LAPORAN TUTORIALSKENARIO F BLOK 19
Disusun oleh : Kelompok 6Nurul Hayatun Nupus04111001008Melinda
Rachmadianty04111001014Putri Nilam Sari04111001025Restya
Fitriani04111001033Fatty Maulidira04111001068Kinanthi
Sabilillah04111001071Yasinta Putri
Astria04111001073Lianita04111001083Dimas Swarahanura04111001087Dodi
Maulana04111001096Ravenia Dirgantari04111001104Tri Nisdian
Wardiah04111001109Mulyati04111001138Tutor : dr. Linda
Trisna,Sp.M(K)
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYATAHUN 2013
12
PESERTA DISKUSI
Moderator : Putri Nilam SariSekretaris : Restya FitrianiAnggota:
Nurul Hayatun NupusMelinda RachmadiantyFatty MaulidiraKinanthi
SabilillahYasinta Putri AstriaLianitaDimas SwarahanuraDodi
MaulanaRavenia DirgantariTri Nisdian WardiahMulyati
DAFTAR ISI
Halaman judul1
Daftar Isi3
Kata Pengantar4
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri
1.
Skenario.................................................................................................................5
1. Klarifikasi
Istilah...................................................................................................6
1. Identifikasi
Masalah..............................................................................................7
1. Analisis
Masalah....................................................................................................8
1.
Sintesis...................................................................................................................31
1. Restrukturisasi Masalah dan Penyusunan Kerangka
Konsep................................66
Kesimpulan 67
Daftar Pustaka68
KATA PENGANTARPuji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT
karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial blok 19 ini
dapat terselesaikan dengan baik.Laporan ini bertujuan untuk
memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.Penyusun tak lupa mengucapkan
terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan
laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 4
tutorial, dan juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam
menyelesaikan laporan ini.Tak ada gading yang tak retak. Penyusun
menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat
bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Palembang, 04 Oktober 2013
Penyusun
Skenario F blok 19 tahun 2013
Seorang laki-laki berumur 22 tahun datang ke klinik dengan
keluhan mata kanannya juling ke dalam. Keluhan ini muncul sejak
mengalami kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu. Pada kecelakaan
tersebut kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan
kesadaran selama lebih dari 30 menit.Bersamaan dengan itu penderita
mengeluh mata kanan sulit digerakkan kearah temporal kanan dan
penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal
kanan.Pemeriksaan Oftalmologi :AVOD : 6/12 dengan koreksi lensa
S-0,75 6/6AVOS : 6/12 dengan koreksi lensa S-0,75 6/6Hischberg : ET
15ACT (Alternating Cover Test) : Shifting (+) OS mata
dominanDuction & Version :
|ODOSTerdapat hambatan gerak abduksi ke temporal pada mata
kananWFDT (Worth Four Dot Test) : Uncrossed Diplopia semakin
bertambah bila melihat ke sisi mata non dominan.FDT (Forced Duction
Test) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan
pinset.
I. Klarifikasi Istilah
1. Juling : miring/deviasi mata2. Temporal: berkenaan dengan
lokasi di bagian lateral3. AVOD : Acies visus okuli dextra: tajam
penglihatan dasar mata kanan4. Penglihatan ganda: satu benda
terlihat seperti dua benda5. Hischsberg: tes kedudukan bola mata
untuk menilai posisi pantulan cahaya tepat di tengah pupil6. ET:
esotropia: juling ke dalam yang manifes7. AVOS : Acies visus okuli
sinistra: tajam penglihatan dasar mata kiri8. ACT (Alternating
Cover Test): metode buka tutup mata bergantian yang digunakan untuk
mengidentifikasi adanya penyimpangan otot bola mata9. Shifting:
pergerakan bola mata pada tes ACT10. Duction: menilai masing-masing
otot ekstraokuler ke sekeliling axis horizontal, vertikal, dan
anteroposterior nya dan kerjanya (satu mata)11. Version: menilai
kerja otot kedua mata 12. WFDT (Worth Four Dot Test): tes 4 lampu
(merah, putih, 2 hijau) : uji untuk melihat peglihatan binokular,
adanya fusi, korespondensi retina abnormal, supresi pada satu mata,
juling dan diplopia, dimana mata normal dapat melihat keseluruhan 4
lampu.13. FDT (Forced Duction Test): tes untuk melihat gerakan otot
yang dipaksa, untuk melihat apakah hambatan mekanik atau parese14.
Uncrossed diplopia: penglihatan ganda yang tidak menyilang mata
sakit, semakin melihat ke arah mata yang sakit maka akan tambah
terlihat diplopia
II. Identifikasi Masalah
1. Seorang laki-laki berumur 22 tahun mengeluh mata kanannya
juling ke dalam.
2. Keluhan ini muncul sejak kecelakaan 6 bulan yang lalu, dimana
kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan kesadaran
selama lebih dari 30 menit.
3. Penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke arah
temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat
ke temporal kanan.
4. Pemeriksaan oftalmologiAVOD: 6/12, dengan koreksi lensa
S-0,75 6/6AVOS: 6/12, dengan koreksi lensa S-0,75 6/6Hischberg : ET
15ACT : Shifting (+) OS: mata dominanDuction dan Version : hambatan
gerakan abduksi ke temporal pada mata kananWFDT (Worth Four Dot
Test) : uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi
mata nondominanFDT (Forced Duction Test) : Tidak terdapat tahanan
pada gerakan dengan bantuan pinset.
III. Analisis Masalah1. Seorang laki-laki berumur 22 tahun
mengeluh mata kanannya juling ke dalam.a. Anatomi dan fisiologi
otot pergerakan bola matasintesisb. Etiologi esotropia mata kanan1.
Kelainan anatomi Kelainan otot ekstraokuler Kelainan dari tulang
orbita Kelainan kuantitas stimulus pada otot bola mata Kelainan
inervasi Trauma kepala Tumor Multiple sclerosis
Aneurysms(a.basilaris) Infeksi otak, seperti meningitis, bisul otak
atau infeksi parasit Komplikasi pada telinga atau infeksi mata
Penyumbatan pada arteri yang mensuplai syaraf, bisa disebabkan dari
diabetes,stroke, serangan ischemic transient, arteritis atau
vasculitis. Wernickles encephalopathy(umumnya disebabkan oleh
alkohol kronik) Benign intracranial hypertension (pseudotumor
cerebri) Glioma di pons Infeksi pernafasan (pada anak)Pada kasus
ini, etiologi mata juling ke dalam adalah trauma kepala yang
menyebabkan kelumpuhan nervus abdusen yang menginervasi rektus
lateralis mata kanan.c. Mekanisme esotropia mata kananTrauma
oedema, eksudasi cairan atau perdarahan penekanan N. VI paresis N.
VI kelemahan m. Rectus lateralis Esotropia mata kanan
d. Apa hubungan jenis kelamin, usia dengan keluhanPada kasus,
tidak ada hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan.
Esotropia/mata juling ke dalam biasanya disebabkan oleh faktor
refleks dekat (akomodatif esotropia), hipertoni rektus medius
kongenital, hipotoni rektus lateral akuisita, penurunan fungsi
penglihatan satu mata pada bayi dan anak, kelumpuhan saraf VI.
e. Klasifikasi strabismusHeteroforiaadalah keadaan kedudukan
bola mata yang normal namun akan timbul penyimpangan (deviasi)
apabila refleks fusi diganggu. Macam-macam heteroforia bergantung
kepada bidang penyimpangannya : pada bidang horizontal ditemukan
esofori dan eksofori, pada bidang vertikal ditemukan hipo atau
hiperforia sedang pada bidang frontal ditemukan insiklofori dan
eksiklofori.EsoforiaAdalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan ke
arah nasal yang tersembunyi oleh karena masih adanya refleks fusi.
Esoforia yang mempunyai sudut penyimpangan lebih besar pada waktu
melihat jauh daripada waktu melihat dekat disebabkan oleh suatu
insufisiensi divergen. Esoforia yang mempunyai sudut penyimpangan
lebih kecil pada waktu melihat dekat disebabkan oleh suatu ekses
konvergen. Biasanya diakibatkan oleh suatu akomodasi yang
berlebihan pada hipermetropia yang tak terkoreksi. EksoforiaAdalah
suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke arah temporal.
Dimana pada eksoforia akan terjadi deviasi ke luar pada mata yang
ditutup atau dicegah terbentuknya refleks fusi. Eksoforia adalah
kelainan yang paling sering dijumpai pada keadaan kelainan
keseimbangan kekuatan otot bola mata oleh karena kedudukan bola
mata pada waktu istirahat pada umumnya ada pada keadaan sedikit
menggulir ke arah luar. Eksoforia kecil tanpa keluahan sering
terjadi pada anak-anak.Eksoforia besar sering akan memberikan
keluhan astenopia. Apabila sudut penyimpangan pada waktu melihat
jauh lebih besar dari pada waktu melihat dekat, maka hal ini
biasanya disebabkan oleh suatu ekses divergen. Sedangkan apabila
sudut penyimpangan pada waktu melihat dekat lebih besar
dibandingkan waktu melihat jauh, maka hal ini disebabkan oleh
insufisiensi konvergen, biasanya disebabkan oleh kelemahan
akomodasi. Pada orang miopian mudah terjadi eksoforia karena mereka
jarang berakomodasi akibatnya otot-otot untuk berkonvergensi
menjadi lebih lemah dibanding seharusnya.HiperforiaAdalah suatu
tendensi penyimpangan sumbu penglihatan kearah atas. Dimana pada
hiperforia akan terjadi deviasi ke atas pada mata yang ditutup.
Umumnya keadaan ini disebabkan kerja yang berlebihan (over action)
otot-otot rektus superior dan obliqus inferior, atau kelemahan
(under action) otot-otot rektus inferior dan obliqus superior.
HipoforiaAdalah suatu tendensi penyimpangan sumbu penglihatan ke
arah bawah. Mata akan berdeviasi ke bawah bila
ditutup.SikloforiaAdalah suatu tendensi penyimpangan sumbu
penglihatan berotasi : Insikloforia: bila kornea jam 12 berputar ke
arah nasal. Eksikloforia: bila kornea jam 12 berputar ke arah
temporal.
2. Keluhan ini muncul sejak kecelakaan 6 bulan yang lalu, dimana
kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan kesadaran
selama lebih dari 30 menit.a. Hubungan kecelakaan 6 bulan yang lalu
dengan keluhan sekarangKeluhan esotrofia occuli dektra disebabkan
adanya kelumpuhan pada m. rectus lateralis dektra akibat parese
pada nervus abdusen. Jika dikaitkan dengan kecelakaan 6 bulan yang
lalu, parese N.VI dapat diakibatkan oleh trauma kepala saat
terjadinya kecelakaan. Dimana saat terjadi trauma di kepala dapat
menimbulkan suatu cedera pada kepala itu sendiri (head
injury).Berdasarkan berat-ringannya cedera kepala yang terjadi,
diukur secara kuantitatif menurut GCS terbagi atas: Cedera Kepala
RinganGCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan )
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada
fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.
Cedera Kepala Sedang ( CKS)GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau
amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak, atau contusio cerebri. Cedera
Kepala Berat (CKB)GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat
mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma
intracranial.
Berdasarkan klasifikasi diatas pada kasus termasuk dalam cedera
kepala sedang yang berpeluang untuk alami suatu fraktur tengkorak
atau contusio cerebri.Fraktur tengkorak lebih mudah terjadi pada
tulang yang tipis seperti tulang temporal, parietal, sinus
sphenoideus, foramen magnum, petrous temporal ridge, dan bagian
dalam os sphenoid. Pada contusio, otak mengalami perdarahan yang
tidak kasat mata dari luar walaupun neuron di otak alami krusakan.
Yang terpenting pada timbulnya kontusio adalah adanya akselerasi
yaitu pergerakan otak yg cepat saat akan terbentur yang menimbulkn
pergeseran otak dan efek destruktif. Akan terjadi benturan pada
batang otak sehingga terjadi blokade reversibel terhadap lintasan
ascenden retikularis difus. Sehingga input sensorik dan motorik
akan terhambat masuk ke otak, maka oenderita akan alami kehilangan
kesadaran. Selain itu apabila terjadi suatu benturan pada kepala di
daerah oksipital, maka dapat menekan serabut saraf abdusen yang
keluar dari pons. Saraf abducen yang keluar terletak di pinggir
bawah pons dan membentuk sudut hampir 90 derajat sehingga
memudahkannya menjadi trauma jika ada benturan. Saat ada penekanan
di nervus abdusen baik oleh karena edema, perdarahan ataupun proses
eksudasi, akan menyebabkan gangguan pada saraf tersebut.
Nervus abdusen berasal dari nucleus nervi abducentis di dasar
ventrikel ke-4 dibagian bawah pons dekat genu interna nervus
facialis. Setelah menembus pons, serabut tersebut keluar disebelah
anterior dan berjalan melewati pars petrosus os temporal kedalam
sinus cavernosus. Saraf ini masuk kedalam orbita bersama nervus
ketiga dan keempat lalu mempersarafi m. rectus lateralis.
Berdasarkan letak lesi dan gejalanya kemungkinan pada kasus lesi
terjadi pada nervus abdusen yang keluar dari pons hingga ke orbita.
Pada pasien gangguan nervus abdusen bisa terjadi akibat suatu
kontusio cerebri dimana benturan yang terjadi menekan batang otak
dan nervus abdusen yang keluar dipinggir bawah pons atau akibat
fraktur os temporal. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan
penunjang lain yang bisa membuktikan dimana letak lesi.
b. Mekanisme kehilangan kesadaranTrauma kepala gangguan aliran
darah otak hambatan aliran darah konstan suplai darah ke otak
gangguan jaringan otak neuron-neuron otak tidak mendapatkan sediaan
energy dari metabolisme oksidatif glukosa kehilangan kesadaran.
c. Bagaimana patofisiologi parese dari nervus kranialis VI yang
mempersarafi m. Rectus lateral (letak lesi, hubungan kecelakaan dan
kehilangan kesadaran dengan patofisiologi)a. Trauma oedema,
eksudasi cairan atau perdarahan penekanan N. VI paresis N. VI
kelemahan m. Rectus lateralis Esotropia mata kananb. Karena N. VI
berada di antara pons dan medulla oblongata (tempat keluarnya N. VI
di medulla oblongata), di mana medulla oblongata merupakan tempat
pengendalian kesadaran, sehingga saat trauma kemungkinan mengenai
tempat keluarnya N. VI (medulla oblongata) kehilangan kesadaran
3. Penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke arah
temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat
ke temporal kanan.a. Bagaimana mekanisme penglihatan ganda semakin
bertambah bila melihat ke temporal kanan?Trauma kepala kelumpuhan
n. abducens paresis otot rektus lateralis mata kanan fungsi kerja
primer otot rektus lateralis mata kanan (abduksi) ketidakseimbangan
tarikan otot ekstraokular posisi bola mata terganggu mata kanan
juling ke dalam (esotropia dekstra) (pada saat melihat benda) kedua
fovea menerima bayangan yang berbeda diplopiaSemakin lihat ke
kanan, bayangan jatuh semakin jauh dari fovea sehingga diplopianya
semakin meningkat.
4. Pemeriksaan oftalmologiAVOD: 6/12, dengan koreksi lensa
S-0,75 6/6AVOS: 6/12, dengan koreksi lensa S-0,75 6/6Hischberg : ET
15ACT : Shifting (+) OS: mata dominanDuction dan Version : hambatan
gerakan abduksi ke temporal pada mata kananWFDT (Worth Four Dot
Test) : uncrossed Diplopia semakin bertambah bila melihat ke sisi
mata nondominanFDT (Forced Duction Test) : Tidak terdapat tahanan
pada gerakan dengan bantuan pinset.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal serta cara pemeriksaan
:i. AVOD dan AVOS Normal visus adalah 6/6. Pada kasus ini AVOD dan
AVOS adalah 6/12 berarti ada penurunan tajam penglihatan mata.
Dengan koreksi lensa spheris -0,75 visus kembali menjadi 6/6,
menandakan pasien menderita kelinan refraksi berupa myopia simplex.
Hal ini bisa terjadi karena bola mata yang terlalu panjang,
kelengkungan kornea yang terlalu besar, atau ketegangan visual yang
biasa diakibatkan oleh kebiasaan. Sehingga, cahaya yang masuk tidak
jatuh tepat di retina, melainkan di depan retina, menyebabkan visus
menurun.Cara pemeriksaan visus adalah menggunakan Snellen chart.
Pasien melihat Snellen chart dari jarak 6 meter, lalu membaca
huruf-huruf. Jika pasien tidak bisa membaca sampai baris 6/6, maka
pasien diminta membaca melalui pinhole. Jika maju, berarti pasien
mengalami gangguan refraksi. Gunakan trial frame dan trial lens,
diawali dengan menggunakan S -0,25. Jika lebih terang, maka lanjut
ditambahkan sampai 6/6, atau sampai visus maksimal. Jika tidak,
ganti dengan lensa S +0.25, lanjut sampai visus 6/6.
ii. Hischberg
Uji hirschberg/refleks kornea adanya metode untuk melihat adanya
juling dengan menggunakan sentolop dan melihat refleks sinar pada
kornea.Pada uji ini mata disinari dengan sentolop dan akan terlihat
refleks sinar pada permukaan kornea. Refleks sinar pada mata normal
terletak pada kedua mata sama-sama di tengah pupil. Bila satu
refleks sinar ditengah pupil sedang pada mata yang lain di nasal
berarti pasien juling keluar atau eksotropiadan sebaliknya bila
refleks sinar sentolop pada kornea berada di bagian temporal kornea
berarti mata tersebut juling ke dalam atau esotropia. Setiap
pergeseran letak refleks sinar dari sentral kornea 1 mm berarti ada
deviasi bola mata 7 derajat.Pada skenario: ET 15oInterpretasi :
Terjadi esotropia, pada pasien ini ketika diberi sinar maka refleks
sinar sentolop pada kornea berada dibagian temporan kornea. Selain
itu, 15o menandakan adanya pergeseran refleks sinar dari sentral
kornea kira-kira 2 cm.
iii. ACTTujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya
Heterophoria.
Prosedur/Tehnik Pemeriksaan :1. Minta pasien untuk selalu
melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang
jelas, maka gunakan kacamata koreksinya. 2. Pemeriksa menempatkan
dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga apabila terjadi
gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan
jelas atau di deteksi dengan jelas. 3. Perhatian dan konsentrasi
pemeriksa selalu pada mata yang ditutup. 4. Sewaktu tutup di buka,
bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam
(nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar
D) 5. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari
dalam (nasal) luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di
tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA. Esophoria dinyatakan
dengan inisial = E (gambar C) 6. Sewaktu tutup di buka, bila
terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah
(inferior)) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat
kelainan HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial = X
(gambar E) 7. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan
dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru
saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPOPHORIA. Hypophoria
dinyatakan dengan inisial = X (gambar F) 8. Untuk mendeteksi
Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali
adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk
itu metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata
bergantian (Alternating Cover Test).
iv. Duction and version Duksi (pergerakan masing-masing mata)
Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang
digerakkan kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan
rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis
otot atau karena kelainan mekanik anatomik. TujuanPemeriksaan ini
dilakukan untuk melihat pergerakan setiap otot mata menurut fungsi
gerakan otot tersebut DasarSetiap otot penggerak mata mempunyai
fungsi khusus pada pergerakan mata sedang pada otot yang berlawanan
terjadi pergerakan antagonis yang sesuai (Hk. Sherington)
Alat Okluider Lampu fiksasi Teknik Pemeriksaan ini dilakukan
pada jarak dekat atau 30cm Mata diperiksa satu persatu Dilihat
pergerakan mata dengan menyeluruh mata tersebut mengikuti gerakan
sinar ke atas, bawah, kiri, kanan, temporal atas, temporal bawah,
nasal atas, dan nasal bawah. Interpretasi Bila tidak terlihat
kelambatan pergerakan otot disebut fungsi otot normal
Versi (pergerakan dua mata) Meminta pasien melihat mengikuti
gerakan obyek yang dipegang pemeriksa, ke 9 arah utama. Uji untuk
Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33
cm dalam 9 posisi diagnosis primer lurus kedepan; sekunder kekanan,
kekiri keatas dan kebawah; dan tersier keatas dan kekanan, kebawah
dan kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu
mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan
sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja kurang
(underreaction). Tujuannya untuk melihat pergerakan kedua mata pada
satu arah yang sama Pasangan otot setiap mata akan berkontraksi
sama ke arah yang sama (Hk. Hering) Alat Objek (lampu fiksasi)
Okluder Teknik Diletakkan objek 30 cm didepan mata Pasien diminta
tetap menegakkan kepala Dilakukan pemeriksaan dengan lampu fiksasi
pada kedudukan arah kardinal sekaligus pada kedua mata Pemeriksaan
mengamati kemungkinan adanya aksi lebih pada kedua otot oblik
inferior dan aksi kurang otot dan aksi lebih otot kontralateral,
sinergis, tarikan bola mata dan pengecilan celah kelopak Nilai
Diberikan (+) bila terdapat overaksi. (-) bila terdapat underaksi
Versi horizontal : dekstroversi dan levoversi Dekstroversi :
kontraksi rektus medius ke kanan dan rektus lateral ke kiri
Levoversi : kontraksi rektus lateral kiri dan rektus medius kanan
serta relaksasirektus medius kiri dan rektus lateral kanan.
Intrepetasi : Akan dirasakan kesulitan melihat kearah temporal
kanan dengan mata kanan
v. WFDT TujuanTes untuk melihat adanya supresi, deviasi,
ambliopia, dan fusi DasarMelihat melalui filter berwarna akan
melihat warna benda yang berwarna sesuai dengan filter yang
dipakai. Warna putih akan dirubah oleh filter sesuai dengan warna
filter. Warna-warna lain melalui filter tidak akan terlihat. Alat
Kaca mata filter merah (mata kanan), hijau (mata kiri) Kotak hitam
dnegan 4 lobang (lebar 2-3cm) susunan ketupat 2 lobang lateral
berwarna hijau. 1 di atas warna merah, 1 di bawah warna putih Untuk
tes dekat 30cm dipakai sentolop dengan modifikasi Worth four dots.
Teknik Pasien memakai kaca mata, koreksi diberikan sesuai kaca mata
dan diberi kaca filter merah pada mata kanan dan hijau pada mata
kiri Pasien diperiksa pada jarak 6 meter atau 30 cm Pasien diminta
menerangkan apa yang dilihat dengan kedua mata sewaktu melihat
Worth four dots InterpretasiBila yang terlihat 4 sinar berarti ada
fusi 2 sinar merah atau 3 hijau saja berarti ada supresi dan
menunjukkan mata mana yang dengan supresi Bila 2 titik merah saja
yang terlihat berarti supresi kiri Bila 3 titik hijau saja yang
terlihat berarti supresi mata kanan Bila tampak sumber cahay putih
kdang berwarna hijau kadang merah berarti adanya supresi secara
bergantianBila tampak 5 sinar berarti diplopia yang didapat
bersilang ekso, tidak bersilang- eso dapat dengan hiper atau
hipo-deviasi
vi. FDTGerak bola mata dilakukan satu persatu/ monok uler
(duksi) dimulai dari mata kanan. Setelah masing masung boma mata
diperiksa, dilakukan pemeriksaan gerak dua mata/ binokuler (versi).
Pemeriksaan dilakukan cara pasien dan pemeriksa duduk berhadapan.
Penderita diminta untuk mengikuti obyek pemeriksaan (penlight/
ujung jari pemeriksa) kebeberapa arah tanpa menggerakkan
kepala.Arah gerah obyak pada pemeriksaan adalah 9 posisis primer
yaitu:atas, kanan, atas, kanan, kanan bawah, bawah, kiri bawah,
kiri, kiri atas, dan pandangan lurus kedepan. Pada pemeriksaan dua
mata bersama sama perhatikan pergerakan kedua bola mata. Ketika
melihat jauh kedua mata mempunyai posisi lurus kedepan sedangkan
saat melihat dekan kedua bola mata saling mendekat.
5. esotropia okuli dextra a. Differential diagnosis kasus ini
Diagnosis banding pada skenario ini adalah :a. Esotropia et causa
paresisPada FDT : tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan
bantuan pinsetb. Esotropia et causa hambatan mekanikPada FDT :
tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset
b. Cara penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjangDiagnosis
AnamnesisPertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit
sangat membantu dalam menentukan, diagnosis, prognosis dan
pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu ditanyakan :a. Riwayat
keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal
dominan.b. Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal
timbulnya strabismus makin jelek prognosisnya.c. Timbulnya
strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit
sistemik.d. Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari
strabismusnya? Bagaimana penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa
lelah? Apakah pasien menutup matanya jika terkena sinar matahari?
Apakah matanya selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah
derajat deviasinya tetap setiap saat?e. Fiksasi : apakah selalu
berdeviasi satu mata atau bergantian?
a. InspeksiDengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah
strabismusnya konstan atau hilang timbul (intermitten),
berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),d an
berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan
pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat
fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya
nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam
penglihatannya menurun. Pemeriksaan Ketajaman PenglihatanTajam
penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk
membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa
sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa
diketahui kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih
sangat muda, yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar
mata bisa memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran
dibuat sekecil mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan
tingkat kecerdasannya. Jika dengan menutup satu mata anak tersebut
melawan, sedang dengan menutup mata yang lain tidak melawan, maka
mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa
perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh
menaruhkan jari-jarinya pada sebuah titik yang ukurannya telah
dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang dikerjakan
secara berkala (dimulai pada umur 2-2 tahun). Pada umur 2 - 3 tahun
anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil
(kartu Allen). Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan
permainan E (E-game) yaitu dengan kata snellen konvensional dengan
huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak menunjukkan arah
kaki huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.Tajam penglihatan dan
kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan metode
melihat apa yang disukai anak (preferential looking method), yang
didasarkan pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan
yang telah dipola (diberi corak) atau melihat lapangan yang
seragam. Pemeriksaan Kelainan RefraksiMemeriksa kelainan refraksi
dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat penting. Obat
baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa
diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 %
beberapa kali sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada
anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai karena sikloplegianya
berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga mengganggu pelajaran
sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau
siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik. Menentukan Besar Sudut
DeviasiA. Uji Prisma dan Penutupan Uji penutupan (cover test) Uji
membuka penutup (uncover test) Uji penutup berselang seling
(alternate cover test)Penutup ditaruh berselang seling didepan mata
yang pertama dan kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan
deviasi total (heterotropia dan heteroforia) Uji penutupan plus
prismaUntuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma
dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau kedua
mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup
berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup
dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma dengan kekuatan base
out yang semakin tinggi didepan salah satu atau kedua mata sampai
gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh mata yang deviasi. B.
Uji ObjektifUji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena
tidak diperlukan laporan laporan pengamatan sensorik dari pasien.
Namun diperlukan kerjasama dan tajam penglihatan yang utuh. Uji
batang Maddox bersifat subjektif, Karena nilai akhir pelaporan
berdasarkan laporan pengamatan sensorik pasien. Pada kasus dimana
pasien dalam keadaan bingung atau tidak kooperatif, mungkin tidak
respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan klinis posisi mata
yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji objektif)
jauh kurang akurat, walaupun kadang-kadang masih bermanfaat.
Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada
pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni :1. Metode
HirschbergPasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm
kemudian lihat pantulan cahaya pada kedua kornea mata.1) Bila
letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi2) Bila letaknya
dipinggir pupil maka deviasinya 15 3) Bila letaknya dipertengahan
antara pupil dan limbus maka deviasinya 30 4) Bila letaknya
dilimbus maka deviasinya 45 5) Metode Refleksi Prisma (modifikasi
uji krimsky)Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak
sembarangan. Prisma ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan
prisma yang diperlukan agar refleksi kornea pada mata yang juling
berada ditengah-tengah pupil menunjukkan besarnya sudut deviasi.
Duksi (rotasi monokular)Satu mata ditutup dan mata yang lain
mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah pandangan, sehingga
adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini bisa
karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik. Versi
(gerakan Konjugasi Okular)Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata
mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm dalam 9 posisi diagnosis
primer lurus kedepan; sekunder kekanan, kekiri keatas dan kebawah;
dan tersier keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan
kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan
relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih
(overreaction) dan kerja kurang (underreaction). Konsensus : pada
posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau
bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya.
Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih
otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar
untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan
menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.
Pemeriksaan Sensorik1. Uji stereopsisDigunakan kaca sasaran
Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran yang dipantau secara
monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat kedalamannya. Stereogram
titik-titik acak (random stereogram) tidak memiliki petunjuk
kedalaman bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik secara acak
(A field of random dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi
hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah
sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan tampak suatu
bentuk yang terlihat stereoskopis.2. Uji supresiAdanya supresi bisa
ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba dengan 4 lensa
merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang lain.
Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan merah, hijau dan putih.
Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda untuk persepsi mata
masing-masing dan bulatan putih yang bisa dilihat kedua mata dapat
menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan bulatan-bulatan dan jaraknya
Dari mata, menentukan luasnya retina yang diperiksa. Daerah fovea
dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak dekat atau jauh. 3.
Uji kelainan Korespondensi retinaKelainan korespondensi retina
dapat ditentukan dengan dua cara : dengan menunjukkan bahwa salah
satu fovea tidak tegak lurus didepannya dengan menunjukkan bahwa
titik retina perifer pada satu mata dan fovea mata lainnya
mempunyai arah yang bersamaan.4. Uji kaca beralur BagoliniUji ini
merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur halus
yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata.
Kondisi uji sedapat mungkin mendekati penglihatan normal. Terlihat
sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar tegak lurus pada arah
alur. Jika unsur retina perifer mata yang berdeviasi menunjuk
berkas cahaya melalui titik sumber cahaya maka berarti ada kelainan
korespondensi retina.
c. Diagnosis pastiEsotropia okuli ekstra e.c nervus abducen dan
miopia simpleks ringan
d. Etiologi Pada kasus ini, kecelakaan yang dialami oleh pasien
menyebabkan trauma kepala, sehingga terjadi parese Nervus VI. Nerv
us abduscens keluar dari batang otak, lalu N.VI berjalan ke atas
sepanjang klivus, lewat di antara pons dan arteri serebeli anterior
inferior sebelum menembus durameter. N.VI melewati durameter ke
klivus di bawah prosesus posterior, 1 cm di bawah puncak tulang
petrosus. Kemudian melalui sinus inferior melewati bagian bawah
ligamen petrolinoid (Dorello canal). Di sinus kavernosus, N VI
berjalan ke depan bersama dengan N.III, N.IV menuju ke orbita
melewati fisura orbitalis superior. Saraf III dan IV relatif
terlindungi di dalam dinding kavernosus, N.VI berjalan di
tengah-tengah sinus sehingga peka terhadap kerusakan di sinus. N.VI
bergabung sebentar dengan cabang simpatis dari pleksus parakotis
kemudian bergabung dengan cabang dari V V 1 yang menuju ke dilator
iris. N.VI merupakan saraf otak terpanjang intra kranial, sehingga
rawan terhadap gangguan, Kelumpuhan abdusen dapat terjadi pada
tekanan intrakranial yang tinggi serta gangguan-gangguan yang dapat
memberi tekanan pada syaraf yang menyebabkan pembengkakan
disekitarnya atau peningkatan tekanan di dalam tengkorak. Yang
lainnya berhubungan dengan aliran darah menuju syaraf. Akibat dari
kelumpuhan ini menyebabkan otot yang dipersarafi yaitu M. Rectus
Lateralis mengalami kelumpuhan, sehingga mata tidak bisa bergerak
ke arah temporal, menyebabkan esotropia
e. EpidemiologiStrabismus bisa terjadi pada anak-anak maupun
dewasa. Prevalensi sekitar 2% anak- anak usia di bawah 3 tahun dan
sekitar 3% remaja dan dewasa muda. Tidak terdapat perbedaan antara
jumlah wanita dan pria. Angka kejadian tertinggi ada pada jenis
esotropia strabismus. Strabismus mempunyai pola dalan keturunan
(autosoamal dominan). Misalnya, jika salah satu atau kedua orangtua
stabismus, sangat memungkinkan anaknya terkena strabismus juga.
Namun beberapa kasus bisa terjadi strabismus tanpa adanya riwayat
dalam keluarga.
f. Manifestasi klinisSebuah tanda nyata adanya strabismus adalah
sebelah mata tidak lurus atau tidak terlihat memandang ke arah yang
sama seperti mata sebelahnya. Pada orang dewasa hal ini menyebabkan
timbulnya penglihatan ganda.Tanda-tanda :a. Gerak mata terbatas,
pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi nyata
pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat
dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu
obyek yang digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa menggerakkan
kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-kadang hanya
ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia
saja.b. Deviasi Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot
yang lumpuh bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini
dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan
tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak. c.
Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi
lebih nyata bila mata digerakkan kearah ini.d. Ocular torticollis
(head tilting)Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot
yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa
strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya
terasa berkurang.e. Proyeksi yang salahMata yang lumpuh tidak
melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat
ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada
didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah
disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan
kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang
nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk
mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang
salah pada penderita. f. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh
diplopia dan proyeksi yang salah.Keadaan ini dapat diredakan dengan
menutup mata yang sakit.
g. Faktor resiko 1 Riwayat keluarga dengan strabismus2 Diabetes3
Hipertensi h. Penatalaksanaan Pengobatan BedahPemilihan prosedur
bedah karena sudah lebih dari 3 bulan ( regenerasi otot sudah lewat
). Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran
deviasi pada berbagai arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah
jauh dan dekat pada posisi primer, arah pandangan sekunder untuk
jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan
lateral ke kedua sisi untuk dekat.Reseksi dan resesi Cara yang
paling sederhana adalah memperkuat dan memperlemah. Dengan
menggunakan prosedur jensen. Memperkuat otot dilakukan dengan cara
yang disebut reseksi. Resesi adalah cara melemahkan otot yang baku.
Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan dari
perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi.
Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal
pada jarak yang telah ditentukan.Pada kasus ini, terjadi kelemahan
m.rectus lateralis kanan, maka m. Rectus lateralis, m. Rectus
superior kanan (penggerak bola mata ke kanan atas), m. Rectus
inferior kanan ( penggerak bola mata ke kanan bawah) dibelah
menjadi 2 bagian ( masing masing 6mm), lalu diikat satu sama lain.
Sedangkan m.rectus medialis dilakukan resisi dengan memundurkan
otot tersebut sebanyak 6 mm.
i. PencegahanPencegahan primer yaitu menghindari penyebab
strabismus, terutama akibat trauma kepala. Jika sudah terjadi, maka
pasien harus terus dipantau agar tidak terjadi amblyopia.j.
Prognosis Prognosis bergantung pada etiologi yang mendasari
terjadinya strabismus, keparahan dan kompleksitas strabismus. Jika
hanya melibatkan gangguan pada 1 jenis otot ekstraokuler prognosis
akan lebih baik. Jika penanganan dilakukan dengan segera prognosis
juga akan baik.Prognosis primer : bonamPrognosis functional : dubia
(akibat parese yang terjadi lebih dari 3 bulan dimana tidak terjadi
lagi regenerasi saraf. Kemungkinan besar nervus abdusen akan tetap
lemah dan kesulitan bergerak abduksi)
k. KDU KDU 2Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta
oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau
X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang
relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
IV. Hipotesis Laki-laki berumur 22 tahun mengalami esotropia
okuli dextra akibat parese dari nervus kranialis yang mempersarafi
m. Rectus lateral, serta myopia simplex
V. Learning issue
1. Anatomi dan fisiologi Anatomi2. 1 Nervus OkulomotoriusSaraf
okulomotorius merupakan berkas saraf somato motorik dan visero
motorik. Yang intinya terletak sebagian di depan substansia grisea
peri akuaduktal ( nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam
subtansia grisea (nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung
jawab untuk persarafan otot-otot ekstra okular. Nukleus otonom atau
edinger westphal bertanggug jawab untuk persarafan parasimpatis
otot-otot intra okular yakni otot sphincter pupil dan otot
ciliaris.3
Gambar 2.1 Perjalanan N.occulomotorius4
N.occulomotorius kanan dan kiri berjalan di antara A.cerebri
posterior dan A.sereberalis superior. Pada perjalan ke orbita,
keduanya berjalan dari sisterna basalis melalui ruang subarachnoid
ke ruang subdural. Masing-masing saraf menyebrangi Lig.
Sfenopetrosal menuju sinus cavernosus kemudian memasuki orbita
melalui fisura orbitalis superior. Saraf parasimpatik meninggalkan
saraf membentuk ganglion ciliar. Setelah memasuki orbita, kompnen
motorik terbagi menjadi dua (2). Cabang atas mempersarafi M.levator
palpebra superior dan M. rectus superior sedangkan cabang bawah
mempersarafi M.rektus medialis et inferior dan M.oblikus inferior.3
2.2 Nervus TrochlearisNukleus N.trochlearis terletak setinggi
coliculi inferior di depan substansia grisea peri akuaduktal, dan
segera berada di bawah nukleus N.occulomotorius. Saraf ini
merupakan satu-satunya Nn. Cranialis yang keluar dari dorsal batang
otak. Saraf ini melewati fisura pontosereberalis rostralis,
kemudian berjalan di bawah tentorium ke sinus cavernosus
selanjutnya ke orbita.3
Gambar 2.2 Perjalanan N.trochlearis42.3 Nervus AbducensNukleus
N.abducens terletak pada masing-masing pons bagian bawah dekat
medula oblongata, di bawah lantai ventrikel ke-IV. Serat radiks
abducens berjalan melalui basis pons di garis tengah dan muncul
sebagai N.abducens pada sambungan pontomedular, tepat di atas
piramid.3
Gambar 2.3 Perjalanan N.abducens4Kedua saraf melalui ruang
subarachnoid pada masing-masing sisi A.basilaris, lalu melalui
ruang subdural di depan clivus dan menembus duramater. N.abducens
bergabung dengan dua saraf lainnya yang turut mengontrol otot
ekstraokular dalam sinus cavernosus.3
Gambar 2.1 Saraf otot ekstraokular, tampak lateralFisiologi3.1
Pergerakan Bola MataTabel 3.1 Saraf otot ekstraokular dan
fungsinya3NervusOtotFungsi
N.occulomotoriusM.rectus superiorM.rectus medialisM.rectus
inferiorM.obliqus inferiorGerakan bola mata ke atasAbduksiGerakan
mata ke bawahGerakan mata ke atas
N.trochlearisM. obliqus superiorGerakan mata ke bawah
N.abducensM.rectus lateralisGerakan mata lateral
a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan
abduksi atau menggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini
dipersarafi oleh saraf ke VI (saraf abdusen), origonya di annulus
tendineus communis pada dinding posterior orbita, dan insersionya
di permukaan lateral bola mata tepat posterior terhadap taut
corneo-scleral. (Pada kasus)b. Muskulus rektus medius, kontraksinya
akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola mata kearah nasal
dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).c.
Muskulus rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi,
aduksi, dan intorsi bola mata yang dipersarafi oleh saraf ke III
(saraf okulomotor).d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan
menghasilkan depresi, adduksi, dan ekstorsi yang dipersarafi oleh
saraf ke III(saraf okulomotor).e. Muskulus oblik superior,
kontraksinnya akan menghasilkan intorsi, abduksi, dan depresi yang
dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)f. Muskulus oblik inferior
,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi, abduksi, dan elevasi yang
dipersarafi saraf ke III(saraf okulomotor).Keenam pasang otot
ekstraokular bekerja sama sedemikian rupa sehingga gambar benda
yang dilihat jelas dan tunggal. Gerakan mata melirik ke kiri
horizontal berarti gabungan kerja M.rectus lateralis kiri dan
M.rectus medialis kanan.3
Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat
terbentuk bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh
kedua mata sehingga terjadi fusi dipusat penglihatanSyarat terjadi
penglihatan binokuler normal:1. Tajam penglihatan pada kedua mata
sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak terlalu berbeda dan
tidak terdapat aniseikonia.2. Otot-otot penggerak kedua bola mata
seluruhnya dapat bekerja sama dengan baik, yakni dapat menggulirkan
kedua bola mata sehingga kedua sumbu penglihatan menuju pada benda
yang menjadi pusat perhatiannya.3. Susunan saraf pusatnya baik,
yakni sanggup menfusi dua bayangan yang datang dari kedua retina
menjadi satu bayangan tunggal.Gangguan gerakan bola mata terjadi
bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak dapat
mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan
keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata
menjadi strabismus.
3.2 Refleks CahayaJika cahaya jatuh pada retina, maka terjadi
perubahan diameter pupil. Refleks cahaya pupil ini mempunyai
pengaruh yang sama seperti pengatur diafragma otomatis kamera
fotografik. Arkus refleks tidak melibatkan korteks. Oleh karena
itu, refleks pupil tidak memasuki tingkat kesadaran.3Serat aferen
arkus refleks menyertai nervus optikus meninggalkan traktus dekat
korpus genikulatumlateral sebagai berkas medial yang berlanjut ke
arah kolikulus superior dan berakhir pada nukleus area pretektal.
Neuron interkalasi berhubungan dengan Nukleus Edinger Westphal dari
kedua sisi, menyebabkan refleks cahaya langsung dan
konsensual.3Serat eferen motorik berasal dari Nukleus Edinger
Westphal dan menyertai N.occulomotorius ke dalam orbita. Serat pre
ganglion parasimpatik memasuki ganglion ciliaris, kemudian memasuki
mata dan mempersarafi otot sphincter pupil.3
2. Strabismus1. DefinisiStrabismus adalah suatu keadaan dimana
kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah. Satu mata bisa
terfokus pada satu objek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke
dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah. Keadaan ini bisa menetap
(selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang muncul dalam
keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stress.
1. PenyebabStrabismus biasanya disebabkan oleh:1. Kelumpuhan
pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik).
Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf.1.
Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan
mata (strabismus non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya
disebabkan oleh suatu kelainan di otak.
1. Klasifikasi1. Menurut manifestasinya1. Heterotropia :
strabismus manifes (sudah terlihat)Suatu keadaan penyimpangan sumbu
bola mata yang nyata dimana kedua penglihatan tidak berpotongan
pada titik fikasasi.Contoh: esotropia, eksotropia, hipertropia,
hipotropia
Gambar 3. Jenis-Jenis Heterotropia
1. Heteroforia : strabismus laten (belum terlihat
jelas)Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih
dapat diatasi dengan reflek fusi.Contoh: esoforia, eksoforia1.
Menurut jenis deviasi1. Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi1.
Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi1. Torsional :
insiklodeviasi atau eksiklodeviasi1. Kombinasi: horizontal,
vertikal dan atau torsional
1. Menurut kemampuan fiksasi mata1. Monokular : bila suatu mata
yang berdeviasi secara konstan1. Alternan : bila kedua mata
berdeviasi secara bergantian
1. Menurut usia terjadinya :1. kongenital : usia kurang dari 6
bulan.1. didapat : usia lebih dari 6 bulan.
1. Menurut sudut deviasi1. Inkomitan (paralitik)Sudut deviasi
tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan kelumpuhan otot
penggerak bola mata.1. Komitan (nonparalitik)Sudut deviasi tetap
konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang sebelahnya
pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi
sekunder (deviasi pada mata yang sehat).
1. GejalaGejalanya berupa:1. Mata lelah1. Sakit kepala1.
Penglihatan kabur1. Mata juling (bersilangan)1. Mata tidak mengarah
ke arah yang sama1. Gerakan mata yang tidak terkoordinasi1.
Penglihatan ganda.
1. Diagnosis1. Ketajaman penglihatanPemeriksaan dengan e-chart
digunakan pada anak mulai umur 3-3,5 tahun, sedangkan diatas umur
5-6 tahun dapat digunakan Snellen chart.1. Cover and Uncover Test:
menentukan adanya heterotropia atau heteroforia. Gambar 4. Cover
and Uncover Test
1. Tes Hirscberg: untuk mengukur derajat tropia, pemeriksaan
reflek cahaya dari senter pada pupil.Cara :0. Penderita melihat
lurus ke depan.0. Letakkan sebuah senter pada jarak 12 inci
(kira-kira 30 cm) cm di depan setinggi kedua mata pederita.0.
Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.0.
Keterangan: 3. Bila letak di pinggir pupil maka deviasinya 15
derajat.3. Bila diantara pinggir pupil dan limbus deviasinya 30
derajat.3. Bila letaknya di limbus deviasinya 45 derajat.
Gambar 5. Tes Hirscberg1. Tes Krimsky: mengukur sudut deviasi
dengan meletakkan ditengah cahaya refleks kornea dengan prisma
sampai reflek cahaya terletak disentral kornea.
Gambar 6. Tes Krimsky
3. EsotropiaA. DefinisiStrabismus atau juling merupakan keadaan
tidak sejajarnya kedudukan kedua bola mata karena tidak normal
penglihatan binokuler atau anomali kontrol neuromuskuler gerakan
okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional, atau
kombinasi Dari ketiganya.Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu
penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju
titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada
bidang horizontal ke arah medial.Esotropia adalah jenis strabismus
yang paling sering ditemukan. Strabismus ini dibagi menjadi dua
tipe : paretik (akibat paresis atau paralysis satu atau lebih otot
ekstraokular) dan nonparetik (komitan). Esotropia nonparetik adalah
tipe tersering pada bayi dan anak. Tipe ini dapat akomodatif,
nonakomodatif, atau akomodatif parsial. Strabismus paretik jarang
dijumpai pada anak tetapi merupakan penyebab tersering kasus baru
strabismus pada orang dewasa. Esotropia akuisita pada orang dewasa
umumnya paretik yang disebabkan oleh kelemahan otot rektus lateral
akibat cedera saraf kranial keenam.B. EpidemiologiEsotropia
akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons
dengan penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul
usia 2-5 tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit
penyebabnya.Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia
di dunia. Adanya kelainan organik sering menimbulkan strabismus.
Hasil penelitian akhir-akhir ini menyatakan 11,52% pasien dengan
strabismus ada kelainan di segmen posterior matanya. Diagnosis yang
banyak adalah Toxoplasma khorioretinitis, morning glory anomaly,
Toxocara retinopati, retinopati premature, dan Coats disease.
C. EtiologiPenyebab Esotropia adalah : Faktor refleks dekat,
akomodatif esotropia Hipertoni rektus medius konginetal Hipotoni
rektus lateralis akuisita Penurunan fungsi penglihatan satu mata
pada bayi dan anak
D. Gejala Klinisa. Gejala Subjektif : mata juling ke dalam, bisa
satu mata, bisa dua mata bergantianb. Gejala objektif : posisi bola
mata menyimpang ke arah nasal
E. KlasifikasiEsotropia nonakomodatifa. Esotropia infantilis
(kongenital)"Bawaan" berarti dari lahir dan, menggunakan definisi
yang ketat, sebagian besar bayi dilahirkan dengan mata yang tidak
selaras saat lahir. Hanya 23% bayi dilahirkan dengan mata lurus.
Pada kebanyakan kasus, satu mata atau yang lain benar-benar berubah
ke luar selama periode neonatal. Dalam tiga bulan pertama mata
secara bertahap datang ke penyelarasan konsisten lebih sebagai
koordinasi dari dua mata bersama sebagai sebuah tim berkembang.Hal
ini umum bagi bayi untuk tampil seolah-olah mereka telah esotropia,
atau berbelok ke dalam mata, karena jembatan hidung belum
sepenuhnya dikembangkan. Ini penampilan palsu atau simulasi dari
balik batin dikenal sebagai epicanthus. Selama bayi tumbuh, dan
jembatan menyempit sehingga sclera terlihat di sisi dalam, mata
akan tampak lebih normal.Esotropia bawaan yang benar adalah
berbalik ke dalam dengan jumlah yang besar, dan terjadi pada
anak-anak dengan jumlah sedikit, tetapi bayi tidak akan tumbuh dari
giliran ini. Esotropia kongenital biasanya muncul antara usia 2 dan
4 bulan.Hampir separuh dari semua kasus esotropia termasuk dalam
kelompok ini. Pada sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas.
Deviasi konvergen telah bermanifestasi pada usia 6 bulan.
Deviasinya bersifat comitant, yakni sudut deviasi kira-kira sama
dalam semua arahpandangan dan biasanya tidak dipengaruhi akomodasi.
Dengan demikian, penyebab tidak berkaitan dengan kesalahan refraksi
atau bergantung pada paresis otot ekstraokular. Sebagian besar
kasus mungkin disebabkan oleh gangguan kontrol persarafan, yang
mengenai jalur supranukleus untuk konvergensi dan divergensi serta
hubungan sarafnya ke fasikulus longitudinal medialis. Sebagian
kecil kasus disebabkan oleh variasi anatomik misalanya anomali
insersi otot-otot yang bekerja horizontal, ligamentum penahan
abnormal atau berbagai kelainan fasia lainya.Juga terdapat banyak
bukti bahwa strabismus dapat diturunkan secara genetis. Esoforia
dan esotropia sering diwariskan sebagai sifat dominan autosom.
Saudara kandung mungkin mengalami deviasi mata yang sama. Sering
terdapat unsur akomodatif pada esotropia comitant, yakni koreksi
kesalahan refraksi hiperopik berkurang tetapi tidak menghilangkan
semua deviasi.Deviasi itu sendiri sering besar (40o) dan biasanya
comitant. Abduksi mungkin terbatas, tetapi dapat terjadi. Setelah
usia 18 bulan, dapat diamati ada deviasi vertikal. Yakni, kerja
berlebihan otot-otot oblikus atau disosiasi deviasi vertikal.
Mungkin dijumpai nistagmus, mansfestasi maupun laten. Kesalahan
refraksi yang paling sering dijumpai adalah hipertropia sedang.
Mata yang tampak lurus adalah mata yang digunakan untuk melakukan
fiksasi. Hampir selalu, mata tersebut adalah mata yang memiliki
penglihatan yang lebih baik atau kesalahan refraksi yang lebih
rendah (atau keduanya). Apabila terdapat anisometropia, mungkin
juga terdapat ambliopia. Apabila dalam waktu yang berlaianan mata
yang digunakan untuk fiksasi berbeda-beda, pasien dikatakan
memperlihatkan fiksasi berselang seling spontan; dalam hal ini,
penglihatan kedua mata mungkin samaatau hampi sama. Pada sebagian
kasus, preferensi mata ditentukan oleh arah pandangan. Misalnya,
pada esotropia skala besar, terdapat kecenderungan pasien
menggunakan mata kanan sewaktu memandang ke kiri dan mata kiri
untuk memandang ke kanan (fiksasi silang).Esotropia infantilis
diterapi secara bedah. Terapi awal non bedah dapat diindikasikan
untuk memastikan hasil terbaik yang dapat dicapai. Perlu ditekankan
bahwa amblioplia harus diterapi secara penuh sebelum dilakukan
tindakan bedah. Pada kesalahan refraksi hipertropik 3 D atau lebih
harus dicoba penggunaan kacamata untuk menentukan apakah penurunan
akomodasi menimbulkan efek positif terhadap deviasi. Sebagai
alternatif untuk penggunaan kacamata, dapat digunakan
miotika.Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis
dan terapi ambliopia dilakukan. Setelah dicapai perbaikan terukur,
tindakan bedah harus segera dilakukan karena terdapat banyak bukti
bahwa semakin cepat mata disejajarkan hasil sensorik yang diperoleh
akan lebih baik. Banyak prosedur yang telah dianjurkan, tetapi 2
yang paling populer, yakni:1. Pelemahan otot rektus medialis2.
Reseksi otot rektus medialis dan reseksi otot lateralis mata yang
samab. Esotropia nonakomodatif yang didapatJenis esotropia ini
timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun. Hanya sedikit atau
tidak terdapat faktor akomodatif. Sudut strabismus sering lebih
kecil daripada yang terdapat pada esotropia infantilis tetapi dapat
meningkat seiring dengan waktu. Di luar hal itu, temuan klinis sama
seperti yang terdapat pada esotropia konginetal. Terapi adalah
tindakan bedah dan mengikuti petunjuk yang samaseperti untuk
esotropia konginetal.Esotropia akomodatif Esotropia akomodatif
terjadi apabila terdapat mekanisme akomodasi fisiologik normal
disertai respon konvergensi berlebihan tetapi divergensi fusional
yang relatif inufisiensi untuk menahan mata tetap lurus. Tetapi dua
mekanisme patologik yang bekerja, bersama-sama atau tersendiri :1.
Hiperopia yang cukup tinggi, yang memerlukan banyak akomodasi(dan
dengan demikian konvergensi) untuk memperjelas bayangan sehingga
timbul esotropia2. Rasio KA/A yang tinggi, yang disertai hiperopia
ringan samapi sedanga. Esotropia akomodatif hiperopiaEsotropia
akomodatif akibat hiperopia biasanya mulai timbul pada usia 2-3
bulan tetapi dapat muncul lebih dini atau lambat. Sebelum terapi,
deviasi bervariasi. Kacamata disertai refraksi sikloplegik penuh
memungkinkan mata sejajar.b. Esotropia akomodatif akiabat rasio
KA/A yang tinggiPada esotropia akomodatif akibat rasio konvergensi
akomodatif terhadap akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi, deviasi
lebih besar pada penglihatan dekat daripada penglihatan jauh.
Kesalahan refraksinya adalah hiperopia. Terapi adalah kacamata
dengan refraksi siklopegik penuh ditambah bifokal atau miotik untuk
menghilangkan deviasi berlebihan pada penglihatan dekat.Esotropia
Akomodasi Parsial Dapat terjadi suatu mekanisme campuran , sebagian
ketidakseimbangan otot dan sebagian ketidakseimbangan
akomodasi/konvergensi. Walaupun terapi akomodasi menurunkan sudut
deviasi, namu esotropianya sendiri tidak menghilang. Tindakan bedah
dilakukan untuk komponen nonakomodatif deviasi dengan pilihan
posedur bedah seperti dijelaskan untuk esoropia
infantilis.Esotropia paretik (Incomitant) Kelumpuhan Abducens Pada
strabismus incomitant, selalu terdapat satu atau lebih otot
ekstraokular yang paretik. Pada kasus esotropia incomitant, paresis
biasanya mengenai satu atau kedua otot rectus lateralis, biasanya
akibat kelumpuhan saraf abducens. Kasus-kasus ini sering dijumpai
pada orang dewasa yang mengidap hipertensi sistemik atau diabetes,
tetapi kelumpuhan saraf abducens kadang-kadangdapat merupakan tanda
awal suatu tumor atau peradangan yang mengenai susunan saraf pusat.
Karena itu, tanda-tanda neurologik terkait sangat penting
diperhatikan. Trauma kepala adalah penyebab lain kelumpuhan
abducens yang terjadi.Esotropia incomitan juga dijumpai pada bayi
dan anak, tetapi jauh lebih jarang dibandingkan esotropia comitant.
Kasus-kasus ini terjadi akibat cedera persalinan yang mengenai otot
secara langsung, akibat cedera pada saraf, atau tang lebih jarang,
akibat anomali konginetal otot rektus lateralis atau perlekatan
fasianya.Apabila otot rektus lateralis mengalami paralisis total,
mata tidak dapat berabduksi melewati garis tengah. Gambaran khas
esotropia lebih besar pada jarak jauh daripada jarak dekat dan
lebih besar pada sisi yang terkena. Paresis otot rektus lateralis
kanan menyebabkan esotropia yang menjadi lebih besar sewaktu
memandang ke kanan dan, apabila paresisnya ringan sedikit atau
tidak terjadi deviasi sewaktu memandang ke kiri.Apabila dalam 6-8
minggu setelah onset paresis tidak terdapat tanda-tanda perbaikan,
dapat diberikan suntikan toksin botulinum tipe A ke dalam otot
rektus medialis antagonis yang mungkin bermanfaat atau bahkan
menyembuhkan pada kasus-kasus ringan. Pada kasus yang lebih parah,
penyuntikan akan memperkecil kemungkinan kontraktur otot antagonis.
Apabila tidak timbul perbaikan setelah 6 bulan, perlu dilakukan
tindakan bedah. Apabila sedikit atau tidak terdapat kontraktur otot
rektus medialis, diindikasikan tindakan rersesi otot tersebut
disertai reseksi besar otot rektus lateralis yang paresis. Untuk
paralisis abduksi total, insersi otot rektus inferior dan superior
dapat diubah ke insersi otot rektus lateralis, dan otot rektus
medialis dapat diresesi atau dilumpuhkan sementara dengan toksin
Bottulinum A. Penggunaan jahitan yang dapat disesuaikan
memungkinkan bedah resesi otot dilakukan secara halus sehingga
diperoleh daerah penglihatan binokular tunggal terluas. Abduksi
otot yang paretik akan selalu terbatas.
F. Diagnosisv Anamnesis Pertanyaan yang lengkap dan cermat
tentang riwayat sakit sangat membantu dalam menentukan, diagnosis,
prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu
ditanyakan:Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara
autosomal dominan.Umur pada saat timbulnya strabismus : karena
makin awal timbulnya strabismus makin jelek prognosisnya.Timbulnya
strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit
sistemik.Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya?
Bagaimana penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah
pasien menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya
selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya
tetap setiap saat?Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau
bergantian?v InspeksiDengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah
strabismusnya konstan atau hilang timbul (intermitten),
berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),dan
berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan
pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat
fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya
nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam
penglihatannya menurun. v Pemeriksaan Ketajaman PenglihatanTajam
penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk
membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa
sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa
diketahui kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih
sangat muda, yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar
mata bisa memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran
dibuat sekecil mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan
tingkat kecerdasannya. Jika dengan menutup satu mata anak tersebut
melawan, sedang dengan menutup mata yang lain tidak melawan, maka
mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa
perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh
menaruhkan jari-jarinya pada sebuah titik yang ukurannya telah
dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang dikerjakan
secara berkala (dimulai pada umur 2-2 tahun). Pada umur 2 - 3 tahun
anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil
(kartu Allen). Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan
permainan E (E-game) yaitu dengan kata snellen konvensional dengan
huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak menunjukkan arah
kaki huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.Tajam penglihatan dan
kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan metode
melihat apa yang disukai anak (preferential looking method), yang
didasarkan pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan
yang telah dipola (diberi corak) atau melihat lapangan yang
seragam.v Pemeriksaan Kelainan RefraksiMemeriksa kelainan refraksi
dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat penting. Obat
baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa
diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 %
beberapa kali sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada
anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai karena sikloplegianya
berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga mengganggu pelajaran
sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau
siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.v Menentukan Besar Sudut
DeviasiA. Uji Prisma dan Penutupanv Uji penutupan (cover test)v Uji
membuka penutup (uncover test)v Uji penutup berselang seling
(alternate cover test)Penutup ditaruh berselang seling didepan mata
yang pertama dan kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan
deviasi total (heterotropia dan heteroforia).v Uji penutupan plus
prisma Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma
dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau kedua
mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup
berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup
dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma dengan kekuatan base
out yang semakin tinggi didepan salah satu atau kedua mata sampai
gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh mata yang deviasi. B.
Uji Objektif Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena
tidak diperlukan laporan laporan pengamatan sensorik dari pasien.
Namun diperlukan kerjasama dan tajam penglihatan yang utuh. Uji
batang Maddox bersifat subjektif, Karena nilai akhir pelaporan
berdasarkan laporan pengamatan sensorik pasien. Pada kasus dimana
pasien dalam keadaan bingung atau tidak kooperatif, mungkin tidak
respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan klinis posisi mata
yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji objektif)
jauh kurang akurat, walaupun kadang-kadang masih bermanfaat.
Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada
pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni:Metode
HirschbergPasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm
kemudian lihat pantulan cahaya pada kedua kornea mata.1) Bila
letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi2) Bila letaknya
dipinggir pupil maka deviasinya 15 3) Bila letaknya dipertengahan
antara pupil dan limbus maka deviasinya 30 4) Bila letaknya
dilimbus maka deviasinya 45 Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji
krimsky)Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan.
Prisma ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang
diperlukan agar refleksi kornea pada mata yang juling berada
ditengah-tengah pupil menunjukkan besarnya sudut deviasi.v Duksi
(rotasi monokular)Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti
cahaya yang digerakkan kesegala arah pandangan, sehingga adanya
kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini bisa karena
paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.v Versi
(gerakan Konjugasi Okular)Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata
mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm dalam 9 posisi diagnosis
primer lurus kedepan; sekunder kekanan, kekiri keatas dan kebawah;
dan tersier keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan
kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan
relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih
(overreaction) dan kerja kurang (underreaction). Konsensus : pada
posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau
bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya.
Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih
otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar
untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan
menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.v Pemeriksaan
Sensorik1) Uji stereopsisDigunakan kaca sasaran Polaroid untuk
memilahkan rangsangan. Sasaran yang dipantau secara monokular
hampir-hampir tidak bisa dilihat kedalamannya. Stereogram
titik-titik acak (random stereogram) tidak memiliki petunjuk
kedalaman bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik secara acak
(A field of random dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi
hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah
sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan tampak suatu
bentuk yang terlihat stereoskopis.
2) Uji supresiAdanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik
Worth. Gagang pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan
lensa hijau didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan
bulatan-bulatan merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna
ini adalah tanda untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan
putih yang bisa dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya
diplopia. Pemilahan bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata,
menentukan luasnya retina yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah
perifer dapat diperiksa dengan jarak dekat atau jauh.3) Uji
kelainan Korespondensi retinaKelainan korespondensi retina dapat
ditentukan dengan dua cara:1. dengan menunjukkan bahwa salah satu
fovea tidak tegak lurus didepannya2. dengan menunjukkan bahwa titik
retina perifer pada satu mata dan fovea mata lainnya mempunyai arah
yang bersamaan.4) Uji kaca beralur BagoliniUji ini merupakan uji
metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur halus yang arahnya
berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata. Kondisi uji
sedapat mungkin mendekati penglihatan normal. Terlihat sebuah titik
sumber cahaya dan seberkas sinar tegak lurus pada arah alur. Jika
unsur retina perifer mata yang berdeviasi menunjuk berkas cahaya
melalui titik sumber cahaya maka berarti ada kelainan korespondensi
retina.G. Diagnosis BandingPseudosetropia karena epikantus yang
lebarH. Penatalaksanaan Tujuan utama pengobatannya adalah
mengembalikan efek sensorik yang hilang karena strabismus
(ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan
mata yang telah membaik dan telah diluruskan baik secara bedah
maupun non bedah. Pada orang dewasa dengan strabismus akuisita,
tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki penglihatan
binokular tunggalv Pengobatan non-bedaha. Terapi oklusi : mata yang
sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata yang ambliopb.
Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus
adalah kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena
pemakaian kacamata memungkinkan mekanisme fusi bekerja sampai
maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia, maka
esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia
akomodatif refraktif).c. Obat farmakologik1. Sikloplegik
Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara menghalangi kerja
asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan dengan demikian
mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan adalah tetes mata
atau salep mata atropin biasanya dengan konsentrasi 0,5% (anak) dan
1% (dewasa).2. Miotik Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi
yang berlebihan pada esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio
konvergensi akomodatif dan akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi. Obat
yang biasa digunakan adalah ekotiofat iodine (Phospholine iodide)
atau isoflurat (Floropryl), yang keduanya membuat
asetikolinesterase pada hubungan neuromuskular menjadi tidak aktif,
dan karenanya meninggikan efek impuls saraf.3. Toksin Botulinum
Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot ekstraokular menyebabkan
paralisis otot tersebut yang kedalaman dan lamanya tergantung
dosisnya. v Pengobatan BedahMemilih otot yang perlu dikoreksi :
tergantung pengukuran deviasi pada berbagai arah pandangan.
Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer, arah
pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk
dekat, serta pandangan lateral ke kedua sisi untuk dekat.Reseksi
dan resesi Cara yang paling sederhana adalah memperkuat dan
memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut
reseksi. Otot dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran
tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit
kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah
cara melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata,
dibebaskan dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi
retraksi. Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang
insersi asal pada jarak yang telah ditentukan.
4. Gangguan refraksiHasil pembiasan sinar pada mata ditentukan
oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata,
lensa, benda kaca dan panjangnya bola mata. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata
demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang
normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi atau istirahat melihat jauh.Dikenal beberapa titik di
dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum merupakan titik
terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum
Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang
berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada
emetropia, punctum remotum terletak di depan mata, sedangkan pada
mata hipermetropia titik semu di belakang mata.
EMETROPIAEmetropia berasal dari kata Yunani emetros yang berarti
ukuran normal atau dalam keseimbangan wajar sedang arti opsis
adalah penglihatan. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa
adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi
normal.Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar
jauh difokuskan sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan
akomodasi. Bia sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea
disebut ametropia.Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal
atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa
dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan ke makula
lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak
akan 6/6 atau 100%.Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar
ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan
panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat
dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan
sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat
benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda.
Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih
pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada
makula. Keadaan ini disebut sebagai emetropia yang dapat berupa
miopia, hipermetropia, atau astigmat.Kelainan lain pada pembiasan
mata normal adalah gangguan perubahan kecembungan lensa yang dapat
berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi
gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia
lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.
AKOMODASIPada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan
terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan,
maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada
retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada
jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah
kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot
siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat.
Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin
dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung).
Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi
akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi
atau melihat dekat.Dikenal beberapa teori akomodasi seperti: Teori
akomodasi Hemholtz: dimana zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot
siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung
dan diameter menjadi kecil. Teori akomodasi Thsernig: dasarnya
adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang
dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superfisial atau korteks
lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn
sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial di
depan nukleus akan mencembung.Mata akan berakomodasi bila bayangan
benda difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh tidak
difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi
hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus-menerus
walaupun letak bendanya jauh dan pada keadaan ini diperlukan fungsi
akomodasi yang baik.Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali
sehingga memberikan kesukaran pada pemeriksaan kelainan refraksi.
Daya akomodasi kuat pada anak-anak dapat mencapai + 12.0-18.0 D.
Akibat daripada ini, maka pada anak-anak yang sedang dilakukan
pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin terjadi
koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata
tersebut memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih).
Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan
siklopegik yang melumpuhkan otot akomodasi sehingga pemeriksaan
kelainan refraksinya murni, dilakukan pada mata beristirahat.
Biasanya diberika siklopegik atau sulfas atropin tetes mata selama
3 hari. Sulfas atropin bersifat parasimpatolitik, yang bekerja
selain untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkan otot sfingter
pupil.Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya
akomodasi akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa
sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia
lanjut disebut presbiopia.
PRESBIOPIAGangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi
akibat: Kelemahan otot akomodasi Lensa mata tidak kenyal atau
berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.Akibat gangguan
akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair
dan sering terasa pedas.Pada pasien presbiopia, kacamata atau adisi
diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu,
biasanya:+1.0 D untuk usia 40 tahun+1.5 D untuk usia 45 tahun+2.0 D
untuk usia 50 tahun+2.5 D untuk usia 55 tahun+3.0 D untuk usia 60
tahunKarena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.0 D adalah
lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada
keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak
33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +3.00
D sehingga sinar yang keluar akan sejajar.Pemeriksaan adisi untuk
membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada
waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka-angka di
atas tidak merupakan angka yang tetap.
AMETROPIAKeseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan
oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola
mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding
bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar
terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang
aksial.Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila
terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih
pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada
makula. Keadaan ini disebut sebagai emetropia yang dapat berupa
miopia, hipermetropia, atau astigmat.Dalam bahasa Yunani ametros
berarti tidak sebanding atau tidak seimbang, sedangkan ops berarti
mata. Sehingga yang dimaksud dengan ametropia adalah keadaan
pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal
ini akan teerjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media
penglihatan atau kelainan bentuk bola mata.Ametropia dalam keadaan
tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat memberikan bayangan
sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Pada
keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk.
Dikenal berbagai bentuk ametropia, seperti:a. Ametropia
aksialAmetropia yang terjadi akibat sumbu optik bila mata lebih
panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di
depan atau di belakang retina. Pada miopia aksial fokus akan
terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada
hipermetropia aksial fokus bayangan terletak dibelakang retina.b.
Ametropia refraktifAmetropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar
di dalam mata. Bila daya bias kuat maka bayangan benda terletak di
depan retina (miopia) atau bila daya bias kurang maka bayangan
benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia
refraktif).
Kausa ametropiaAmetropiaLensa koreksiKausa
MiopiaLensa (-)Refraktif Aksial
HipermetropiaLensa (+)Bias kuat Bola mata panjangBias lemah Bola
mata pendek
Astigmat regularKacamata silinderKurvatur 2 meridian tegak
lurus
Astigmat iregularLensa kontakKurvatur kornea iregular
Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang
tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di
dalam mata (ametropia ideks). Panjang bola mata normal.Ametropia
dapat ditentukan dalam bentuk-bentuk kelainan: Miopia Hipermetropia
Astigmat
MiopiaPada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat
terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu
kuat.Dikenal beberapa bentuk miopia seperti:a. Miopia refraktif,
bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks,
miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan
lensa yang terlalu kuat.b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya
sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang
normal.Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam:a. Miopia
ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptrib. Miopia sedang,
dimana miopia antara 3-6 dioptric. Miopia berat atau tinggi, dimana
miopia lebih besar dari 6 dioptriMenurut perjalanan miopia dikenal
bentuk:a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasab.
Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola matac. Miopia maligna, miopia yang
berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan
kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna =
miopia degeneratif.Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya
bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus
okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma
postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan
atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah
terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran
Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada miopia yang terjadi bercak Fuch
berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis
sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf
optik.Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat
malahan melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau
disebut pasien adalah rabun jauh.Pasien dengan miopia akan
memberikan keluhan sakit kepala, sering ditandai dengan juling dan
celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan
mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk
mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).Pasien miopia mempunyai
punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan
terlihat juling ke dalam atau esotropia.Pada pemeriksaan funduskopi
terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat
pada polus posterior fundus mata miopia, sklera oleh koroid. Pada
mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan oleh fundus
okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian
perifer.Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan
kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan
-3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila
diberi S-3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar
untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah
dikoreksi.Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia
adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling biasanya
esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi
terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata
telah berkurang atau terdapat ambliopia.
HipermetropiaHipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan
gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang
retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang
makula lutea.Hipermetropia dapat disebabkan:a. Hipermetropia sumbu
atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendekb. Hipermetropia
kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retinac. Hipermetropia retraktif,
dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik
mata.Hipermetropia dikenal dalam bentuk: Hipermetropia manifes
ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia
ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan
hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanda
siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi
kacamata maksimal. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi
tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif
untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir
dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak
memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia
absolut sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan
hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes. Hipermetropia
fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan
akomodasi ataupun kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai
hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang
bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan normal
maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia
manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai
hipermetropia fakultatif. Hipermetropia laten, dimana kelainan
hipermetropia tanpa siklopegia (atau dengan obat yang melemahkan
akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia
laten hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda
makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua
seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia
laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi
hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi
pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih
muda dan daya akomodasinya masih kuat. Hipermetropia total,
hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
siklopegia.Contoh pasien hipermetropia: Pasien usia 25 tahun,
dengan tajam penglihatan 6/20 Dikoreksi dengan sferis +2.00 6/6
Dikoreksi dengan sferis +2.50 6/6 Dikoreksi dengan siklopegia,
sferis +5.00 6/6Maka pasien ini mempunyai Hipermetropia absolut
sferis +2.00 Hipermetropia manifes sferis +2.50 Hipermetropia
fakultatif sferis (+2.50)-(+2.00) = +0.50 Hipermetropia laten
sferis +5.00 (+2.50) = +2.50Gejala yang ditemukan pada
hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit
kepala, silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien
hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien
dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah
dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat
atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar
terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia
akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata
bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat
mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.Mata dengan
hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata
tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas.
Bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata,
maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia
sering menggulir ke arah temporal.Pengobatan hipermetropia adalah
diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman
penglihatan normal (6/6).Bila terdapat juling ke dalam atau
esotropia diberikan kacamata koreksi hipermetropia total. Bila
terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan
kacamata koreksi positif kurang.Pada pasien dengan hipermetropia
sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat atau lensa
positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Bila pasien dengan +3.0 ataupun dengan +3.25 memberikan ketajaman
penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25. Hal ini untuk
memberikan istirahat pada mata. Pada pasien dimana akomodasi masih
sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan
dilakukan dengan memberikan siklopegik atau melumpuhkan otot
akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan
mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat.Pasien
muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda
dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan
matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan
keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit
kepala, mata terasa pedas dan tertekan.Pada pasien ini diberikan
kacamata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan
maksimal.Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan
hipermetropia adalah esotropia dan galukoma. Esotropia atau juling
ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi.
Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan
siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.
AfakiaAfakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai
lensa sehingga mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena
pasien memerlukan pemakaian lensa yang tebal, maka akan memberikan
keluhan pada mata sebagai berikut: Benda yang dapat dilihat menjadi
25% lebih besar dibanding normal Terdapat efek prisma lensa tebal,
sehingga benda terlihat seperti melengkung Pada penglihatan
terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak atau fenomena jack in
the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada bagian
sentral, sedang penglihatan tepi kabur.Dengan adanya keluhan diatas
maka pada pasien hipermetropia dengan afakia diberikan kacamata
sebagai berikut: Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada
tempatnya Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa
afakia Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan Kacamata
tidak terlalu beratAstigmatPada astigmat berkasi sinar tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi
pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat
kelainan kelengkungan permukaan kornea. Pada mata dengan astigmat
lengkungan jari-jari meridian yang tegak lurus padanya.Bayi yang
baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di
dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut sebagai
astigmatisme