Top Banner
1 SKENARIO C BLOK 7 Miss Z, 29 years old, an artist, came to the Dr. Mohammad HUsein General Hospital Outpatient Clinic with chronic oral thrush. She had come o general practitioner several time and never got improved. She also noticed having loss of appetite, loss of body weight, mild fever, and diarrhea since a few moment ago. She had small oval violaceous macules that developed rapidly into plaques and small nodules on face and trunk. There was no itch, pain, bleeding, on the those lesions. There was no history of allergy. She had history of intravenous drugs abuse. Physical examination : Vital sign were normal Dermatologic status : ulcers and pseudomembrane on an oral mucous Direct preparation using KOH 10% : pseudohypae Histopathologic finding of specimen from punch biopsy of lesion on trunk refer to Kaposi Sacroma. I. KLARIFIKASI ISTILAH
62

Skenario c Blok 7

Nov 16, 2015

Download

Documents

mertaaulia18

kedokteran
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

SKENARIO C BLOK 7Miss Z, 29 years old, an artist, came to the Dr. Mohammad HUsein General Hospital Outpatient Clinic with chronic oral thrush. She had come o general practitioner several time and never got improved. She also noticed having loss of appetite, loss of body weight, mild fever, and diarrhea since a few moment ago. She had small oval violaceous macules that developed rapidly into plaques and small nodules on face and trunk. There was no itch, pain, bleeding, on the those lesions. There was no history of allergy. She had history of intravenous drugs abuse.Physical examination : Vital sign were normal Dermatologic status : ulcers and pseudomembrane on an oral mucousDirect preparation using KOH 10% : pseudohypaeHistopathologic finding of specimen from punch biopsy of lesion on trunk refer to Kaposi Sacroma.

I. KLARIFIKASI ISTILAHa. Chronic oral thrush: kandidiasis membrane mukosa oral.b. General practitioner : praktek dokter umum.c. Appetite: nafsu makan.d. Mild fever: demam ringan.e. Diarrhea: pengeluaran tinja abnormal berkali-kali yang tidak normal.f. SOVM: bercak, bintik, atau penebalan yang berwarna ungu (menggambarkan perubahan warna pada kulit) yang berbentuk oval.g. Plaque: lesi kulit yang superficial padat dan menonjol. h. Small nodule : tonjolan/nodus kecil yang padat dapat dikenali melalui sentuhan.i. Trunk: leherj. Itch: kelainan kulit yang disertai dengan gatal.k. Pain: perasaan menderita disebabkan oleh rangsangan pada ujung-ujung syaraf khususl. Bleeding: keluarnya darah dari pembuluh yang terluka.m. Lesions: setiap diskontinuitas jaringan patologis atau traumatic atau hilangnya fungsi suatu bagian.n. Allergy: reaksi yang diperoleh akibat timbulnya kompleks antigen antibody dalam tubuho. Intervenus drugs abuse: kondisi p. Ulcers: kerusakan local, atau ekskavasi permukaan organ atau jaringan, yang ditimbulkan oleh terkupasnya jaringan nekrotik radang.

II. IDENTIFIKASI MASALAHa. Miss Z 29 tahun seorang seniman menderita Kandidiasis mukosa oral, ia tidak mendapatkan kemajuan setelah beberapa kali datang ke praktek dokter umum.b. Miss Z, mengalami kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam ringan dan diare sejak beberapa bulan lalu.c. Miss Z memiliki small oval violeceous macule yang berkembang dengan cepat menjadi plaque dn nodule-nodule kecil pada wajah dan leher. (tidak gatal, sakit, perdarahan pada lesi)d. Ia tidak memiliki riwayat alergi dan memiliki riwayat kecanduan narkoba suntik.e. Hasil pemeriksaan Fisik Tanda vital normal Status dermatologic : ulcers dan terdapat pseudomembrane pada mukosa oral Preparat langsung dengan menggunakan KOH 10% Histopathologic : adanya specimen dari lesi biopsy punch di leher merujuk pada Kaposi Sacroma.

III. ANALISIS MASALAH1. a. bagaimana Etiologi dari Kandidiasis Mukosa mulut?(jamur.a) Kandidiasis mukosa mulut biasanya disebabkan oleh species dari genus ragi candida. Biasanya candida albicans. Jamur ini adalah flora normal kulit, membrane mukosa, dan saluran pencernaan. Mereka tidak menyebabkan infeksi ketika system imun kita normal. Tetapi ketika system imun kita menurun, mereka akan menjadi pathogen.Candida albicans bersifat dimorfik. Dalam arti kata, selain menghasilkan ragi-ragi dan pseudohifa, ia juga bisa menghasilkan hifa sejati. Temuan klinis Candidiasis kulit dan mukosa Candidiasis sistemik Candidiasis mukokutan kronik(pada kasus miss Z, ia menderita candidiasis kulit dan mukosa. Faktor resiko nya adalah AIDS, diabetes, pil KB, trauma, penggunaan kortikosteroid, dan imunodefisiensi)Untuk melawan candidiasis ini, imun kita mempunyai sel-sel CD4. Akan tetapi, pada penderita HIV, CD4 nya tidak cukup untuk melawan candidiasis karena CD4-nya terinfeksi virus HIV.PenatalaksanaanDiberikan obat ketoconazol, fluconazol, amphotericin B dibarengi dengan flucytosine oral.

b. Bagaimana patofisiologi dari kandidiasis Mukosa Mulut? Candida adalah jamur yang dapat membentuk hifa dan pseudohifa. Manusia dan hewan merupakan reservoir dari penyakit ini. Candida memiliki faktor virulen. Virulen faktor memiliki kemampuan yang bisa menyebabkan infeksi. Bagian faktor virulen penting adalah permukaan molekul yang menyebabkan organisme ini dapat masuk ke struktur lain, (misalnya: sel manusia, matriks ekstraseluler, prosthetic devices), asam protease, dan kemampuan untukmengubah bentuk hifa.Gejala singkat pada : Kulit -> gatal hebat disertai panas seperti terbakar, terkadang nyeri apa bila mengalami infeksi. Kuku -> gatal dan nyeri apabila ada infeksi, kuku berwarna hitam coklat, menebal, tak bercahaya. Mukosa -> terutama mulut, ditemukan ulkus-ulkus ringan putihkeabuan tertutup suatu membran.

c. apa kaitan usia, jenis kelamin, profesi, terhadap munculnya penyakit kandidiasis? Tidak ada kaitan antara Usia , jenis kelamin dan profesi dengan timbulnya penyakit kandidiasis ini. Mikroorganisme kandidiasis ini adalah kandidia albican merupakan flora normal yang terdapat di dalam mulut setiap orang yang tidak aktif. Ketika system imun tubuh menurun maka kandidia albican ini akan aktif dan menjadi pathogen di dalam mulut dan mengakibatkan timbulnya kandidiasis.

2. a, Bagaimana kaitan nafsu makan, turunnya berat badan, diare dan kandidiasis? timbulnya diaretimbulnya diare pada kasus Miss Z disebabkan oleh banyak factor, selain dari kandidiasis yang menyebabkan teriritasinya mukosa usus, diare ini juga terjadi akibat system imun yang turun pada Miss Z sehingga mudahnya terjangkit mikroooganisme yang lain. Diare pada orang HIV biasanya disebabkan oleh mikroorganisme cristosporodium dan mikrosporodium.System imun turun infeksi oocysta crystosporodium mukosa usus(sitosol sel epitel interstisinal) respon inflamasi sekresi sejumlah besar air dan elektrolit tambahan selain mucus alkali kental yang normal mengencerkan factor pengiritasian pergerakan tinja cepat menuju anus diare

penurunan berat badanberkaitan dengan pengeluaran yang banyak diakibatkan diare dan penurunan nafsu makan. Kesemua hal ini berkaitan dengan infeksi yang ditimbulkan HIV terutama pada oral (kandidiasis oral thrush), selain itu adanya perubahan metabolisme penguraian makanan dan pembentukan protein dipengaruhi oleh penyakit HIV. Bahkan sebelum gejala terlihat, kita membutuhkan lebih banyak tenaga. Ini mungkin disebabkan penambahan kegiatan sistem kekebalan tubuh. Orang dengan HIV membutuhkan lebih banyak kalori hanya untuk menahan berat badan

3. a. apa etiologi dari Small Oval Violeceous Mucule? SOVM disini diakibatkan dari infeksi virus HHV-8(human herpesvirus 8). Agen penyebab ini diperlukan & sudah cukup bagi perkembangan SK, kendati imunosupresi merupakan kofaktor yang penting dalam pathogenesis & ekspresi pnyakit ini. Selain itu SOVM sebagai efek inflamasi dari virus yang merupakan manifestasi dai KS.

b. bagaimana mekanisme bercak-plak-nodule nodule kecil? State nodul : tahap awal terjadi lesi kulit yang merupakan bentuk inflamasi ringan, vasoformatife halus, ada ruang pembuluh darah seperti celah agak bergerigi, ruang pembuluh darah masi sejajar epidermis, belum ada tonjolan. State plaque : sel spindle lebih menonjol dan sudah melibatkan retikuler dermis (lapisan bawah dermis) dan subkutis. Telah adanya deposisi hemosiderin (warna merah ungu) Nodular stage : pada lesi ada interlacing menonjol yang merupakan tonjolan spindle disekitar pembuluh darah. Terjadi dilatasi pembuluh darah tipis perifer dan luarnya eritrosit sehingga terjadi penonjolan.

c. Bagaimana kaitan system imun dalam hal ini terhadap gejala yang telah dialami Miss Z (kandidiasis Mukosa Mulut, dan demam, diare, dan BB yang turun)? sintesis

d. Mengapa manifestasi klinis dari penyakit Miss Z terdapat pada mulut, leher, wajah dan kulit? MulutPada bagian ini manifestasi klinis timbul dikarenakan mulut merupakan organ pencernaan yang kontak langsung dengan lingkungan luar selain itu kandidia albican (flora normal) akan aktif pada dan menyerang mukosa mulut akibat system imun yang turun. LeherOrgan yang berpeluang mudah terkena infeksi karena produksi keringat yang banyak.

Wajah Bagian yang sensitive terhadap infeksi, selain mempunyai kelenjar minyak yang luas. 4. a.bagaimana kaitan penggunaan kecanduan narkoba suntik dalam kasus in? Kandidiasis Mukosa Mulut Perkembangan Small Oval Violeceous menjadi plaque dan nodule Demam, diare, nafsu mam, penurunan berat badanJawaban : Kaitan kecanduan narkoba suntik pada penyakit yang timbul diakibatkan oleh virus HIV pada penggunaan narkoba suntik. Yang merupakan manifestasi klinis dari penyakit HIV.

5. a. apa interpretasi pemeriksaan fisik dari Miss Z? Dermatologic status : ulcers and pseudomembrane on an oral mucousMenunjukan terjadi kerusakan local, atau ekskavasi permukaan organ atau jaringan, yang ditimbulkan oleh terkupasnya jaringan nekrotik radang pada mukosa mulut. Dan adanya membrane palsu pada mukosa mulut Direct preparation using KOH 10% : pseudohypaeMenunjukkan adanya hipa palsu pada pemeriksaan menggunakan preparat langsung

b. bagaimana penjelasan ditemukannya pseudohypae? Menandakan adanya infeksi jamur, pada kasus Miss Z jamur yang menginfeksi berupa kandida albican c. bagaimana diagnosis penyakit Miss Z? Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode Elisa (Enzyme Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil test Elisa positif maka dilakukan pengulangan dan bila tetap positif setelah pengulangan maka harus dikonfirmasikan dengan test yang lebih spesifik yaitu metode Western Blot.Dasar dalam menegakkan diagnosa AIDS adalah :1. Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium).2. Adanya tanda-tanda Immunodeficiency.3. Adanya gejala infeksi oportunistik.

Dalam prakteknya yang dipakai sebagai petunjuk adalah infeksi oportunistik atau sarkoma kaposi pada usia muda kemudian dilakukan uji serologis untuk mendeteksi zat anti HIV (Elisa, Western Blot).Diagnosis laboratoriumUntuk melihat apakah kita teinfeksi HIV atau tidak bisa dilakukan dengan 3 cara: Isolasi virus, dengan membiakan sel-sel mononuclear darah tepi yang distimulasi dengan mitogen. Pertumbuhan virus terdeteksi dengan mengetes cairan supernatal biakan setelah sekitar 7-14 hari untuk melihat antigen spesifik virus Serologi, melihat antibody terhadap protein core virus p24 atau glikoprotein amplop gp41, gp120, gp160 dengan teknologi ELISA deteksi asam nukleat, pengujian amlifikasi RT-PCR dan tes bDNA digunakan untuk mengetes RNA virusf. bagaimana patofisiology penyakit Miss Z? (sintesis)

g. Bagaimana treatment dari penyakit Miss Z?Obatobatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih AR dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART).

Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).

2.Nonnucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam selsel. Obatobatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

3.Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan

h. bagaimana prognosis dari penyakit Miss Z? pada pasien yang menderita HIV, penyakit ini belum bias disembuhkan namun terdapat terapi/pengobatan yang menekan replikasi virus HIV sehingga memperpanjang masa hidup pasien

i. Bagaimana pencegahan penyakit miss Z? Ada 2 cara pencegahan AIDS yaitu jangka pendek dan jangka panjang :1. Upaya Pencegahan AIDS Jangka PendekAda 3 pola penyebaran virus HIV :1. Melalui hubungan seksual Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis. Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (homogami) Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS. Tidak melakukan hubungan anogenital. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.

2. Melalui darahPenularan AIDS melalui darah terjadi dengan : Transfusi darah yang mengandung HIV. Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas pakai orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.

2. Upaya Pencegahan AIDS Jangka PanjangYang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab:a. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (monogamy).c. Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila.d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra seksual.e. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.f. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungking. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.h. Tidak melakukan hubungan anogenital.i. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual.

IV. HIPOTESIS Miss Z 29 tahun seorang artis menderita Kaposi sarcoma dan kandidiasis Mukosa Mulut karena imunodefisiensi yang di akibatkan infeksi HIV

V. KERANGKA KONSEP

VI. SINTESIS

Kandidiasis.Candidiasis adalah bentuk umum untuk penyakit yang disebabkan oleh spesies candida dan mencakup kolonisasi, infeksi superficial, invasi local (dalam), dan penyebaran hematogen. Penyebab tersering adalah dari jenis spesies C albicans, C tropicalis dan Torulopsis glabrata. Candida albicans umumnya menyebabkan infeksi superficial kronis pada mukosa penjamu dengan defek pada cell-mediated immunity (CMI), terutama pada HIV-infected pasien.(net)

1. Infeksi Kandida. Terdapat empat tipe infeksi kandida yang berhubungan dengan infeksi HIV. Angular cheilitis memiliki karakteristik fissura berwarna merah, bersisik, atau jaringan ulseatif pada sudut mulut. Biasanya disebabkan oleh Candida albicans namun dapat juga disebabkan oleh Staphylococcus aureus saja atau bersama-sama dengan C. albicans. Lesi ulseratif mirip dengan herpes labialis. Dan dapat didiagnosis melalui pemeriksaan sederhana.

2. Kandidiasis pseudomembranous, yang dikenal sebagai thrush, memiliki karakteristik plak lunak dan creamy berwarna putih yang mirip dengan dadih susu. Terkadang, lesi ini dapat diapus menggunakan gauze, yang meninggalkan daerah eritematosus, terkadang terjadi perdarahan pada permukaannya. Meskipun dapat menyerang daerah rongga mulut manapun, mukosa bukal dan vestibuler, bagian ventral lidah dan palatum lunak merupakan daerah yang paling sering terserang. Sensasi terbakar, sulit menelan, dan bau tidak sedap adalah keluhan utamanya.

3. Kandidiasis eritematosus memiliki karakteristik berupa makula dan bercak halus-sampai-granuler berwarna merah, sertasensasi terbakar. Palatum, mukosa bukal dan dorsal lidah adalah daerah yang paling sering terkena. Bentuk kandidiasis ini mirip dengan eritroplakia dan stomatitis kontak.

4.Leukoplakia hiperplastik, yang juga dikenal sebagai leukoplakia kandidal, memiliki karakteristik berupa lesi putih melekat dengan permukaan kasar yang biasanya asimptomatik. Bentuk kandidiasis ini memiliki predileksi pada mukosa bukal anterior dan lidah, serta seringkali disebabkan oleh kebiasaan merokok kronis. Diagnosis banding lesi tipe ini antara lain keratosis frictional, leukoplakia dan lichen planus.Gambaran imunologis utama candidiasis Sumber infeksi umumnya dari flora normal host sendiri Barier mukosa yang intak menggambarkan mekanisme pertahanan utama host yang nonspesifik Fagosit menelan ragi namun menyerang pseudomyselia dan myselia Keadaan neutropenia merupakan predisposisi dari penyebaran hematogen Defek Cmi predisposisi bagi penyaikit invasi mukosa Sariawan ,oesofagitis dan vaginitis adalah gambaran utama pada AIDS Candidiasis mukokutan cronik adalah sindrom spesifik pada pasien dengan defek imunoregulator (BCI)*1. Respon imunRespon imun dimulai sewaktu ada picuan oleh antigen yang masuk ke dalam tubuh dan bertemu dengan macrofag sebagai APC (Antigen Presenting cel) yang akan mensekresikan IL-1 (sitokin autocrine) yang berguna untuk dan bergabung dengan HLA klas II sehingga membentuk MHC klas II.Komplek ini akan dipresentasikan pada sel T helper. Sel T helper akan mengalami aktivasi dan mulai menghasilkan sitokin yang dikenal sebagai interleukin-2 (IL-2) dan juga mulai memperlihatkan afinitas reseptor yang tinggi pada permukaannya. Il-2 merupakan sitokin mitogenik yang sangat poten untuk limfosit T dan berguna untuk proliferasi dari sel T. Il-2 juga sangat berguna untuk aktivasi sel Tc dan untuk memicu proliferasi sel ini. Oleh karena akutoaktivasi dari IL-2 sel Th akan mensekresi sitokin yang lain yang akan memacu pertumbuhan, diferensiasi, dan fungsi dari sel B, macrofag dan sel yang lain. Selain IL-2 sel Th juga menghasilkan Il-4 dan Il-6 yang dapat mengaktivasi sel B sebagian untuk menjadi sel plasma yang nantinya akan mensekresikan antibodi spesifik. (*BCI)Fungsi dari limfosit Tc adalah untuk mengeradikasi sel yang memperlihatkan antigeb asing pada permukaannya seperti pada sel yang terinfeksi virus. Kebanyakan sel Tc memperlihatkan CD8 daripada CD4 oleh sebab itu pengenalan terhadap antigen lebih kepada MHC klas 1. ketika sebuah sel somatik terinfeksi virus, didalam sel ini mungkin tejadi proses pembentukan protein virusakibatnya mungkin rangkaian peptida terlihat pada permukaan dan membentuk kompleks dengan MHC klas 1. kompleks peptida dan MHc klas1 ini kemudian dikenal oleh reseptor sel Tc yang kemudian akan menyebabkan aktivasi dari limfosit Tc yang memungkinkannya untuk dapat membunuh ikatan ini. (Kompleks MHC klas 1 peptida).2. ImunocompromisImunocopromis adalah suatu kondisidimana satu atau lebih defek terdapat pada respon imun alami dan adaptif yang mengakibatkan kerentanan terhadap infeksi yang dapat berubah menjadi bahaya pada pasien. Gangguan respon imun ini dapat menyebabkan tejadinya infeksi. Berikut merupakan kondisi-kondisi bilamana gangguan dapat terjadi:1. Defek pada respon imun humoral; defisiensi komplemen dan antibodi, menyebabkan gangguan pada opsonifikasi dan baktericidal.2. Defek pada sistem imun seluler: gangguan pada sistem fagosit (neutrofil dan macrofag) dan imun seler spesifik.3. Status imun dasar : perbedaan pada capabilitas alami dalam memproduksi TNF 4. Penggunaan imunosupresan5. Cancer dan penyakit autoimun, diabetes, sirosis hepatis dan CRF.Dalam penelitian yang dilakukan Prof.Guntur dengan membandingkan pasien dengan imunokompromis dengan yang bukan imonokompromis menunjukan hasil bahwa TNF-alpha pada IC pasien lebih tinggi daripada pasien NIC. TNF-alphaadalah suatu sitokin yang yang dihasilkan macrofag. Peningkatan TNF-alpha menyebabkan penekanan terhadap sumsum tulang, limfopenia, peningkatan sistem koagulasi dengan cara mempengarugi keseimbangan antara procoagulan dan anticoagulan, dan juga mengakibatkan proteolitic musculer, yang mengarah pada kejadian cachexia yang menyebabkan imunodefisiensi.Selain itu derejat dari IL-10 pada pasien IC juga lebih tinggi dibanding pasien NIC. Hal ini mengindikasikan pada pasien IC terjadi kerusakanfungsi dari limfosit Th2 (tidak lagi fisiologis). IL-10 merupakan sitokin yang diproduksi oleh limfosit Th2 sewsudah distimulasi oleh APC sebagai sitokin antiinflamasi..Selain itu juga terjadi peningkatan IgG yang mengindikasikan gangguan pada sistem imun humoral. Peningkatan IgG menyebabkan pasien rentan terjadi kerusakan sel endotel.. pada pasien IC terjadi penurunan konsentrasi plasma C3. C3 adalah molekul dari sistem imun nonspesifik yang dalam keadaan inaktif larut dalam plasma. C3 dapat diaktifkan sewaktu-waktu oleh suatu substansi contoh antigen, toxin, imuncomplek. C3 merupakan komplemen yang diperlukan untuk opzonifikasi, khemotaksis, dan mengeliminir komplek antigen-antibodi, sehingga komplemen ini dapat melisiskan dinding bakteri. Sehingga penurunan dari C3 mengakibatkan penurunan pertahananterhadap bakteri, sehingga rawan infeksi.3. Aspek Imunologis Infeksi Candida1. Virulensi Jamur Candida Terdapat dua faktor virulensi Candida : a. Dinding SelFaktor virulensi Candida yang menentukan adalah dinding sel. Dinding sel berperan penting karena merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel pejamu. Dinding sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan mannoprotein yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu. 1,2Candida tidak hanya menempel, namun juga penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candida pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin. 1,3 b. Sifat dimorfik CandidaFaktor virulensi lain adalah sifat dimorfik Candida. Yaitu kemampuan Candida berubah bentuk menjadi pseudohifa. Bahkan sebagian peneliti menyatakan sifatnya yang pleomorfik. Sifat morfologis yang dinamis merupakan cara untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar. Terdapat dua bentuk utama Candida : 1, 2 Bentuk ragi (spora) Bentuk pseudohifa ( hifa, miselium, filamen). Dalam keadaan patogen, C. albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk pseudohifa dibandingkan bentuk spora. Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk spora karena : Ukurannya lebih besar dan lebih sulit difagositosis oleh sel makrofag, sehingga mekanisme di luar sel untuk mengeliminasi pseudohifa dari jaringan terinfeksi sangatlah penting. Terdapatnya titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamen sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.Perubahan dari komensal menjadi patogen merupakan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitarnya. Pertumbuhan dan perubahan bentuk dari ragi menjadi hifa yang lebih invasif juga dipengaruhi imunitas selular. IFN- memblok transisi bentuk sel ragi menjadi bentuk pseudohifa. 12. Imunomodulasi dan Adhesi Terdapat dua aspek utama dalam interaksi antara pejamu dan parasit, yaitu imunomodulasi respons imun pejamu serta adesi sel jamur pada hospes. 1

a. Imunomodulasi respons imun pejamuImunomodulasi adalah kemampuan potensial sel Candida dalam memodulasi sistem imunologi pejamu, berupa rangsangan untuk meningkatkan atau menurunkan reaksi imun pejamu.1Zat seperti khitin, glukan, dan mannoprotein adalah kandungan yang terdapat dalam dinding sel yang berperan dalam proses imunomodulasi. Respons tersebut di antaranya menyebabkan diproduksinya sejumlah protein yang disebut sebagai heat shock proteins (hsp). Pada Candida, hsp juga berperan dalam merangsang respons imun pejamu, di samping perannya dalam proses pertumbuhan. Pada Candida terdapat dua famili hsp yang dikenal, yaitu hsp90 dan hsp70.1b. Adhesi sel jamur pada hospesAspek interaksi yang kedua adalah adhesi yang merupakan syarat terjadinya kolonisasi. Dengan adhesi Candida melekat pada sel epitel, sel endotel, faktor terlarut, dan matriks ekstraselular. Interaksi antara Candida dengan pejamu melibatkan sel fagosit, sel organ pejamu yang terinfeksi, matriks ekstraselular, dan protein yang terlarut dalam serum. 1Protein yang berperan sebagai mediator adhesi dikelompokkan sebagai berikut Protein serum (serum albumin dan transferin, fibrinogen, fragmen komplemen C3d, fragmen komplemen iC3b). Protein matriks ekstraselular (laminin, fibronectin, entactin, vitronectin, kolagen). Mannan adhesins dan protein pengikat lain (mannan adhesins, protein hidrofobik, fimbriae, plastic-binding protein, epithelial binding lectin-like protein, aglutinin-like proteins, adhesi pada Streptococcus spp., bakteria lain) Adhesi pada protein saliva.3. Respon Imunologis pada Infeksi CandidaSecara umum, percobaan pada tikus memberi kesan bahwa imunitas selular dan humoral mempunyai peranan mayor dan minor dalam sistem pertahanan terhadap infeksi Candida. Sistem kekebalan yang berperan terhadap Candida adalah sistem kekebalan selular, limfosit T bertindak selaku regulator utama. Sel CD4+ dan CD8+ mempunyai peranan dalam respons pejamu terhadap infeksi Candida dan merupakan komponen sentral dalam pertahanan pejamu yang memproduksi sitokin. 1Dalam dinding sel Candida terdapat bahan polidispersi yang mempunyai berat molekul tinggi yang menginduksi proliferasi limfosit, produksi IL-2 dan IFN-, serta membangkitkan perlawanan sitotoksik sel NK. 1Fungsi limfosit T dalam kekebalan terhadap Candida adalah memproduksi sitokin yang merangsang dan meningkatkan aktivitas kandidisidal sel efektor seperti sel MN dan PMN. Sistem imun selular nonspesifik seperti yang diperankan oleh makrofag, PMN, dan sel-sel NK lebih dominan pada infeksi sistemik dibandingkan infeksi superfisial dan mukosal. 1Secara in vitro maupun in vivo diketahui bahwa sel CD4+ adalah sel T yang terlibat dalam membangkitkan imunitas selular terhadap Candida. Sel CD8+ juga mempunyai efek bagi pertahanan tubuh terhadap Candida, hanya lebih kecil dan tertutup oleh CD4. Efek yang dibutuhkan dari CD4 adalah kemampuan memproduksi sitokin, misalnya TNF-, yang meningkatkan aktivitas sel-sel fagositik. 1Stimulasi sel mononuklear darah perifer manusia oleh Candida atau antigennya mengakibatkan diproduksinya beberapa sitokin yang berbeda. Sel mononuklear wanita sehat akan memproduksi TNF dan IL-1. 1IL-1 merupakan sitokin yang memicu produksi IL-2 oleh Th1. IL-2 akan merangsang replikasi Th1. Selain itu, Th1 memproduksi IFN- yang dapat menginhibisi pembentukan germ tube. 1Peranan CD8+ dalam patogenesis dan resolusi infeksi pada kandidosis mungkin membantu melisis PMN yang terinfeksi, memproduksi sitokin untuk mengaktivasi sel fagosit, dan memodulasi aktivitas efektor sel-sel CD4+. Sitokin tidak hanya penting sebagai penghubung antara limfosit T dan sel fagosit, namun juga penting untuk koordinasi sel T. 14. Patologi candidiasis pada pasien imunocompromisCandida albicans umumnya menyebabkan infeksi superfisial kronik pada mukosa host dengan defek sistem imun terutama pada pasien dengan infeksi HIV. Infeksi candida ini yang sering didapatkan yaitu candidiasis oropharing. Pada infeksi jenis ini sering ditemukan mlekul perlekatan dan invasi jaringan yang disebut SAP (secreted aspartic proteinase) yang paling tidak ada 9 turunannya.mekanisme pertahanan pada permukaan mukosa host terhadap C.albicans diperantarai oleh CMI oleh sel T CD4+. Mekanisme imun ini melibatkan sitokin dari TH1,dimana yang rentan infeksi candida adalah respon dari TH2.selain itu sekresi sistem imun terutama IgA juga memainkan peranan.fungsi dari IgA ini telah dinpuyblikasikan karena kemampuannya dalm menghambat perlekatan dari C.albicans pada sell epitel buccal (Longitudinal Study of Anti-Candida albicans Mucosal Immunity Against Aspartic Proteinases in HIV-Infected Patients)Imunitas protektif terhadap candida melibatkan baik sel2 alami atau adaptif dan respon imn humoral.data saat ini memperlihatkan proteksi terhadap penyakit sistemik di mediasi secara primer oleh imunitas alami melalui mekanisme mula2 (neutrofil)dan imunitas humoral yang biasanya tidak sesuai pada pasien yang menerima obat2an imunosupresif dan atau terapi sitotoksik. Kesebalikannya proteksi terhadap penyakit candidiasis mucocutan dipercayakan terhadap CMI dan sel T yang biasanya terganggu pada pasien dengan defisiensi imunitas berat. Data saat ini menunjukan bahwa paien CMC memiliki susunan produksi sitokin yang berubah sebagai respon terhadap antigen candida yaitu dengan turunnya / rendahnya produksi IL-2, peningkatan produksi IL-6dan titer yang tinggi dari IgG dan IgA spesifik candida jumlahnya tetap dengan jumlah produksi sitokin dati Th1 yang rendah dan Th2 yang tinggi. Copyright 2003, American Society for Microbiology. (deregulated-flas ).Menurut wetao huang bahwa suatu mIL-17A/mIL-17AR yang merupakan sitokin proinflamatorydiperlukan untuk pertahanan host invivo IL-17A dapat merupakan terapi potensial bagi infeksi sistemik C.albicans pada pasien imunocompromisdengan cancer atau sindrom penurunan imunitas didapat. Requirement of Interleukin-17A for Systemic AntiCandida albicans Host Defense in Mice HUMORAL IMMUNITY T CELL MEDIATED IMMUNITY AND CYTOKINES Respon Antibody secara umum dan spesifik pada candida secara berulang-ulang menunjukan hasil yang tetap/utuh.data dari D lilic dan I Grevenor menunjukan titer dari spesifik antibodi IgG dan IgA yang sangat tinggi pada semua pasien. proteksi dari mucocutan candidiasis secara berulan-ulang menunjukan ketergantungan pada imunitas seluler. Jelas bahwa pasien dengan defek pada sel T (kombinasi defisiensi imun berat /Goerge syndrom), dan utamanya sel T CD4+ akn mudah terinfeksi oleh candida (patients denganAIDS).baru-baru ini teridentifikasi bahwa pasien yang terlahir dengan defisiensi pada reseptor i (IFN-{gamma}) dan (IL-12) menunjukan kerentanan terhadap mycobacteria serta candidiasis persisten. Beberapa penelitian menunjukan IFN-{gamma} dan IL-12 diperlukan untuk keberlangsungan hidup dan pembersihan dari infeksi.

HIV (human immunodeficiency virus)Morfologi HIVHIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan nama umum virus penyebab AIDS yang telah diputuskan olh WHO. Nama lain HIV adalah HTLV III atau LAV. HIV terdiri dari 2 serotipe yaitu HIV1 dan HIV2. Terbanyak ditemukan adalah HIV1, sedangkan HIV2 terutama ditemukan di Afrika. HIV 2 diketahui tidak seganas HIV1. HIV1 biasanya cukup disebut sebagai HIV saja. Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang termasuk dalam familia retrovirus yaitu kelompok virus berselubung (envelope virus) yang mempunyai enzim reverse transcriptase, enzim yang dapat mensintesis kopi DNA dari genon RNA. Virus ini masuk dalam sub familia lentivirus berdasarkan kesamaan segmen genon, morfologi dan siklus hidupnya. Sub familia lentivirus mempunyai sifat dapat menyebabkan infeksi laten, mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan penyakit lama dan dapat fatal. Partikel HIV terdiri atas inner core yang mengandung 2 untai DNA identik yang dikelilingi oleh selubung fosfolipid. Genon HIV mengandung gen env yang mengkode selubun glikoprotein, gen gag yang mengkode protein core yang terdiri dari protein p17 (BM 17.000) dan p24 (BM 24.000), dan gen pol yang mengkode beberapa enzim yaitu : reverse trans-criptase, integrase dan protease. Enzim-enzim tersebut dibutuhkan dalam proses replikasi. Selain itu HIV juga mengandung 6 gen lainnya yaitu vpr, vif, rev, nef dan vpu yang mengatur proses reproduksi virus. Bagian paling infeksius dari HIV adalah selubung glikoprotein gp 120 (BM 120.000) dan gp 41 (BM 41.000). Kedua glikoprotein tersebut sangat ber-peran pada perlekatan virus HIV dengan sel hospes pada proses infeksiHIV dikelompokkan berdasarkan struktur genom dan antigenitasnya yaitu HIV-1 dan HIV-2

PATOGENESIS INFEKSI HIV Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Molekul ini merupakan reseptor dengan afinitas paling tinggi terhadap protein selubung virus.Partikel HIV yang berikatan dengan molekul CD4 kemudian masuk ke dalam sel hospes melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp 41 yang terdapat pada permukaan membran virusMolekul CD4 banyak terdapat pada sel limfosit T helper/ CD4+, narnun sel-sel lain seperti makrofag, monosit, sel dendritik, sel langerhans, sel stem hematopoetik dan sel mikrogial dapat juga terinfeksi HIV melalui ingesti kombinasi virus-antibodi atau melalui molekul CD4 yang diekspresikan oleh sel tersebut.Banyak bukti menunjukkan bahwa molekul CD4 memegang peranan penting pada petogenesis dan efek sitopatik HIV. Percobaan tranfeksi gen yang mengkode molekul CD4 pada sel tertentu yang tidak mempunyai molekul tersebut, menunjukkan bahwa sel yang semula resisten ter-hadap HIV berubah menjadi rentan terhadap infeksi tersebut. Efek sitopatik ini bervariasi pada sel CD4+, narnun paling tinggi pada sel dengan densitas molekul CD4 permukaan yang paling tinggi yaitu sel limfosit T CD4+Sekali virion HIV masuk ke dalam sel, maka enzim yang terdapat dalam nukleoprotein menjadi aktif dan memulai siklus reproduksi virus. Nukleoprotein inti virus menjadi rusak dan genom RNA virus akan ditranskripsi menjadi DNA untai ganda oleh enzim reverse transcriptase dan kemudian masuk ke nukleus. Enzim integrase akan mengkatalisa integrasi antara DNA virus dengan DNA genom dari sel hospes. Bentuk DNA integrasi dari HIV disebut provirus, yang mampu bertahan dalam bentuk inaktif selama beberapa bulan atau beberapa tahun tanpa memproduksi virion baru. Itu sebabnya infeksi HIV pada seseorang dapat bersifat laten dan virus terhindar dari sistem imun hospes. Partikel virus yang infeksius akan terbentuk pada saat sel limfosit T teraktivasi. Aktivasi sel T CD4+ yang telah ter-infeksi HIV akan mengakibatkan aktivasi provirus juga. Ak-tivasi ini diawali dengan transkripsi gen struktural menjadi mRNA kemudian ditranslasikan menjadi protein virus. Karena protein virus dibentuk dalam sel hospes, maka membran plasma sel hospes akan disisipi oleh glikoprotein virus yaitu gp 41 dan gp 120. RNA virus dan protein core kemudian akan membentuk membran dan menggunakan membran plasma sel hospes yang telah dimodifikasi dengan glikoprotein virus, membentuk selubung virus dalam proses yang dikenal sebagai budding. Pada beberapa kasus aktivasi provirus HIV dan pembentukan partikel virus baru dapat menyebabkan lisisnya sel yang terinfeksiSelama periode laten, HIV dapat berada dalam bentuk provirus yang berintegrasi dengan genom DNA hospes, tanpa mengadakan transkripsi. Ada beberapa faktor yang dapat mengaktivasi proses transkripsi virus tersebut. Secara in vitro telah dibuktikan pada sel T yang terinfeksi virus laten, rangsangan TNF (Tumor Necrosis Factor) dan IL-6 dapat meningkatkan produksi virus yang infeksius. Hal ini penting karena monosit pada individu yang terinfeksi HIV cenderung melepaskan sitokin dalam jumlah besar sehingga dapat me-nyebabkan meningkatnya transkripsi virus. Infeksi beberapa virus dapat meningkatkan transkripsi provirus DNA pada HIV sehingga berkembang menjadi AIDS yaitu; HTLV-1, cytomegalovirus, virus herpes simplex, virus Epstein-Barr, adeno-virus, papovirus dan virus hepatitis B

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi.3 Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam 3 fase, yang meliputi fase akut, fase laten dan fase klinis (fase bergejala).12.6.1. Fase AkutFase ini terjadi setelah + 3 minggu infeksi awal. 50-70% penderita HIV mempunyai gejala yang menyerupai mononucleosis akut. Masa ini berhubungan dengan jumlah virus yang tinggi dalam darah. Dalam satu minggu sampai tiga bulan akan terbentuk respon imun terhadap HIV. HIV akan tersebar luas selama fase infeksi, terutama di dalam organ limfoid, kemudian imunitas spesifik HIV yang terbentuk pada fase ini berhubungan dengan penurunan jumlah virus HIV di dalam darah secara tajam sampai mencapai jumlah virus yang relatif konstan. 2.6.2. Fase LatenSetelah infeksi primer, terjadi penyebaran virus, kemudian berperan imunitas spesifik HIV. Fase laten yang berjalan dalam hitungan tahun. Selama masa ini semua pasien mengalami penurunan sistem imun yang dapat dideteksi dengan penurunan CD4.2.6.3. Fase Klinis Penurunan sistem imunologis secara progresif dapat menimbulkan penyakit yang disebut AIDS, berupa gejala dan tand penyakit umum berat dan lama, infeksi oportunistik atau neoplasma. Limfadenopati umum progresif pada beberapa pasien sudah terjadi sejak tahap awal infeksi. Hal ini disebabkan respon imun terhadap HIV yang berlebihan di dalam kelenjar getah bening. Sarkoma Karposi dapat timbul sebelum terjadinya imunosupresi berat.DEPLESI SEL LIMFOSIT CD4+ 1) Proses produksi virus dengan ekspresi gp 41 pada mem-bran plasma dan budding partikel virus akan menyebabkan; a. Kenaikan permeabilitas membran plasma b. Masuknya kalsium dalam jumlah yang mematikan c. Lisis sel. 2) Membran plasma sel terinfeksi HIV akan bergabung dengan sel T CD4+ lain melalui interaksi molekul gp 120-sel T CD4+, sehingga membentuk sel raksasa multinuklear atau sinsitia. Proses pembentukan sinsitia ini dapat menyebabkan kematian sel yang terinfeksi HIV maupun sel yang tidak terinfeksi. 3) DNA virus yang tidak terintegrasi dalam sitoplasma atau sejumlah RNA yang tidak berfungsi dapat bersifat toksik terhadap sel yang terinfeksi. 4) Produksi virus akan mengganggu sintesis atau ekspresi protein sehingga menyebabkan kematian sel. Selain menyebabkan menurunnya jumlah sel limfosit T CD4+, infeksi HIV juga menyebabkan menurunnya fungsi sel tersebut, yang secara tidak langsung berhubungan dengan efek sitopatik dan pengurangan jumlah sel limfosit T. Respon humoral terhadap antigen terlarut dan respon sel T sitotoksik (CTL) terhadap virus tertentu juga terganggu, mungkin karena gagalnya sel T CD4+ mensekresi sitokin dalam jumlah yang cukup untuk diferensiasi fungsi sel B dan CTLPenurunan fungsi sel T CD4+ disebabkan oleh ikatan gp 120 dengan molekul CD4 pada permukaan sel T. Ikatan ini menyebabkan molekul CD4 yang telah berikatan dengan gp 120 tidak dapat berinteraksi dengan molekul MHC kelas II pada APC, sehingga respon sel T terhadap antigen terlarut dapat dihambat. Kemungkinan lain gp 120 yang berikatan dengan molekul CD4 menyebabkan fungsi pengaturan ekspresi permukaan beberapa molekul yang dibutuhkan untuk aktivasi sel T menurun. Selain itu protein tat HIV dapat memblok respon imun, yang dirangsang oleh antigen melalui jalur aktivasi sel T intra selulerSelain menginfeksi sel limfosit T CD4+, HIV dapat juga menginfeksi monosit atau makrofag lebih rendah daripada sel limfosit T, karena makrofag relatif lebih resisten. Hal ini di-sebabkan karena sitotoksisitas virus membutuhkan ekspresi molekul CD4 yang cukup tinggi. Makrofag dapat terinfeksi melalui jalur bebas molekul CD4, yaitu melalui fagositosis sel lain yang terinfeksi atau endositosis melalui reseptor Fc antibodi yang mengikat HIV. Pada umumnya makrofag dapat diinfeksi oleh HIV namun tidak dapat dibunuh oleh virus ter-sebut, sehingga sering merupakan reservoir. Meskipun makrofag relatif resisten terhadap sitolisis HIV, namun seringkali fungsinya juga berkurang pada individu terinfeksi HIV. Berkurangnya fungsi makrofag tersebut meliputi menurunnya kemokinesis dan produksi sitokin. Fungsi APC pada makrofag juga menurun, kemungkinan disebabkan karena menurunnya pengaturan ekspresi MHC kelas IPEMERIKSAAN SEROLOGI HIV Pemeriksaan ELISA/EIA ELISA dari berbagai macam kit yang ada di pasaran mem punyai cara kerja hampir sama. Pada dasarnya, diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada biakan sel, kemudian dirusak dan dilekatkan pada biji-biji polistiren atau sumur microplate. Serum atau plasma yang akan diperiksa, diinkubasikan dengan antigen tersebut selama 30 menit sampai 2 jam kemudian dicuci. Ella terdapat IgG (immunoglobulin G) yang menempel pada bijibiji atau sumur microplate tadi maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen dan antibodi. Antibodi anti-IgG tersebut terlebih dulu sudah diberi label dengan enzim (alkali fosfatase, horseradish peroxidase) sehingga setelah kelebihan enzim dicuci habis maka enzim yang tinggal akan bereaksi sesuai dengankadar IgG yang ada, kemudian akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat. Sekarang ada test EIA yang menggunakan ikatan dari heavy dan light chain dari Human Immunoglobulin sehingga reaksi dengan antibodi dapat lebih spesifik, yaitu mampu mendeteksi IgM maupun IgG. Pada setiap tes selalu diikutkan kontrol positif dan negatif untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga kadardi atas cut-off value atau di atasabsorbance level spesimen akan dinyatakan positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam. Pemeriksaan ELISA hanya menunjukkan suatu infeksi HIV di masa lampau. Tes ELISA mulai menunjukkan hasil positif pada bulan ke 23 masa sakit. Selama fase permulaan penyakit (fase akut) dalam darah penderita dapat ditemukan virus HIV/partikel HIV dan penurunan jumlah sel T4 (Gratik). Setelah beberapa hari terkena infeksi AIDS, IgM dapat dideteksi, kemudian setelah 3 bulan IgG mulai ditemukan. Pada fase berikutnya yaitu pada waktu gejala major AIDS menghilang (karena sebagian besar HIV telah masuk ke dalam sel tubuh) HIV sudah tidak dapat ditemukan lagi dari peredaran darah dan jumlah $el T4 akan kembali ke normal. Hasil pemeriksan ELISA harus diinterpretasi dengan hati-hati, karena tergantung dari fase penyakit. Pada umumnya, hasil akan positifpada lase timbul gejalapertama AIDS (AIDS phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini AIDS (Pre AIDS phase). Beberapa hal tentang kebaikan test ELISA adalah nilai sensitivitas yang tinggi : 98,1% 100%, Western Blot memberi nilai spesifik 99,6% 100%. Walaupun begitu, predictive value hasil test positif tergantung dari prevalensi HIV di masyarakat. Pada kelompokpenderita AIDS,predictive positive value adalah 100% sedangkan pada donor darah dapat antara 5% 100%. Predictive value dari hasil negatif ELISA pada masyarakat sekitar 99,99% sampai 76,9% pada kelompok risiko tinggi. Di samping keunggulan, beberapa kendala path test ELISA yang perlu diperhatikan adalah : 1. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibodi, bukan antigen (akhir-akhir ini sudah ditemukan test ELISA untuk antigen). Oleh karena itu test uji baru akan positif bila penderita telah mengalami serokonversi yang lamanya 23 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau lebih (pada keadaan immunocompromised). Kasus dengan infeksi HIV laten dapat temp negatif selama 34 bulan. 2. Pemeriksaan ELISA hanya terhadap antigen jenis IgG. Penderita AIDS pada taraf permulaan hanya mengandung IgM, sehingga tidak akan terdeteksi. Perubahan dari IgM ke IgG mem-butuhkan waktu sampai 41 minggu. 3. Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV1. Bila test ini digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24%. Tetapi HIV2 paling banyak ditemukan hanya di Afrika.4. Masalah false positive pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan jaringan yang digunakan dalam test kemurniannya ber-beda dengan HIV di alam. Oleh karena itu test ELISA harus dikorfirmasi dengan test lain. Tes ELISA mempunyai sensitifitas dan spesifisitas cukup tinggi walaupun hasil negatif tesini tidakdapatmenjamin bahwa seseorang bebas 100%dari HIV1 terutama pada kelompok resiko tinggi. Akhir-akhir ini test ELISA telah menggunakan recombinant antigen yang sangat spesifik terhadap envelope dan core. Antibodi terhadap envelope ditemukan pada setiap penderita HIV stadium apa saja (Graf k). Sedangkan antibodi terhadap p24 (proten dari core) bila positif berarti penderita sedang mengalami kemunduran/deteriorasi

Pemeriksaan Western Blot. Cara kerja test Western Blot yaitu dengan meletakkan HIV murni pada polyacrylamide gel yang diberi anus elektroforesis sehingga terurai menurut berat protein yang berbeda-beda, kemudian dipindahkan ke nitrocellulose. Nitrocellulose ini diinkubasikan dengan serum penderita. Antibodi HIV dideteksi dengan memberikan antlbodi anti-human yang sudah dikon-jugasi dengan enzim yang menghasilkan wama bila diberi suatu substrat. Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul standar, kontrol positif dan negatif. Gambaran band dari bermacam-macam protein envelope dan core dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Antibodi terhadap protein core HIV (gag) misalnya p24 dan protein precursor (p25) timbul pada stadium awal kemudian menurun pada saat penderita mengalami deteriorasi. Antibodi terhadap envelope (env) penghasil gen (gp160) dan precursor-nya (gp120) dan protein transmembran (gp4l) selalu ditemukan pada penderita AIDS pada stadium apa saja. Beberapa protein lainnya yang sering ditemukan adalah: p3 I, p51, p66, p14, p27, lebih jarang ditemukan p23, p15, p9, p7. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bila serum mengan-dung antibodi HIV yang lengkap maka Western blot akan memberi gambaran profil berbagai macam band protein dari HIV antigen cetakannya. Definisi hasil pemeriksaan Western Blot menurut profit dari band protein dapat bermacam-macam, pada umumnya adalah : 1. Positif : a. Envelope : gp4l, gpl2O, gp160 b. Salah satu dari band : p 15, p 17, p24, p31, gp4l, p51, p55, p66. 2. Negatif : Bila tidak ditemukan band protein. 3. Indeterminate Bila ditemukan band protein yang tidak sesuai dengan profil positif. Hasil indeterminate .diberikan setelah ditest secara duplo dan penderita diberitahu untuk diulang setelah 23 bulan. Hal ini mungkin karena infeksi masih terlalu dini sehingga yang ditemukan hanya sebagian dari core antigen (p17, p24, p55). Akhir-akhir ini hasil positif diberikan bila ditemukan paling tidak p24, p31 dan salah satu dari gp41 atau gpl60. Dengan makin ketatnya !criteria Western Blot maka spesi-fisitas menjadi tinggi, dan sensitifitas turun dari 100% dapat menjadi hanya 56% karena hanya 60% penderita AIDS mem-punyai p24, dan 83% mempunyai p31. Sebaliknya cara ini dapat menurunkan angka false positive pada kelompok risiko tinggi, yang biasanya ditemukan sebesar 1 di antara 200.000 test padahal test tersebut sudah didahului dengan test ELISA. Besar false negative Western Blot belum diketahui secara pasti, tapi tentu tidak not. False negative dapat terjadi karenakadar antibodi HIV rendah, atau hanya timbul band protein p24 dan p34 saja (yaitu pada kasus dengan infeksi HIV2). False negative biasanya rendah pada kelompok masyarakat tetapi dapat tinggi pada kelompok risiko tinggi. Cara mengatasi kendala tadi adalah dengan menggunakan recombinant HIV yang lebih murni

CARA PENULARANBanyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :1. Transmisi Seksual.a. Homoseksual ital.b. Heteroseksual

2. Transmisi Non Seksuala. Transmisi ParenralAkibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.Darah/Produk Darah Transmisi melalui transfusi atau produk darah Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.

b. Transmisi TransplasentalPenularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah

1. CD4+ Limfosit TGambaran cardinal dari infeksi HIV adal;ah deplesi limfosit penginduksi T-helper yang menghasilkan tropoisme HIV terhadap populasi limfosit ini, sehingga menginfeksi petanda fenotipik CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 adalah reseptor utama untuk HIV; ia memiliki afinitas yang tinggi untuk amplop virus. Koreseptor HIV pada limfosit adalah reseptor khemokin CXCR4.Pada awal infeksi, isolat HIV primer adalah M-tropik. Tetapi semua strain HIV menginfeksi limfosit T CD4+ primer (tetapi bukan lini sel T yang dikekalkan secar in vitro). Sewaktu infeksi berlanjut, virus yang dominan M-tropik digantikan oleh virus T-tropik. Adaptasi laboratorium isolate primer dalam lini sel T yang dikekalkan menghilangkan kemampuannya untuk menginfeksi monosit dan makrofag.Akibat dari difungsi sel T CD4+ yang disebabkan oleh infeksi virus HIV bersifat mematikan karenakarena limfosit T CD4+ memainkan peran yang sangat penting dalam respon imun manusia. Ia bertanggung jawab baik secar langsung maupun tidak langsung dalam induksi sederetan fungsi-fungsi sel limfoiddan nonlimfoid. Efek-efek ini berupa aktivasi makrofag, induksi fungsi-fungsi sitotoksik sel T, sel-sel natural killer, dan sel B; serta sekresi berbagai factor terlarut , yang merangsang pertumbuhan dan differensiasi sel-sel limfoid, serta mempengaruhi sel-sel hematopoetik.

2. Monosit dan makrofagMonosit dan makrofag berperan penting dalam penyebaran dan pathogenesis infeksi HIV. Subunit monosit tetentu mengekspresi antigen permukaan CD4 dan oleh karena itu berikatan pada amplop HIV. Koreseptor HIV pada makrofag dan monosit adalah khemokin CCR5. Di dalam otak, tipe sel utama yang terinfeksi oleh HIV tampaknya adalah monosit dan makrofag, dan ini merupakan konsekuensi penting untuk perkembangan manifestasi neuropsikiatri yang disebabkan oleh infeksi HIV. Makrofag alveolus paru yang terinfeksi mungkin berperan dalam pneumonitis interstisial yang dijumpai pada pasien AIDS tertentu.Strain HIV makrofag-tropik mendominasi pada awal infeksi dan strain-strain ini bertanggung jawab pada infeksi permulaan bahkan bila sumber penularan mengandung virus M-tropik maupun T-Tropik.Diyakini bahwa monosit dan makrofag berperan sebagai reservoir utama bagi HIV dalam tubuh. Tidak seperti limfosit T CD4+, monosit relative kukuh pada efek sitopati HIV, sehingga virus tidak hanya bertahan hidup dalam sel ini tetapi juga dapat dipindahkan ke berbagai organ tubuh (seperti paru-paru dan otak).

3. Organ LimfoidOrgan organ limfoid memainkan peran sentral dalam infeksi HIV. Limfosit dalam darah tepi hanya mewakili sekitar 2 % total pool limfosit, sisanya terutama berada di dalam organ-organ limfoid. Di dalam organ limfoid inilah respon imun spesifik dibentuk. Jaringan sel-sel dendrite follikuler dalam pusat-pusat germinal pada limfonodi mrnjrbak antigen dan menstimulasi suatu respon imun. HIV bereplikasi secara aktif dalam jaringan limfoidke seluruh perjalana infeksi yang tidak diobati bahkan selama tahap latensi klinis. Lingkungan mikro limfonodi ideal untuk menetap dan menyebarnya infeksi HIV. Sitokin dilepaskan, mengaktifasi fool besar limfosit T CD4+ yang sangat rentan terhadap infeksi HIV. Ketika tahap lanjut penyakit HIV mengalami progresi, arsitektur limfonodi menjadi terputus.

4. Sel-sel SarafAbnormalitas neurologis lazim terjadi pada AIDS dan pada 40-90% pasien terjadi di dalam derajat yang bervariasi. Ini meliputi ensefalopati HIV, neuropati perifer dan yang paling serius, kompleks demensia AIDS. Baik mekanisme pathogen langsung maupun tidak langsung bisa menjelaskan manifestasi neuropsikiatrik pada infeksi HIV. Tipe sel domina dalam otak yang terinfeksi oleh HIV adalah monosit dan makrofag. Virus bisa masuk ke otak melalui monosit yang terinfeksi dan melepaskan sitokin yang toksik terhadap sel saraf seperti factor khemotaktik yang menyebabkan infiltrasi sel-sel peradangan otak. HIV telah ditemukan pada neuron, oligodendrit dan astrosit dalam jumlah yang terbatas.

5. Koinfeksi VirusSinyal aktivasi dubutuhkan untuk terjadinya infeksi HIV yang produktif. Pada seseorang terinfeksi HIV, spectrum luas dari stimulus in vivo tampaknya berperan sebagai activator seluler. Sebagai contoh infeksi akut oleh Mycobacterium tuberculosis mempengaruhi peningkatan viremia plasma. Infeksi viral yang bersamaan oleh virus EB, cytomegalovirus, virus herpes simpleks, atau virus hepatitis B menginduksi ekspresi HIV dan bisa berperan sebagai kofaktor AIDS. Terdapat prevalensi infeksi cytomegalovirus yang tinggi pada pasien yang positif HIV.

MANIFESTASI KLINIS AIDSTanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari gejala gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut : Rasa lelah dan lesu Berat badan menurun secara drastic Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam Mencret dan kurang nafsu makan Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut Pembengkakan leher dan lipatan paha Radang paru-paru Kanker kulit

Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi oportunistik : 2. Manifestadi tumor diantaranya;a. Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.b. Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun.3. Manifestasi Oportunistik diantaranyaa. Manifestasi pada Paru-paru Pneumonia Pneumocystis (PCP)--Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam. Cytomegalo Virus (CMV)--Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS. Mycobacterium Avilum--Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan. Mycobacterium Tuberculosis--Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru.

b. Manifestasi pada Gastroitestinal Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.

4. Manifestasi Neurologis-Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSISI AIDSHuman Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau vagina.Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode Elisa (Enzyme Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil test Elisa positif maka dilakukan pengulangan dan bila tetap positif setelah pengulangan maka harus dikonfirmasikan dengan test yang lebih spesifik yaitu metode Western Blot.Dasar dalam menegakkan diagnosa AIDS adalah :4. Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium).5. Adanya tanda-tanda Immunodeficiency.6. Adanya gejala infeksi oportunistik.Dalam prakteknya yang dipakai sebagai petunjuk adalah infeksi oportunistik atau sarkoma kaposi pada usia muda kemudian dilakukan uji serologis untuk mendeteksi zat anti HIV (Elisa, Western Blot).

KAPOSI SARKOMAKaposis Sarcoma disebabkan oleh virus yang dulu bernama KS-herpes virus, tapi sekarang bernama Human Herpes Virus-8 (HHV-8). Transmisi melalui kontak sesksual dan dapat melalui ibu kepada anaknya. Pada tahap awal, Sarkoma Kaposi berupa makula berwarna merah-keunguan pada mukosa mulut dan tidak menimbulkan rasa sakit, serta tidak memucat saat dipalpasi. Lesi ini dapat berkembang menjadi nodul dan membingungkan antara kelainan pada mulut yang berhubungan dengan vaskularisasi seperti hemangioma, hematoma, varicosity, dan pyogenic granuloma (jika terjadi pada gingiva). Lesi ini muncul pada mukosa rongga mulut terutama pada mukosa palatal dan gingival. Dalam infeksi HIV, lesi ini lebih sering ditemukan pada pria. Kaposis Sarcoma ditemukan pada penderita HIV yang akan memasuki kategori C (outright AIDS). Diagnosis lainnya yang ditemukan pada KS meliputi pyogenic granuloma, hemangioma, atypical hyperpigmentation, sarcoidosis, bacillary angiomatosis, angiosarcoma, pigmented nevi, dan cat-scratch disease pada kulit.Ada 4 bentuk KS berdasarkan epidemiologinya1. Sarkoma Kaposi kronik/klasik/eropa pada manula keturunan Eropa Timur/ Mediterania, lesinya terdiri dari nodul dan plak kutaneus yang multiple dan berwarna merah ungu pada extremitas bawah, kadang lesi ini terdapat pada organ visera. Ditandai dengan rekurensi dan remisi yang dapat menyebabkan kematian2. SK limfadenopatik/Afrika serupa dgn bentuk klasik tetapi terjadi pada orang yang lebih mudadi daerah ekuator Afrika. Merupakan 10% dari semua tumor yang ada. Yang terbatas pada limfonodi dan dapat juga bersifat agresif3. SK yang berkaitan dengan transplantasi pd pasien yg menjalani terapi imunosupresif. Bisa terdapat baik pada kulit maupun secara sistermik pada organ visera, regresi dapat terjadi ketika terapi dihentikan4.SK yg berkaitan dengan AIDS, lebih sering terjadi pada homoseksual dibandingkan resiko AIDS yg lain. Lesi dapat ditemukan disetiap tempat pada kulit dan membrane mukosa,limfonodi, traktus GI ataupun pd organ visera. Penyebaran yg luas k organ visera timbul secara dini dan sering , tetapi lesi yg terjadi bersifat responsive terhadap kemoterapi sitotoksik atau terapi -interferonSecara mikroskopik, terlihat lesi yang khas & terdiri dari lembaran sel yang gemuk serta berbentuk mirip kumparan, membentuk ruang vaskuler mirip celah yang terisi o/ SDM dengan diselingi saluran vaskuler yang dindingnya berupa sel endotel.Kaposi yg bs dikenali secara makroskopik yaitu: bercak(patch), plaque(plak) dan nodul1.Bercak bercak(patches) terdiri dari macula merah muda hingga ungu & biasanya(pd pnykt klasik) terbatas d bag distal ekstremitas bwh. Mikroskopik hnya memperlihtkn pmbuluh drah yg mlebar, tdk beraturan, & mengalami angulasi dgn dinding sel-sel endotel yg diselingi infiltrate limfosit,sel plasma, serta makrofag(yg kdg mengandung hemosiderin)---sulit dibedakan dgn jaringan granulasi2.Plak yang menonjol mrupkan saluran vaskuler yg mlebar,berlubang ireguler dgn dinding sel kumparan (spindle cell) yg agak gemuk & disertai gumpalan sel kumparan yg sama di daerah perivaskuler3.Lesi noduler lebih bersifat neoplastik. Disertai klainan limfonodi & visceral. Khususnya pada SK Afrika / SK AIDSHampir semua SK terinfeksi virus HHV-8(human herpesvirus 8) yg dikenal sebagai herpes virus yg menyertai SK (KSHV KS associated herpesvirus). Agen penyebab ini diperlukan & sudah cukup bagi perkembangan SK, kendati imunosupresi merupakan kofaktor yang penting dalam pathogenesis & ekspresi penyakit ini.Faktor pembantu (co factor). Telah menjadi hipotesa bahwa penyakit menular seksual lainnya merupakan faktor pembantu dalam meningkatkan risiko penularan HIV baik pada wanita maupun pria; faktor pembantu utama ialah PMS yang menimbulkan ulkus, yang disebut GUD (genital ulcer diseases), seperti : Afek primer sifilis (ulkus durum),Sifilis sekunder (kondilomata lata),Ulkus mole,Herpes genitalis,Afek primer LGV,Lesi atau mikrolesi yang non-spesifik. Telah diketahui bahwa limfosit yang mengandung HIV pada wanita seropositip ialah pada sekret serviko-vaginal, dan tidak pada sel epite1. Hal ini penting karena pada tiap peradangan vagina dan serviks seperti GUD, dan juga gonore, infeksi C. trachomatis, trikomoniasis, kandidiasis akan membantu pengeluaran limfosit yang terinfeksi, hingga akan memberikan risiko transmisi HIV yang jauh lebih besar dibanding dengan pada vagina dan serviks yang intak.Demikian pula dengan uretritis pada pria. Herpes genitalismemberikan gejalaklinisyangberat,berupa lesi yang luas, seringkali berupa ulkus yang nyeri, waktu penyembuhan yang lama, resisten terhadap pengobatan, serta lebih sering kambuh; pada pria homoseksual ulkus sering dijumpai pada daerah ano-rektal. Telah dilaporkan adanya saw kasus herpes simpleks berupa ulkus yang luas pada bokong kin yang tidak sembuh dengan bermacam-macam pengobatanKondiloma akuminata pada penderita AIDS tumbuh cepat, besar serta luas. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya sistim kekebalan seluler yang sangat diperlukan untuk penyem-buhan kondiloma akuminata. Moluskum kontagiosum di daerah ano-genital pada orang dewasa sering ditularkan melalui hubungan seksual, pada pen-derita AIDS dapat menjalar ke seluruh wbuh, dengan lesi yang besar bahkan sampai di kepala berambut

Gambaran klinis

Luka KS berupa lesi dan noda yang berwarna-warni merah, ungu, coklat, atau hitam, dan biasanya popular.Luka tersebut biasanya ditemukan pada kulit, walau bisa juga tersebar di tempat lain terutama mulut, gastrointestinal tract dan saluran pernafasan. Pertumbuhan dari sangat lambat ke sangat cepat.

Infeksi pada KulitUmumnya terjadi pada wajah, mulut dan kemaluan. Biasanya luka berbentuk seperti yang dijelaskan pada gambaran klinis di atas, tetapi mungkin juga akan menjadi seperti plak (pada telapak kaki), atau bahkan ikut terlibat dalam perusakan kulit dan kematian jaringaan sel kulit. Terkait pembengkakan (edema/swelling) yang timbul, mungkin berasal dari peradangan setempat atau lymphoedema. Lesi-lesi pada kulit menjadikan penampilan fisik luar penderita menjadi jelek, dan menyebabkan banyak efek yang berhubungan dengan psikososial.

Infeksi pada mulut30% Lesi KS dalam mulut bisa jadi bersamaan dengan infeksi candidiasis. Ini juga merupakan awal tanda bagi 15% pengidap HIV untuk memasuki tahap AIDS yang juga mengidap KS. Dalam mulut, langit-langit yang keras yang paling sering terkena, kemudian diikuti pada gusi. Lesi di mulut dapat dengan mudah rusak oleh permen, makan atau berbicara.

Infeksi pada gastrointestinal (saluran dan organ tubuh dalam manusia dari mulut sampai usus).Hal ini banyak terkait dengan pasien pengidap AIDS, saat kekebalan tubuhnya sangat lemah. Luka pada Gastrointestinal tidak terlihat atau menyebabkan kehilangan berat badan , rasa sakit, mual / muntah, diare, pendarahan (dalam bentuk darah kental/berlendir karena gesekan usus), malabsorption (ketidakmampuan usus menyerap nutrisi), dan kesulitan buang air besar.

DiagnosaWalaupun KS dapat diduga dari tampilan luka pasien dan faktor-faktor risiko, yang pasti diagnosis hanya dapat dilakukan dengan biopsi dan pemeriksaan mikroskopis, yang akan menunjukkan keberadaan kumparan sel. Deteksi KSHV protein LANA dalam sel tumor mengkonfirmasikan diagnosis.

DAFTAR PUSTAKAhttp://www.journals.uchicago.edu/JID/journal/issues/v190n3/32115/32115.html 2001 Journal of Clinical PathologyDorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGCGuyton, Arthur C. dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGCSudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing

13