Top Banner
Learning Issues Saraswati Annisa 04011381419196 Gamma Infark Miokard Akut Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung, kematian sel-sel miokardium ini terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya: 1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard. Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain: a. Faktor pembuluh darah Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok. b. Faktor Sirkulasi Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah
37

Skenario a Blok 9 LI

Nov 09, 2015

Download

Documents

sarasanns

skenario
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Learning IssuesSaraswati Annisa04011381419196Gamma

Infark Miokard AkutInfark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung, kematian sel-sel miokardium ini terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjangan.Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:1.Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:a. Faktor pembuluh darahHal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.b. Faktor SirkulasiSirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.c. Faktor darahDarah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yangmenyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuhPada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif. Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi1.Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi. Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:a. MerokokPeran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok.b. Konsumsi alcoholMeskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.c. InfeksiInfeksiChlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotikd. Hipertensi sistemik.Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.e. ObesitasTerdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.f. Kurang olahragaAktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.g. Penyakit DiabetesResiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).2.Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi. Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranyaa. UsiaResiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause)b. Jenis KelaminMorbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopausec. Riwayat KeluargaRiwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun merupakan factorresiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekatd. RASInsidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibiae. GeografiTingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.f. Tipe kepribadianTipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.g. Kelas socialTingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manualInfark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi a. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.b. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG Komplikasi IMA 1) Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk2) Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. 3) Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.4) Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.5) Aritmia paska STEMI Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard

Prognosis Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA11 : 1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik

(Safitri Es, 2013)

2) Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

1. Bagaimana mekanisme infark miokard akut?a. IMA dengan elevasi STIMA dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri darifibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivitas trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanantissue factorpada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.b. Infark miokard akut tanpa elevasi STNon ST elevation myocardial infarction(NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah,fibrous capyang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel mikrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati.

2. Bagaimana patofisiologi infark miokard akut?Ash AMIterjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lamayaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner /coronary artery disease(CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque)yang telah terbentukdalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen padajantung)Plaquedapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaanplaque.Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus iniSpasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang ekstrimSpasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya. Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior.Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark).Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya kembang dinding ventrikel; Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi. Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini: Ukuran infark jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi Infark dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior; Sirkulasi kolateral berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi minimal; Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.

3. Bagaimana gejala infark miokard akut?Tanda dan gejala yang timbul pada Infark Miokard akut adalah sebagai berikut.a. Riwayat nyeri dadaNyeri dada yang khas pada AMI adalah nyeri dada sub sternal seperti diremas, ditusuk-tusuk, terjepit, tertekan/tertindih benda berat, dapat menjalar ke lengan kiri, bahu, leher, rahang, punggung dan epigastrium. Nyeri biasanya lebih berat dari nyeri angina dan berlangsung lebih dari 30 menit. Nyeri tidak respon terhadap nitrogliserin, tetapi dapat hilang dengan pemberian opiat (norkotik). Nyeri dapat disertai pusing, sesak napas, pusing, keringat dingin, berdebar, syncope.b. Perubahan Elektrokardiografi (EKG)Kelainan EKG yang khas pada AMI berupa :a.Gelombang T hiperakut : timbul beberapa menit setelah permulaan infark dan akan menghilang dalam beberapa jam.b.Gelombang ST elevasi : timbul beberapa menit sampai jam setelah permulaan infark dan menjadi turun atau hilang dalam beberapa hari.c.Gelombang Q pathologis : timbul dalam waktu 1 sampai 3 jam dan secara progressif menjadi lebih dalam pada 24 jam berikutnya.Secara kasar luas AMI dapat diperkirakan berdasarkan banyaknya hantaran yang memperlihatkan kelainan klasik dari AMI, yaitu :a.Infark interior kelainan EKG di : II, III, aVFb.Infark anterior : V1 V6c.Infark antero sepal : V1 V4d. Infark antero apikal : V4 V5e. Infark antero lateral : I, aVL, V3 V6f. Infark high lateral : I, aVLg. Infark anterior extensif : I, aVL, V1 V6h. Infark posterior : V7 V9i. Infark ventrikel kanan : V3R V4Rj. Infark lateral : I, aVL, V5 V63. Peningkatan kadar cardiak enzym (CK, CKMB, LDH, GOT)Peningkatan kadar cardiak enzym yang khas pada AMI adalah :a. Terjadi peningkatan pada permulaan serangan kemudian akan mencapai kadar maksimal, lalu kembali ke kadar normal, dimana peningkatan ini berhubungan dengan timbulnya nyeri dada/permukaan infark.b. CKMB meningkat 6 jam setelah serangan, mencapi puncak setelah 24 jam dan kembali turun ke arah normal setelah 2 hari.c. GOT meningkat setelah 8 12 jam, mencapai puncak setelah 38 48 jam dan kembali turun ke arah normal setelah 2 4 hari.d. LDH meningkat setelah 24 jam, mencapai puncak setelah 2 3 hari dan kembali turun ke arah normal setelah 7 10 hari.c. Takhikardid. Keringat banyak sekalie. Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro intestinalf. Dispnea

4. Bagaimana hubungan nyeri dada kiri dengan infark miokard akut?Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan juga merangsang pengeluaran zat-zatiritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik sleuler merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat sraf aferen simpatis, kemudian dihantarkan ke thalamus, korteks serebri,serat saraf aferen, dan dipersepsikan nyeri.Perangsangan syaraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan :a.Meningkatkan kerja jantung dengan menstamulasi SA Node sehingga menghasilkan frekuensi denyut jantunglebih dari normal (takikardi).b.Merangsang kelenjar keringat sehingga ekresi keringat berlebihan.c.Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun, akumulai cairan di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsangf rasa mual / muntah.d.Vasokonstriksi pembuluh darah ferifer, sehinga alir balik darah vena ke atrium kanan meningkat, dan akhirnya yekanan darah meningkat.5. Bagaimana tata laksana infark miokard akut? Infark Miokard Akut (IMA)dibagi 2 berdasar gambaran EKG yaitu IMA dengan elevasi segmen ST dan IMA dengan non elevasi segmen ST. Pada IMA dengan elevasi ST mempunyai indikasi untuk dilakukan obat trombolitik sedangkan yang non elevasi ST obat trombolitik tidak indikasi.Terapi TrombolitikObat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan melaluin veana perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawal mungkin, dikerjakan dimanapun (rumah, mobil ambulan, helikopter dan unit gawat darurat) dan relatif murah.Mekanisme kerja obat trombolitik melalui konversi inactive plasmin zymogen (plasminogen) menjadi enzim fibrinolitik (plasmin). Plasmin mempunyai spesifitas lemah terhadap fibrin dan dapat melakukan degradasi terhadap beberapa protein yang mempunyai ikatanarginyl-lysylseperti fibrinogen. Karena itu plasmin dapat menyebabkan fibrin (nogen) lisis (systemic lytic state) yang menyebabkan kecenderungan perdarahan sistemik. Dalam pengembangan obat trombolitik dibuat obat trombolitik generasi kedua yang mempunyai sifat spesifik terhadap fibrin yang bekerja pada permukaan fibrin. Plasmin hanya bekerja pada klot fibrin dengan melalui hambatan alpha2-antiplasmin.Direkomendasikan penderita infark miokard akut 25% terhadap kematian dan infark kiokard akut.Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan dilanjutkan dosis 80-325 mg per hari. pemberian dosis aspirin yang lebih besar akan mengakibatkan perdarahan pada gastrointestinal. Aspirin mempunyai keterbatasan pada agregasi platelet karena lemah menghambat aktivasi platelet oleh adenosine dipospat dan kolagen.TiklopidinTiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif sebagai pengganti aspirin untuk pengobatan angina tidak stabil. Mekanismenya berbeda dengan aspirin. Tiklopidin menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan menghambat transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi bentuk afinitas tinggi.ClopidogrelClopidrogel merupakan derivat tienopiridin baru. Clopidogrel mempunyai efek menghambat agregasi platelet melalui hambatan aktivasi ADPdependentpada kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit dibanding tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia. Pada tahun 1996 dilakukan penelitian pada 19.185 penderita penyakit aterosklerosis dengan manifestasi stroke iskemia, infark miokard dan penyakit vaskular perifer simptomatik dilakukan random, diberikan clopidogrel atau aspirin. Setelah diikuti 1,9 tahun clopidogrel terbukti lebih efektif dibanding aspirin dalam penuruan resiko stoke iskemia, infark miokard atau kematian karena penyakit vaskular, kejadian infark miokard akut dan kematian. Pada penelitian CURE didapatkan kombinasi clopidogrel dan aspirin mengakibatkan kejadian infark miokard akut dan kematian sebesar 9,3% dibanding pemberian aspirin saja sebesar 11,4% (p 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI. Kontraindikasi terapi fibrinolitik : Kontraindikasi absolut1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral 2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV) 3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial 4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam 5) Dicurigai diseksi aorta 6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi) 7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

Kontraindikasi relatif 1) Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali 2) Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110 mmHg) 3) Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi 4) Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (5 hari sebelumnya atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini 8) Kehamilan 9) Ulkus peptikum aktif 10) Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan.

Obat Fibrinolitik

1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah (Fesmire et al. 2006).2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi (Rieves D et al. 2000)3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang 4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA (Manning, 2004).

(Jeroen J e al. 2012)Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan. Perdarahan diklasifikasikan oleh American College of Surgeons' Advanced Trauma Life Support (ATLS) menjadi : - Kelas I : melibatkan hingga 15% dari volume darah, tidak ada perubahan dalam tanda-tanda vital dan tidak diperlukan resusitasi cairan. - Kelas II : melibatkan 15-30% dari volume darah total, ditandai dengan takikardi (denyut jantung cepat) dan penyempitan perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik. Transfusi darah biasanya tidak diperlukan. - Kelas III : melibatkan hilangnya 30-40% dari volume sirkulasi darah yang ditandai penurunan tekanan darah pasien, peningkatan denyut jantung, hipoperfusi perifer (syok). Resusitasi cairan dengan kristaloid dan transfusi darah biasanya diperlukan. - Kelas IV : melibatkan hilangnya> 40% dari volume sirkulasi darah. Batas kompensasi tubuh tercapai dan resusitasi agresif diperlukan untuk mencegah kematian (Manning, 2004).2.2.2 Terapi lainnya ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.(Antman, 2007)

Anti trombotik

Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal sebesar 49%.Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan stenting (Montalescot G, 2001). Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali (Sudoyo et al. 2010 ).Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin minimal 3 bulan (Sudoyo et al. 2010 ).2) Thienopiridin Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators mempelajari pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang mendapat perawatan dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian kasus jantung dan pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun tertinggi (18%) (Zeymer U et al, 2006).3) Penyekat Beta Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Penyekat beta intravena memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius (Sudoyo et al. 2010 ).Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat asma) (Sudoyo et al. 2010 ).

4) Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif (Sudoyo et al. 2010 ).6) Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI (Sudoyo et al. 2010 ).1. Takikardia dan fibrilasi ventrikel 2. Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama. 3. Fibrilasi atrium 4. Aritmia supraventrikular 5. Asistol ventrikel 6. Bradiaritmia dan Blok 7. Komplikasi Mekanik 8. Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel (Sudoyo et al. 2010).

Sumber :A.Price,Sylvia.M.Wilson,Lorraine. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Guyton AC and Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; Libby P, et al. 2008.Heart Disease : A textbook of Cardiovascular Medicine. PhiladephiaElliott M.Antman,Eugene Braunwald. 2005. Acute Myocardial Infarction. Harrisons Principles of Medicine 15th edition, page 1-17.

Pemeriksaan ObatTherapeutic Drug Monitoring (TDM) juga dikenal dengan istilah Drug Therapy Monitor yang artinya adalah Pengawasan terhadap kadar atau tingkatan obat didalam darah.Tujuan dan tugas dari TDM ini sendiri sebenarnya adalah untuk mengukur kadar atau level obat yang ada di dalam darah, dengan begitu, maka dosis obat yang efektif dalam darah dapat ditentukan, sehingga dapat mencegah terjadinya keadaan toksik atau keracunan obat di dalam tubuh. TDM ini juga seringkali dimanfaat kan untuk mengidentifikasi pasien atau penderita yang tidak patuh (biasanya untuk pasien yang dengan alasan apapun berusaha untuk tidak menaati dosis obat yang telah diberikan oleh dokter dengan tujuan pengobatan)Karena sangat banyak faktor yang mempengaruhi kadar obat dalam darah, maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan TDM ini yaitu sebagai berikut :1. Usia Pasien2. Berat badan pasien3. Rute pemberian obat4. Absorpsi obat5. Eksresi obat6. Dosis yang diberikan7. Cara Metabolisme obat dalam tubuh

Faktor faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah :1. jika pasien tersebut juga mengkonsumsi obat - obat lain secara bersamaan.2. Jija ada penyakit lain yang juga diderita oleh pasien.3. Serta kepatuhan pasien terhadap peraturan dalam penggunaan obat sesuai dengan ketentuan dokter4. Cara - cara yang digunakan oleh laboratorium untuk melakukan test atau uji coba untuk obat tersebut.

TDM adalah alat praktis yang dapat membantu dokter memberikan terapi obat yang efektif dan aman pada pasien yang memerlukan obat-obatan. Monitoring dapat digunakan untuk mengkonfirmasi tingkat konsentrasi obat dalam darah apakah berada dalam batas atas atau di bawah rentang terapi, atau jika efek terapi yang diinginkan dari obat ini tidak seperti yang diharapkan. Jika kasus seperti ini terjadi maka hal tersebut dapat berbahaya terhadap tubuh sebab toksisitas obat dalam tubuh akan meningkat, tetapi dengan adanya TDM maka keadaan tersebut dapat segera diatasi tanpa memakan banyak waktu.

TDM sangat penting bagi pasien yang memiliki penyakit lain yang mungkin dapat mempengaruhi kadar obat dalam darah, atau bagi pasien yang menggunakan obat obatan lain secara bersamaan yang mungkin dapat mempengaruhi kadar obat karena berinteraksi dengan obat yang sedang diuji. Sebagai contoh, tanpa pengawasan obat maka dokter tidak dapat mengetahui dengan pasti bahwa kurangnya respons terhadap antibiotik mencerminkan resistensi bakteri Atau adalah hasil dari ketidakmampuan untuk mencapai berbagai terapi konsentrasi antibiotik yang memadai dalam darah. Dalam kasus infeksi fatal, waktu terapi antibiotik yang efektif sangat penting bagi keberhasilan. Hal ini juga penting untuk menghindari toksisitas pada pasien sakit parah. Jadi, jika muncul gejala toksik dengan dosis standar, TDM dapat digunakan untuk menentukan perubahan di dalam campuran.Setelah proses monitoring dalam tubuh selesai maka tahap selanjutnya yang peru dilakukan adalah melakukan uji test sample darah pasien , Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan aksi obat dalam tubuh pada waktu tertentu, sedangkan pemeriksaan juga dapat dilakukan melalui sampel urin untuk mengetahui kadar obat yang ada di dalam urin, karena hal tersebut dapat mencerminkan keberadaan obat untuk beberapa hari yang akan datang (tergantung pada tingkat ekskresinya). Oleh karena itu, tes darah adalah prosedur yang menjadi pilihan utama jika ingin melakukan uji coba untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Namun, untuk mengetahui penjelasan yang lengkap tentang kadar absorpsi dan tingkat terapi secara tepat , Adalah penting untuk memberikan waktu yang cukup antara pemberian obat dan koleksi sampel darah.Dengan adanya Drug Therapeutic Monitoring ini (TDM) dapat membantu dokter memberikan terapi obat yang efektif dan aman pada pasien yang memerlukan obat - obatan sehingga penetapan dalam diagnosa dokter terhadap penggunaan obat - obatan untuk pasien juga dpat lebih mudah dilakukan. TDM mempermudah untuk mengukur kadar atau level obat yang ada di dalam darah, dengan begitu, maka dosis obat yang efektif dalam darah dapat ditentukan, sehingga dapat mencegah terjadinya keadaan toksik atau keracunan obat di dalam tubuh. TDM sangat penting bagi pasien yang memiliki penyakit lain yang mungkin dapat mempengaruhi kadar obat dalam darah Mengurangi resiko terjadinya interaksi obat Mempermudah mendeteksi adanya resistensi bakteri dalam tubuh manusia1. Bagaimana mekanisme kerja drug monitoring?A. AbsorpsiProses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsorpsi maka tidak akan menimbulkan efek, Kecuali antasida dan obat yang bekerja lokal. Proses absorpsi terjadi di berbagai tempat pemberian obat, misalnya melalui alat cerna, otot rangka, kulit dan sebagainya.Absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :1. Kelarutan obat.2. Kemampuan difusi melintasi sel membran.3. Konsentrasi obat.4. Sirkulasi pada letak absorpsi.5. Luas permukaan kontak obat.6. Bentuk sediaan obat.7. Cara pemakaian obat.B. DistribusiObat setelah diabsorpsi oleh tubuh maka selanjutnya akan tersebar melalui sirkulasi darah ke seluruh badan dan harus melalui membran sel agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah melintasi membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik inta maupun ekstra sel. sedangkan obat yang sulit menembus membran sel maka penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstra sel.kadang - ikadang beberapa obat mengalami kumulatif selektif pada beberapa jaringan tertentu, karena adanya proses transpor aktif, pengikatan dengan zat tertentu atau daya larut yang lebih besar dalam lemak. Kumulasi ini digunakan sebagai gudang obat (yaitu protein plasma, umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak). selain itu ada beberapa tempat lain misalnya tulang, organ tertentu, dan cairan transel yang dapat berfungsi sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat kesusunan saraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Obat yang mudah larut dalam lemak pada umumnya mudah menembusnya.C. Metabolisme ( biotransformasi)Tujuan biotransformasi obat adalah mengubahnya dengan cara sedemikian rupa sehingga menjadi bentuk yang mudah dieksresi oleh ginjal, dalam hal ini menjadikannya lebih hidrofil.Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom dan retikulum endoplasma sel hati. Pada proses metabiolisme molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih polar, Metabolit yang lebih polar ini menjadi mudah dieksresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari obat asal (bioaktivasi), tidak atau berkurang aktif (detoksifikasi atau bioinaktivasi) atau sama aktifitasnya.Proses metabolisme ini memegang peranan penting dalam mengakhiri efek obat. Hal - hal yang dapat mempengaruhi metabolisme adalah sebagai berikut :1. Fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang kita harapkan2. Usia, pada bayi proses metabolisme akan berjalan lebih lambat3. Faktor genetik (turunan), ada orang yang memiliki faktor genetik tertentu yang dapat menimbulkan perbedaan khasiat obat pada pasien.4. Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan, hal tersebut dapat mempercepat metabolisme (inhibisi enzim).D. EksresiPengeluaran obat maupun metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya. disamping itu ada pula cara lain yaitu :1. Kulit, bersama keringat. Misal : paraldehid2. Paru - paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi umum, anestesi gas atau anestesi terbang.3. Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran empedu.4. Air susu ibu, Misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloida lain. Harus dioerhatikan karena dapatmenimbulkan efek farmakologi atau toksik pada bayi.5. Usus. misalnya sulfa dan preparat besi.Selain dipengaruhi oleh proses Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Eksresi (ADME) pencapaian efek - efek obat didalam tubuh juga dipengaruhi oleh Mekanisme Kerja dari obat tersebut, adapun Mekanisme kerja obat itu sendiri terbagi dalam beberapa golongan sebagai berikut :1. Secara fisika, Contohnya anestetik terbang, laksansia dan diuretik osmotis.2. Secara Kimia, misalnya antasida lambung dan zat - zat khelasi ( zat - zat yang dapat mengikat logam berat)3. Proses metabolisme, misalnya antibiotika mengganggu pembentukan dinding sel kuman, sintesis protein, dan metabolisme asam nucleat.4. Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat dibedakan menjadi dua macam kompetisi yaitu untuk reseptor spesifik dan enzym - enzym.Sumber :Aronson JK, Hardman M. Measuring plasma drug concentrations. Br Med J. 1992;305:10781080. Pagana, Kathleen Deska. Mosby's Manual of Diagnostic and Laboratory Tests. St. Louis: Mosby, Inc., 1998.

American Journal of Health-System Pharmacy. 2006;63(12):1131-1139. 2006 American Society of Health-System Pharmacists