LAPORAN TUTORIAL SKENARIO BBLOK 18
Disusun oleh: Kelompok 6Anggota :Tika Rahma Guci04111001132Ekki
Kurnia Genio 04121001040Meirisa Rahma04121001041Suci
Larasati04121001058Nurfitria Rahman 04121001059Devuandre Naziat
04121001061Fitri Amaliah04121001073Dina Firia04121001081Muhamad
Arief R H04121001090Wahyu Afina Juwita04121001099Rebeka Anastasia
M04121001101Bena Nadhira04121001114Ahmad Syaukat 04121001115Fadhil
M Farreyra04121001132Nelvin Raesandra04121001145
Tutor : dr. Mezfi Unita, SpPA(K)
PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA2014KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Allah SWT karena
atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial ini dapat terselesaikan
dengan baik.Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin
tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus
sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.Tim
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak
retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik
pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan
penyusun lakukan.
Tim Penyusun
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3SKENARIO B BLOK 17 41.
Klarifikasi Istilah 51. Identifikasi Masalah 61. Analisis Masalah
71. Learning Issue281. Kerangka Konsep 711. Kesimpulan 71DAFTAR
PUSTAKA 72
Skenario B Blok 18 Tahun 2014Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun,
dibawa orang tuanya ke klinik anak RSMH dengan keluhan sembab.Dari
aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung 5
hari yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata,
muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki. Orang
tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air
cucian daging, jumlahnya sekitar setengah gelas perhari.Dua minggu
sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit
tenggorokan. Setelah berobat, panas hilang dan sakit tenggorokan
mereda.Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga
tidak ada yang sakit seperti ini.
Pemeriksaan fisik:Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, suhu tubuh 37C, TD 120/90 mmHg, denyut nadi 96
kali/menit, pernafasan 32 kali/menit. BB 20 Kg, TB 136 cm.Keadaan
spesifik: edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai dan telapak
kaki. Tenggorokan tidak hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan
jantung dalam batas normal.Abdomen cembung, shifting dullness (+),
hepar dan lien tidak teraba.
Pemeriksaan penunjang:Darah tepi: Hb 8,5 g/dl, lekosit
14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100 mm/jam.Kimia darah:
protein total 6,0 g/dl, abumin 3,0 gr/dl, globulin 3 gr/dl, ureum
59 mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, kolesterol 180 mg/dl.Urinalisis:
urin berwarna seperti cucian daging, proteinuria (+2),eritrosit
10-15 sel/LPB, lekosit 5-10 sel/LPB, torak hialin, dan noktah
(+)Biakan apusan tenggorok : Streptokokus hemolitikus
(+)Imuno-serologi: ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IUI. KLARIFIKASI
ISTILAH1.Aloanamnesis:wawancara tidak langsung pada pasien namun
melalui sumber lain seperti orang tua atau wali
2.Kencing seperti air cucian daging/ hematuria:didapatkannya sel
darah merah >3 sel/LPB pada urin.
3.Sakit tenggorok:radang pada faring/ tenggorok yang menyebabkan
rasa sakit
4.Sembab/ edem:penimbunan cairan di dalam jaringan yang
disebabkan meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan
ekstravaskuler.
5.Hiperemis:warna merah pada suatu bagian jaringan atau organ
yang disebabkan oleh peningkatan pada bagian atau organ
tersebut.
6.Tonsil:jaringan limfoid yang terletak pada kerongkongan dan
sebelah kiri dan kanan dari rongga mulut.
7.Ureum:hasil akhir metabolisme protein
8.Kreatinin:produk limbah dari metabolisme kreatin yang dibentuk
pada saat makanan dibentuk menjadi energi, selain itu juga produk
dari otot tubuh yang akan dibuang oleh ginjal melalui urin.
9.Proteinuria:didapatkanya protein dalm urin umunya
konsentrasinya > 0,3 gr dalam koleksi urin 24 jam.
10.Toraks hialin:atau silinder hialin, menunjukkan adanya
keadaan abnormal pada parenkim ginjal yang berhubungan dengan
proteinuria
11.Noktah:
12.ASTO:pemeriksaan Anti Streptolysin merupakan pemeriksaan
darah yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit jaringan sendi
misalnya demam rematik akut yang disebabkan oleh Streptokokus
13.C3:Protein yang merupakan sistem komplemen tubuh yang
berfungsi untuk sistem imun. Penurunannya merupakan tanda adanya
gangguan ginjal seperti GNAPS atau Shunt Nefritis
14.CRP:C- Reactive Protein merupakan protein yang dihasilkan
oleh hati terutama saat terjadi inflamasi atau infeksi.
II. IDENTIFIKASI MASALAHNo.KalimatKeterangan
1.Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuanya ke
klinik anak RSMH dengan keluhan sembab.
2.Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab
berlangsung 5 hari yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar
kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak
kaki.( Chief Complaint )
3.Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah
seperti air cucian daging, jumlahnya sekitar setengah gelas
perhari.
4.Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas
dan sakit tenggorokan. Setelah berobat, panas hilangndan sakit
tenggorokan mereda.Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami,
keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
5.Pemeriksaan fisik:Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, suhu tubuh 37C, TD 120/90 mmHg, denyut nadi 96
kali/menit, pernafasan 32 kali/menit. BB 20 Kg, TB 136 cm.Keadaan
spesifik: edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai dan telapak
kaki. Tenggorokan tidak hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan
jantung dalam batas normal.Abdomen cembung, shifting dullness (+),
hepar dan lien tidak teraba.
7.Pemeriksaan penunjang: Darah tepi: Hb 8,5 g/dl, lekosit
14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100 mm/jam.Kimia darah:
protein total 6,0 g/dl, abumin 3,0 gr/dl, globulin 3 gr/dl, ureum
59 mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, kolesterol 180 mg/dl/Urinalisis:
urin berwarna seperti cucian daging, proteinuria (+2),eritrosit
10-15 sel/LPB, lekosit 5-10 sel/LPB, torak hialin, dan noktah
(+)Biakan apusan tenggorok : Streptokokus hemolitikus
(+)Imuno-serologi: ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IU( Main Problem
)
III. ANALISIS MASALAH1. Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun,
dibawa orang tuanya ke klinik anak RSMH dengan keluhan sembab.Dari
aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung 5
hari yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata,
muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki. a.
Bagaimana kaitan usia dan jenis kelamin pada kasus ini?Umumnya
menyerang semua usia, namun terutama laki-laki usia 3 -7 tahun.
GNAPS dapat muncul secara sporadik maupun epidemik terutama
menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4 - 12 tahun
dengan puncak usia 5 - 6 tahun, tersering ditemukan pada usia 5-15
tahun. Jarang pada usia < 2 tahun (< 5% dari jumlah kasus).
Lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 1,7 -2 :
1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis
kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit
ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial
ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak
sehat. Factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor genetik
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi
kuman streptococcus. Anak laki-laki lebih aktif.
b. Bagaimana etiologi, mekanisme dan progesifitas
sembab?Etiologi Local Trombosis vena Trauma Popliteal cyst
Gastrocnemius rupture Cellulitis Lymphedema Sistemik Peningkatan
tekanan hidrostatik CHF Restrictive pericardial disease
Constrictive pericardial disease Perubahan permeabilitas kapiler
dan dilatasi arteriolar Hypertiroidisme Hypotiroidisme Angioedema
Luka bakar Malignancy Obat Penurunan tekanan onkotik Penurunan
sintesis albumin Malnutrisi Malabsorpsi Beri-beri syndrome Cirrhois
disease Peningkatan kehilangan albumin Penyakit ginjal Inflamasi
usus Hypoproteinemic Cushings syndromeMekanisme:1. hematuria dan
anemia yang terjadi akibat peradangan glomerulus menyebabkan aliran
darah ke ginjal berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus juga
menurun. LFG yang menurun menyebabkan ekskresi air dan natrium juga
menurun (retensi air dan garam) sehingga timbul edema2. hematuria
dan anemia yang terjadi akibat peradangan glomerulus menyebabkan
aliran darah ke ginjal berkurang sehingga perfusi ginjal juga
berkurang. Hipoperfusi ginjal menyebabkan aktivasi sistem
reni-angiotensin-sldosteron. Angiotensin 2 yang meningkat
merangsang kortek adrenal melepakan aldosteron, sehingga terjadi
retensi air dan garam sehingga timbul edemaProgesifitasInfeksi
streptococcus Glomerulonefritis GFR perfusi ginjal kompensasi
sekresi rennin-angiotensin-aldosteron retensi natrium dan air edema
mengisi jaringan ikat longgar sembab di mataPada akhirnya akan
menyebabkan tekanan hidrostatik intravaskular lebih besar dari
tekanan ekstravascular sehingga cairan dapat dengan mudah masuk
pada jaringan yang bertipe jaringan ikat longgar, hal inilah yang
terjadi pada palpebra. Palpebra tersusun dari jaringan ikat longgar
yang memudahkan cairan masuk ke dalamnya edema periorbital
c. Mengapa sembab berlangsung dari bagian tubuh paling atas
(kelopak mata)?Endapan kompleks antigen dan antibody di glomerulus
merusak glomerulus GFR tumor wilm, tumor grawits, tumor pielum,
tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan hyperplasia
prostat jinak Kelainan bawaan sistem urogenitalia => kista
ginjal dan ren mobilis Trauma sistem urogenitalia Batu saluran
kemih Nefritis heriditer (sindrom Alport) Nefropati Ig-A Ig-G
(Maladie de Berger) Benign recurrent hematuria
d. Apa kriteria urin normal secara makroskopis dan kapan
dikatakan oliguria?1. Volume Urin rata-rata : 1-1,5 liter setiap
hari; tergantung luas permukaan tubuh dan intake cairan.JUMLAH
URINE (PRODUKSI URINE PER 24 JAM)Bayi:30 - 500 mlAnak ( 1-14 th
):500 - 1400 mlDewasa :600 - 1600 mlanuria:100 mloliguria : 100 -
600 mlpoliuria : >1600 mlOliguria 30 mmol/L Ensefalopati
uremikum Neuropati/miopati uremikum Perikarditis uremikum Natrium
abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120
mmol/L Hipertermia Keracunan obatGGA post-renal memerlukan tindakan
cepat bersama dengan ahli urologi misalnya tindakan nefrostomi,
mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang
dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran
prostate.
H. KomplikasiKomplikasi metabolik berupa kelebihan cairan,
hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan
ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik
dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat
menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal
seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium
keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis,
infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang
berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti
jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat
darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana
juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal
GGA dan pada fase penyembuhan GGA.Komplikasi sistemik seperti :
Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium Gangguan
elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis Neurologi:
iritabilitas neuromuskular, tremor, koma, gangguan kesadaran dan
kejang. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus
peptikum, perdarahan gastrointestinal Hematologi : anemia,
diastesis hemoragik Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi
nosokomialDi samping itu hambatan penyembuhan luka dapat terjadi,
dimana infeksi merupakan penyebab utama kematian, disusul akibat
komplikasi kardiovaskuler.
I. PrognosaMortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan
derajat gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua
makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan
gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa.
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan
terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas
(15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia,
dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka
kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini,
dan terapi dini perlu ditekankan.
4. Glomerulonefritis Acute Pasca Streptococus (GNAPS) A.
DefinisiGlomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) adalah
suatu proses penyakit peradangan yang melibatkan sistem imun dan
terutama mengenai glomerulus ginjal dengan penyebab spesifik adalah
Streptokokus beta hemolitikus Grup A Nefritogenik.
B. EtiologiInfeksi Streptococcus beta hemolitikus grup A
nefritogenikGNAPS biasanya didahului olehinfeksi saluran napas1-2
minggu sebelumnya dengan masa inkubasi 1-5 hari atau infeksi
kulit2-4 minggu sebelumnya, dengan masa inkubasi 7-10 hari.
Penyebab lain yang dapat menyebabkan terjadinya glomerulonefritis
yaitu; non-grup A streptokokus, mycoplasma, staphylococcus,
pneumococcus, salmonela, treponema palidum dan infeksi virus
(Parvovirus, Hepatitis B, sitomegalovirus, influensa,
MUMPS,campak)
C. EpidemiologiGNAPS terutama menyerang anak pada masa awal usia
sekolah (2-12 tahun), jarang dibawah usia 2 tahun (5%) dan 10%
dapat terjadi pada dewasa. Perbandingan anak laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Sebagian besar bersifat self limiting dengan
kesembuhan sempurna dan hanya sebagian kecil yang mengalami
perjalanan penyakit yang progresif cepat (5%) . Angka kematian
sangat rendah pada anak ( 6 tahun dapat melewati tekanan darah
180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25
0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan
kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi
tiap 15 menit hingga 3 kali.Penurunan tekanan darah harus dilakukan
secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%,
seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau
hingga normal.2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)3.
Edema paruAnak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring,
sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.4. Posterior
leukoencephalopathy syndromeMerupakan komplikasi yang jarang dan
sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena
menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang,
halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.
I. Manifestasi KlinisGejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari
bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik
lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan
sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat
kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.1. Periode laten :Pada
GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara
infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini
berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS
yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh
infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1
minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu,
maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti
eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus
sistemik, purpura Henoch-Schenlein atau Benign recurrent
haematuria.2. Edema :Merupakan gejala yang paling sering, umumnya
pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir minggu pertama.
Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra),
disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka
edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna
(edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Distribusi edema
bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan
lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu
bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut
dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah
melakukan kegiatan fisik. Hal ini terjadi karenagaya
gravitasi.Kadang-kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak
tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan
penurunan berat badan. Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan
jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstisial yang dalam
waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.3.
HematuriaHematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,
sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus.
Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria
makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik
berkisar 84-100%.Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti
teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti cola. Hematuria
makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung
beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa
minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai
hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS
sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari
satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan
terakhir ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal,
mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.4. Hipertensi
:Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS.
Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala
klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan
(tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu
diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur,
tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat
menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai
gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran
menurun dan kejang-kejang. Penelitian multisenter di Indonesia
menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-50%.5. OliguriaKeadaan
ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350 ml/m 2 LPB/hari. Oliguria terjadi
bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut.
Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis
pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang
menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis
yang jelek.6. Gejala Kardiovaskular :Gejala kardiovaskular yang
paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-70%
kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat
hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan
tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala
miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena
hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan
air sehingga terjadi hipervolemia.a. Edema paruEdema paru merupakan
gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi.
Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat
secara radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas,
sianosis. Pada pemeriksaanfisik terdengar ronki basah kasar atau
basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang umumnya
terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal.
Gambaran klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit
utama ginjal tidak diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus
demikian perlu anamnesis yang teliti dan jangan lupa pemeriksaan
urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara
62,5-85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul
dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya
gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik toraks dapat berupa
kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya kelainan
radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan
posisi Postero Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan (LDK).6
Glomerulonefritis Akut Pasca StreptokokusBentuk yang tersering
adalah bendungan paru. Kardiomegali disertai dengan efusi pleura
sering disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa berdiri sendiri
atau bersama-sama. Kelainan radiologik paru yang ditemukan pada
GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia, pnemonia,
atau peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema
paru. Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada
GNAPS biasanya lebih cepat terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari,
sedangkan pada bronkopnemonia atau pneumonia diperlukan waktu lebih
lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan radiologik paru
dapat membantu menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak
patognomonik. Kelainan radiologik paru disebabkan oleh kongesti
paru yang disebabkan oleh hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.
Gejala-gejala lain. Selain gejala utama, dijumpai gejala umum
seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Pucat mungkin
disebabkan oleh peregangan jaringan subkutan karena edema atau
hematuria yang telah berlangsung lama.
J. Penegakan DiagnosisSNA bagi pasien yang memperlihatkan gejala
nefritik saja, misalnya proteinuria dan hematuria atau edema dan
hematuria, mengingat gejala nefritik bukan hanya disebabkan oleh
GNAPS, tetapi dapat pula disebabkan oleh penyakit lain. Bila pada
pemantauan selanjutnya ditemukan gejala dan tanda yang menyokong
diagnosis GNAPS (C3, ASO, dll), maka diagnosis menjadi GNAPS. Hal
ini penting diperhatikan, oleh karena ada pasien yang didiagnosis
sebagai GNAPS hanya berdasarkan gejala nefritik, ternyata merupakan
penyakit sistemik yang juga memperlihatkan gejala nefritik.Bila
dijumpai full blown cases yaitu kasus dengan gejala nefritik yang
lengkap yaitu proteinuria, hematuria, edema, oliguria, dan
hipertensi, maka diagnosis GNAPS dapat ditegakkan.
K. Kelainan LaboratoriumUrin :- Proteinuria :Secara kualitatif
proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang
terjadi sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus
dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik atau hematuria
makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2
gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat melebihi 2
gram/m2 LPB/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan
dengan hilangnya gejala-gejala klinik, sebab lamanya proteinuria
bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6
bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria menetap yang
menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang
memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.- Hematuria
mikroskopik :Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir
selalu ada, karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan
tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan
suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang
dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus GNAPS. Adanya
torak eritrosit ini merupakan bantuan yang sangat penting pada
kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini menunjukkan adanya
suatu peradangan glomerulus (glomerulitis). Meskipun demikian
bentuk torak eritrosit ini dapat pula dijumpai pada penyakit ginjal
lain, seperti nekrosis tubular akut.
Darah- Reaksi serologisInfeksi streptokokus pada GNA menyebabkan
reaksi serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus,
sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti
antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan
antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi
serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi.
Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer
ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan
adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai
pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai
puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan
ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi
saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau
tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik,
kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer
ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya
jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi
terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus melalui kulit
hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO meningkat. Di pihak
lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit.8
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus- Aktivitas komplemen
:Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut
serta berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi
infeksi streptokokus yang nefritogenik. Di antara sistem komplemen
dalam tubuh, maka komplemen C3(B1C globulin) yang paling sering
diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah. Beberapa
penulis melaporkan 80-92% kasus GNAPS dengan kadar C3 menurun.
Umumnya kadar C3 mulai menurun selama fase akut atau dalam minggu
pertama perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal sesudah 4-8
minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu
kadar komplemen C3 ini masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu
proses kronik yang dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano
proliferatif atau nefritis lupus.- Laju endap darah :LED umumnya
meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik
menghilang.
L. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjang GNAPS ; Pada
urinalisis ditemukan proteinuria, hematuria, silinder eritrosit.
Fungsi Ginjal kreatinin dan ureum umumnya meningkat.
Antistreptolisin O (ASTO) meningkat pada 80% pasien APSGN dengan
faringitis dan meningkat 50% pada pasien APSGN dengan impetigo atau
infeksi kulit. Penegakan bukti adanya infeksi grup A Streptokokal
melakui pemeriksaan kultur usap tenggorok (positif pada 60-80%
kasus), mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang baik (90-95%).
Komplemen C3 menurun pada 70% kasus, mulai minggu 1-2 fase akut
(90%)
M. Tatalaksana1. IstirahatIstirahat di tempat tidur terutama
bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama
perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi
istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti
sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit.
Dahulu dianjurkan prolonged bed restsampai berbulan-bulan dengan
alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini
lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan
dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan
laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu
berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama ditempat tidur
menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya,
sehingga dapat memberikan beban psikologik.
2. DietJumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila
edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema
ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein
dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1
g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik,
terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan
yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan
= jumlah urin + insensible water loss(20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah
keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal(10
ml/kgbb/hari).
3. AntibiotikPemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang
masih sering dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik
bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk
streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin
dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi
streptokokus. Biakan negatif dapatterjadi oleh karena telah
mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode
laten yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa
golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu
Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika
terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi
eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
4. Simptomatika. Bendungan sirkulasiHal paling penting dalam
menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain
asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau
tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya
furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis
peritoneal.b. HipertensiTidak semua hipertensi harus mendapat
pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan
pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal
dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa
tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari)
atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut
diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi
nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang
dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi
berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati
hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat
diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara
intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan
furosemid (1 3 mg/kgbb).c. Gangguan ginjal akutHal penting yang
harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang
cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi
natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca
glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.
N. PencegahanBiasakan Perilaku hidup bersih dan sehat seperti
mencuci tangan bersih dengan sabun, merawat kebersihan kulit,
segera mengobati infeksi kulit terutama yang disebabkan oleh
Skabies. Perlu dilakukan pemeriksaan adanya faktor risiko infeksi
GNAPS terhadap siapa saja yang kontak dekat dengan pasien seperti
tinggal serumah atau seasrama dalam jangka waktu 2 minggu sebelum
onset penyakit.
V. ISPAKERANGKA KONSEP
LED LeukositInfeksi Streptokokus
Deplesi C3Reaksi Ag-Ab
Ureum & Kreatinin plasma
GFRMarket SNAMerusak eritrosit; GBM
Retensi air dan NaProteinuriaHematuria
Hb
EdemaHipertensi
Anemia
VI. KESIMPULANDendi, usia 5 tahun mengalami Sindrome Nefritis
Akut pasca infeksi Streptokokus dengan manifestasi klinis
hipertensi grade I dengan Acute Kidney Injury (AKI).
REFERENSI Aspelin P, Aubry P, Fransson SG, Strasser R,
Willenbrock R, Joachim K, dkk. Efek Nefrotoksik pada Pasien Risiko
Tinggi yang Menjalani Angiografi. NEJM 3003; 348 (6):491-9.
Available from:URL: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin: Standar Pelayanan Medik Anak. Makassar.
2009 Basuki B. Purnomo. 2012. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV
Sagung Seto Buku naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan
simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia Palembang,
2001. h. 141-62. Faiz, Umar & David Moffat. 2002. Anatomy At a
Glance. Jakarta: Penerbit Erlangga Guidelines for Acute
Post-Streptococcal Glomerulonephritis, DEPARTMENT OF HEALTH AND
FAMILIES Northern Territory, 2010 Guyton & Hall. 2012.
Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol
3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta. Konsensus Glomerulonefritis
Akut Pasca Streptokokus. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2012. hal 12-13 Markum. M.S, Wiguno .P,
Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281,
Balai Penerbit FKUI,Jakarta. Nefrologi dan Gangguan Asam Basa
Harrison, 2010, Glomerulonefritis Pascastreptokokus, 151-153, EGC,
Jakarta. Noer SM. Glomerulonefritis dalam: Buku ajar nefrologi
anak, edisi ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Jakarta.
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses
penyakit, ed 4, EGC, Jakarta. Richard E. Behrman, Victor C. Vaughn
: Glomerulonefritis Akut Dalam Nelson Textbook of Pediatrics, Alih
Bahasa dr. R.F. Maulana, M.Sc ; EGC, Jakarta, 1992, 89 104. Shroff
KJ, Ravichandran RR, Acharya VN. ASO titre and serum complement
(C3) in post-streptococcal glomerulonephritis. J Postgrad Med.
1994; 30:27-32. Simckes AM, Spitzer A. Post streptococcal acute
glomerulonephritis. Ped Rev. 1995; 16:278-279. Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta. Vinen CS, Oliveira DB. Acute
glomerulonephritis. Postgrad. Med. J. 2003;79;206-213.
3