Top Banner
Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Tinjau dari Sistem Respirasi yang Berperan Jimmy Salomo Nugraha E1 102012254 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. [email protected] PENDAHULUAN Latar Belakang PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisiema dan asma . PPOK merupakan kondisi irreversible yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, menumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru-paru. Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan 1
36

skenario 4 blok 18 jimmy salomo.docx

Sep 04, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Tinjau dari Sistem Respirasi yang BerperanJimmy Salomo NugrahaE1102012254Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta [email protected]

PENDAHULUANLatar BelakangPPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisiema dan asma . PPOK merupakan kondisi irreversible yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, menumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru-paru. Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhulubungan dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan pemajanan ditempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian ) merupakakn factor-fakto risiki penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal mencegah panghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia . meskipun aspek-aspek paru tertentu, seperti kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat,menurun sejalan dengan peningkatan usia, PPOK memperburuk banyak perubahan fisiologi yangberkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas (dalam bronchitis)dan kehilangan daya kembang elastic paru (pada emfisema). Karenanya, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi pada pasien lansia dengan PPOK.1

Rumusan MasalahRumusan masalah yang terdapat pada skenario 4 laki-laki 57 tahun sesak nafas berat sejak 5 jam yang lalu.

TujuanMakalah ini bertujuan untuk membahas etiologi, epidemiologi, diagnosis, gejala, penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik.

PEMBAHASANAnamnesisPada anamnesis biasanya dijumpai pasien dengan keluhan sebagai berikut:- Umumnya dijumpai pada usia tua ( > 45 th )- Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja ( waktu lama )- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga- Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak( BBLR, infeksi nafas berulang, lingkungan asap rokok )- Batuk berulang dengan / tanpa dahak- Sesak dengan / tanpa bunyi mengi- Sesak nafas bila aktivitas berat.2a. Keluhan utamaKeluhan utama yang sering dari pasien adalah sesak nafas yang sering disertai batuk, mengi, dahak, serta infeksi saluran nafas berulang. Rokok sertapolusi ditempat kerja patut ditanyakanSkenario : laki-laki 57 tahun dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus-menerus sejak 5 jam yang lalu.Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk berdahak putih tanpa disertai demam.keluhan seperti ini sebenernya sudah beberapa kali timbul , sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa terasa berat terutama jika beraktifitas berat terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. Pasien memilik riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/harib. Riwayat penyakit dahuluTanyakan kondisi pernapasan terdahulu misalnya asma, TB, karsinoma bronkus, bronkiektasis atau emfisema, selidiki adanya kelainan kondisi jantung atau pernapasan lain, pernahkah ada episode pneumonia, tanyakan gejala apnea saat tidur (mengantuk di siang hari, mendengkur), adakah kemunduran di musim dingin?c. Riwayat penyakit sekarangd. Riwayat obat-obatanTanyakan respon pasien terhadap terapi kortikosteroid, nebuliser, oksigen di rumah?, apakah pasien menggunakan oksigen di rumah? jika ya, selama berapa jam sehari digunakan.e. Riwayat pribadi dan sosialDapatkan riwayat merokokok pasien (dahulu(bungkus per hari/tahun)sekarang, dan pasif), bagaimana riwayat pekerjaan pasien?(pneumokoniosis?), adakah riwayat masalah pernapasan kronis di keluarga(pertimbangkan defisiensi 1-antitripsin), bagaimana tingkat disabilitas pasien?, bagaimana toleransi olahraga pasien?, apakah pasien mampu keluar rumah?, bisakah pasien naik tangga?, dimana kamar tidur/kamar mandi pasien , dan sebagainya?, siapa yang berbelanja, mencuci, memasak dan sebagainya?

Pemeriksaan Fisika. Inspeksi-Pursed - lips breathing(mulut setengah terkatup mencucu)-Barrel chest(diameter antero - posterior dan transversal sebanding)-Penggunaan otot bantu napas- Hipertropi otot bantu napas- Pelebaran sela iga- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai- Penampilanpink pufferataublue bloaterPink puffer (gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasanpursed lips breathing)Pursed - lips breathing (sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik)Blue bloater (gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer)

b. PalpasiPada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.c. PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.d. AuskultasiSuara napas vesikuler normal, atau melemah, terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang, bunyi jantung terdengar jauh.3Skenario : Kesadaran compos mentis TTV : Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi napas 36 x/menit, suhu : 36 C Thorak pulmol : simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi intercostalis (+), taktil fremitus simetris Perkusi : sonor pada kedua lapang paru. Suara nafas wheezing +/+, ronkhi basah kasarPemeriksaan Penunjanga. . Pemeriksaan rutin1. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% Uji bronkodilator- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.-Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil2. Darah rutinHb, Ht, leukosit3. RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain0. Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.0. Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.

Working Diagnose (WD)Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat penyakit.3

Differential Diagnose (DD)BronkiektasisBronkiektasis (ectasia = dilatation, expansion, or distention) merupakan suatu dilatasi dan distorsi bronkus local yang berifat patologis, berjalan kronis, persistent, dan irreversible. Ada 2 jenis bentuk anatomis dari bronchiectasis yakni sakular (bulat) dan slindris. Bronkiektasis timbul karena dinding bronkus melemah dikarenakan peradangan kronik yang berdampak pada mukosa dan lapisan otot. Proses inflamasi kronik tersebut mengakibatkan mukosa bronkus menjadi abnormal, silia-silia pada sel epitel menghilang, metaplasia skuamosa, dan serbukan sel-sel inflamasi, apabila terjadi eksasebasi infeksi akut pada masa ini, akan terjadi inflamasi yang mengakibatkan destruksi dari mukosa, ulserasi yang dapat mengenai pembuluh darah pendarahan, maupun pernanahan.5 Mukus yang tidak dapat dibersihkan dari bronkus diakibatkan oleh rusaknya silia, mengakibatkan mucus tersebut menumpuk pada bronkus.4Ciri khas dari penyakit ini adalah batuk kronis disertai produksi sputum, hemoptisis, dan pneumonia dan demam berulang. Batuk kronis pada bronkiekatasis akan produktif (mengeluarkan sputum), jikalau tidak terjadi infeksi sekunder maka sputumnya akan mukoid, kalau ada infeksi sekunder maka sputumnya akan berubah menjadi purulen, apabila yang menginfeksi merupakan kuman anaerob maka sputum tersebut akan berbau busuk (cth kuman anaerob: Treponema vincenti, Fusifornis fusiformis; cth kuman aerob: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae), Hemoptisis terjadi apabila nekrosis dan destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah, apabila mengenai cabang arteri bronkialis (dari peredaran darah sistemik) maka perdarahannya akan massive. Namun, dapat juga bronkiektasis hanya menunjukkan gejala kering, maksudnya adalah hanya ada hemoptisis sebagai gejala klinis satu-satunya, ini dapat terjadi apabila bronkiektasis nya berada pada lobus atas paru, yang dimana drainasenya baik karena mengikuti gravitasi dan sputumnya dikeluarkan secara teratur oleh bagian paru yang lebih distal dimana mukosanya masih normal. Demam berulang dapat terjadi dikarenakan infeksi berulang yang berdampak pada inflamasi kronis.5

Sindrom KartagenerMerupakan salah satu sindrom congenital yang terjadi bersama dan belum diketahui dengan pasti patogenesisnya, Sindrom ini meliputi bronkiektasis congenital (biasanya silia mukosa imotil), Situs invertus = terjadi pembalikan letak organ-organ dalam yang dalam konteks sindrom ini adalah dekstrokardia, Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis.Asma BronkialeAsma bronkiale adalah satu hiper-reaksi dari bronkus dan trakea yang mengakibatkan penyempitan saluran napas yang bersifat reversible. Asma ini merupakan kelainan inflamasi kronik yang kambuhan ini ditandai oleh serangan bronkospasme yang paroksismal tapi reversibel pada saluran napas trakeobronkial; serangan ini disebabkan oleh hiper-reaktivitas otot polos.6 Terjadinya serangan asma tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja, terutama diperkirakan jika terkena alergen dan lingkungan pemicu. Sebenarnya penyebab pasti asma bronkiale masih belum diketahui secara pasti.Penyakit asma dapat dipilah menurut intensitas klinik, respon terhadap terapi dan agen pemicunya. Secara patofisiologi dikenali 2 tipe yang utama.61. Asma atopik (alergik;reagin-mediated)Merupakan tipe yang sering ditemukan. Tipe asma ini dipicu oleh antigen lingkungan (misalnya debu, serbuk sari, makanan), perubahan cuaca, aktivitas dan sering disertai riwayat atopi dalam keluarga. Lenih sering terjadi pada anak-anak.1. Asma nonatopik (nonreaginik, nonimun)Kerapkali dipicu oleh infeksi saluran napas, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan, pengaruh isiologis seperti stress dan biasanya tanpa riwayat keluarga dan tanpa keterlibatan IgE yang nyata. Penyebab peningkatan reaktivitas saluran napas tidak diketahui. Lenih sering mengenai orang dewasa di atas usia 40 tahun.Asma bronkiale merupakan penyakit respiratorik kronik yang tersering dijumpai pada anak. Asma dapat muncul pada usia berapa saja, mulai dari balita, prasekolah, sekolah atau remaja. Prevalensi di dunia berkisar antara 4-30%, sedangkan di Indonesia sekitar 10% pada anak usia sekolah dasar dan 6,7% pada anak usia sekolah menengah.7Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak wanita dapat menderita asma pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Sebelum pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang lebih banyak terkena daripada anak wanita, setelah itu insiden menurut jenis kelamin sama. 7Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus.Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi, karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif dengan VEP 1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) dan APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. 8Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hiposekmia. Penurunan O2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuan tubuh terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan, sehingga tekanan CO2 menurun, yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus, sehingga tidak mungkin lagi terjadinya pertukaran gas.8Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus, menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan kontriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu, peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penympitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut: 90. Gangguan ventilasi berupa hiperventilasi0. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkukasi darah paru.0. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli.Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang lanjut.Gejala-gejala dari penyakit asma bronkiale, antara lain sebagai berikut:1. Sesak napas yang diikuti suara mengi.2. Pada umumnya disertai batuk dengan dahak yang lengket dan kental.3. Gelisah dan cemas.4. Napas terengah-engah akibat kejang dan rasa berat pada dada.5. Sulit untuk berbicara.Komplikasi terjadi akibat :1. Keterlambatan penanganan.2. Penanganan yang tidak adekuat.Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :101) Akut Dehidrasi Gagal napas Infeksi saluran napas2) Kronis Kor-pulmonale PPO kronis Pneumotorak.Pengobatan penyakit asma dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu jangka pendek dan jangka panjang.1. Pengobatan jangka pendekPengobatan jangka pendek dilakukan dengan pemberian obat-obatan untuk mengatasi penyempitan saluran pernapasan, produksi dahak yang berlebihan, dan sembab pada selaput lendir jalan napas.8,91. Pengobatan jangka panjangPengobatan jangka panjang dikenal dengan sebutan immunoterapi, yakni penyuntikan bahan alergi terhadap pengidap alergi yang dosisnya terus dinaikkan secara bertahap.Pengobatan ini bertujuan mengurangi atau menghilangkan kepekaan orang tersebut terhadap bahan itu.Pencegahan pada pasien asama adalah sebagai berikut:71. PenyuluhanPenyuluhan tentang bahaya dan berbagai faktor penyebab penyakit asma bronchial sangat penting bagi masyarakat agar mereka bisa terhindar dari penyakit ini.2. Menghindari faktor pencetusJika sudah tahu berbagai faktor pencetus penyakit ini (seperti yang telah disebutkan di atas), maka sebaiknya menghindari berbagai faktor tersebut, terutama sekali jika orang tersebut memiliki kerabat yang memiliki penyakit asma, maupun jika pasien sendiri sudah ternjangkit penyakit asma bronchial ini, untuk menghindari penyakit ini semakin parah.3. Fisioterapi4. Pemberian Cairan5. Pengobatan6. Obat-obatan seperti orsiprenalin, aminofilin, teofilinPada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat pronosa adalah baik. Apabila asma karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil prognosanya lebih baik dari pada yang muncul sesudah dewasa. Prognosis dan angka kematian akan meningkat, bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai serta tidak ada penanganan yang tepat. 7

EmfisemaEmfisema sehubungan dengan COPD ada dua jenis yang penting yakni. CLE (Centrolobular emfisema) selektif menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris, dinding dinding mulai membesar, berlobang, dan akhirnya bersatu sebagai suatu integrasi. Emfisema jenis kedua adalah emfisema panlobular (PLE) yang berarti bermanifestasi diseluruh bagian paru, alveolus yang terletak dibawah bronkiolus respiratorius mengalami pembesaran secara merataEmfisema ini dikaitkan dengan factor genetic yang berkaitan dengan defisiensi enzim alfa1-antiprotease. Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, dan makrofag sewaktu proses fagositosis berlangsung, enzim alfa1-antiprotease inilah yang berfungsi untuk melindungi paru-paru dari autodigestive dikarenakan protease ini dapat menghancurkan elastin dan jaringan paru. Pemetaan genetic telah berhasil mengidentifikasi gen-gen yang berperan, orang dengan kadar normal alfa1-antiprotease mempunyai gen MM, sedangkan pada penderita emfisema biasanya mereka mempunyai gen homozigot SS atau ZZ yang mencirikan kadar alfa1-antiprotease mendekati angka 0 (70-80% pasien ini menderita emfisema primer-panlobular), sedangkan pasien yang memiliki setengah gen normal seperti MZ atau MS mempunyai kadar alfa1-antiprotease sedang, pada orang-orang kelompok ini apabila terjadi proses peradangan sebagai contoh merokok maka akan dilepaskan enzim protease, bersamaan dengan itu kandungan oksidan dalam asap akan menghambat alfa1-antiprotease.

PatogenesisTerdapatempat perubahan patologik yang dapat timbulpada pasienemfisema yaitu:a)Hilangnyaelastisitas paru-paruProtease (enzim paru-paru) mengubah ataumerusak alveolidan saluran nafas kecildengancara merusakserabut elastin,sebagai akibatnya, kantunganalveolus kehilangan elastisitasdan jalan napas kecilmenjadi kolapsatau menyempit. Beberapa alveoli menjadi rusakdan yang lainnya kemmungkinanmenjadi membesar.b)Hiperinflasi paru-paruPembesaranalveoli sehingga paru-parusulit untukdapat kembalike posisiistirahatnormal selama ekspirasi.c)Terbentuknya bullaeDinding alveolusmembengkak dan berhubungan untukmembentuksuatu bullae (ruang tempatudaradi antara parenkim paru-paru) yang dapat di lihat padapemeriksaan pada X-ray.d)Kolapsnya jalannapas kecil dan udaraterperangkap.Ketika pasienberusahauntuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks akan menyebabkankolapsnya jalan napas.10

Tipe EmfisemaTerdapat tiga tipedari emfisema :a)Emfisema sentriolobularMerupakan tipe yang seringmuncul dan memperlihatkan kerusakanbronkhiolus,bisanya pada daerahparu-paruatas.inflamasi merambahsampai bronkhiolus tetap I biasanyakantung alveolus bersisa.b)Emfisema panlobular (panacinar)Merusak ruang udarapada seluruh asinus dan umumnya juga merusakparu-parubagianbawah.tipe ini sering disebut centriacinar emfisema,sering kali timbul pada perokok.panacinar timbul pada orang tua dan pasien dengan defisiensienzim alpha-antitripsin.c)Emfisema paraseptalMerusak alveolilobus bagianyangmengakibatanisolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang periferparu-paru.paraseptal emfisema dipercaya sebagai dari pneumotorak spontan. Pada keadaan lanjut,terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner dan sering kali timbul Cor pulmonal (CHF bagian kanan ).10

EtiologiTerdapat beberapa faktor yang dapat menyebebkan terjadinya PPOK, baik faktor eksogen (dalam hal ini lingkungan) maupun faktor endogen (dalam hal ini faktor host atau faktor dari penderita sendiri).11Faktor Lingkungan : MerokokPerokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut. Asap tembakau Polisi udara di tempat kerja atau di dalam kotaFaktor Host : GenetikKarena defisiensi alfa 1 antitripsin.Suatu kelainan herediter yang jarang ditemukan.ini merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini. Alfa 1 antitripsin ini merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati, dimana berfungsi dalam melindungi paru-paru dari kerusakan.Enzim ini juga berfubgsi untuk menetralkan tripsin yang berasal dari rokok. Jika enzin ini rendah sedangkan asupan rokok tinggi maka akan mengganggu system kerja enzim tersebut, yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernapasan. Defisiensi enzim ini menyebabkan emfisema pada usia muda, yaitu pada mereka yang tidak merokok (onsetnya sekitar usia 53 tahun) dan bagi mereka yang merokok sekitar 40 tahun. Hipereaktifitas BronkusAsma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK. Apabila ditambah dengan faktor merokok maka akan lebih meningkatkan resiko untuk menderira PPOK disertai dengan penurunan fungsi dari paru-paru yang drastis. Hipereaktivitas dari bronkus juga dapat terjadi akibat dari peradangan pada saluran napas atas.11EpidemiologiPrevalensi PPOK yang tepat dari seluruh dunia sebagian besar tidak diketahui, tapi perkiraan bervariasi 7-19%. Beban Penyakit Paru-Paru (BOLD) studi menemukan prevalensi global 10,1%. Pria ditemukan memiliki prevalensi 11,8% dikumpulkan dari dan perempuan 8,5%. Angka bervariasi di berbagai wilayah dunia. Cape Town, Afrika Selatan, memiliki prevalensi tertinggi, yang mempengaruhi 22,2% pria dan 16,7% perempuan. Hannover, Jerman, di sisi lain, memiliki prevalensi terendah, sebesar 8,6% untuk pria dan 3,7% untuk perempuan. Perbedaan dapat dijelaskan sebagian oleh situs dan seks perbedaan dalam prevalensi merokok. Seperti dicatat di atas, laporan-laporan ini secara luas diyakini meremehkan karena COPD adalah dikenal terdiagnosis dan undertreated. Selain itu, prevalensi pada wanita diyakini meningkat. Meskipun tingkat saat ini dari COPD pada pria lebih tinggi dari tingkat pada wanita, tingkat pada perempuan telah meningkat. PPOK terjadi terutama pada orang tua dari usia 40 tahun.Sebuah studi oleh Mintz dkk memperkirakan prevalensi PPOK tak dikenal. Menggunakan Fungsi Paru Kuesioner (LFQ) dan hasil spirometri, studi menetapkan bahwa sekitar 1 dari 5 pasien (21%) berusia 30 tahun atau lebih tua dengan riwayat merokok selama 10 tahun atau lebih terlihat di sebuah pusat perawatan primer kemungkinan memiliki PPOK. Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki.Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut : Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %) Pertambahan pendudukMeningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an Industrialisasi Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambanganDi negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT). Fasiliti pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas. Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun masyarakat luas dalam upaya pencegahan, diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi.12

PatofisiologiKarakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai struktur vaskuler pulmonal.Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti leukotrien B4, IL8, TNF yang dapat merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting yaitu; imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central airway), saluran napas kecil (peripheral airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal.Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel.Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat.Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat, yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan ,namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed. Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah ,yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal.12Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak.Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (