BAB II PEMBAHASAN 2.1 Skenario Panji (6th) diantar ibunya ke poliklinik THT RS Dr. M. Hoesin dengan keluhan sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas. Pemeriksaan fisik: Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu 37,8oC Pemeriksaan status lokalis: Otoskopi dalam batas normal Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri : Mukosa hiperemis Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+ Sekret kental berwarna putih Orofaring: Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar Dinding faring hiperemis (+), granula (+) Pemeriksaan laboratorium: Hb: 12,5g%, WBC : 12.000 /ul, trombosis 250.000/ul 2.2 Klarifikasi Istilah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Panji (6th) diantar ibunya ke poliklinik THT RS Dr. M. Hoesin dengan keluhan sakit
tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah
menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu
penderita. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat
di puskesmas.
Pemeriksaan fisik:
Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu
37,8oC
Pemeriksaan status lokalis: Otoskopi dalam batas normal
1. a. Bagaimana etiologi dan patofisiologi sakit tenggorok ?
sakit tenggorokan , atau odinofagia terutama disebabkan oleh adanya mikroorganisme
yang menginfeksi faring sehingga terjadi faringitis. Adapun mikroba yang dapat
menyebabkan faringitis yaitu
1. Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS) 15% kasus faringitis.
• Gambaran klinis berupa: demam lebih dari 101.5°F, tonsillopharyngeal eritem dan
eksudasi, pembengkakan limfonodi leher, sakit kepala, muntah pada anak-anak,
petechiae palatal, biasa terjadi pada cuaca dingin.
• Suatu ruam scarlatiniform juga dihubungkan dengan infeksi GABHS ruam
kemerahan pada ekstremitas dan lidah memerah (strawberry tongue)
2. Group C, G, F Streptococci ( 10%), mungkin secara klinis tidak bisa dibedakan
dari infeksi GABHS, namun Streptococcus jenis ini tidak menyebabkan sequelae
immunologic. Streptococci grup C dan G telah dilaporkan sebagai penyebab radang
selaput otak (meningitis), endocarditis, dan empyema subdural.
• Arcanobacterium Chlamydia pneumoniae (5%), gejala mirip dengan M
pneumoniae. Faringitis biasanya mendahului terjadinya peradangan pada paru.
• Corynebacterium diphtheria
• Bakteri yang jarang namun dapat dijumpai pada faringitis yaitu Borrelia species,
Francisella tularensis, Yersinia species, and Corynebacterium ulcerans.
• ( Corynebacterium) haemolyticus ( 5%) banyak terjadi pada dewasa muda,gejalanya
mirip dengan infeksi GABHS, berupa ruam scarlatiniform. Pasien sering mengeluh
batuk.
• Mycoplasma pneumoniae, pada dewasa muda dengan headache, faringitis, and
nfeksi pernafasan bawah. Kira-kira 75% pasien disertai batuk.
3. Viral pharyngitis
o Adenovirus (5%):.
o Herpes simplex (< 5%):
o Coxsackieviruses A and B (< 5%):
o Epstein-Barr virus (EBV):
o CMV.
o HIV-1:
4. Penyebab lain
o Candida sp. Pada pasien-pasien dengan riwayat pengbatan penekan sistem imun.
Banyak terjadi pada anak dengan gambaran plak putih pada orofaring.
o Udara kering, alergi (postnasal tetes), trauma kimia, merokok, neoplasia (Kazzi,
et.al.,2006).
Mekanisme Terjadinya Odinofagia dalam kasus ini
Bakteri melalui udara masuk ke saluran pernafasan menempel pada silia di
faring bakteri menembus silia ke tunica mukosa, pada daerah ini, bakteri dideteksi
oleh imun non spesifik histamin peradangan/inflamasi faringitis sakit
tenggorokan
b. Bagaimana etiologi dan mekanisme demam ?
Etiologi1. Infeksi, suhu mencapai 38`C, penyebab virus, bakteri2. Non infeksi, seperti kanker, tumor3. Demam fisiologis, penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu panas4. Demam tanpa penyebab yang jelas ( Fever of Unknown Origin / FUO )
Infeksi bakteri (droplet ludah atau kontak langsung) masuk ke saluran
pernafasan makrofag menyerang antigen mengeluarkan mediator inflamasi
seperti IL-1, IL-2, TNF-alpha proses inflamasi ,mediator inflamasi bersama
aliran darah menuju hypothalamus merangsang pelepasan as.arakhidonat
meningkatkan sintesis prostaglandin E2 meningkatkan set point demam
c. Bagaimana etiologi dan patofisiologi batuk pilek ?
Batuk
Etiologi:
batuk akut <3minggu ispa oleh virus (paling sering), pneumonia, dan eksaserbasi
inefektif pada ppok
Adanya rangsangan pada reseptor batuk (eksogen dan endogen) akan diteruskan oleh
saraf aferen ke pusat batuk di medula. Dari pusat batuk, impuls akan diteruskan oleh
saraf eferen ke efektor yaitu beberapa otot yang berperan dalam proses respiratorik.
Proses terjadinya batuk: Relaksasi – Kompresi- Ekspirasi(eksplusif)- Inspirasi
Pilek Etiologi: Penyebab rinitis simpleks ialah beberapa jenis virus, yang diklasifikasikan berdasarkan komposisi biokimia virus. Virus RNA termasuk kelompok seperti rinovirus, virus influenza, parainfluenza, dan campak. Sedangkan virus DNA termasuk kelompok adenovirus dan herpes virus.(2)
Patofisiologi terjadinya penyakit selesma dapat diuraikan sebagai berikut : virus melekat pada sel inang dan melakukan penetrasi asam nukleat ke dalam tubuh inang terjadi replikasi genom virus dan sintesis asam amino atau protein pembentuk tubuh virus penyusunan dan pengepakkan virus baru pelepasan dari sel inang, mengakibatkan sel inang lisis dan timbul peradangan.
Keterangan proses terjadinya selesma : cairan encer dan jernih yang mengalir dari epitel nasal yang teriritasi, kemudian secara cepat diikuti oleh lender yang lebih kental, yang sebagian besar terdiri dari sel-sel epitel yang mati dan sel darah putih. Tenggorokan terasa sakit karena adanya edema pada selaput lendir tenggorok, menyebabkan iritasi tenggorok. Batuk yang semula kering dapat berubah menjadi batuk basah karena adanya cairan nasal/ ingus yang menggumpal pada cabang tenggorok kemudian tak terbendung lagi mengalir ke dalam saluran nafas bagian bawah sehingga diperlukan batuk, untuk membersihkan saluran nafas dari ingus yang menggumpal biasanya disebut dengan batuk produktif..
2. Apa yang menyebabkan keluhan 3 bulan yang lalu terulang lagi ?
Mungkin secara laboratory belum sembuh sempurna, lalu karena beberapa faktor
seperti makanan,lingkungan, kelelahan, stress dan juga imunitas yang memburuk,
terjadilah eksaserbasi.
3. a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan rhinoskopi?
Pemeriksaan
Rhinoskopi anterior
hidung kanan dan kiri
Nilai Normal Interpretasi
Mukosa hiperemis Mukosa normal
berwarna merah muda
dan selalu basah (diliputi
palut lendir pada
permukaannya)
Infeksi pada hidung
yang mengenai mukosa
hidung
Konka inferior edema
+/+ hiperemis +/+
Tidak edema dan
warnanya merah muda
Tanda dari reaksi
radang dari common
cold
Sekret kental berwarna
putih
Tidak ditemukan sekret
dalam jumlah banyak
Rhinitis akut (infeksi
pada hidung)
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan rhinoskopi ?
Mukosa hiperemis
terjadi dengan kemungkinan adanya suatu organisme yang masuk mallui hidung.
Hidung melakukan mekanisme pertahanan untuk mengeluarkan nya dengan berbagai
cara seperti bersin atopun dengan memfagositosis oleh makrofag2.
Dengan adanya reaksi imflamasi, maka terjadilah suautu peradangan dimana dapat
mengakbiatkan pembuluh2 darah disekitar peradangan dpat pcah sehingga tampak
mukosa berwarna kemerahan.
Infeksi saluran pernapasan atas (cavum nasi )→ mempengaruhi membran mukosa
hidung → aktivasi sel mast pada saluran napas → sekresi mediator inflamasi
(histamine, leukotrien, prostaglandin) → membrane mukosa membengkak dan merah
(konka inferior) → edema dan hiperemis sel mukosa
Konka inferior edema
mekanismenya itu sama kurang lebih mekanisme dari infeksi bakteri maupun virus
yang menyebabkan proses imflamasi yang dapat juga berakhir pada edemnya konka,
konka inferior pada umungnya yang sering terjadi edema.
Hiperemis itu menandakan pecahnya pembuluh darah kapiler dari percabangan a.
Facialis di daerah terjadinya reaksi imflamasi oleh bakteri maupun virus atopun
alergi.
Sekret berwarna kental
Infeksi saluran pernapasan atas (cavum nasi )→ mempengaruhi membran mukosa
hidung peningkatan jumlah mucus hasil inflamasi dan sel PMN secret kental,
berwarna putih
c. Apa interpretasi dari hasi pemeriksaan orofaring ?
Tonsil T3-T3
Klasifikasi Pembesaran Tonsil
T0 = (-) / sudah diangkat
T1 = Pembesaran ¼ dari arcus anteriro dan uvula
T2 = Pembesaran 2/4 dari arcus anteriro dan uvula
T3 = Pembesaran 3/4 dari arcus anteriro dan uvula
T4 = Pembesaran sama dengan arcus anteriro dan uvula
Dari kasus ini tonsil kiri dan kanan telah mengalami pembesaran ¾ dari arcus anterior
dan uvula.
Kripta melebar
Telah terjadi pelebaran kripta akibat akumulasi eksudat.
d. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasi pemeriksaan orofaring?
Kripta melebar :
Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa
jaringanlomfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti
dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar.
Detritus (+):
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil dapat menyebabkan terjadinya
reaksi radang, sehinnga keluarlah leukosit polimorfonuklear. Leukosit yang bersisa,
bakteri mati, dan epitel yang terlepas inilah yang disebut detritus.
Tonsil T3-T3 : pembesaran pada tonsil
Hal ini disebabkan oleh inflamasi, jejas stimulasi mediator endogen sel endotel
rusak kontraksi pada sel endotel intrerendothelial junction melebar
permeabilitas membrane meningkat protein pindah ke extravaskuler tekanan
osmotis intravena menurun cairan dan sel sel darah pindah ke intersisial
terbentuk eksudat bengkak
Dinding faring hiperemis
Hal ini disebabkan oleh inflamasi, jejas stimulasi mediator endogen sel endotel
rusak kontraksi pada sel endotel intrerendothelial junction melebar
premeabilitas membrane meningkat protein pindah ke extravaskuler dilatasi
pembuluh darah banyak darah masuk ke daerah faring hiperemi faring
4. a. Apa interpretasi hasil pemeriksaan lab?
pemeriksaan Kasus Normal InterpretasiHb 12,5g% 11.5-14.5 NormalWBC 12000/μl 5.000-14.500 Normal Trombosis 250000 250.000-550.000 Normal
5. Bagaimana anatomi dan fisiologi tonsil, faring, hidung ? sintesis
6. Bagaimana histologi tonsil, faring, hidung ?
Hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar
nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum
merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum
nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior,
media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior
ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel
olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut
terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan
dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai
reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel
basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar
Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga
memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat.
Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum
mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Tonsil
Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu:
1) jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf, dan limfa,
2) folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda dan
3) jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium.
7. Bagaimana gambaran histopatologi pada kasus ini ?
Tonsilitis
Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa
jaringanlomfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti
dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar.
Secara klinis kripte ini tampak di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnyamenimbulkan perlekatan dengan jaringan di
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertaidengan pembeasran kelenjar limfe
submandibula.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil dapat menyebabkan terjadinya
reaksi radang, sehinnga keluarlah leukosit polimorfonuklear. Leukosit yang bersisa,
bakteri mati, dan epitel yang terlepas inilah yang disebut detritus.
8. Apa DD pada kasus ini ?
Kasus Tonsilopharingitis Tonsillitis diteri
Odinofagia + +Batuk + -
Demam + SubfebrisPem.kelenjar + +
Pharynx hiperemis + -Detritus (+) + +
Tonsil T3/T3 + +
9. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan WD pada kasus ini?
Cara penegakkan diagnosis dimulai melalui anamnesis dengan menanyakan keluhan
utama pasien. Pada pasien ini keluhan utama sakit tenggorokan dan demam sejak 1
hari yang lalu. Juga di tanyakan riwayat seperti penyakit ini apakah pernah di alami
sebelumnya atau baru pertamakali, disni riwayat pasien pernah mengalami gejala
serupa 3 bulan yang lalu.
Ditanyakan juga pola hidup, aktivitas seperti bagaimana makanan yang di komsumsi
sehari hari. Sering melakukan aktivitas apa, dan juga dapat mengetahui lingkungan
dari kehidupan pasien dan status sosialnya
Pemeriksaan fisik dilihat keadaan umum kompos mentis lalu perlu pemeriksaan
pendengaran lalu rhinoskopi orofaring dan laboratorium.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilofaringitis
Kronis:
Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman
patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi
organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi
antibiotika yang inadekuat. Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari
dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita
Tonsilofaringitis Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa
kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis
yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilofaringitis Kronis tidak dapat dipercaya dan
juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus
diukuti Staflokokus aureus.
Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480
spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilofaringitis Kronis dapat
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi
yaitu ditemukan ringan-sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi
limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi
lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilofaringitis Kronis.
WD : Panji 6 tahun menderita rhinotonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut.
10. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini?
Tonsilofaringitis dapat mengenai semua umur, dengan insiden tertinggi pada anak-
anak usia 5-15 tahun.Pada anak-anak , grup A streptococcus menyebabkan sekitar 30
% kasus tonsilofaringitis akut sedangkan pada orang dewasa hanya sekitar 5-10 %.
jarang terjadi pada anak di bawah usia 1 tahun. Insiden meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia, mencapai puncak pada umur 4-7 yahun, dan berlanjut hingga
dewasa. Sebanding antara laki-laki dengan perempuan.
11. Apa etiologi dan faktor resiko dari kasus ini ?
Etiologi:
Biasanya virus (virus common cold seperti adenovirus, rhinovirus, influenza,
coronavirus, dan Respiratory Syncytial Virus. Tapi sering juga karena EBV,
herpes simplex virus, dan cytomegalovirus atau HIV)
Sekitar 30% kasus memiliki etiologi berupa bakteri
Bakteri yang paling sering adalah streptokokus grup A beta hemolitikus
Penyebab lainnya adalah stafilokokus aureus, streptokokus pneumonia,
mycoplasma pneumonia dan chlamydia pneumonia
Penyebab terjarang adalah pertussis, fusobacterium, diphteria, sifilis,
gonorrhea.
Faktor resiko:
Lingkungan yang kurang higienis
Pernah kontak dengan penderita
Malnutrisi
Anak-anak
Penurunan sistem imun
merokok
12. Bagaimana manifestasi klinis dari kasus ini?
a. Nyeri tenggorok
b. Nyeri telan
c. Sulit menelan
d. Demam
e. Mual
f. Anoreksia
g. Kelenjar limfa leher membengkak
h. Faring hiperemis
i. Edema faring
j. Pembesaran tonsil
k. Tonsil hyperemia
l. Mulut berbau
m. Otalgia ( sakit di telinga )
n. Malaise
13. Bagaimana patogenesis dari kasus ini?
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi
(fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh
misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti
oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara
klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.
Tonsilofaringitis Kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga
penyakit pasien menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara
lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang
rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak
sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.
Bagan ada di sintesis
14. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?
penatalaksanaan medis
antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin,
eritromisin dll
antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
Note:
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan
berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus
metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-
100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak
<5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus
group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis
tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada
dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari.
penatalaksanaan keperawatan
kompres dengan air hangat
istirahat yang cukup
pemberian cairan adekuat, perbanyak minum
pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien
15. Apa komplikasi dari kasus ini?
- otitis media akut
- abses peritonsil
- abses parafaring
- toksemia
- septicemia
- bronchitis
- nefritis akut
- miokarditis
- arthritis
- rheumatic fever
- post streptococcal glumerulonefritis
16. Apa prognosis dari kasus ini? Dubia ad bonam
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih
nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus
dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita
telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Pada kasus-kasus yang jarang,
Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau
pneumonia.
17. Apa KDU dari kasus ini? 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan (mis: labor sederhana dan x-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu
menangani problem sampai tuntas.
2.5 Hipotesis
Panji 6 tahun mengeluh sakit tenggorok dan demam karena menderita
Gerlanch’s tonsil ). Penyebaran infeksi melalui udara ( air borne droplets ), tangan
dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama
yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian
dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti
dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4
bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis
yang merupakan infeksi fokal
Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan Gram negatif 3.
Klasifikasi ukuran Tonsil Palatina
Gambar 2. Klasifikasi Ukuran Tonsil
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut:— T0 : tonsil di dalm fosa tonsil atau telah diangkat — T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula— T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula— T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula— T4 : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih Patologi
Tonsil sebagai sumber infeksi (focal infection) merupakan keadaan patologis
akibat inflamasi kronis dan akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi organ
lain. Hal ini dapat terjadi karena kripta tonsil dapat menyimpan bakteri atau
produknya yang dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya 4.
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti
oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara
klinik kripti ini diisi oleh detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula.
Tonsila palatina yang terpapar infeksi bakteri dan virus dapat merupakan
sumber autoantibodi terhadap sejumlah sistem organ sehingga tonsil memainkan
peranan penting terhadap patogenitas penyakit autoimun.. Tonsilitis fokal oleh virus
atau bakteri dapat menghasilkan berbagai antigen yang mirip dengan bagian lain
tubuh yang dapat memacu imunitas seluler (cell-mediated) maupun imunitas humoral
sehingga terjadi komplek imun terhadap bagian lain tubuh seperti kulit, mesangium
ginjal dan mungkin sendi kostoklavikula. Struktur tonsil dengan banyak tampaknya
merupakan pintu gerbang bagi antigen asing dan merangsang respon imun pada tonsil
Tonsilektomi sering dilakukan pada tonsilitis kronik atau rekuren karena
tonsil tersebut telah dekompensata dari segi imunologis. Pemeriksaan radioautografi
elektron pada limfosit tonsil 20 penderita tonsilitis kronik dekompensata,
menunjukkan di jaringan limfoid tonsil terjadi proliferasi limfosit T dan B dengan
differensiasi jelek. Proses ini ditunjukkan dengan kuatnya inkorporasi 3H+-thymidine
berbagai tipe limfosit yang berbeda. Tingginya inkorporasi prekursor radioaktif pada
limfosit B menunjukkan terjadinya diferensiasi menetap pada populasi limfosit ini.
Esensinya bahwa limfosit B menunjukkan menetapnya produksi maksimal substrat
protein aktif yang memperantarai imunitas humoral pada tonsilitis kronik 3.
Gejala dan tanda
Gejala tonsilits kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi 1) gejala
lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai
sakit menelan, 2) gejala sistemis, berupa rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri
kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian, 3) gejala klinis tonsil dengan
debris di kriptenya (tonsilitis folikularis kronis), udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis
parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis), plika
tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional 7.
Terapi
Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik,
obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan
hasil. Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu
diberikan selama sekurangnya 10 hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah
golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat
diberikan eritromisis atau klindamisin.
Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi
jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis,
miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, utrikaria dan furunkulosis 3.
Tonsilektomi
Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah
operasi. Kontroversi mengenai tonsilektomi dilaporkan lebih banyak bila
dibandingkan dengan prosedur operasi manapun. Konsensus umum yang beredar
sekarang menyatakan bahwa tonsilektomi telah dilakukan dalam jumlah yang tidak
tepat (seharusnya). Pada dekade terakhir, tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk
tonsilitis berulang, namun juga untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk
kesulitan makan, kegagalan penambahan berat badan, overbite, tounge thrust,
halitosis, mendengkur, gangguan bicara dan enuresis 8.
Tonsilektomi merupakan terapi pembedahan berupa tindakan pengangkatan
jaringan tonsil (tonsila palatina) yang merupakan salah satu organ imun dari fossa
tonsilaris, dimana tonsil merupakan massa jaringan berbentuk bulat kecil, terutama
jaringan limfoid.
The American Academy of Otolaringology – Head and Neck Surgery Clinical
Indicator Compendium tahun 1995 menetapkan:
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial
3. Sumbatan jalan nafas yang beupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan