in the
sinus body adjacent to the internal carotid artery and
oculo-sympathetic fibres responsible for pupil control, thus,
lesions here might be associated with pupillary dysfunctions such
as Horner's syndrome. In addition, III, IV, V1, and V2 involvement
might also indicate a sinus lesion as all run toward the orbit in
the sinus wall. Lesions in this area can arise as a result of
vascular problems, inflammation, metastatic carcinomas and primary
meningiomas.
5. OrbitThe VIth nerve's course is short and lesions in the
orbit rarely give rise to isolated VIth nerve palsies, but more
typically involve one or more of the other extraocular muscle
groups.Mata kanan?
Karena kemungkinan bagian kepala yang mengalami benturan saat
kecelakaan di daerah temporal kanan. Sehingga hal tersebut membuat
terjadinya parese N. Abducens ( N. VI) dan bola mata kanan tidak
bias digerakkan kearah temporal.
Diplopia?
Karena adanya parese dari N. VI (abdusen). Paralisis nervus VI
adalah kelumpuhan nervus VI yang mensarafi m. rektus lateralis,
yang berfungsi untuk mengerakan bola mata kearah lateral. Sehingga
pada kasus ini mata kanan sulit digerakkan ke arah temporal kanan.
Pada mata kiri (normal) bayangan jatuh di fovea sentralis. Namun
pada mata kanan, karena ada deviasi bola mata menyebabkan bayangan
jatuh bukan di fovea sentralis tapi di retina perifer. Jadi objek
yang sama terlihat di dua tempat ( diplopia
Mekanisme
Trauma kepala ( parese n. abducens ( paresis otot rektus
lateralis mata kanan ( ketidakseimbangan tarikan otot ekstraokular
( mata kanan juling ke dalam (esotropia dekstra) ( gangguan fusi (
bayangan jatuh di tempat yang berbeda pada kedua retina (
penglihatan ganda (diplopia)5. Bagaimana interpretasi dan mekanisme
abnormal dari hasil pemeriksaan oftalmologi?PemeriksaanHasil
PemeriksaanHasil NormalInterpretasi
AVOD & AVOS6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 (
6/66/6Penglihatan mata kanan dan kiri miopi minus 0,75
HischbergET 15oTidak ada ETDeviasi Kornea kearah dalam
(esotrofia). Reflek cahaya terletak di pinggir pupil
ACTShifting (+) pada OD
OS mata dominanShifting (-)
Tidak ada mata dominanEsotropia
Duction & VersionNormal,tidak ada hambatanHambatan gerakan
dexrtroversi pada OD
WFDTUncrossed diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi
mata nondominanNormal,tidak ada diplopiaEsotropia
FDTTidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan
pinset.
Normal
Tidak ada tahanan, namun tidak terdapat esotropiaTidak ada
kelainan pada otot-otot penggerak mata (tidak ada restriksi) atau
terdapat paresis pada otot yg berlawanan
Mekanisme :a. Miopi S-0,75b. Esotropia 15o pada tes
hischberg
Kerusakan n.VI (n. abducens) ( kontraksi m.rectus lateralis
kanan terhambat ( mata kanan tidak dapat diarahkan ke lateral. Pada
saat tes hischberg, cahaya yang diarahkan ke mata normalnya akan
tepat dibagian tengah kornea, dibagian tengah pupil, dikedua mata.
Pada mata kanan yang tidak dapat diarahkan ke lateral, cahaya tidak
tepat berada di tengah, melainkan berjarak 2mm dari arah pusat
pupil (di pinggir pupil) ( 15c. Shifting (+) pada OD pada
pemeriksaan ACTMata kiri ditutup ( Karena mata kanan sedang berada
pada posisi yang lebih ke medial (esotropia), maka mata kanan akan
bergerak kearah lateral untuk memfiksasi pandangan kearah benda (
saat dibuka, mata kanan bergerak dari nasal menuju temporal (
Shifting (+)
d. Hambatan gerakan dekstroversi pada pemeriksaan versi dan
duksi
Hal ini terjadi karena m.rectus lateralis tidak dapat
berkontraksi sebagaimana mestinya sehingga gerakan mata kearah
dekstroversi terhambat.e. Uncrossed diplopia semakin bertambah bila
melihat ke sisi mata nondominan pada pemeriksaan WFDT
Hambatan gerakan mata kanan kearah lateral dan mata berada dalam
posisi esotropia ( bayangan benda yang berada di bagian sisi mata
kanan yang jatuh di fovea sentralis tidak sama ( Bayangan benda
selain terlihat di tempat benda itu sebenarnya, juga terlihat
dibagian lateral benda (dibagian kanan benda) ( Uncrossed
diplopiaf. Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan
pinset pada pemeriksaan FDT
Mata yang telah dianastesi kemudian digerakkan ke beberapa arah.
Kerusakan saraf ( paresis otot ( dapat digerakkan dan tidak
terdapat tahanan pada saat digerakkan dengan menggunakan pinset.6.
Bagaimana cara penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang?
Diagnosis AnamnesisPertanyaan yang lengkap dan cermat tentang
riwayat sakit sangat membantu dalam menentukan, diagnosis,
prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu
ditanyakan:
Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara
autosomal dominan.
Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal
timbulnya strabismus makin jelek prognosisnya.
Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan
dengan penyakit sistemik.
Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya?
Bagaimana penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah
pasien menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya
selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya
tetap setiap saat?
Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau
bergantian?
InspeksiDengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah
strabismusnya konstan atau hilang timbul (intermitten),
berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),dan
berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan
pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat
fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya
nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam
penglihatannya menurun.
Pemeriksaan Ketajaman PenglihatanTajam penglihatannya harus
diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan tajam
penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri,
karena dengan uji binokular tidak akan bisa diketahui kekaburan
pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih sangat muda, yang bisa
dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa memfiksasi
atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil mungkin
disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya. Jika
dengan menutup satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan
menutup mata yang lain tidak melawan, maka mata yang penglihatannya
jelek adalah yang ditutup tanpa perlawanan. Pada uji titik (dot
test), anak yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada
sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji
kuantitatif paling awal yang dikerjakan secara berkala (dimulai
pada umur 2-2 tahun). Pada umur 2 - 3 tahun anak sudah mampu
mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen).
Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan permainan E (E-game)
yaitu dengan kata snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya
ke segala arah dan sianak menunjukkan arah kaki huruf E tersebut
dengan jari telunjuknya.
Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat
ditentukan dengan metode melihat apa yang disukai anak
(preferential looking method), yang didasarkan pada kebiasaan bayi
yang lebih menyukai melihat lapangan yang telah dipola (diberi
corak) atau melihat lapangan yang seragam.
Pemeriksaan Kelainan RefraksiMemeriksa kelainan refraksi dengan
retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat penting. Obat baku
yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa
diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 %
beberapa kali sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada
anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai karena sikloplegianya
berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga mengganggu pelajaran
sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau
siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.
Menentukan Besar Sudut Deviasi Uji Prisma dan Penutupan
Uji penutupan (cover test)
Uji membuka penutup (uncover test)
Uji penutup berselang seling (alternate cover test)
Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan
kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total
(heterotropia dan heteroforia).
Uji penutupan plus prisma Untuk mengukur deviasi secara
kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin tinggi
dengan kekuatan satu atau kedua mata sampai terjadi netralisasi
gerakan mata pada uji penutup berselang-seling. Misalnya untuk
mengukur esodeviasi penuh, penutup dipindah-pindahkan sementara
diletakkan prisma dengan kekuatan base out yang semakin tinggi
didepan salah satu atau kedua mata sampai gerakan re-fiksasi
horizontal dicapai oleh mata yang deviasi.
Uji Objektif
Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak
diperlukan laporan laporan pengamatan sensorik dari pasien. Namun
diperlukan kerjasama dan tajam penglihatan yang utuh. Uji batang
Maddox bersifat subjektif, Karena nilai akhir pelaporan berdasarkan
laporan pengamatan sensorik pasien.
Pada kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak
kooperatif, mungkin tidak respon terhadap uji ini. Cara-cara
penentuan klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan
sensorik pasien (uji objektif) jauh kurang akurat, walaupun
kadang-kadang masih bermanfaat.
Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada
pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni:
Metode Hirschberg
Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian
lihat pantulan cahaya pada kedua kornea mata.
1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi
2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15
3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka
deviasinya 30
4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45
Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)
Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan.
Prisma ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang
diperlukan agar refleksi kornea pada mata yang juling berada
ditengah-tengah pupil menunjukkan besarnya sudut deviasi.
Duksi (rotasi monokular)Satu mata ditutup dan mata yang lain
mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah pandangan, sehingga
adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini bisa
karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.
Versi (gerakan Konjugasi Okular)Uji untuk Versi dikerjakan
dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm dalam 9
posisi diagnosis primer lurus kedepan; sekunder kekanan, kekiri
keatas dan kebawah; dan tersier keatas dan kekanan, kebawah dan
kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu
mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan
sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja kurang
(underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq
dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan
otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot
paretik menyebabkan kerja-lebih otot pasangannya, karena diperlukan
rangsangan yang lebih besar untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi
oleh mata yang normal akan menyebabkan kerja-kurang pada otot yang
paretik.
Pemeriksaan Sensorik Uji stereopsis
Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan.
Sasaran yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa
dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random
stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat
monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random
dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke
titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga
bila ada stereopsis akan tampak suatu bentuk yang terlihat
stereoskopis.
Uji supresi
Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang
pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau
didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan
merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda
untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa
dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan
bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina
yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa
dengan jarak dekat atau jauh.
Uji kelainan Korespondensi retina
Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua
cara:
1. dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus
didepannya
2. dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata
dan fovea mata lainnya mempunyai arah yang bersamaan.
7. Apa DD dan WD pada kasus ini ? DD:
Parese N. Abducens (N. VI)
Duanes Retraction Syndrome
Penebalan m. rectus lateralis dan/atau medialis baik secara
sekunder maupun primer disebabkan oleh gangguan neurologi dan
koinervasiWD: Esothropia oculi dextra et causa Parese N. VI (N.
abducens)8. Apa etiologi dari kasus?Terdapat gangguan pada salah
satu otot penggerak bola mata, yang dapat mengganggu keseimbangan
posisi bola mata.
Pada kasus orang dewasa pengidap hipertensi sistemik atau
diabetes.
Tumor atau peradangan pada susunan saraf pusat.
Trauma kepala
Strabismus juga secara khusus terjadi pada anak-anak sebagai
efek dari penyakit lain, seperti cerebral palsy, down syndrome,
hydrocephalus dan tumor otak. Katarak dan kasus menurunnya
penglihatan lainnya juga dapat menyebabkan strabismus.9. Bagaimana
epidemiologi dan factor resiko kasus?
Prevalensi strabismus pada populasi general sekitar 2-5%. Di
USA, 5-15 juta penduduknya mengalami strabismus Tidak ada
predileksi ras, atau jenis kelamin.
Prevalensi parese N.VI
Data pada anak-anak didapat insiden 2,5 kasus tiap 100.000
populasi yang merupakan kasus terbanyak kedua setelah N.IV.
Factor risiko
Factor risiko terjadinya strabismus didapat pada usia dewasa
antara lain :
Penyakit sistemik (diabetes mellitus, hipertensi)
Trauma kepala
Stroke
Tumor otak
Peradangan pada susunan saraf pusat
Penyakit lain yang mempengaruhi saraf yang mengontrol saraf
mata
Strabismus juga secara khusus terjadi pada anak-anak sebagai
efek dari penyakit lain, seperti cerebral palsy, down syndrome,
hydrocephalus dan tumor otak. Katarak dan kasus menurunnya
penglihatan lainnya juga dapat menyebabkan strabismus.
10. Bagaimana manifestasi klinis?
Gejala utama strabismus adalah posisi mata yang tidak lurus,
kadang-kadang anak memiringkan kepalanya pada posisi tertentu agar
dapat melihat dengan kedua matanya, orang dewasa yang mengalami
strabismus sering mengalami penglihatan ganda (diplopia).
Gejala strabismus adalah mata yang tidak lurus. Artinya bila
satu mata terfokus pada satu obyek, mata yang lain tertuju pada
obyek yang lain. Kadang-kadang anak dengan strabismus akan
memicingkan satu mata disaat matahari terik atau memiringkan leher
untuk menggunakan kedua matanya secara bersama-sama.11. Bagaimana
patofisiologi pada kasus ini?
Koordinasi pergerakan otot mata ekstraokuler diatur menurut
hukum Hering, yaitu pada setiap gerakan mata ke arah yang sama,
pasangan otot kedua mata akan mendapat rangsangan yang sama besar.
Nervus abdusens hanya mempersyarafi m. rectus lateralis saja,
sehingga kelumpuhan syaraf ini hanya mengakibatkan gangguan abduksi
saja dan mata bergulir ke medial menjadi esotropia. Pada keadaan
ini gerakan mata ke lateral memerlukan rangsangan yang lebih besar
untuk menggerakkkan m. rectus lateralis dan mengakibatkan aksi
lebih (overaction) pasangan ototnya yaitu m. rectus medialis pada
mata kontralateral.
Cedera kepala ( parese n. abducens ( hipotonus m.rectus
lateralis ( tonus otot mata tidak seimbang ( kontraksi otot mata
tidak sama ( kelainan arah bola mata ( strabismus dan diplopia
12. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?
Pengobatan non-bedaha. Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup
dan diharuskan melihat dengan mata yang ambliop
b. Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan
strabismus adalah kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di
retina karena pemakaian kacamata memungkinkan mekanisme fusi
bekerja sampai maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan
esotropia, maka esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut
(esotropia akomodatif refraktif).
c. Obat farmakologik
1. Sikloplegik Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara
menghalangi kerja asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan
dengan demikian mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan
adalah tetes mata atau salep mata atropin biasanya dengan
konsentrasi 0,5% (anak) dan 1% (dewasa).(4)2. Miotik Miotik
digunakan untuk mengurangi konvergensi yang berlebihan pada
esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi akomodatif
dan akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa digunakan
adalah ekotiofat iodine (Phospholine iodide) atau isoflurat
(Floropryl), yang keduanya membuat asetikolinesterase pada hubungan
neuromuskular menjadi tidak aktif, dan karenanya meninggikan efek
impuls saraf.(5)3. Toksin Botulinum Suntikan toksin Botulinum A ke
dalam otot ekstraokular menyebabkan paralisis otot tersebut yang
kedalaman dan lamanya tergantung dosisnya.
Pengobatan Bedah
Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran
deviasi pada berbagai arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah
jauh dan dekat pada posisi primer, arah pandangan sekunder untuk
jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan
lateral ke kedua sisi untuk dekat.
Reseksi dan resesi Cara yang paling sederhana adalah memperkuat
dan memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut
reseksi. Otot dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran
tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit
kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah
cara melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata,
dibebaskan dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi
retraksi. Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang
insersi asal pada jarak yang telah ditentukan.13. Bagaimana
pencegahan pada kasus?
Pencegahan dilakukan untuk mencegah komplikasi dan progresifitas
strabismus. Tindakan preventif : Mencegah faktor resiko seperti
DM,hipertensi
Mencegah terjadi trauma
Memeriksakan mata rutin ke ahli mata14. Apa komplikasi dari
kasus ini? Pada kasus srabismus, pasien dapat mengalami komplikasi
berupa kelainan sensorik. Komplikasi tersebut yaitu :
Diplopia
Apabila terdapat strabismus, kedua fovea menerima bayangan yang
berbeda. Benda yang tercitra di kedua fovea tampak dalam arah ruang
yang sama. Proses lokalisasi benda yang secara spatial terpisah ini
ke lokasi yang sama disebut kebingungan penglihatan (visual
confusion). Benda yang terlihat oleh salah satu fovea dicitrakan di
daerah retina perifer di mata yang lain. Bayangan foveal
terlokalisasi tepat di depan, sedangkan bayangan retina dari benda
yang sama di mata yang lain dilokalisasi di arah yang lain. Dengan
demikian, benda yang sama terlihat di dua tempat (diplopia).
Supresi
Supresi mengambil bentuk suatu skotoma di mata yang berdeviasi
hanya dibawah kondisi penglihatan binocular, suatu skotoma adalah
daerah penurunan penglihatan di dalam lapangan pandang, dikelilingi
oleh daerah penglihatan yang sedikit berkurang atau normal. Skotoma
supresi pada esotropia biasanya berbentuk hampir elips, berjalan di
retina dari tepat sebelah temporal fovea ke titik di retina perifer
di mana benda yang bersangkutan untuk mata yang lain
dicitrakan.
Ambliopia
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan tanpa dapat
dideteksi adanya penyakit organic pada suatu mata.Pada strabismus,
mata yang biasa digunakan untuk fiksasi masih mempunyai ketajaman
yang normal dan mata yang tidak dipakai sering mengalami penurunan
penglihatan (ambliopia).
Anomali korespondensi retina
Pada strabismus, retina perifer di luar daerah skotoma supresi
dapat mengambil nilai-nilai arah dalam ruang yang baru yang
tergeser oleh deviasi.Hal ini menimbulkan anomaly korespondensi
nilai-nilai arah antara titik-titik retina di kedua mata.
Fiksasi eksentrik
Komplikasi myopia berupa ablasio retina, perdarahan vitreous,
katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke
dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus.
Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah
berkurang atau terdapat ambliopia.15. Bagaimana prognosis pada
kasus ini? Vitam : bonam
Fungsional : bonam
16. Berapa KDU untuk kasus ini? Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya
: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu
merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu
menindaklanjuti sesudahnyaV. HIPOTESISSeorang laki-laki 22 tahun
mengalami esotropia oculi dextra et causa parese N.VI( abducens)
disebabkan trauma kepala disertai miopi.VI. LEARNING ISSUES1.
Anatomi dan fisiologi mata 2. Strabismus
3. Myopia
VII. SINTESIS
STRUKTUR&FUNGSIMata memiliki struktur sebagai berikut:
1. Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang
berwarna putih dan relatif kuat.
2. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam
kelopak mata dan bagian luar sklera
3. Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan
pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu
memfokuskan cahaya.
4. Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
5. Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung
di belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah
cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
6. Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor
aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke
retina.
7. Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian
belakang bola mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui
saraf optikus ke otak.
8. Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa
pesan visuil dari retina ke otak.
9. Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara
lensa dan kornea (mengisi segmen anterior mata), serta merupakan
sumber makanan bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus
siliaris.
10. Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang
lensa dan di depan retina (mengisi segmen posterior mata).
Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke
pupil.Irismengatur jumlah cahaya yang masuk dengan cara membuka dan
menutup, seperti halnya celah pada lensa kamera. Jika lingkungan di
sekitar gelap, maka cahaya yang masuk akan lebih banyak; jika
lingkungan di sekitar terang, maka cahaya yang masuk menjadi lebih
sedikit.
Ukuran pupil dikontrol oleh otot sfingter pupil, yang membuka
dan menutup iris.
Lensaterdapat di belakang iris. Dengan merubah bentuknya, lensa
memfokuskan cahaya ke retina. Jika mata memfokuskan pada objek yang
dekat, maka otot silier akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi
lebih tebal dan lebih kuat. Jika mata memfokuskan pada objek yang
jauh, maka otot silier akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis
dan lebih lemah.Sejalan dengan pertambahan usia, lensa menjadi
kurang lentur, kemampuannya untuk menebal menjadi berkurang
sehingga kemampuannya untuk memfokuskan objek yang dekat juga
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia.
Retinamengandung saraf-saraf cahaya dan pembuluh darah. Bagian
retina yang paling sensitif adalah makula, yang memiliki ratusan
ujung saraf. Banyaknya ujung saraf ini menyebabkan gambaran visuil
yang tajam. Retina mengubah gambaran tersebut menjadi gelombang
listrik yang oleh saraf optikus dibawa ke otak.
Saraf optikusmenghubungkan retina dengan cara membelah jalurnya.
Sebagian serat saraf menyilang ke sisi yang berlawanan pada kiasma
optikus (suatu daerah yang berada tepat di bawah otak bagian
depan). Kemudian sebelum sampai ke otak bagian belakang, berkas
saraf tersebut akan bergabung kembali.
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh
cairan:
Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa.
Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai
ke retina.
Segmen anterior berisi humor aqueus yang merupakan sumber energi
bagi struktur mata di dalamnya. Segmen posterior berisi humor
vitreus. Cairan tersebut membantu menjaga bentuk bola mata.
Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian:
1. Bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris
2. Bilik posterior : mulai dari iris sampai lensa.
Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik
posterior, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian
keluar dari bola mata melalui saluran yang terletak ujung
iris.OTOT, SARAF & PEMBULUH DARAH
Otot Penggerak Bola Mata
Otot ini menggerakan mata dengan fungsi ganda dan untuk
pergerakan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu
aksi otot. Otot penggerak bola mata terdiri enam otot yaitu:
Muskulus oblik inferior memiliki aksi primer eksotorsi dalam
abduksi, dan memiliki aksi sekunder elevasi dalam adduksi, abduksi
dalam elevasi.
Muskulus oblik superior memiliki aksi primer intorsi dalam
aduksi, dan aksi sekunder berupa depresi dalam aduksi, dan abduksi
dalam depresi.
Muskulus rektus inferior memiliki aksi primer berupa gerakan
depresi pada abduksi, dan memiliki aksi sekunder berupa gerakan
ekstorsi pada abduksi, dan aduksi dalam depresi.
Muskulus rektus lateral memiliki aksi gerakan abduksi.
Muskulus rektus medius memiliki aksi gerakan aduksi
Muskulus rektus superior memiliki aksi primer yaitu elevasi
dalam abduksi dan aksi sekunder berupa intorsi dalam aduksi serta
aduksi dalam elevasi.
Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot
dirangsang oleh saraf kranial tertentu.Tulang orbita yang
melindungi mata juga mengandung berbagai saraf
lainnya.Vaskularisasi bolamata
Ada 2 sistem vaskularisasi bola mata :
1. Sistem arteri siliar, terdiri dari :
Arteri siliaris anterior (9)
Arteri siliaris posterior brevis (7)
Arteri siliaris longus (4)
2. Sistem arteri Sentralis
Retina (12)
Persarafan
Saraf yang bertangung jawab terhadap mata manusia adalah saraf
optikus (Nervus II). Bagian mata yang mengandung saraf optikus
adalah retina. Saraf optikus adalah kumpulan jutaan serat saraf
yang membawa pesan visual dari retina ke otak.
Sedangkan saraf yang menggerakkan otot bola mata adalah saraf
okulomotoris (Nervus III), saraf ini bertanggungjawab terhadap
pergerakan bola mata, membuka kelopak mata, dan mengatur konstraksi
pupil mata.
Saraf lainnya yang mempengaruhi fungsi mata adalah saraf
lakrimalis yang merangsang dalam pembentukan air mata oleh kelenjar
air mata. Kelenjar Lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari
mata kiri dan kanan dan menghasilkan air mata yang encer.
STRUKTUR PELINDUNG
Struktur di sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata
bergerak secara bebas ke segala arah.Struktur tersebut melindungi
mata terhadap debu, angin, bakteri, virus, jamur dan bahan-bahan
berbahaya lainnya, tetapi juga memungkinkan mata tetap terbuka
sehingga cahaya masih bisa masuk.
Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata,
otot-otot, saraf, pembuluh darah, lemak dan struktur yang
menghasilkan dan mengalirkan air mata.
Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang melindungi mata.
Kelopak mata secara refleks segera menutup untuk melindungi mata
dari benda asing, angin, debu dan cahaya yang sangat terang.
Ketika berkedip, kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke
seluruh permukaan mata dan ketika tertutup, kelopak mata
mempertahankan kelembaban permukaan mata. Tanpa kelembaban
tersebut, kornea bisa menjadi kering, terluka dan tidak tembus
cahaya.Bagian dalam kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva)
yang juga membungkus permukaan mata.
Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak
mata dan berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak
sebagai barrier (penghalang).
Kelenjar kecil di ujung kelopak mata menghasilkan bahan
berminyak yang mencegah penguapan air mata.
Kelenjar lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri
dan kanan dan menghasilkan air mata yang encer.
Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung melalui 2 duktus
lakrimalis; setiap duktus memiliki lubang di ujung kelopak mata
atas dan bawah, di dekat hidung.Air mata berfungsi menjaga
kelembaban dan kesehatan mata, juga menjerat dan membuang
partikel-partikel kecil yang masuk ke mata. Selain itu, air mata
kaya akan antibodi yang membantu mencegah terjadinya infeksi.
Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga
bola mata. Ketiga lapis dinding ini dari luar ke dalam adalah
sebagai berikut:
Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna
putih buram (tidak tembus cahaya), kecuali di bagian depan bersifat
transparan, disebutkornea.Konjungtiva adalah lapisan transparan
yang melapisi kornea dan kelopak mata. Lapisan ini berfungsi
melindungi bola mata dari gangguan.
Koroid
Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam merupakan lapisan
yang berisi banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen
terutama untuk retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk
mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid
membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan membentuk iris
yang berwarna. Di bagian depan iris bercelah membentuk pupil (anak
mata). Melalui pupil sinar masuk. Iris berfungsi sebagai diafragma,
yaitu pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar yang masuk.
Badan siliaris membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa
mata. Kontraksi dan relaksasi dari otot badan siliaris akan
mengatur cembung pipihnya lensa.
Retina
Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina
berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk
urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak. Bagian yang
dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini
disebutbintik buta.
Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola
mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi
carian yang disebutaqueous humordan bagian belakang terletak di
belakang lensa berisivitreous humor.Kedua cairan tersebut berfungsi
menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar. Kotak mata pada
tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput
transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata
disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva
penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva
disebutkonjungtivitis.
Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan
yang keluar dari kelenjar air mata(kelenjar lakrimal)yang terdapat
di bawah alis. Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik
dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan
pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata.
Normalnya, sinar sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata
akan dibiaskan oleh sistem optis bolamata dan terfokus dalam satu
titik yang jatuh tepat pada retina. Kondisi ini
disebutemmetropia.
Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran
daripadaserabut-serabutsarafoptik.Letaknyaantarabadankacadankoroid.
Bagiananteriorberakhir padaora serata.Di bagian retinayang
letaknyasesuaidengansumbupenglihatanterdapat makula lutea (bintik
kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan pentinguntuk
tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat
yang merupakanreflek fovea.
Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat
daerah bulat putihkemerah-merahan,disebutpapil sarafoptik,yang
ditengahnyaagakmelekukdinamakanekskavasi faali. Arteri retina
sentral bersama venanya masuk kedalam bola mata ditengahpapil saraf
optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.
Retina terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapisterluar retina terdiri
atas sel batang yang mempunyaibentuk ramping, dan sel kerucut.2.
Membran limitan eksterna yang merupakan membranilusi.3. Lapis
nukleusluar, merupakansusunan lapis nukleus selkerucutdan batang.
Ketigalapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler
koroid.
4.
Lapispleksiformluar,merupakanlapisaselulardanmerupakantempatsinapsisselfotoreseptor
dengan sel bipolar dan sel horizontal
5. Lapis nukleus dalam, merupakantubuh sel bipolar, sel
horizontal dansel Muller Lapisini mendapat metabolisme dari arteri
retina sentral
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan
tempat sinaps sel bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada
neuronkedua.8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel
ganglion menuju ke archsaraf optik. Didalam lapisan-lapisan ini
terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara
retina dan badan kaca.Lapisan luarretina atau selkerucutdan batang
mendapatnutrisidari koroid.
10.
Batanglebihbanyakdaripadakerucut,kecualididaerahmakula,dimanakerucutlebihbanyak.Daerah
papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan
tidak mempunyai dayapenglihatan (bintik buta).
Badan kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak antara lensadenganretina.Badan kaca bersifat semicair
didalam bola mata.Mengandung airsebanyak90% sehingga tidak dapat
lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama denganfungsi
cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat.
Peranannya mengisiruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke
retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentujaringan bola mata.
Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars
plana,dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh
darahdansel.Padapemeriksaantidakterdapatnyakekeruhanbadankacaakanmemudahkanmelihat
bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.1
Struktur badan kaca merupakan anyaman yang bening dengan
diantaranya cairanbening. Badan kaca tidak mempunyaipembuluh darah
dan menerima nutrisinya darijaringan sekitarnya: koroid, badan
siliar dan retina.2
Lensa mata
Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan
berdiameter 9mm pada orang dewasa. Permukaan lensabagian posterior
lebih melengkung daripada bagiananterior. Kedua permukaan tersebut
bertemu pada tepi lensa yang dinamakan ekuator. Lensamempunyai
kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh zonula Zinn pada
badansiliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti
(nukleus) dan bagian tepi (korteks).Nukleus lebih keras daripada
korteks.
Denganbertambahnyaumur,nukleusmakinmembesarsedangkorteksmakinmenipis,
sehingga akhirnya seluruh lensa mempunyai konsistensi nukleus.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
- Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untukmenjadi cembung- Jernih atau transparan karena
diperlukan sebagai media penglihatan,- Terletak di
tempatnya.Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
- Tidak kenyal pada orangdewasa yang akan mengakibatkan
presbiopia,- Keruh atau spa yang disebut katarak,- Tidak berada di
tempat atau subluksasi dan dislokasi.Lensa orang dewasa di dalam
perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besardan
berat.Fungsilensaadalahuntukmembiascahaya,sehinggadifokuskanpadaretina.Peningkatan
kekuatan pembiasan lensa disebut akomodasi.
Fisiologi MataMata adalah organ fotosensitif yang sangat
berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari
bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata
terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak,
yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata
fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem
lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan
suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses,
dan meneruskan informasi visual ke otak.
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor
peka cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen
yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous humour.
Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke
bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok
jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena
serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila
otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis
memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram
untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina,
harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat.
Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya
dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai
akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur
oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus
siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah
anterior.
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk
memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk
penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi
otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan
dekat.
Proses Visual Mata
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada
retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik.
Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima
kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal.
Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada
iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot
sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial
kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga
sebagai myoepithelial cells.
Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi
dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki
mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana
intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah
pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap
selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan
pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata.
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous
humour (n=1.33), dan lensa n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih
banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan
bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat
dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan
mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah
perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat
diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada
retina.
Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan
sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel
yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada
koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan
dengan mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi
fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina, terdapat
tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan
ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh
plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu.
Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan
ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara
lapisan sel bipolar dan ganglionic.
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina,
sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic
chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior
colliculi, dan korteks serebri. Gambaran jaras penglihatan yang
jelah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:
STRABISMUS
DefinisiStrabismus atau juling merupakan keadaan tidak
sejajarnya kedudukan kedua bola mata karena tidak normal
penglihatan binokuler atau anomali kontrol neuromuskuler gerakan
okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional, atau
kombinasi Dari ketiganya.
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata
dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan
sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah
medial.
Strabismus yang terjadi pada kondisi penglihatan binocular
disebut strabismus manifest, heterotropia, atau tropia. Suatu
deviasi yang hanya muncul setelah penglihatan binocular terganggu
disebut strabismus laten, heteroforia, atau foria.
Epidemiologi Strabismus bisa terjadi pada anak-anak maupun
dewasa. Prevalensi sekitar 2% anak- anak usia di bawah 3 tahun dan
sekitar 3% remaja dan dewasa muda. Tidak terdapat perbedaan antara
jumlah wanita dan pria. Angka kejadian tertinggi ada pada jenis
esotropia strabismus. Strabismus mempunyai pola dalan keturunan
(autosoamal dominan). Misalnya, jika salah satu atau kedua orangtua
stabismus, sangat memungkinkan anaknya terkena strabismus juga.
Namun beberapa kasus bisa terjadi strabismus tanpa adanya riwayat
dalam keluarga.
Etiologi
Penyebab terjadinya strabismus bermacam-macam, yaitu: Terdapat
gangguan pada salah satu otot penggerak bola mata, yang dapat
mengganggu keseimbangan posisi bola mata.
Pada kasus orang dewasa pengidap hipertensi sistemik atau
diabetes.
Tumor atau peradangan pada susunan saraf pusat.
Trauma kepala
Strabismus juga secara khusus terjadi pada anak-anak sebagai
efek dari penyakit lain, seperti cerebral palsy, down syndrome,
hydrocephalus dan tumor otak. Katarak dan kasus menurunnya
penglihatan lainnya juga dapat menyebabkan strabismus.Manifestasi
Klinis
Gejala utama strabismus adalah posisi mata yang tidak lurus,
kadang-kadang anak memiringkan kepalanya pada posisi tertentu agar
dapat melihat dengan kedua matanya, orang dewasa yang mengalami
strabismus sering mengalami penglihatan ganda (diplopia).Gejala
strabismus adalah mata yang tidak lurus. Artinya bila satu mata
terfokus pada satu obyek, mata yang lain tertuju pada obyek yang
lain. Kadang-kadang anak dengan strabismus akan memicingkan satu
mata disaat matahari terik atau memiringkan leher untuk menggunakan
kedua matanya secara bersama-sama.Klasifikasi Esotropia
nonakomodatifEsotropia infantilis (kongenital)
"Bawaan" berarti dari lahir dan, menggunakan definisi yang
ketat, sebagian besar bayi dilahirkan dengan mata yang tidak
selaras saat lahir. Hanya 23% bayi dilahirkan dengan mata lurus.
Pada kebanyakan kasus, satu mata atau yang lain benar-benar berubah
ke luar selama periode neonatal. Dalam tiga bulan pertama mata
secara bertahap datang ke penyelarasan konsisten lebih sebagai
koordinasi dari dua mata bersama sebagai sebuah tim berkembang.
Hal ini umum bagi bayi untuk tampil seolah-olah mereka telah
esotropia, atau berbelok ke dalam mata, karena jembatan hidung
belum sepenuhnya dikembangkan. Ini penampilan palsu atau simulasi
dari balik batin dikenal sebagai epicanthus. Selama bayi tumbuh,
dan jembatan menyempit sehingga sclera terlihat di sisi dalam, mata
akan tampak lebih normal.
Esotropia bawaan yang benar adalah berbalik ke dalam dengan
jumlah yang besar, dan terjadi pada anak-anak dengan jumlah
sedikit, tetapi bayi tidak akan tumbuh dari giliran ini. Esotropia
kongenital biasanya muncul antara usia 2 dan 4 bulan
Hampir separuh dari semua kasus esotropia termasuk dalam
kelompok ini. Pada sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas.
Deviasi konvergen telah bermanifestasi pada usia 6 bulan.
Deviasinya bersifat comitant, yakni sudut deviasi kira-kira sama
dalam semua arahpandangan dan biasanya tidak dipengaruhi akomodasi.
Dengan demikian, penyebab tidak berkaitan dengan kesalahan refraksi
atau bergantung pada paresis otot ekstraokular. Sebagian besar
kasus mungkin disebabkan oleh gangguan kontrol persarafan, yang
mengenai jalur supranukleus untuk konvergensi dan divergensi serta
hubungan sarafnya ke fasikulus longitudinal medialis. Sebagian
kecil kasus disebabkan oleh variasi anatomik misalanya anomali
insersi otot-otot yang bekerja horizontal, ligamentum penahan
abnormal atau berbagai kelainan fasia lainya(2).
Juga terdapat banyak bukti bahwa strabismus dapat diturunkan
secara genetis. Esoforia dan esotropia sering diwariskan sebagai
sifat dominan autosom. Saudara kandung mungkin mengalami deviasi
mata yang sama. Sering terdapat unsur akomodatif pada esotropia
comitant, yakni koreksi kesalahan refraksi hiperopik berkurang
tetapi tidak menghilangkan semua deviasi.
Deviasi itu sendiri sering besar (40o) dan biasanya comitant.
Abduksi mungkin terbatas, tetapi dapat terjadi. Setelah usia 18
bulan, dapat diamati ada deviasi vertikal. Yakni, kerja berlebihan
otot-otot oblikus atau disosiasi deviasi vertikal. Mungkin dijumpai
nistagmus, mansfestasi maupun laten. Kesalahan refraksi yang paling
sering dijumpai adalah hipertropia sedang.
Mata yang tampak lurus adalah mata yang digunakan untuk
melakukan fiksasi. Hampir selalu, mata tersebut adalah mata yang
memiliki penglihatan yang lebih baik atau kesalahan refraksi yang
lebih rendah (atau keduanya). Apabila terdapat anisometropia,
mungkin juga terdapat ambliopia. Apabila dalam waktu yang
berlaianan mata yang digunakan untuk fiksasi berbeda-beda, pasien
dikatakan memperlihatkan fiksasi berselang seling spontan; dalam
hal ini, penglihatan kedua mata mungkin samaatau hampi sama. Pada
sebagian kasus, preferensi mata ditentukan oleh arah pandangan.
Misalnya, pada esotropia skala besar, terdapat kecenderungan pasien
menggunakan mata kanan sewaktu memandang ke kiri dan mata kiri
untuk memandang ke kanan (fiksasi silang)
Esotropia infantilis diterapi secara bedah. Terapi awal non
bedah dapat diindikasikan untuk memastikan hasil terbaik yang dapat
dicapai. Perlu ditekankan bahwa amblioplia harus diterapi secara
penuh sebelum dilakukan tindakan bedah. Pada kesalahan refraksi
hipertropik 3 D atau lebih harus dicoba penggunaan kacamata untuk
menentukan apakah penurunan akomodasi menimbulkan efek positif
terhadap deviasi. Sebagai alternatif untuk penggunaan kacamata,
dapat digunakan miotika(2).
Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis dan
terapi ambliopia dilakukan. Setelah dicapai perbaikan terukur,
tindakan bedah harus segera dilakukan karena terdapat banyak bukti
bahwa semakin cepat mata disejajarkan hasil sensorik yang diperoleh
akan lebih baik. Banyak prosedur yang telah dianjurkan, tetapi 2
yang paling populer, yakni:
1. Pelemahan otot rektus medialis
2. Reseksi otot rektus medialis dan reseksi otot lateralis mata
yang sama
Esotropia nonakomodatif yang didapat
Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2
tahun. Hanya sedikit atau tidak terdapat faktor akomodatif. Sudut
strabismus sering lebih kecil daripada yang terdapat pada esotropia
infantilis tetapi dapat meningkat seiring dengan waktu. Di luar hal
itu, temuan klinis sama seperti yang terdapat pada esotropia
konginetal. Terapi adalah tindakan bedah dan mengikuti petunjuk
yang samaseperti untuk esotropia konginetal.
Esotropia akomodatifEsotropia akomodatif terjadi apabila
terdapat mekanisme akomodasi fisiologik normal disertai respon
konvergensi berlebihan tetapi divergensi fusional yang relatif
inufisiensi untuk menahan mata tetap lurus. Tetapi dua mekanisme
patologik yang bekerja, bersama-sama atau tersendiri:
1.Hiperopia yang cukup tinggi, yang memerlukan banyak
akomodasi(dan dengan demikian konvergensi) untuk memperjelas
bayangan sehingga timbul esotropia.
2. Rasio KA/A yang tinggi, yang disertai hiperopia ringan samapi
sedang.
Esotropia Akomodasi ParsialDapat terjadi suatu mekanisme
campuran , sebagian ketidakseimbangan otot dan sebagian
ketidakseimbangan akomodasi/konvergensi. Walaupun terapi akomodasi
menurunkan sudut deviasi, namu esotropianya sendiri tidak
menghilang. Tindakan bedah dilakukan untuk komponen nonakomodatif
deviasi dengan pilihan posedur bedah seperti dijelaskan untuk
esoropia infantilis.
Esotropia paretik (Incomitant) Kelumpuhan AbducensPada
strabismus incomitant, selalu terdapat satu atau lebih otot
ekstraokular yang paretik. Pada kasus esotropia incomitant, paresis
biasanya mengenai satu atau kedua otot rectus lateralis, biasanya
akibat kelumpuhan saraf abducens. Kasus-kasus ini sering dijumpai
pada orang dewasa yang mengidap hipertensi sistemik atau diabetes,
tetapi kelumpuhan saraf abducens kadang-kadangdapat merupakan tanda
awal suatu tumor atau peradangan yang mengenai susunan saraf pusat.
Karena itu, tanda-tanda neurologik terkait sangat penting
diperhatikan. Trauma kepala adalah penyebab lain kelumpuhan
abducens yang terjadi.
Esotropia incomitan juga dijumpai pada bayi dan anak, tetapi
jauh lebih jarang dibandingkan esotropia comitant. Kasus-kasus ini
terjadi akibat cedera persalinan yang mengenai otot secara
langsung, akibat cedera pada saraf, atau tang lebih jarang, akibat
anomali konginetal otot rektus lateralis atau perlekatan
fasianya
Apabila otot rektus lateralis mengalami paralisis total, mata
tidak dapat berabduksi melewati garis tengah. Gambaran khas
esotropia lebih besar pada jarak jauh daripada jarak dekat dan
lebih besar pada sisi yang terkena. Paresis otot rektus lateralis
kanan menyebabkan esotropia yang menjadi lebih besar sewaktu
memandang ke kanan dan, apabila paresisnya ringan sedikit atau
tidak terjadi deviasi sewaktu memandang ke kiri.
Apabila dalam 6-8 minggu setelah onset paresis tidak terdapat
tanda-tanda perbaikan, dapat diberikan suntikan toksin botulinum
tipe A ke dalam otot rektus medialis antagonis yang mungkin
bermanfaat atau bahkan menyembuhkan pada kasus-kasus ringan. Pada
kasus yang lebih parah, penyuntikan akan memperkecil kemungkinan
kontraktur otot antagonis. Apabila tidak timbul perbaikan setelah 6
bulan, perlu dilakukan tindakan bedah. Apabila sedikit atau tidak
terdapat kontraktur otot rektus medialis, diindikasikan tindakan
rersesi otot tersebut disertai reseksi besar otot rektus lateralis
yang paresis. Untuk paralisis abduksi total, insersi otot rektus
inferior dan superior dapat diubah ke insersi otot rektus
lateralis, dan otot rektus medialis dapat diresesi atau dilumpuhkan
sementara dengan toksin Bottulinum A. Penggunaan jahitan yang dapat
disesuaikan memungkinkan bedah resesi otot dilakukan secara halus
sehingga diperoleh daerah penglihatan binokular tunggal terluas.
Abduksi otot yang paretik akan selalu terbatas.
Diagnosis AnamnesisPertanyaan yang lengkap dan cermat tentang
riwayat sakit sangat membantu dalam menentukan, diagnosis,
prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu
ditanyakan:
Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara
autosomal dominan.
Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal
timbulnya strabismus makin jelek prognosisnya.
Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan
dengan penyakit sistemik.
Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya?
Bagaimana penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah
pasien menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya
selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya
tetap setiap saat?
Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau
bergantian?
InspeksiDengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah
strabismusnya konstan atau hilang timbul (intermitten),
berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),dan
berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan
pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat
fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya
nistagmus menunjukkan b