LI 1. Anatomi PankreasLO.1.1 Makroskopis
Lunak dan berlobus Berjalan miring menyilang dinding posterior
abdomen pada regio epigastrium Terletak menyilang bidang
transpylorica dan terdiri dari bagian-bagian: caput dibawah kanan
bid.transpylorica collum pada bid.transpylorica corpus & cauda
di atas kiri bidang transpyloricaCorpus dan cauda terletak di atas
kiri bidang transpyloricaBatas-batas Anterior : dari kanan ke kiri
colon transversum, mesocolon transversum, bursa omentalis, gaster
Posterior : dari kanan ke kiri ductus choledochus, v.porta,
v.lienalis, v.cava inferior, aorta, pangkal a.mesenterica superior,
m.psoas sinistra, gld.suprarenal sinistra, ren sinistra & hilus
llienalis.Bagian - bagian Caput : cakram, pada bagian cekung
duodenum, meluas ke kiri di belakang av.mesenterica superior
processus uncinatus Collum : terletak di depan pangkal v.porta
& a.mesenterica superior Corpus : berjalan ke atas & kekiri
menyilang garis tengah Cauda : menuju Lig.lienorenalis ke hilus
limpaSaluran Kelenjar Pankreas1. Ductus pancreaticus mayor
(Wirsungi), bersama ductus choledochus menembus posteromedial
duodenum II dipertengahan -> ampula vateri2. Ductus pancreaticus
minor/acessorius (Santorini), sering tidak ada, bermuara ke
duodenum sedikit diatas muara ductus pancreaticus mayor
Pulau-pulau Langerhans pancreas menghasilkanHormon : Insulin
Glukagon
PERDARAHAN A. Lienalis A. Pancreaticoduodenalis superior &
inferiorVena-venanya senama dan bermuara ke V.porta
PEMBULUH LIMFEmelalui kelenjar limfe sepanjang arteri -> nodi
lymphatici coeliacus mesentericus superior
PERSARAFANN. Vagus (n.X) sifatnya simpatis &
parasimpatis
LO.1.2 Mikroskopis
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di
dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala)
kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum
dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian
utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya
menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus.Pankreas terdiri dari dua
jaringan utama, yaitu:1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam
duodenum2. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya
keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke
darah.
Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis
berwarna pucat Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur,
ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra Dengan pewarnaan
khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel , , dan c/PP
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari
berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar
masing-masing pulau berbeda. Jumlah semua pulau langerhans di
pankreas diperkirakan antara 1 2 juta. Sel 20% populasi sel,
Mensekresi glukagon, Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer
Sel 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
Mensekresi insulin Granula lebih kecil (200 m) Sel Sel paling
besar, 5% dari populasi Granula mirip sel , tapi kurang padat
Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur
pelepasan hormon pulau Langerhans yang lain (parakrin) Sel C/sel PP
Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah
terbatas, ukuran sama dengan sel , dengan sedikit atau tanpa
granula. Mensekresi polipeptida pankreas Fungsi fisiologis tak
diketahui
Masing-masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur
dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini
nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler.
Pada penderita DM, sel betha sering ada tetapi berbeda dengan sel
beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan
untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
LI.2 Fisiologi dan biokimia insulinEfek insulin dalam
tubuhPeranan Insulin didalam tubuh manusiaInsulin merupakan protein
kecil; insulin terdiri dari dua rantai asam amino, yang satu sama
lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfide. Bila kedua rantai asam
amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari insulin akan
hilang.Translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada
reticulum endoplasma -- membentuk preprohormon insulin -- melekat
erat pada reticulum endoplasma -- membentuk proinsulin -- melekat
erat pada alat golgi -- membentuk insulin -- terbungkus granula
sekretorik dan sekitar seperenam lainnya tetap menjadi proinsulin
yang tidak mempunyai aktivitas insulin.Insulin dalam darah beredar
dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6 menit.
Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi.
Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada
pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase
dalam hati, ginjal, otot, dan dalam jaringan yang lain.Reseptor
insulin merupakan kombinasi dari empat subunit yang saling
berikatan bersama oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa ( terletak
seluruhnya di luar membrane sel ) dan 2 subunit beta ( menembus
membrane, menonjol ke dalam sitoplasma ). Insulin berikatan dengan
subunit alfa -- subunit beta mengalami autofosforilasi -- protein
kinase -- fosforilasi dari banyak enzim intraselular lainnya.
Efek Insulin Terhadap Metabolisme Karbohidrat Jaringan otot
bergantung pada asam lemak untuk energinya karena membrane otot
istirahat yang normal sedikit permeable terhadap glukosa kecuali
dirangsang oleh insulin. Otot akan menggunakan sejumlah glukosa
selama kerja fisik sedang atau berat dan selama beberapa jam
setelah makan karena sejumlah besar insulin disekresikan. Setelah
makan -- glukosa darah naik -- insulin naik -- penyimpanan glukosa
dalam bentuk glikogen dalam hati, otot, dan sel jaringan lainnya.
Glikogen ini dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang besar
dan singkat dalam rangka menyediakan ledakan energi anaerobic
melalui pemecahan glikolitik dari glikogen menjadi asam laktat
dalam keadaan tidak ada oksigen. Insulin meningkatkan kecepatan
transport glukosa dalam sel otot yang sedang istirahat paling
sedikit 15 kali lipat. Insulin menyebabkan sebagian besar glukosa
diabsorbsi sesudah makan -- kemudian disimpan dalam hati dalam
bentuk glikogen -- sehingga konsentrasi glukosa darah menurun --
sekresi insulin menurun -- glikogen dalam hati dipecah menjadi
glukosa -- dilepaskan kembali dalam darah -- untuk menjaga
konsentrasi glukosa darah tidak terlalu rendah.-Insulin menghambat
fosforilase hati -- sehingga mencegah pemecahan glikogen dalam sel
hati.-Insulin meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel
hati -- meningkatkan aktivitas enzim glukokinase -- glukosa
terjerat sementara dalam sel hati.-Insulin meningkatkan aktivitas
enzim yang meningkatkan sintesis glikogen ( enzim glikogen
sintetase ).-Kadar glukosa darah turun -- insulin turun --
menghentikan sintesis glikogen dalam hati, mencegah ambilan glukosa
oleh hati dari darah -- enzim fosforilase aktif -- pemecahan
glikogen menjadi glukosa fosfat -- oleh enzim glukosa fosfat,
radikal fosfat lepas dari glukosa -- glukosa masuk darah. Bila
jumlah glukosa yang masuk dalam hati hati lebih banyak daripada
jumlah yang dapat disimpan sebagai glikogen / digunakan untuk
metabolisme sel hepatosit setempat -- insulin memacu pengubahan
semua kelebihan glukosa menjadi asam lemak yang dibentuk sebagai
trigliserida dalam bentuk LDL dan ditranspor dalam bentuk LDL
melalui darah menuju jaringan adipose --yang ditimbun sebagai
lemak.O -Insulin menghambat glukoneogenesis -- dengan menurunkan
jumlah dan aktivitas enzim hati yang dibutuhkan untuk
glukoneogenesis -- hal ini disebabkan oleh kerja insulin yang
menurunkan pelepasan asam amino dari otot dan jaringan ekstra
hepatic lainnya.O -Sel otak bersifat permeable terhadap glukosa
walaupun tanpa insulino -Jika kadar glukosa rendah -- terjadi
renjatan hipoglikemik -- ditandai dengan iritabilitas saraf
progresif -- penderita pingsan, kejang, koma.Efek Insulin Terhadap
Metabolisme Protein Insulin menyebabkan pengangkutan secara aktif
asam amino dalam sel. Insulin bersama GH meningkatkan pemasukan
asam amino dalam sel. Akan tetapi, asam amino yang dipengaruhi
bukanlah asam amino yang sama. Insulin meningkatkan translasi mRNA
pada ribosom -- terbentuk protein baru. Insulin dapat menyalakan
mesin ribosom. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi DNA dalam
inti sel -- jumlah RNA naik -- sintesis protein. Insulin menghambat
proses katabolisme protein -- mengurangi pelepasan asam amino dari
sel dan mengurangi pemecahan protein oleh lisosom sel. Insulin
menekan kecepatan glukoneogenesis -- dengan mengurangi aktivitas
enzim. Tidak ada insulin -- penyimpanan protein terhenti --
katabolisme protein meningkat -- sintesis protein terhenti -- asam
amino tertimbun dalam plasma -- konsentrasi asam amino plasma naik
-Digunakan sebagai sumber energi dalam proses glukoneogenesis.
Pemecahan asam amino ini meningkatkan eskresi ureum dalam urin.
Efek Insulin Terhadap Metabolisme Lemak Pengaruh jangka panjang
kekurangan insulin menyebabkan aterosklerosis hebat, serangan
jantung, stroke, penyakit vascular lainnya. Insulin meningkatkan
pemakaian glukosa dan mengurangi pemakaian lemak, sehingga
berfungsi sebagai penghemat lemak. Insulin meningkatkan pembentukan
asam lemak. Sintesis lemak dalam sel hati dan ditranspor dari hati
melalui darah dalam bentuk lipoprotein menuju jaringan adipose
untuk disimpan. Insulin mempunyai 2 efek penting untuk menyimpan
lemak dalam sel lemak: 1. Insulin menghambat kerja lipase sensitive
hormone sehingga pelepasan asam lemak dari jaringan adipose ke
dlaam sirkulasi darah terhambat.2. Insulin meningkatkan
pengangkutan glukosa melalui membrane sel dalam sel lemak. Glukosa
ini dipakai untuk sintesis sedikit asam lemak. Yang lebih penting,
glukosa dipakai untuk membentuk alfa gliserol fosfat. Bahan ini
menyediakan gliserol berikatan dengan asam lemak membentuk
trigliserida yang disimpan dalam sel lemak. Jika tidak ada insulin,
penyimpanan asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk
lipoprotein hampir dihambat. Tidak ada insulin -- enzim lipase
sensitive hormone aktif hidrolisis trigliserida yang disimpan dalam
hati melepaskan asam lemak+gliserol dalam darah konsentrasi asam
lemak dalam darah naik dijadikan sumber energi utama bagi seluruh
jaringan tubuh selain otak. Asam lemak yang berlebihan dalam plasma
meningkatan pengubahan asam lemak menjadi fosfolipid+kolesterol.
Konsentrasi kolesterol yang tinggi inilah yang mempercepat
perkembangan aterosklerosis pada penderita diabetes yang parah.
Tidak ada insulin kelebihan asam lemak dalam sel hati mekanisme
pengangkutan karnitin mengangkut asam lemak dalam mitokondria
sangat aktif dalam mitokondria, asam lemak melapas asetil ko-A asam
asetoasetat dilepaskan dalam sirkulasi darah sel perifer asetil
ko-A energi. Perlu diingat, tidak semua asam asetoasetat dapat
dimetabolisme di jaringan perifer karena jumlahnya yang banyak.
Keadaan ini menyebabkan keadaan asidosis cairan tubuh yang berat.
Asam asetoasetat diubah menjadi asam beta hidroksibutirat dan
aseton. Ketiganya merupakan badan keton yang dapat menimbulkan
ketosis. Sedangkan, asam aetoasetat dan asam beta hidroksibutirat
menyebabkan asidosis koma kematian.Faktor-faktor yang mempengaruhi
sekresi insulinStimulus utama untuk meningkatkan sekresi insulin
adalah peningkatan konsentrasi glukosa darah : Peningkatan kadar
glukosa darah setelah penyerapan makanan secara langsung merangsang
sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel . Insulin yang meningkat
tersebut menurunkan kadar glukosa darah ke tingkat normal karena
pemakaian peningkatan pemakaian dan penyimpanan zat gizi ini.Selain
konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan
dalam mengatur sekresi insulin : Peningkatan kadar asam amino
plasma,setelah memakan makanan berprotein tinggi merangsang sel-sel
untuk meningkatkan sekresi insulin. Sekresi insulin meningkatkan
masuknya asam-asam amino ke dalam sel,sehingga kadar asam amino
dala darah menurun sementara sintesis protein meningkat. Hormon
pencernaan utama yg di sekresikan oleh saluran pencernaaan respn
terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide (
peptida inhibitor ginjal ) yang merangsang sekresi insulin
pankreas. Sekresi insulin meningkat secara feedforward atau
antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang
meningkatkan kadar glukosa dan asam amino dalam darah. Sistem saraf
otonom secara langsung mempengaruhi sekresi insulin. Pulau-pulau
langerhans dipersarafi untuk banyak serat saraf parasimpatis.
Peningkatan aktivitas parasimpatis yang terjadi sehingga respon
terhadap makanan dalam saluran pencernaan merangsang pengeluaran
insulin. Sebaliknya stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran
epinefrin akan menghambat pengeluaran insulin. Penurunan insulin
memungkinkan kadar glukosa darah meningkat.
Faktor lain yang dapat merangsang sekresi insulin1. Asam
aminoYang paling berpengaruh arginin dan lisin. Apabila pemberian
asam amino dilakukan pada tidak ada peningkata glukosa darah, hanya
menyebabkan peningkatan sekresi insulin sedikit saja. Apabila
pemberian ini dilakukan ketika terjadi peningkatan glukosa darah
maka terja hipersekresi dari insulin.Tampaknya perangsangan insulin
oleh asam amino merupakan respon yang sangat bermakna sebab insulin
sendiri sebaliknya meningkatkan pengangkutan asam amino kedalam
sel-sel jaringan demikian juga meningkatkan pembentukan protein
intraselular. Jadi insulin sangat berguna untuk pemakaian asam
amino yang berlebih dalam cara yang sama bahwa insulin penting bagi
penggunaan karbohidrat. Jadi asam amino ini dapat memperkuat
rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin.2. Hormon
gastrointestinalCampuran beberapa hormon yang pencernaan yang
penting gastrin,sekretin, kolesistokinin, dan peptida penghambat
asam lambung (yang tampaknya merupakan hormon terkuat yang
dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan) akan meningkatkan sekresi
insulin dalam jumlah banyak. Hormon ini dilepaska ketika setelah
makan. Selanjutnya hormon ini akan menyebabkan antisipasi insulin
dalam darah yang merupakan suatu persiapan agar glukosa dan asam
amino dapat diabsorbsi. Hormon ini bekerja sama dengan asam amino
yaitu meningkatkan sensitivitas respon insulin untuk meningkatkan
glukosa darah, yang hampir mengdakan kecepatan sekresi insulin
bersamaan dengan naiknya glukosa darah.3. Hormon lain dan sistem
saraf otonomHormon-hormon yang dapat meningkatkan sekresi insulin :
glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih lemah adalah
progesteron dan estrogen .pemanjangan sekresi hormon insulindalam
jumlah besar kadang dapat menyebabkan sel beta mengalami kelelahan
dan dapat menyebabkan diabetes. Pada beberapa keadaan, perangsangan
saraf parasimpatis dan saraf simpatis terhadap pankreas juga
meningkatkan sekresi insulin.Yang menghambat stimulus
insulinNeural: efek alfa adrenergic dari katekolaminHumoral:
somatostatinObat-obatan: diazoxide, phenytoin, vinblastin,
colchicines
BIOKIMIAMekanisme sintesis Insulina. sintesis pro
insulinpreprohomon insulin merupakan prekursor yang lebih besar
terdapat rangkaian pra atau rangkaian pemandu dengan 32 asam amino
bersifat hidrofobik yang mengarahkan molekul tersebut ke dalam
Retikulum Endoplasma kasar. Di dalam RE kasar dihasilkan molekul
proinsulin yamg memperlihatkan adanya jembatan disulfida pada
peptida C rantai A dan peptida C rantai B.b. sintesis
insulinmolekul proinsulin yang diproduksi oleh RE kasar kemudian
diangkut ke aparatus golgi. Di aparatus golgi terjadi proteolisis
dan pengemasan ke dalam bentuk granul sekretorik. 95% proinsulin
diubah menjadi insulin dengan memecah molekul proinsulin pada
rantai peptida penghubung sehingga hanya tersisa rantai A dan
rantai B beserta jembatan disulfidanya. Granul tersebut dibawa ke
membran plasma melintasi sitoplasma. Dengan adanya rangsangan
granul yang telah matur akan menyatu dengan membran plasma dan
mengeluarkan isinya ke dalam cairan ekstrasel melalui proses
eksositosis.Mekanisme Sekresi Insulin Insulin dihasilkan oleh sel
pankreas. Di dalam sel tersebut mengandung sejumlah besar
pengangkut glukosa yang disebut GLUT-2. GLUT-2 akan mengambil
glukosa yang beredar di dalam darah masuk ke dalam sel. Glukosa ini
selanjutnya akan mengalami fosforilasi yang akan diubah oleh enzim
glukokinase menjadi glukosa-d-fosfat, lalu dioksidase menjadi ATP.
ATP ini akan membuka kanal K (ATP dependent Potassium Channel ),
mengakibatkan permeabelitas terhadap Kalium menurun sehingga ion
positif di dalam sel bertambah. Perubahan keadaan yang menjadi
elektropositif ini menimbulkan depolarisasi yang menyebabkan
tertutupnya kanal Ca. Selanjutnya Ca akan masuk ke dalam sel dan
berikatan dengan Calmodulin (Ca binding protein). Ikatan tersebut
menstimulasi perlekatan vesikel-vesikel yang berisi insulin ke
membran sel, dan akhirnya terjadi eksositasi insulin ke darah.
Insulin yang sudah dilepaskan ini nantinya akan melaksanakan
tugasnya untuk transport glukosa ke berbagai jaringan yang
membutuhkan dan menurunkan kadar glukosa dalam darah.(fisiologi
guyton)
LI.3 Diabetes mellitusLO.3.1 definisi Diabetes Mellitus adalah
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi
insulin (Soegondo dkk, 2009)3.2 EtiologiEtiologi diabetes mengarah
pada insufisiensi diabetic dan determinan genetic memegang peranan
penting pada mayoritas penderita diabetes melitus.3.3 Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang
diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari
total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan
diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau
sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90%
adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang,
peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini
akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan
yang tidak sehat, di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas
(2007) dari 24417 responden berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami
toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mgdl setelah
puasa selama 4 jam diberikan beban glucosa sebanyak 75 gram), DM
lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih
sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang
rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah
Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11.1% sedangkan kelompok
usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%, beberapa hal yang
dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi,
kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah
(Riskesdas, 2007). Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan
gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%,
prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan
prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun
sebesar 48,2% disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari
pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% (Depkes, 2008). Hasil
penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1993 di Jakarta
daerah urban membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1.7%
pada tahun 1982 menjadi 5.7% kemudian tahun 2001 di Depok dan
didaerah Jakarta Selatan menjadi 12.8%, demikian juga di Ujung
Pandang daerah urban meningkat dari 1.5% pada tahun 1981 menjadi
3,5% pada tahun1998, kemudian pada akhir 2005 menjadi 12.5%, di
daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1% didaerah
terpencil, di tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8%
dapat dijelaskan perbedaan prevalensi daerah urban dan rural
(Soegondo dkk, 2009). 3.4 KlasifikasiType 1 Diabetes Mellitus
Accounts for only 5% to 10% of all diabetes mellitus cases
Caused by an absolute deficiency of insulin secretion due to a
cellular-mediated autoimmune destruction of the pancreatic -cells
Viruses associated with initiation of -cell destruction include
congenital rubella, coxsackievirus B, cytomegalovirus, adenovirus,
and mumps Markers of -cell destruction include islet cell
autoantibodies, autoantibodies to insulin, autoantibodies to
glutamic acid decarboxylase (GAD65), and autoantibodies to the
tyrosine phosphatases IA-2 and IA-2 Rate of -cell destruction
variesinfants and children often experience rapid -cell
destruction; rate of destruction is usually slower in adults
Individuals at increased risk can often be identified by
serological evidence of an autoimmune pathologic process occurring
in the pancreatic islet cells and by genetic markers
Type 2 Diabetes Mellitus
Accounts for 90% to 95% of all diabetes mellitus cases Caused by
a combination of complex metabolic disorders that result from
coexisting defects of multiple organ sites such as insulin
resistance in muscle and adipose tissue, a progressive decline in
pancreatic insulin secretion, unrestrained hepatic glucose
production, and other hormonal deficiencies Before the appearance
of clinical symptoms, a degree of hyperglycemia may be present,
causing pathologic and functional changes in various target tissues
Most affected individuals are obese and, therefore, have variable
degrees of insulin resistance; affected individuals who are not
obese may have an increased percentage of visceral fat, which can
cause insulin resistance Other risk factors include increasing age
and sedentary lifestyle Occurs more frequently in women with
previous gestational diabetes and in individuals with hypertension
or dyslipidemia Associated with a strong genetic predisposition
Gestational Diabetes Mellitus
Defined as any degree of glucose intolerance identified during
pregnancy; definition applies regardless of the therapy used to
treat the condition(American association of clinical
endocrinologist)
3.5 Patofisiologi Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin
normal malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin
yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini
dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.
Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga
meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang
kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan
sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan
glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan
ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2
disamping kadar glukosa tinggi juga kadar insulin tinggi atau
normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.( Suyono, 2005, hlm
3).Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan
dengan efek utama kekurangan insulin yaitu :a.Pengurangan
penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan
peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai
1200 mg per 100 ml.b. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah
penyimpanan lemak sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak
maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler.c.Pengurangan
protein dalam jaringan tubuh.Keadaan patologi tersebut akan
berdampak :1. Hiperglikemia Hiperglikemia didefinisikan sebagai
kadar glukosa darah yang tinggi daripada rentang kadar puasa normal
80-90 mg/100 ml darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160
mg/100 ml darah. (Corwin, 2001, hlm. 623).Dalam keadaan insulin
normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan
difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa
itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila bahan
energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai
glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel
otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa
ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus
proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa
banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). (Long, 1996, hlm.
11).Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit
insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut :
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.b.
Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.c. Glikolisis
(pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen
berkurang, dan glukosa hati dicurahkan dalam darah secara terus
menerus melebihi kebutuhan.d. Glukoneogenesis (pembentukan glukosa
dari unsur non karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa
hati yang tercurah ke dalam darah hasil pemecahan asam amino dan
lemak. (Long, 1996, hlm.11).
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya
glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme
peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang
membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi.
Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan
pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes
melitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. (Sujono,
2008, hlm. 76).2. HiperosmolaritasHiperosmolaritas adalah adanya
kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel karena adanya peningkatan
konsentrasi zat. Sedangkan tekanan osmosis merupakan tekanan yang
dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi larutan pada zat
cair. Pada penderita diabetes melitus terjadinya hiperosmolaritas
karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene
komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam
darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk
memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/
menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa
melalui urin (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif
secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis
osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria). Akibat
volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi
ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat
pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan
menimbulkan rasa haus. (Corwin,2001, hlm.636).Glukosuria dapat
mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan 370-380 mosmols/ dl
dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah. Kondisi ini dapat
berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (KHHN).
(Sujono, 2008, hlm. 77).
3. Starvasi SellulerStarvasi Selluler merupakan kondisi
kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal
di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Ada banyak bahan makanan
tapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya glukosa masuk karena
tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu insulin.Dampak
dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler
untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :a.
Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi
jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot
rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel
otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk
dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan
asam lemak bebas (keton). Kondisi ini berdampak pada penurunan
massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.b. Starvasi
selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein
dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan
untuk glukoneogenesis dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis akan
dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh.Protein dan asam amino
yang melalui proses glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan
H2O serta glukosa. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan
sintesis protein.Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino
menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen
(sebagai unsur pemecah protein) tidak digunakan kembali untuk semua
bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan
dalam urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan berakibat pada
keseimbangan negative nitrogen.Depresi protein akan berakibat tubuh
menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya
pengembalian jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau cidera).c.
Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme
lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang
akan meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati
untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan
aktivitas sel. Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam
organik (keton), sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh
untuk buffer pH darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk
mengkompensasi keadaan asidosis metabolik. Diuresis osmotik menjadi
bertambah buruk dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme
protein yang meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh
banyak kehilangan protein.Adanya starvasi selluler akan
meningkatakan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan
pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan terus (polifagi).
Starvasi selluler juga akan memunculkan gejala klinis kelemahan
tubuh karena terjadi penurunan produksi energi. Dan kerusakan
berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul impotensi
dan orggan tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata
(muncul rasa baal dan mata kabur). (Sujono, 2008, hlm. 79).Diabetes
mellitus jangka panjang member dampak yang parah ke sistem
kardiovaskular, terjadi kerusakan di mikro dan makrovaskular.
3.6 Manifestasi klinikManifestasi klinis diabetes melitus
dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin.
Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi
ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini
akan mengakibatkan diuretik osmotik yang meningkatkan pengeluaran
urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa
hilang bersama urine, maka pasien mengalami kalori negatif dan
berat badan kurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagi)
mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien
mengeluh lelah dan mengantuk.Gejala lainnya adalah pandangan kabur,
pusing, mual, dan berkurangnya ketahanan selama olahraga. Penderita
diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena
kekurangan insulin yang berat maka sebelum mengalami pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat
badan. Pada sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak
mengalami penurunan berat badan.Pada pasien diabetes tipe 1 sering
memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia,
poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang
terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat
menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal
kalau tidak mendapat pengobatan segera. Diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemih hiperosmoler nonketotik (HHNK).Individu
pengidap diabetes tipe 2 sering memperlihatkan satu atau lebih
gejala non-spesifik, antara lain :Peningkatan angka infeksi akibat
peningkatan kadar glukosa di sekitar mukus, gangguan fungsi imun,
dan penurunan aliran darah. Gangguan penglihatan yang berhubungan
dengan keseimbangan air atau, pada kasus yang lebih berat,
kerusakan retina. Paretesia, atau abnormalitas sensasi. Kandidiasis
vagina (infeksi ragi), akibat peningkatan kadar glukosa di sekitar
vagina dan urine, serta gannguan fungsi imun. Kandidiasi dapat
menyebabkan rasa gatal di vagina. Infeksi vagina merupakan kondisi
yang sering dijumpai pada wanita yang sebelumnya tidak diduga
menderita diabetes. Pelisutan otot dapat terjadi karena protein
otot digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh.(Sudoyo, Aru
W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 1852-1865)
3.7 PemeriksaanPada penderita diabetes tipe I dilakukan
pengkajian untuk memeriksa tanda-tanda ketoasidosis diabetik, yang
mencakup pernapasan kussmaul, hipotensi ortostatik, dan latergi.
Pasien ditanya tentang gejala ketoasidosis diabetik, seperti mual,
muntah dan nyeri abdomen. Hasil-hasil laboratorium dipantau untuk
mengenali tanda-tanda asidosis metabolik, seperti penurunan nilai
pH serta kadar bikarbonat dan untuk mendeteksi tanda-tanda gangguan
keseimbangan elektrolit.
Pemeriksaan fisik selama episode hipoglikemik menunjukkan :
Respon autonomic Berkeringat Palpitasi Tremor Gugup Pucat Lapar
Respon neuroglikopenik Sakit kepala Pening Kacau mental Peka
rangsang Kesulitan berkonsentrasi Kerusakan penilaian Kelemahan dan
kejang
Pasien diabetes tipe II dikaji untuk melihat adanya tanda-tanda
sindrom HHNK, mencakup hipotensi, gangguan sensori, dan penurunan
turgor kulit. Nilai laboratorium dipantau untuk melihat adanya
tanda hiperosmolaritas dan ketidakseimbangan elektrolit.Pasien
dikaji untuk menemukan faktor-faktor fisik yang dapat mengganggu
kemampuannya dalam mempelajari melakukan keterampilan perawatan
mandiri, seperti : Gangguan penglihatan (pasien diminta untuk
membaca angka atau tulisan pada spuit insulin, lembaran menu,
suratkabar, atau bahan pelajaran) Gangguan koordinasi motorik
(pasien diobservasi pada saat makan atau mengerjakan pekerjaan lain
atau pada saat menggunakan spuit atau lanset untuk menusuk jari
tangannya) Gangguan neurologis (misalnya, akibat stroke) (dari
riwayat penyakit yang tercantum pada bagan: pasien dikaji untuk
menemukan gejala afasia atau penurunan kemampuan dalam mengikuti
perintah sederhana).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan
resiko tinggi DM. Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun),
obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat
kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g, riwaya DM pada
kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar gula darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya
negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien
berusia 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
Cara pemeriksaan TTGO, adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.2.
Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.3. Pasien
puasa semalam selama 10-12 jam. 4. Periksa glukosa darah puasa.5.
Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit.6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban
glukosa.7. Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.
Pemeriksaan hemoglobin glikosilasiHemoglobin glikosilasi
merupakan pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar glukosa darah
rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3 bulan. Ketika terjadi
kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan menempel pada
hemoglobin dalam sel darah merah. Ada berbagai tes yang mengukur
hal yang sama tetapi memiliki nama yang berbeda, termasuk
hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal antara pemeriksaan
yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu
dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari
4% hingga 8%.Pemeriksaan urin untuk glukosaPada saat ini,
pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang tidak
bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa
darah. Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada
strip atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan
peta warna.Pemeriksaan urin untuk ketonSenyawa-senyawa keton (atau
badan keton) dalam urin merupakan sinyal yang memberitahukan bahwa
pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe I sedang
mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang efektif
mulai berkurang, tubuh akan mulai memecah simpana lemaknya untuk
menghasilkan energi. Badan keton merupakan produk-sampingan proses
pemecahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton tersebut bertumpuk
dalam darah serta urin.
Diagnosis Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan
gejala-gejalanya (polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil
pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi.
Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil
setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil
setelah makan. Pada usia di atas 65 tahun, paling baik sebelum
mebelum dilakukan pemeriksaan adalah berpuasa terlebih dahulu
karena jika pemeriksaan dilakukan setelah makan, pada usia lanjut
memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi. Pemeriksaan
darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes
dilakukan dalam keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar
gula darah puasa. Lalu penderita meminum larutan khusus yang
mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah
diambil lagi untuk diperiksa.Keluhan atau gejala yang khas ditambah
hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl atau glukosa
darah puasa 126 mg/dl suda cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO
diperlukan untuk memastikan DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperlukan glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2
kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain
atau TTGO yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan
khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti
ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat dan lain-lain.Ibu
hamil yang memenuhi kriteria WHO untuk DM atau TGT diklasifikasikan
sebagai penderita DM gestasional. Skining untuk DM gestasional
tidak diperlukan pada wanita yang berusia kurang dari 25 tahun dan
mempunyai resiko yang rendah. Toleransi glukosa harus diklasifikasi
ulang dengan TTGO 75 gram pada 6 minggu atau lebih sesudah
melahirkan. The American Diabetes Association (ADA)
merekomendasikan skining dengan mengukur kadar glukosa plasma 1 jam
sesudah pemberian oral 50 gram glukosa pada usia kehamilan antara
24 dan 28 minggu. Jika glukosa tersebut paling sedikit 7,8 mmol/l
(140 mg/dl), pemeriksaan TTGO selama 3 jam penuh harus
dilaksanakan. Setiap dua dari empat nilai glukosa plasma selama tes
yang memenuhi atau melebihi nilai-nilai yang terlihat dibawah ini
menunjukkan diagnosis DM gestasional :
Waktu mg/dl mmol/l1 rasa 95 5,31 jam setelah makan 180 10,02 jam
setelah makan 155 8,63 jam setelah makan 140 7,8
Kadar hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) merupakan indeks status
glikemik selama 2-3 bulan yang lampau. Pemeriksaan ini dianjurkan
sebagai alat untuk memantau pengendalian glukosa darah.Kriteria
Diagnosis:
1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir. Atau:2. Kadar gula darah puasa
126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam. Atau:3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200
mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan
dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan
kegiatan jasmani seperti biasa2. Berpuasa paling sedikit 8 jam
(mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula
tetap diperbolehkan3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa4.
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB
(anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5
menit5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai6. Diperiksa
kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa7. Selama proses
pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi
GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari
hasil yang diperoleh.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi
menjadi 3, yaitu :a.< 140mg/dL: Normalb.140 - 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250
mg/dL) Diet tak sehat (unhealthy diet).Diet dengan tinggi gula dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes/intoleransi glukosa dan DM tipe 2.c. Faktor lain yang
terkait dengan risiko diabetes : Penderita Polycystic Ovary
Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan
resistensi insulin Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat
toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya. Memiliki riwayat penyakit
kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial
Diseases).Intoleransi Glukosa Intoleransi glukosa merupakan suatu
keadaan yang menda- hului timbulnya diabetes. Angka kejadian
intoleransi glukosa dilaporkan terus mengalami peningkatan. Istilah
ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of
Health and Human Services (DHHS) dan The American Diabetes
Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan
intoleransi glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang
dengan intoleransi glukosa akan menjadi diabetes.Intoleransi
glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular sebesar
satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO
setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan
apabila hasil tes glukosa darah menunjukkan salah satu dari
tersebut di bawah ini:1. Glukosa darah puasa antara 100125 mg/dL2.
Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199
mg/dL.3. Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan
pemeriksaan sik yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktor
risiko yang dapat dimodikasi.B. Pencegahan SekunderPencegahan
sekunder adalah upaya mencegah atau meng hambat timbulnya penyulit
pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal
pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program
penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan
pasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku
sehat. Untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien
baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu
diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Salah satu
penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular,
yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
Selain pengobatan terhadap ting- ginya kadar glukosa darah,
pengendalian berat badan, tekanan darah, prol lipid dalam darah
serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya
kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes.C. Pencegahan
Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang
diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien
dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh
aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin
bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal.Pencegahan tersier memerlukan pelayanan
kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait,
terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para
ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi,
podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.(Source:Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011)
b. komplikasiKomplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi
menjadi dua kategori mayor: (1) komplikasi metabolik, dan (2)
komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjangKomplikasi Metabolik
AkutApabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,
peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan
aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan
asisosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami
syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien
akan mengalami koma dan meninggal.Individu dengan ketoasidosi
diabetik sering mengalami mual dan nyeri abdomen. Dapat terjadi
muntah, yang memperparah dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar
kalium total tubuh turun akibat poliuria dan muntah berkepanjangan
dan muntah-muntah.3Kompliksai Kronik Jangka Panjang* Penyakit mata
(retinopati)Retinopati terjadi akibat penebalan membran basal
kapiler, yang menyebabkan pembuluh darah mudah bocor (pendarahan
dan eksudat padat), pembuluh darah tertutup (iskemia retina dan
pembuluh darah baru) dan edema makula.* NefropatiLesi awalnya
adalah hiperfiltrasi glomerulus (peningkatan laju filtrasi
glomerulus) yang menyebabkan penebalan difus pada membran basal
glomerulus, bermanifestasi sebagai mikroalbuminuria (albumin dalam
urin 30-300 mg/hari), merupakan tanda yang sangat akurat terhadap
kerusakan vaskular secara umum dan menjadi prediktor kematian
akibat penyakit kardiovaskular. Albumin persisten (albumin urin
> 300 mg/hari) awalnya disertai dengan GFR yang normal, namun
setelah terjadi protenuria berlebih (protein dalam urin > 0,5
g/24 jam), GFR menurun secara progresif dan terjadi gagal ginjal.*
Neuropati Keadaan ini terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk
kerusakan pada pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada saraf
perifer, dan metabolisme gula yang abnormal.
3.11 Prognosis Sekitar 60 % pasien DMTI yang mendapat insulin
dapat bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami
kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal
lebih cepat.Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar
komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif. Seorang
obesitas yang menderita diabetes meiltus tipe II tidak akan
memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan
berolahraga secara teratur. Namun, pada kebanyakan penderita merasa
kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olahraga yang
teratur.DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan modifikasi
gaya hidup dan pengobatan selama seumur hidup. Meskipun tidak mudah
dilaksanakan para pasien DM, keberadaan bentuk-bentuk terapi DM
yang baru dengan penurunan komplikasi telah memberikan harapan
bahwa mereka dapat menjalani kehidupan yang normal dan sehat.
LI.4 Retinopati diabetik
4.1 DefinisiRetinopati diabetik merupakan komplikasi kronis
diabetes melitus berupa mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau
perubahan penglihatan secara perlahan.
4.2 EtiologiRetinopati diabetika terjadi karena diabetes
mellitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi
hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi
retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat
lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan
perdarahan.Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati
adalah :1. Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri.2. Adanya
komposisi darah abnormal.3. Meningkatnya agregasi platelet dari
plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombi.4. Gangguan
endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnya terjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran
dasar dan diikuti dengan eksudasi dinding haemorhagic dengan udem
perikapiler.5. Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam
sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi
tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruang
vitreoretinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi.6.
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga
terjadi hipoksia relatif di retina yang merangsang pertumbuhan
pembuluh-pembuluh darah yang baru.7. Perubahan arteriosklerotik dan
insufisiensi koroidal.8. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi
diabetes.
4.3 EpidemiologiRetinopati diabetik (RD) adalah penyebab
kebutaan utama para penyandang diabetes melitus (DM). Seiring
meningkatnya jumlah penyandang DM, meningkat pula prevalensi
retinopati diabetik dan risiko kebutaan akibatnya. Survei kesehatan
di Amerika Serikat dari tahun 2005-2008 melibatkan penyandang DM
menunjukkan 28,5% di antaranya didiagnosis RD dan 4,4% dengan RD
yang terancam buta. Prevalensi RD berbeda di negara lain melalui
berbagaipenelitian. Berdasarkan The DiabCare Asia 2008 Study,42%
penderita DM di Indonesia mengalami komplikasi retinopati.6 Angka
tersebut berbeda di berbagai daerah di Indonesia. Di RS M. Djamil
Padang, sekitar 50,7% pasien DM mengalami RD, baik non proliferatif
ataupun proliferatif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
gangguan retina akibat DM ini berkaitan dengan lama penyakit DM
yang diderita. Hampir semua penyandang DM tipe 1 akanmengalami RD
dengan berbagai derajat setelah 20 tahun dan60% pada DM tipe
2.(Indonesia.digitaljournals)
4.4 Patofisiologi Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas,
namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan
penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia
kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat
akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ,termasuk kerusakan
pada retina itu sendiri.Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi
pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya
retinopati diabetik, antara lain:1) Akumulasi SorbitolProduksi
berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari
aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim
aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa,
glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis.
Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat
melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol
yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses
osmotik.Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio
NADH/NAD+sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol
berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara
singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi
saraf.Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose
reduktase(sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol,
dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik.
Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari
progresifisitas retinopati.
2) Pembentukan protein kinase C (PKC)Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesisde novodari diasilgliserol,
yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa.PKC diketahui
memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas
vaskular, sintesisgrowth factordan vasokonstriksi. Peningkatan PKC
secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu
permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.Peningkatan
permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi
plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai
dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi
menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesisgrowth
factorakan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos
vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa,
sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah
dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga
lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi
secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina.3) PembentukanAdvanced Glycation End
Product(AGE)Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen
secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan
menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis
dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular, sintesisgrowth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus
menghambat aktivasinitrit oxideoleh sel endotel. Proses tersebut
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular
retina.3, 8AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi
dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan
sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam
5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka
meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini
lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.4) PembentukanReactive
Oxygen Speciesi(ROS)ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator
ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2),
superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi
glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di
jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah
kerusakan sel.
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi
akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf
optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi
saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi
retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian
impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita
retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan
kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula
sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan
hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan
funduskopi.Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi
terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan
sintesisgrowth factor, lebih tepatnya disebutVascular Endothelial
Growt Factor(VEGF).Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi
karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah
penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding
tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding
vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak
perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi.
Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita
denganfloatersatau benda yang melayang-layang pada penglihatan.
4.5 KlasifikasiKlasifikasi tradisional retinopati hipertensi
pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et al. Sejak itu,
timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi
yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini
dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat
tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan
derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang
disepakati digunakan dalam praktek sehari-hariKlasifikasi Scheie
(1953)StadiumKarakteristik
Stadium 0Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada
retina
Stadium IPenyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal,
pelebaran refleks arterioler retina
Stadium IIPenyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai
konstriksi fokal, tanda penyilangan arteriovenous
Stadium IIIPenyempitan fokal dan difus disertai
hemoragik,copper-wire arteries
Stadium IVEdema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire
arteries
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi
retinopati hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda
yang kelihatan pada retina.RetinopatiDeskripsiAsosiasi sistemik
MildSatu atau lebih dari tanda berikut :Penyempitan arteioler
menyeluruh atau fokal, AV nicking, dinding arterioler lebih padat
(silver-wire)Asosiasi ringan dengan penyakit stroke, penyakit
jantung koroner dan mortalitas kardiovaskuler
ModerateRetinopati mild dengan satu atau lebih tanda berikut
:Perdarahan retina (blot, dot atau flame-shape), microaneurysme,
cotton-wool, hard exudatesAsosiasi berat dengan penyakit stroke,
gagal jantung, disfungsi renal dan mortalitas kardiovaskuler
AcceleratedTanda-tanda retinopati moderate dengan edema papil :
dapat disertai dengan kebutaanAsosiasi berat dengan mortalitas dan
gagal ginjal
DIAGNOSISDiagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang
seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri
terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk
melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting
untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari
hipertensi.Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit
kepala dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan
kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV peubahan
vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan
simptom pada mata.Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada
fundus diketahui melalui pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam
keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi
retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada
hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnigs spot yaitu
atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat
yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan
meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai
gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia
vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler
sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada
bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi
cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan
level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan
intraretinal dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa
perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema
retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan
dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk
bintang.Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai
gambaran mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area
dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas
terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis
kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi,
sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan
retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya
integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga
terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di
lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan
perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Edema
retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme. Hayreh
membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan
koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun
selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul
akibat kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan
transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan
transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen
plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya
akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat adalah residu
edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid
ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam
retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan.
Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari
serat saraf yang berbentuk radier.
4.6 ManifestasiGejala subjektif yang dapat ditemui dapat
berupa:1. Kesulitan membaca2. Penglihatan kabur 3. Penglihatan
tiba-tiba menurun pada satu mata 4. Melihat lingkaran-lingkaran
cahaya 5. Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:1.
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior.2. Perdarahan dapat
dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.3. Dilatasi pembuluh darah dengan
lumennya ireguler dan berkelok-kelok. 4. Hard exudate merupakan
infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool
patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi
akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina. 6. Pembuluh darah baru
(Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam,
berkelompok, dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun
perdarahan badan kaca.7. Edema retina dengan tanda hilangnya
gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu
tajam penglihatan. (Mitchell PP & Foran S. 2008.Guidelines for
the Management of Diabetic Retinopathy. Australian Diabetes Society
for the Department of Health and Ageing: Australia.)
4.7 PemeriksaanDiagnosis retinopati diabetik umumnya ditegakkan
melalui pemeriksaan fisik oleh dokter ahli mata yang meliputi
dilated eye exam, uji penglihatan, fluorescein angiography (tes
fotografi retina), dan optical coherence tomography (pencitraan
gambar penampang retina). Pada penyandang retinopati diabetik dini,
kemungkinan tidak memerlukan pengobatan segera, namun dokter akan
terus memantau untuk menentukan apakah membutuhkan pengobatan.
Sementara pada penyandang retinopati diabetik lanjutan, seringkali
membutuhkan pembedahan, focal laser treatment, scatter laser
treatment, dan vitrectomy.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan penderita Retinopati Diabetika
antara lain:1. Indirect of ThalamoskopDiperiksa seluruh permukaan
fundus sampai belakang penggantung lensa dapat dilihat dengan alat
indirect oftalmoskop, yang sebelumnya mata pasien ditetes dengan
midirasil.0. Foto fundusDilakukan foto fundus dengan foto-polaroid,
sehingga akan nampak optikus, retina dan pembuluh darah diretina,
sebelumnya penderitaditetesi medriasil.0. Foto Fluorescein
AngiografiDilakukan pemotretan fundus, seperti diatas tetapi
sebelumnya penderita selain ditetes medriasil, akan diinjeksi
intravena dengan zat kontrassehingga gambaran detail halus epitel
pigmen retina, aliran sirkulasi darah retina, gambaran pembuluh
darah dan integritas fungsinya. Selain itu FFA juga berfungsi untuk
memonitor terapi fotokoagulasi pada penyakit Retina dan Khoroid.0.
Foto Koagulasi LaserAdalah teknik terapi menggunakan sumber sinar
kuat untuk mengkoagulasikan jaringan, tujuannya merusak jaringan
retina yang tidak normal, antara lain menghilangkan adanya pembuluh
darah, melekatkan jaringan chorioretina yang terlepas maupun robek
dll.0. Operasi Vitreoretina,VitrektomiPenderita Diabetes Retinopati
yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan kaca keruh akibat
pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat adanya
jaringan ikat dibadan kaca yang akan mengakibatkan tarikan retina,
sehingga akan berakibat terlepasnya retina atau ablasio-retina.
Operasi Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan badan kaca dan juga
mengupas jaringan ikat yang ada, sehingga lokasi asal perdarahan
dapat dilakukan photokoagulasi laser, dan adanya tarikan retina
dapat dihindarkan.
4.8 PenatalaksanaanSejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik
dan efektif untuk mencegah perkembangan retinopati diabetik.Fokus
pengobatan bagi pasien retinopati diabetik non proliferatif tanpa
edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit
sistemuk lainnya. Terapi Laser argon fokal terhadap titik-titik
kebocoran retina pada pasien yang secara klinis menunjukkan edema
bermakna dapat memperkecil resiko penurunan penglihatan dan
meningkatka fungsi penglihatan . Sedangkan mata dengan edema makula
diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya hanya
dipantau secara ketat tanpa terapi laser.Untuk retinopati diabetik
proliferatif biasanya diindikasikan pengobatan dengan fotokoagulasi
panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan kemungkinan
perdarahan massif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan pada sebagian kasus dapat menghilangkan
pembuluh- pembuluh baru tersebut, Kemungkinan fotokoagulasi
panretina laser argon ini bekerja dengan mengurangi stimulus
angiogenik dari retina yang mengalami iskemik. Tekniknya berupa
pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah sampai ribuan yang
tersebar berjarak teratur diseluruh retina, tidak mengenai bagian
sentral yang dibatasi oleh diskus dan pembuluh vascular temporal
utama.Untuk penatalaksanaan konservatif penglihatan monokular yang
disebabkan oleh perdarahan korpus vitreum diabetes pada pasien
binokular adalah dengan membiarkan terjadinya resolusi spontan
dalam beberapa bulanDisamping itu peran bedah vitreoretina untuk
retinopati diabetik proliferatif masih tetap berkembang, sebagai
cara untuk mempertahankan atau memulihkan penglihatan yang
baik.
4.9 Pencegahan1. Mengelola dan memantau kadar gula darah dengan
pemeriksaan secara berkala2. Menjaga tekanan darah dan profil lemak
darah3. Berhenti merokok4. Pemeriksaan kesehatan mata secara
berkala
4.10 KomplikasiPada tahap yang masih ringan, hipertensi akan
meningkatkan refleks cahaya arterioler sehingga timbul gambaran
silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi yang lebih berat,
dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO)
atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO).
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi,
dalam hitungan jam atau hari ia dapat menimbulkan edema yang
bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina.
Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi
sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun,
tetap terjadi kerusaka yang permanen terhadap pembuluh darah.
Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. Tiga varietas
emboli yang diketahui adalah:
i) kolesterol emboli (plaque Hollenhorst) yang berasal dari
arteri karotid
ii) emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis
pembuluh arah besar
iii) kalsifik emboli yang berasal dari katup jantung
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang
berat dan terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih
opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan
sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid
yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras dari
sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO sering
disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina
cribrosa
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler
adalah istilah yang diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda
yang menandakan suatu keadaan kronis dari obstruksi arteri karotis
yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi yang paling sering,
namun penyebab lain yang dapat menimbulkan kondisi ini termasuk
sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis dan kondisi inflamasi
lain yang berlangsung kronis. Simptom termasuk hilang penglihatan
yang terjadi dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada
daerah orbital mata yang terkena dan penyembuhan yang terlambat
akibat paparan cahaya langsung.
4.11 PrognosisPada mata yang mengalami edema makular dan iskemik
yang bermakna akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau
tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang
relatif baik.
LI.5 Pola makan (perencanaan diet DM)Dengan mengonsumsi makanan
sehari-hari yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis
pangan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi
jenis pangan yang lain, sehingga diperoleh masukan zat gizi yang
seimbang. Terdapat tiga kata kunci dalam makanan (menu) berbasis
gizi seimbang, yaitu 1) seimbang antara asupan (konsumsi) zat gizi
dengan kebutuhan setiap orang sehari; 2) seimbang jumlah antar
kelompok pangan dan fungsi yaitu sebagi sumber tenaga (pangan
sumber karbohidrat dan lemak mencakup pangan pokok yaitu serealia,
umbi-umbian, makanan berpati; gula; buah/biji berminyak; lemak
& minyak), sebagai sumber pembangun (pangan sumber protein
hewani, yang dikenal sebagai lauk yaitu daging, telur, susu, ikan
serta pangan sumber protein nabati, yang dikenal sebagai pauk yaitu
berasal dari kacang-kacangan), sebagai sumber pengatur (pangan
sumber vitamin mineral yang berasal dari sayur dan buah); serta 3)
serimbang jumlah antar waktu makan berdasarkan kebiasaan frekuensi
makan sehari. Penetapan berat badan ideal juga dapat digunakan
rumus Brocca, yaitu sebagai berikut :Berat Badan Ideal (kg) =
(Tinggi Badan dalam cm 100) 10%
Berat badan ideal tergantung pada besar kerangka dan komposisi
tubuh, yaitu otot dan lemak. Seseorang yang mempunyai kerangka
badan yang lebih besar atau mempunyai komposisi otot yang lebih
besar mempunyai berat badan ideal yang lebih besar daripada yang
sebaliknya. Oleh karena itu, terhadap rumus berat badan diatas
diberi kelonggaran 10%.Contoh Kasus : (165 100) 10% (+ 10%) = 71.5
kgBila kerangka badannya kecil, berat badan idealnya adalah :(165
100) 10% (-10%) = 58.5Cara lain menilai berat badan adalah dengan
menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).IMT = Berat Badan (kg) Tinggi
Badan (m2)Penilaian berat badan berdasarkan IMT menggunakan batas
ambang seperti dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini :Tabel 2.
Kategori Batas Ambang IMTKategoriBatas Ambang
KurusKekurangan berat badan tingkat berat< 17,0
Kekerangan berat badan tingkat ringan17,0 18,5
Normal> 18,5 22,9
GemukObesitas> 23,0 25,0
Obesitas I> 25,0
Obesitas II> 27,0
Bila berat badan dinilai kurang dari berat badan ideal, maka
kebutuhan energinya ditambah sebanyak 500 Kalori sehari, sedangkan
bila lebih, dikurangi sebanyak 500 Kalori sehari. Penyesuaian
kebutuhan energi tersebut dimaksudkan agar dapat dicapai berat
badan ideal.Contoh Perhitungan IMT:Pada pasien di kasus tergolong
gemuk, obesistas tipe 2.Pada penghitungan kebutuhan kalori :BBI x
Kebutuhan kalori/kg BB = 58.5 x 25 = 1462.5 = 1500 kal
Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan
salah satupilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari
sepertiberjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, danberenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur danstatus
kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.
LI.6 Prespektif islam makanan halalKriteria makanan halalSayyid
Sabiq dalamFiqh Sunnahmenjelaskan bahwa makanan halal adalah
apabila al-Quran maupun hadis menjelaskannya dan tidak melarangnya.
Namun makanan halal yang dijelaskan teks agama tidak mencakup
seluruh makanan yang ada. Karena itu para ulama berijtihad sesuai
kaedah:al-Ashlu fi al-asyya al-ibahah illa ma dalla ad-dalilu ala
tahrimihi(Hukum asal segala sesuatu itu adalah mubah/boleh kecuali
bila ada dalil yang mengharamkannya). Secara umum al-Quran maupun
hadis memberikan kriteria bahwa makanan halal itu adalahthayyib
(halalan thayyiban). Maksudhalalan thayyiban, menurut Sayyid Sabiq,
terangkum dalam tiga hal:pertama, sesuai selera alamiah
manusia.Kedua, bermanfaat dan tidak membahayakan tubuh
manusia.Ketiga, diperoleh dengan cara yang benar dan dipergunakan
untuk hal yang benar.Para ulama menjelaskan kriteria makanan yang
halal sebagai berikut:Pertama, makanan nabati berupa
tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan, selama tidak
membahayakan tubuh.Kedua, minuman seperti air, susu (dari hewan
yang boleh dimakan dagingnya), kopi, cokelat.Ketiga, makanan hewani
terdiri dari binatang darat dan air. Hukum binatang darat baik liar
mapun jinak adalah halal selain yang diharamkan syariat. Begitu
juga binatang air, dalam pendapat yang paling sahih, adalah halal
kecuali yag membahayakan.Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW
ketika ditanya tentang bersuci dengan air laut, beliau menjawab:
Laut itu suci airnya dan halal bangkai binatangnya. (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai).