Sasaran belajar1. Memahami dan menjelaskan makroskopis dan
mikroskopis saluran nafas atas1.1 makroskopis1.2 mikroskopis2.
memahami dan menjelaskan fisiologis saluran pernafasan atas2.1
mekanisme pertahanan tubuh saluran nafas atas2.2 mekanisme
pernafasan3. memahami dan menjelaskan rhinitis alergi3.1
definisi3.2 etiologi3.3 epidemiologi3.4 patofisiologi dan
pathogenesis3.5 klassifikasi3.6 manifestasi klinis3.7 diagnosis dan
diagnosis banding3.8 penatalaksanaan 3.9 komplikasi3.10
prognosis3.11 pencegahan
1.Memahami dan menjelaskan makroskopis dan mikroskopis saluran
nafas atas1.1makroskopis
a.Hidung Terdiri dari 2 rongga, kanan dan kiri yang dibatasi
oleh sekat/septummediana. Bagian yang lebar disebut vestibulum dan
bagian yang kecil dibagian belakang disebut respirasi. Epitel
vestibulum nasi : epitel berlapisgepeng tanpa lapisan tanduk,
folikel rambut, kelenjar sebasea dankelenjar keringat rambut.
Epitel respirasi berupa epitel bertingkat torak,bersilia, bersel
goblet.Ada 3 tonjolan di dalam hidung yaitu :1. chonca Nasalis
Superior.2. chonca Nasalis Media.3.chonca Nasalis Inferior terdapat
pleksus pembuluh darah.Alat penghidu :- Reseptor Mukosa
Olfaktoria.- Epitel bertingkat torak tanpa sel gobletAda 3 sel : -
sel penyokong.- sel basal.- sel olfaktorius.Rongga hidung
dihubungkan dengan rongga tengkorak melalui sinusparanasal yang
terdiri :
b.FaringFaring merupakan suatu tempat diantara rongga mulut dan
esofagus.Bagian bawah faring berfungsi sebagai saluran udara dan
makanan.Faring terbagi menjadi 3 yaitu :- Nasofaring- Orofaring-
LaringofaringEpitelnya adalah epitel respirasic.LaringMerupakan
saluran yang menghubungkan faring dengan trakea.Peranan penting
dalam pembentukkan suara. Terdiri dari tulang rawanhialin dan
tulang rawan elastin. Terdapat pita suara. Epitel berlapisgepeng
tanpa zat tanduk, bila berhadapan dengan organ lidah.
Epitelrespirasi bila berhadapan dengan faring.
1.2mikroskopisRongga hidung Vestibulum: bagian paling anterior
dan paling lebar dari ronggahidung. Di sekitar permukaan dalam
nares terdapat banyak kelenjar sebaseadan kelenjar keringat. Di
dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduklagi dan beralih
menjadi epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Fosa
nasalis (Cavum Nasi): dari masing-masing dinding lateralterdapat
concha. Concha media dan inferior ditutupi oleh epitel
respirasisedangkan concha superior ditutupi epitel olfaktorius
khusus. Di dalamlamina propria concha terdapat plexus vena besar
yang dikenal sebagai badan pengembang (swell bodies).Mukosa
Olfaktorius Epitel respiratoris yang melapisi cavum nasi adalah
epitel bertingkatsilindris bersilia dan bersel goblet. Epitel
olfaktoris dikhususkan sebagaireseptor penghidu yang epitelnya
bertingkat silindris tinggi tanpa sel goblet.Epitel olfaktoris
dijumpai pada atap setiap cavum nasi, pada masing-masingsisi septum
dan pada concha nasal superior. Epitel Olfaktorius adalah epitel
bertingkat silindris tinggi ,terdiri atastiga jenis sel berbeda :
sel penyokong, sel olfaktorius, dan sel basal (sel kecil pendek
terletak di basis epiteldan diantara basissel-sel penyokong dan sel
olfaktoris.)
LaringDaerah yang dimulai dari adytus laryngis sampai batas
bawahcartilago krikoid. Laring juga menghubungkan faring dan
trakhea.Di dalam lamina propria terdapat sejumlah tulang rawan
laring. Tulangrawan lebih besar (thyroid, krikoid dan kebanyakan
arytenoid) merupakantulang rawan hialin. Tulang rawan lebih kecil
(epiglotis, kuneiform,kornikulatum, ujung aritenoid) merupakan
tulang rawan e FaringEpitel yang membatasi nasofaring merupakan
epitel bertingkatsilindris bersilia atau epitel berlapis gepeng
yang mengalami pergesekanyaitu tepi belakang pallatum molle dan
dinding belakang faring tempatkedua permukaan tersebut mengalami
kontak langsung sewaktu menelanlastin.trakhea Dilapisi oleh mukosa
respirasi, epitel bertingkat silindris. 16-20 cincin tulang rawan
hialin berbentuk C, yang terdapat di dalam L. propria, berfungsi
menjaga agar lumen trakea tetap terbuka. Ujung terbuka dari cincin
berbentuk C terletak di permukaan posterior trakea. Ligamen
fibroelastis dan berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat
pada periostium dan menjembatani kedua ujung bebas tulang rawan
berbentuk C. Ligamen mencegah over distensi dari lumen, sedangkan
muskulus memungkinkan lumen menutup. Kontraksi otot dan penyempitan
lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk.2.memahami dan
menjelaskan fisiologis saluran pernafasan atas2.1mekanisme
pertahanan tubuh saluran nafas atasMekanisme pertahanan saluran
napas tidak hanya berkaitan dengan infeksi (mikroorganisme) tetapi
juga melawan debu/ partikel, gas berbahaya, serta suhu. Mekanisme
pertahanan tubuh yang melingdungi paru berupa:1.Mekanisme yang
berkaitan dengan factor fisik, anatomic dan fisiologika.Deposisi
partikelPartikel yang masuk ke dalam system pernapasan ukurannya
sangat heterogen. Partikal yang berukuran >10 m tertangkap di
dalam rongga hidung karena ditangkap oleh bulu bulu hidung, yang
berukuran 5-10 m tertangkap di bronkus dan percabangannya dan akan
dikeluarkan dengan reflek, sedangkan yang berukuran >3 m dapat
masuk ke dalam alveoli dan dimusnahkan dengan makrofag. b.Reflek
BatukBaktuk adalah mekanisme reflex yang sangat penting untuk
menjaga jalan napas agar tetap terbuka, menghalau benda asing yang
dapat menyebabkan peradangan pada system pernapasan. Mekanisme
batuk adalah batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti oleh
ekspirasi kuat melawan glottis yang tertutup. Hal ini dapat
meningkatkan tekanan intrapleura sampai 100 mmHg atau lebih.
Glottis terbuka secara tiba tiba sehingga terjadi semburan aliran
udara keluar dengan kecepatan mencapai 965 km/ jam.2.Mekanisme
eskalasi (pertambahan jumlah) mucusMekanisme ini melibatkan peran
silia dan mucus. Silia terdapat pada dingding saluran pernapasan
mulai dari laring sampai bronkiolus terminal. Silia bergerak 14
kali per detik. Jumlah silia dan aktivitasnya dipengaruhi oleh asap
rokok, toksin, dan asidosis; ketiganya menurunkan jumlah silia dan
aktivitasnya.3.Mekanisme fagositik dan inflamasiPartikel dan
mikroorganisme yang tersisa akan difagositosis oleh sel yang
bertugas mempertahankan tubuh. Sel sel tersebut adalah makrofag dan
sel polimorfonuklear (PMN). Di jaringan paru terdapat sel makrofag
alveolar/ dust cell/ sel debu. Sel ini besar berdiameter 15-50 m,
sel ini merupakan perkembangan dari sel monosit yang diproduksi
oleh SSTL. Di dalam sitoplasma makrofag, terdapat bermacam bentuk
granula yang berisi berbagai enzim untuk mencerna partikel dan
mikroorganisme yang difagositosis.Sel PMN berperan ketika melawan
mikroorganisme yang menginfeksi paru terutama di distal paru. Jika
ada mikroorganisme masuk dan tidak dapat diatasi makrofag,
mikroorganisme akan berkembang biak di alveoli dan menyebabkan
pneumonia dan proses inflamasi. Berbagai komplemen komponen
inflamasi akan mengundang PMN untuk dating dan segera
memfagosit.4.Mekanisme respon imunAda 2 macam komponen di dalam
system imun, yaitu:A.Mekanisme respon imun humoral yang melibatkan
limfosit BMekanisme ini tampak dalam 2 bentuk antibody berupa IgA
dan IgB. IgA penting sebagai pertahanan di nasofaring dan saluran
udara pernapasan bagian atas. IgG banyak ditemukan di bagian distal
paru. Berperan dalam menggumpalkan partikel menetralkan toksin yang
diproduksi oleh virus dan bakteri, mengaktifkan komplemen dan
melisiskan bakteri gram -.B.Mekanisme respon imun selularl yang
melibatkan limfosit TSensitasi terhadap limfosit T dapat
menyebabkan limfosit T menghasilkan berbagai mediator yang dapat
larut yang disebut limfokin, yaitu zat yang dapat menarik dan
mengaktifkan sel pertahanan tubuh yang lain makrofag.2.2mekanisme
pernafasanSistem respirasi secara fisiologis meliputi pernafasan
luar dan pernafasan dalam.a.Pernafasan luar (eksternal) pertukaran
O2 CO2 antar sel-sel tubuh dengan udara luar.b.Pernafasan dalam
(internal) respirasi sel didalam mitokondria intrasel, dimana
metabolisme ini membutuhkan O2 dari kapiler jaringan dan menyuplai
metabolit CO2 ke kapiler.
Proses pernafasan luar meliputi beberapa tahapan :1.Ventilasi
pertukaran udara luar dengan alveol paru. Terdiri dari inspirasi
dan ekspirasi.2.Difusi pertukaran O2 CO2 antara udara alveol dengan
kapiler paru.-Fase gas pertukaran gas antara udara luar dengan
udara alveol. Semakin berat molekul gas, semakin cepat proses
difusinya. (O2 > CO2)-Fase membran pertukaran O2 CO2 antara
alveol dengan darah dalam kapiler paru melewati membran kapiler.
Semakin tipis membran, semakin cepat difusinya.-Fase cairan
pertukaran O2 CO2 dalam sirkulasi darah dengan hemoglobin dalam
eritrosit. Semakin mudah larut, difusi semakin cepat. (CO2 > O2
, karena daya larut CO2 24,3x > O2)3.Perfusi pengangkutan O2 dan
CO2 oleh pembuluh darah paru ke kapiler jaringan atau
sebaliknya.4.Pertukaran O2 CO2 antara darah di kapiler jaringan
dengan sel-sel jaringan.
Tiga pusat pengaturan pernapasan normal yaitu:1.Pusat
RespirasiTerletak pada formatio retikularis medula oblongata
sebelah kaudal. Pusat respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi
dan pusat ekspirasi.2.Pusat ApneustikTerletak pada pons bagian
bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat inspirasi. Pusat
apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen
vagus dari reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus
dihilangkan, maka terjadi apneustik.3.Pusat PneumotaksisTerletak
pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat
apneustik secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumostaksis ini
merangsang pusat respirasi.
Aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan non-kimia.Penurunan
PO2 , peningkatan PCO2 atau konsentrasi ion H darah akan
meningkatkan aktivitas pusat respirasi. Perubahan yang berlawanan
mempunyai efek hambatan terhadap aktivitas respirasi.Secara
non-kimia, pengaturan aktivitas pernapasan adalah melalui suhu
tubuh dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu tubuh dapat
meningkatkan aktivitas pernafasan.
Mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam,
yaitu:1.Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot
antartulang rusuk.Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya
otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya
tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di
luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk. Fase ekspirasi.
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,
tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan
luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbondioksida
keluar. 2.Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya
melibatkan aktivitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga
perut dan rongga dada. Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma
berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga dada
membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk. Fase
Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot
diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga
dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara
keluar dari paru-paru.
3.memahami dan menjelaskan rhinitis alergi3.1definisiRinitis
alergi adalah reaksi inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yangsebelumnya sudah tersensitisasi dengan
allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut. Definisi
menurut WHO ARIA(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejalabersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
allergen yangdiperantarai oleh IgE (Irawati et.al,
2007)3.2etiologiReaksi imunologis berupa Hipersensitivitas tipe 1
yang diperantarai oleh IgE. Reaksi ini merupakan interaksi antara
faktor genetik dengan faktor pencetus.Faktor predisposisi : genetik
atau riwayat atopik keluarga sangat berperan dalam ekspresi
rhinitis alergi.Faktor pencetus : Bermacam-macam, diantaranya
adalah suhu dingin, debu, polusi udara, asap rokok, aroma yang kuat
atau merangsang, obat-obatan tertentu, gigitan serangga, toxin
mikroba dll.3.3epidemiologiRinitis alergi merupakan penyakit
imunologi yang sering ditemukan. Berdasarkan studi epidemiologi,
prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10-20% dan
secara konstan meningkat dalam dekade terakhir.3 Usia rata-rata
onset rinitis alergi adalah 8-11 tahun, dan 80% rinitis alergi
berkembang dengan usia 20 tahun. Biasanya rinitis alergi timbul
pada usia muda (remaja dan dewasa muda). Dalam suatu penelitian di
Medan, dari 31 penderita rinitis alergi, ditemukan perempuan lebih
banyak daripada laki-laki dengan perbandingan 1.58 : 1 (Hanum,
1989). Zainuddin (1999) di Palembang mendapatkan dari 259 penderita
rinitis alergi 122 laki-laki dan 137 perempuan. Budiwan (2007) di
Semarang pada penelitiannya dengan 80 penderita rinitis alergi
mendapatkan laki-laki 37,5% dan perempuan 62,5%. Keluarga atopi
mempunyai prevalensi lebih besar daripada nonatopi (Karjadi, 2001).
Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali
lebih besar atau mencapai 50%. Rinitis alergi dan atopi secara umum
disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki
potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki
peran penting. Peran lingkungan rinitis alergi yaitu alergen, yang
terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun
yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi .5,6Dalam
sebuah penelitian retrospektif terhadap 12.946 orang pasien berumur
5-62 tahun yang datang ke poliklinik sub bagian Alergi Imunologi
bagian THT FKUI/RSCM selama tahun 1992, ditemui penderita rinitis
alergi sejumlah 147 orang, atau berkisar 1,14%. Gejala yang paling
banyak adalah bersin-bersin/gatal hidung (89,80%), rinore (87,07%)
dan obstruksi hidung (76,19%). Kelompok umur 1-10 tahun berjumlah
paling sedikit (3,40%) kemudian meningkat dengan bertambahnya umur,
dan selanjutnya menurun setelah berumur 40 tahun, dengan frekuensi
terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun (37,41%). 5,6Prevalensi
rinitis alergi di Amerika Utara sekitar 10-20%, di Eropa sekitar
10-15%, di Thailand sekitar 20%, di Jepang sekitar 10% dan 25% di
New Zealand (Zainuddin, 1999). Insidensi dan prevalensi rinitis
alergi di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Baratawidjaja et
al (1990) pada penelitian di suatu daerah di Jakarta mendapatkan
prevalensi sebesar 23,47%, sedangkan Madiadipoera et al (1991) di
Bandung memperoleh insidensi sebesar 1,5%, seperti yang dikutip
Rusmono (1993). Berdasarkan survei dari ISSAC (International Study
of Asthma and Allergies in Childhood), pada siswa SMP umur 13-14
tahun di Semarang tahun 2001-2002, prevalensi rinitis alergi
sebesar 18%3.4patofisiologi dan pathogenesis- patofisiologiPada
individu yang susceptibel, pemaparan terhadap protein asing dapat
menyebabkan sensitisasialergi, yang menghasilkan IgE spesifik
terhadap protein asing tersebut. Ketika terjadi pemaparankembali
terhadap alergen yang sama, maka IgE spesifik tadi akan
mengaktifkan sel mast yang akanmenghasilkan mediator inflamasi
(reaksi hipersensitivitas tipe I) seperti histamin, triptase,
kimase,kinin, dan heparin. Sel mast akan mensintesis mediator lain
seperti leukotrien dan prostaglandin D2.Mediator ini akan berujung
pada gejala rhinorrhea (kongesi hidung, bersin, gatal, rubor,
tumor,tekanan pada telinga). Kelenjar mukosa akan meningkatkan
sekresinya. Permeabilitas vaskular meningkat, terjadi eksudasi
plasma. Vasodilatasi mengakibatkan kongesi dan tekanan. Saraf
sensorikterstimulasi untuk bersin dan terasa gatal pada hidung.
Semua hal tersebut terjadi dalam hitunganmenit.Setelah 4-8 jam,
mediator -mediator ini akan memanggil sel inflamasi lain seperti
sel neutrofil, limfosit, dan makrofag ke mukosa. Pada tahap ini,
inflamasi berlanjut. Respons lanjutan mirip denganrespon awal,
namun lebih sedikit bersin dan gatal pada hidung dan lebih banyak
kongesi, juga lendir.Efek sistemik, termasuk kelelahan, mengantuk,
dan malaise, dapat terjadi dari inflammatoryresponse tersebut.
Gejala ini sering menyebabkan gangguan kualitas hidup.Allergen
masuk (inhalan, ingestan, injektan, kontaktan) makrofag dan monosit
menangkap allergen yang menempel di mukosa hidung proses Ag membuat
fragmen pendek peptide bergabung dengan HLA kelas 2
3.5klassifikasiBerdasarkan sifat berlangsungnya (Irawati et.al,
2007):1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever,
polinosis).2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala
intermiten atau terus menerus, tanpa variasimusim. Penyebab
tersering adalah allergen inhalan.Berdasarkan klasifikasi
rekomendasi WHO ARIA tahun 2001, berdasarkan sifat
berlangsungnyadibagi menjadi (Irawati et.al, 2007):1. Intermiten
(kadang-kadang), kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu2. Persisten/menetap, bila gejala lebih dari 4 hari/minggu
dan lebih dari 4 mingguRhinitis alergi dibagi menjadi 3 (Irawati
et.al, 2007).:1. Ringan. Tidak ada gangguan tidur, aktivitas,
bersantai, olahraga, bekerja, dan hal-hal lainmengganggu.2.
Sedang-berat. Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut
diatas.Berdasarkan Respon tubuh :a.Fase Cepat : langsung sejak
terpapar alergen hingga 1 jam setelahnya. Gejala berupa
bersin-bersin, hidung tersumbat, dan rinore. Disebabkan oleh
pengikatan mediator inflamasi (terutama histamin) dengan
reseptornya yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler, perangsangan serabut vidianus (ujung N.V)
dan kontraksi otot polos.b.Fase Lambat : 4-8 jam setelah fase
cepat. Gejala didominasi hidung tersumbat, hiposmia dan post nasal
drip. Disebabkan pelepasan VCAM (vascular cell adhesion molecule)
oleh sel endotel post-kapiler yang diaktivasi mediator fase cepat.
Sehingga sel leukosit (terutama eosinofil) berinfiltrasi dan
memproduksi protein-protein eosinofilik yang menyebabkan hidung
hiperreaktif dan hiperresponsif.
3.6manifestasi klinisManifestasiKeterangan
Hidung gatal dan bersin-bersin >5x setiap seranganHistamin
reseptor di ujung saraf vidianus (menggiatkan kerja
parasimpatis)
Rinore (ingus encer, jernih dan banyak)Vasodilatasi, pembesaran
sel goblet dan hipersekresi mukus
Mata terasa gatal, merah dan berair (lakrimasi) Efek inflamasi
histamin pada konjungtiva mata melalui duktus nasolakrimalis
Konka membengkak, berwarna pucat/kebiruanPeningkatan
permeabilitas vaskuler - proliferasi jar. ikat dan hiperplasia
mukosa, pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran
basal.
Hidung tersumbatVasodilatasi sinusoid dan hipersekresi mucus dan
edema konka
3.7diagnosis dan diagnosis bandinga. diagnosisDiagnosis RA
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1. AnamnesisAnamnesis sangat penting karena seringkali serangan
tidak terjadi dihadapan pemeriksa dan hampir 50% diagnosis dapat
ditegakkan dari anamnesis. Gejala rinitis alergi yang khas adalah
bersin-bersin, terutama pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Gejala lain adalah rinore yang encer dan
banyak, hidung tesumbat, hidung dan mata gatal, disertai lakrimasi.
Sering gejala yang timbul tidak lengkap terutama pada anak-anak.
Kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau
satu-satunya gejala yang diutarakan pasien.
2. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak
mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livide disertai adanya
sekret encer yang banyak.6 Gejala spesifik lain yaitu warna
kehitaman pada daerah infraorbita disertai dengan pembengkakan yang
terjadi karena adanya stasis dari vena akibat edema mukosa hidung
dan sinus disebut allergic shiners. Pada anak-anak yang sering
mengusap-usap hidung dengan punggung tangan ke atas karena gatal
dapat terjadi allergic salute. Keadaan mengusap-usap hidung lama
kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum
nasi bagian sepertiga bawah yang disebut allergic crease. Keadaan
dimana mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang
tinggi sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi
disebut facies adenoid atau sad looking face. Keadaaan dinding
posterior faring tampak granuler dan edema sedangkan dinding
lateral faring menebal disebut cobblestone appearance serta lidah
tampak seperti gambaran peta disebut geographic
tongue.1,2,3,5,6
3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan ini memakai metode invitro
dan invivo. Metode invitro yaitu dengan pemeriksaan hitung
eosinofil dalam darah tepi, maupun pemeriksaan IgE total. Hasil
pemeriksaan sering meningkat bila terdapat lebih dari satu jenis
alergi. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi
pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi
yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna adalah
pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST atau ELISA. Metode yang lain
yaitu metode in vivo dengan cara tes kulit gores, tes kulit tusuk
dan tes kulit intra epidermal yang tunggal atau berseri. Uji kulit
pertama kali dilakukan oleh Charles Horrison Backley pada tahun
1860 untuk mendiagnosis penyakit alergi musiman. Tes kulit ini
kemudian menjadi standar untuk melakukan diagnosis penyakit alergi.
Pada penderita alergi, tes kulit digunakan alergen yang bila
sensitif akan menimbulkan reaksi kulit berupa eritema dan indurasi
(wheal) 10-20 menit setelah alergen disuntik atau dicukit.
Pemeriksaan ataupun tes alergi pada penderita dalam keadaan hamil
lebih baik dihindari dengan alasan apabila terjadi anaphylactic
shock maka harus dilakukan injectie adrenalin yang berisiko
abortus, terutama pada trimester pertama. Terdapat 2 macam uji
kulit:a. Uji kulit epidermal1) Uji gores kulit (scrath test) Uji
gores kulit dilakukan dengan menggores menggunakan jarum steril
sepanjang 0,5 cm pada epidermis daerah punggung atau lengan bawah
bagian volar, kemudian diteteskan alergen atau sebaliknya dengan
diteteskan dulu alergen kemudian digores dengan kedalaman yang
sama. Pembacaan hasil uji setelah 20 menit. Hasil uji positif
apabila timbul eritema dan wheal, kemudian diukur diameternya dalam
millimeter. Pada Basic Course Allergy in Otolaryngology 1993 di
Boston dikemukakan bahwa sekarang uji gores kulit tidak
dipergunakan lagi karena sering menimbulkan positif palsu karen
asulit membedakan iritasi kulit dengan reaksi alergi, selain itu
uji ini kurang sensitif.1,3
2) Uji cukit kulit (prick test) Uji cukit kulit ini sangat
populer, cepat, sederhana, tidak menyakitkan, relatif aman, jarang
menimbulkan reaksi anafilaktik dan tanda-tanda reaksi sistemik,
dapat dilakukan terhadap beberapa alergen pada satu sesi dan
mempunyai korelasi yang baik dengan IgE spesifik. Uji ini mula-mula
dilakukan dengan membersihkan lengan bawah bagian volar dengan
alkohol, ditunggu sampai kering. Tempat penetesan alergen ditandai
secara berbaris dengan jarak 2-3 cm di atas kulit tersebut.
Teteskan setetes alergen pada tempat yang disediakan, teteskan juga
kontrol positif (larutan histamine phosphate 0,1%) dan kontrol
negatif (larutan phosphate buffered saline dengan fenol 0,4%),
dengan memakai jarum disposable nomer 26.1,3Kemudian dilakukan
tusukan dangkal melalui masing-masing ekstrak yang telah
diteteskan. Tusukan dijaga jangan sampai menimbulkan perdarahan.
Pembacaan dilakukan setelah 15-20 menit dengan mengukur diameter
eritema dan wheal yang timbul.1,3Penilaian gradasi tes tusuk (prick
test):1,3Gradasi 0 : Terdapat eritema dan wheal berukuran 0 sampai
dengan 1,0 mm.Gradasi 1 : Terdapat eritema dan wheal berukuran 1,1
sampai dengan 2,0 mm.Gradasi 2 : Terdapat eritema dan wheal
berukuran 2,1 sampai dengan 3,0 mm.Gradasi 3 : Terdapat eritema dan
wheal berukuran 3,1 sampai dengan 4,0 mm.Gradasi 4: Terdapat
eritema dan wheal berukuran lebih dari 4,0 mm.
b. Uji kulit intradermal1) Pengenceran tunggal (dilution)Tes
kulit ini memakai konsentrasi yang bervariasi, biasanya memakai
1:1000 dan dilakukan jika respon alergen pada uji cukit kulit
negatif atau kurang sensitif.2) Pengenceran berganda (Skin End
point Titration/SET)b. diagnosis
bandingPerbedaanEtiologiGejalaSekretLain-lain
R. AlergiRespon imun yg dimediasi IgEBersin yg didahului gatal
pada mata dan hidung.Jernih, cairUji cukit kulit +
R. VasomotorAktifitas parasimpatis >
simpatis----*Hiposmia*----Sembuh bila diberi penggiat simpatis.
R. HormonalGangguan keseimbangan estrogenDominasi oleh rinore
dan obstruksi hidung----Sembuh sendiri atau dg terapi hormon
R. InfeksiosaAgen infeksius (bakteri, virus)Demam, nyeri tekan
wajah, hiposmiaKental, kekuningan/hijau.Sembuh dengan antivirus
atau antibiotik
R. Non-Alergi dengan sindrom eosinofiliaKelainan metabolisme
prostaglandin----Hiposmia----Eosinofil 10-20% pada nasal swab.
R. MedikamentosaEfek samping obat tertentu--------Menghilang
bila obat dihentikan
3.8penatalaksanaan Terapi :1.Menghindari kontak dengan allergen
penyebab (terapi ideal)2.Simtomatik Pengobatan, penggunaan obat
antihistamin H-1 (lini pertama atau kombinasi dekongestan oral).
Obat Kortikosteroid, gejala utama sumbatan hidung akibat respon
fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat lain3.Tindakan Operasi
(konkotomi) jika tidak berhasil memotong konka nasi inferior yang
mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan
konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25%
atau triklor asetat4.Penggunaan Imunoterapi Jenisnya desensitasi,
hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang
gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum
memuaskan. Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan untuk
alergi ingestan.
Antihistamin (pada saat serangan dapat dipakai CTM 3 x 2-4 mg
atau Loratadin/ Astemizole 1 x 10 mg sehari )Antihistamin bekerja
dengan memblok reseptor histamin. Dikenal 3 macam reseptor histamin
yaitu H1, H2 dan H3. Reseptor histamin yang diblok pada pengobatan
rinitis alergi adalah H1 yang terdapat di bronkus,
gastrointestinal, otot polos, dan otak.Antihistamin (AH1) yang
beredar di pasaran adalah generasi pertama dan kedua. Perbedaan
menonjol, terletak pada kemampuan menembus sawar darah otak dan
selektivitas/spesifisitas : AH1 : bersifat lipofobik sehingga
kurang mampu menembus sawar darah otak, yang akhirnya mengakibatkan
penurunan efek sedasi.AH2:-generasi kedua lebih selektif sehingga
tidak mempengaruhi reseptor fisiologik yang lain seperti muskarinik
dan adrenergik alfa.-mempunyai efek antialergi (menghambat
pelepasan histamin, prostaglandin, kinin, dan leukotrien ) dan
antiinflamasi (dapat mengurangi ekspresi ICAM-1 pada epitel
konjungtiva)
Kortikosteroid (Deksametason, Betametason, di perhatikan KI
nya)Berdasarkan pemakaiannya, kortikosteroid dibagi menjadi 2 yaitu
topikal dan sistemik.Kortikosteroid topikal menjadi pilihan pertama
untuk penderita rinitis alergi dengan gejala sedang sampai berat
dan persisten (menetap) efek antiinflamasi jangka panjang.
Kortikosteroid topikal efektif mengurangi gejala sumbatan hidung
yang timbul pada fase lambat.Efek spesifik kortikosteroid topikal
menghambat fase cepat dan lambat dari rinitis alergi, menekan
produksi sitokin Th2, sel mast dan basofil, mencegah switching dan
sintesis IgE oleh sel B, menekan pengerahan lokal dan migrasi
transepitel dari sel mast, basofil, dan eosinofil, menekan ekspresi
GM-CSF, IL-6, IL-8, RANTES, sitokin, kemokin, mengurangi jumlah
eosinofil di mukosa hidung dan juga menghambat pembentukan, fungsi,
adhesi, kemotaksis dan apoptosis eosinofil 1.Kortikosteroid
sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada penderita
rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan
pertama.
Studi oleh Weiner JM dkk, seperti dilansir dari British Medical
Journal 1998, menyimpulkan bahwa kortikosteroid intranasal lebih
baik digunakan sebagai terapi lini pertama rinitis daripada
antihistamin, ditilik dari segi keamanan dan
cost-effective-nya.
DekongestanDekongestan mengurangi sumbatan hidung dan kongesti
dengan cara vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik
alfa.Preparat topikal bekerja dalam waktu 10 menit, dan dapat
bertahan hingga 12 jam. Es : rasa panas dan kering di hidung,
ulserasi mukosa, serta perforasi septum. Terakhir jarang terjadi
adalah Takifilaksis dan gejala rebound (rinitis medikamentosa)
dapat terjadi pada pemakaian dekongestan topikal jangka
panjang.Efek preparat oral setelah 30 menit dan berakhir 6 jam
kemudian, atau dapat lebih lama (8-24 jam) bila bentuk sediaanya
adalah tablet lepas lambat (sustained release). Efek samping berupa
iritabilitas, pusing melayang (dizziness), sakit kepala, tremor,
takikardi, dan insomnia.Dekongestan lokal: tetes hidung. Larutan
Efedrin 1/2-1%, atau Oksimetazolm 0.025% - 0.05%, bila diperlukan,
dan tidak boleh lebih dan seminggu. Dekongestan oral: Psedoefedrin,
2 - 3 x 30 - 60 mg sehari.Penstabil Sel Mast Contoh golongan ini
adalah sodium kromoglikatefektif mengontrol gejala rinitis dengan
efek samping minimal. Tetapi, terapi hanya dapat digunakan sebagai
preventif. Preparat ini bekerja dengan cara menstabilkan membran
mastosit dengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan
mediator tidak terjadi.- Kelemahan lain adalah frekuensi
pemakaiannya sebanyak 6 kali per hari sehingga mempengaruhi
kepatuhan pasien.ImmunoterapiMekanisme immunoterapi dalam menekan
gejala rinitis mengurangi jumlah IgE, neutrofil, eosinofil, sel
mast, dan limfosit T dalam peredaran darah.Salah satu contoh
preparat ini adalah omalizumab merupakan antibodi anti-IgE
monoklonal yang bekerja dengan mengikat IgE dalam darah.Penelitian
omalizumab berhasil menurunkan kadar IgE bebas dan memperbaiki
gejala rinitis. Uji klinis fase II memaparkanDosis omalizumab
adalah 300 mg secara subkutan, 1 kali setiap 3-4 minggu.Secrist H
dkk dalam Journal of Experimental Medicine 2006 memaparkan,
immunoterapi dapat mengurangi IL-4 yang diproduksi oleh limfosit T
CD4+. Dengan demikian, produksi IgE pun akan berkurang.
Fototerapi Alternatif bagi penderita rinitis yang tidak mendapat
respon perbaikan dengan terapi konvensional adalah fototerapi. Hal
itu dibuktikan oleh Koreck AI dkk seperti dikutip dalam Journal of
Allergy and Clinical Immunology 2005. Dilatarbelakangi oleh fakta
bahwa fototerapi digunakan pada beberapa penyakit kulit seperti
psoriasis karena dapat merangsang apoptosis limfosit T. Penelitian
ini membandingkan kemampuan sinar ultraviolet dengan cahaya tampak
intensitas rendah (low-intensity visible light) dalam mengurangi
gejala rinitis. Subyek penelitian disinari sebanyak 3 kali per
minggu selama 3 minggu. Dosis inisial sinar ultraviolet adalah 1,6
J/cm2 dan dinaikkan 0,25 J/cm2 setiap 3 kali pengobatan. Sedangkan
cahaya tampak intensitas rendah diberikan sebesar 0,06 J/cm2.
Hasilnya, gejala rinitis berkurang dan didapatkan pula penurunan
jumlah eosinofil, eosinophilic cationic protein (ECP) dan IL-5 pada
kelompok sinar ultraviolet daripada kelompok cahaya tampak
intensitas rendah.OperatifBila chonca inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan kateterisasi AgNO3 atau troklor
asetat maka dilakukan tindakan Konkotomi yaitu pemotongan chonca
inferior
3.9komplikasi
KomplikasiKeterangan
Polip hidungAkumulasi sel-sel inflamasi yang sangat banyak
(>> eosinofil dan sel CD4+), hiperplasia epitel, sel goblet
dan metaplasia squamosa.
SinusitisAlergi obstruksi ostia sinus-oksigenasi dan tekanan
udara menurun-bakteri anaerob tumbuh-peradangan pada sinus
Otitis mediaAlergi menyebabkan penyumbatan tuba eustaschii -
disfungsi dan efusi telinga tengah.
3.10prognosisSecara umum baik. Rinitis alergi secara menyeluruh
akan berkurang dengan bertambahnya usia walaupun risiko asma
bronkial meningkat. Remisi spontan dapat terjadi sebanyak 15-25%
dalam jangka waktu 5-7 tahun. Remisi rinitis alergi musiman lebih
besar frekuensinya dibandingkan yang perennial.Banyak gejala
rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus
(khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring
dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek
sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari
respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan
kualitas hidup.
3.11pencegahanPrimer : mencegah sensitisasi alergen dengan sel
imun.Identifikasi bayi yang berisiko atopi, memberikan diet
restriksi (tanpa susu, ikan laut dan kacang) pada ibu hamil sejak
trimester 3 hingga selama masa laktasi, bayi diberikan ASI
eksklusif selama 5-6 bulan, kontrol lingkungan untuk mengeliminir
faktor pencetus. Sekunder : mencegah manifestasi alergi dengan
menghindari allergen1. Menghindari makanan dan obat-obatan yang
dapat menimbulkan alergi.2. Jangan biarkan hewan berbulu masuk
kedalam rumah, jika alergi terhadap bulu hewan.3. Bersihkan debu
dengan menyedot dan lap basah, minimal 2-3 kali dalam satu minggu,
jangan menggunakan sapu yang dapat menyebarkan debu.4. Gunakan
pembersih udara elektris (AC) untuk membuang debu rumah, jamur dan
pollen dari udara. Cuci dan ganti filter secara berkala.5. Tutup
perabotan berbahan kain dengan lapisan yang bisa dicuci sesering
mungkin.6. Jangan mengunakan bahan atau perabot yang dapat
menampung debu didalam debu kamar.7. Untuk menghindari kontak
dengar allergen, gunakan sarung tangan dan masker ketika sedang
bersih-bersih di dalam maupun di luar rumah.8. Larang rokok dan
pengunaan produk yang beraroma di rumah.Tersier : mengurangi dan
mencegah bertambah buruknya gejala alergi dengan avoidance dan
terapi simtomatis.
4.Memahami dan menjelaskan sistem pernafasan dalam IslamHADIS
TENTANG MENGUAP :
, , , : , , . ,
"Bersin itu dari Allah dan menguap itu dari syaitan. Jika salah
seorang kalian menguap, maka tutuplah mulutnya dengan tangannya dan
jika ia mengatakan `aaah... ' , maka syaitan tertawa di dalam
perutnya. Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap."
(Hadis riwayat. At-Tirmidzi )
a.Berusaha menahannya sedaya upaya. Sabda Nabi Shallallahu
alaihi wa Sallam :"Apabila salah seorang dari kalian menguap dalam
sholatnya, hendaklah ia berusaha menahan menguapnya sedaya mampu
kerana ia boleh menyebabkan syaitan masuk." (Hadis riwayat.
Muslim)b. Hendaklah kita menutup mulut (samada dengan tangan kiri
atau kanan, depan atau belakang, kerana Nabi Shallallaahu alaihi wa
sallam tidak menetapkan mana2 bahagian), Dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda
(maksudnya),Jika seseorang dari kalian menguap, maka tutuplah mulut
dengan tangannya kerana sesungguhnya syaitan masuk (ke dalam mulut
yang terbuka) . (Hadis Riwayat Muslim)c.Hindarkan dari mengeluarkan
bunyi ketika menguap. Seperti Haaaaaah Kerana apabila seseorang itu
menguap sambil mengeluarkan bunyi, maka Syaitan akan ketawa.
d.Hindarkan juga mengangkat suara ketika menguap. Dari Abu Hurairah
radhiyallahuanhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda
(maksudnya),
Menguap adalah dari Syaitan. Maka apabila seseorang dari kalian
menguap, tahanlah (dari menguap) dengan segenap upaya mungkin
kerana sesungguhnya apabila seseorang itu menguap sambil berbunyi
Haaa maka Syaitan akan mentertawakannya. (Hadis Riwayat
al-Bukhari.Maka, apabila anda bebas dari gangguan syaitan, anda
pasti dapat melaksanakan tanggungjawab anda dengan cemerlang.
Adab bersinRasulullah SAW bersabda yang bermaksud: Sesungguhnya
Allah SWT sukakan bersin dan benci pada menguap. Jika salah seorang
kamu bersin dan memuji Allah SWT, hendaklah orang Islam yang
mendengarnya mengucapkan Yarhamukallah. Sedangkan menguap itu
adalah daripada syaitan. Maka jika seorang kamu menguap hendaklah
ia mengembalikannya (menahannya) sedapat mungkin, kerana apabila
kamu menguap, syaitan akan ketawa melihatnya. (Hadis Riwayat
al-Bukhari)Tasymid dan Tahmid Dari Anas bin Malik r.a. katanya: Dua
orang laki-laki bersin dekat Nabi SAW. Lalu yang satu ditasymitkan
oleh baginda sedangkan yang satu lagi tidak. Maka bertanya orang
yang tidak ditasymitkan, tetapi aku bersin tidak kamu tasymitkan.
Mengapa begitu, ya Rasulullah? Jawab baginda, Yang ini sesudah
bersin dia memuji Allah sedangkan kamu tidak. (Sahih
Muslim)uraian:1.Islam selaku agama yang mulia amat menekankan
kesopanan dan kesantunan dari sekecil-kecil perkara hinggalah
sebesar-besarnya sama ada dalam pergaulan, percakapan ataupun
tingkah-laku refleks seperti menguap, bersin dan
sebagainya.2.Ketika menguap terdapat adabnya yang tersendiri iaitu
hendaklah meletakkan tangan di mulut ketika menguap untuk menutup
pandangan yang tidak elok ketika mulut terbuka dan juga untuk
menghalang sesuatu daripada masuk ke dalam mulut. Selain itu kita
disuruh mengurangkan bunyi ketika menguap, seboleh-bolehnya tidak
kedengaran langsung.3.Manakala apabila bersin pula kita hendaklah
memalingkan muka ke arah lain sambil menutup mulut dan hidung untuk
mengurangkan bunyi bersin tersebut selain untuk mengelak daripada
terkena jangkitan pada orang lain. Selepas bersin hendaklah
mengucapkan alhamdulillah, sebagai rasa bersyukur dengan memuji
Allah. Dan orang yang mendengarnya hendaklah mengucapkan
yarhamukallah sebagai mendoakan kesejahteraan orang yang bersin itu
agar dia agar dirahmati Allah. Serta dibalas pula oleh orang yang
bersin dengan mengucapkan Yahdiinaa wayahdiikumullah. Namun begitu
sekiranya orang yang bersin itu tidak mengucapkan al-hamdulillah
selepas bersin maka dia tidak berhak untuk diberikan ucapan
tersebut.4.Menjawab orang yang bersin (jika dia mengucapkan
hamdalah) hukumnya wajib, dan wajib pula menjawab orang yang
mengucapkan Yarhamukallah dengan ucapan Yahdiina wayahdii kumullah,
dan jika seseorang yang bersin itu terus menerus bersin lebih dari
tiga kali, maka kali keempatnya hendaklah diucapkan Afakallah
(Semoga Allah menyembuhkan anda) sebagai ganti dari ucapan
Yarhamukallah.5.Bersin yang terlalu kerap melebihi 3 kali
menandakan seseorang itu kemungkinan diserang selsema manakala
menguap yang terlampau kerap menandakan seseorang itu tidak cukup
tidur selain menunjukkan ciri-ciri kemalasan yang patut dihindari
dengan melakukan aktiviti senam ringan dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKACantani,A. Allergic Rhinitis In : Pediatric
Allergy, Asthma and Immunology ;2008, 875-910
Supardi E.F. dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Fk UI. Jakarta.2008.
Hal.101-106.Ganong, W. F. (2008). Fisiologi Kedokteran. Edisi 21.
Jakarta: EGC
Ballenger, JJ. Anatomy and Physiology of the Nose and Paranasal
Sinuses In : Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery
Sixteenth Edition ;2003;547
Raden, Inmar. (2013). Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius.
Jakarta : Balai Penerbit FKUY