SIROSIS HATI A. DEFINISI Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir dari proses fibrosis hepatik yang berlangusng progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Perubahan ini menyebabkan berkurangnya massa dan tentu saja fungsi hepatoseluler serta gangguan aliran darah hati. Fibrosis yang terjadi diinduksi oleh aktivasi sel stellata yang meningkatkan sintesis kolagen dan komponen matriks ekstraseluler pada hati. 2 Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. 1 B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Sebagian besar sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis menjadi 2 : 1). Sirosis Alkoholik Penggunaan alcohol yang berlebihan dapat menyebabkan beberapa jenis penyakit hati kronik, yaitu perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik. Ethanol (alkohol) 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SIROSIS HATI
A. DEFINISI
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir dari proses fibrosis hepatik yang berlangusng progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.
Perubahan ini menyebabkan berkurangnya massa dan tentu saja fungsi
hepatoseluler serta gangguan aliran darah hati. Fibrosis yang terjadi diinduksi oleh
aktivasi sel stellata yang meningkatkan sintesis kolagen dan komponen matriks
ekstraseluler pada hati.2
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang
ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.1
B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Sebagian besar sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis menjadi 2 :
1). Sirosis Alkoholik
Penggunaan alcohol yang berlebihan dapat menyebabkan beberapa jenis
penyakit hati kronik, yaitu perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan
sirosis alkoholik. Ethanol (alkohol) diserap oleh usus halus dan dimetabolisme
di hati oleh beberapa enzim - enzim metabolisme, yaitu Cytosolic alcohol
dehidrogenase, microsomal ethanol oxidizing system (MEOS), dan
peroxisomal catalase menjadi acetaldehyde.
Acetaldehyde merupakan molekul sangat reaktif (ROS) yang merusak
membran hepatosit dan mengganggu berbagai proses metabolism di hati,
antara lain mengganggu perbaikan sel, sintesis protein, meningkatkan
akumulasi trigliserida intraseluler dengan meningkatkan uptake asam lemak
dan mengurangi oksidasi asam lemak serta sekresi lipoprotein. Kerusakan ini
akan merangsang aktivasi sel Kuppfer yang menghasilkan sitokin fibrogenik
dan merangsang aktivasi sel stellata. Sel stellata menyebabkan produksi dan
deposisi kolagen yang berlebihan serta matriks ekstraselluler pada hepatosit
1
yang menghasilkan deposit jaringan ikat pada zona periportal dan pericentral.
Disertai dengan kerusakan hepatosit yang terus menerus, lama kelamaan
massa hati berkurang dan hati akan mengecil.
2). Sirosis post hepatitis (pasca nekrosis)
Proses yang sama seperti pada sirosis alkoholik terjadi pada sirosis post
hepatitis, kali ini aktivitas sel stellata diinduksi oleh proses reaksi imun
terhadap virus hepatitis B dan C ataupun obat – obatan, reaksi autoimun dan
zat yang bersifat merusak dan toksik, sehingga mengakibatkan terbentuknya
jembatan fibrosis dan perkembangan noduler pada hati.
3). Sirosis biliaris
Sirosis terjadi akibat nekrosis dan inflamasi duktus bilier intrahepatik yang
dapat disebabkan oleh proses metabolik, kongenital, atau kompresi duktus
bilier intrahepatik dan ekstrahepatik, sehingga merangsang infiltrasi limfosit
dan memulai penghancuran duktus. Lama kelamaan, jumlah duktus berkurang
dan terbentuk fibrosis periportal.
4). Sirosis kardiak
Diawali dengan gagal jantung kanan yang lama, terjadi peningkatan
tekanan vena cava inferior dan hepatica yang ditransmisikan menuju sinusoid
hati, sehingga sinusoid hati melebar dan dipenuhi oleh darah. Akibatnya, hati
membesar dan membengkak. Bendungan dalam waktu yang lama juga
menyebabkan iskemik akibat kurangnya sirkulasi, sehingga terjadi nekrosis
dan pembentukan fibrosis pericentral.
Di Negara barat, sirosis yang tersering adalah akibat alkoholik sedangkan
di Indonesia, terutama akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C , dimana
hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40 – 50% dan hepatitis C sebesar 30 –
40%. 1
2
C. MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata),
gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah
dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma. Mungkin disertai hilangnya rambut badan dan
demam tidak begitu tinggi. 1
Manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut terjadi akibat dua tipe
gangguan fisiologis, yaitu hipertensi portal dan kegagalan hepatoseluler.
1. Hipertensi Porta
Hipertensi Porta didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan vena
hepatik > 5 mmHg. Hipertensi porta terjadi akibat dua proses
hemodinamik yang terjadi secara bersama – sama di dalam tubuh, yaitu :
(1) peningkatan resistensi intrahepatik terhadap aliran darah menuju hati
akibat sirosis dan nodul regenerative hati, dan (2) peningkatan aliran darah
splanknikus sebagai akibat dari vasodilatasi pembuluh darah splanknikus
yang disebabkan oleh peningkatan produksi NO. Adanya hipertensi porta
akan menyebabkan 2 :
a) Bendungan pada kapiler splanknikus. Bendungan ini akan
mengakibatkan aliran balik dan peningkatan tekanan hidrostatik
sehingga cairan intravaskuler berpindah menuju cavum
peritoneum. Kehilangan cairan yang terjadi akan menyebabkan
aktivasi RAAS yang berujung pada retensi natrium. Karena retensi
natrium menyebabkan akumulasi cairan extraseluler sehingga
memperbanyak cairan untuk terbentuknya asites dan edema
perifer. Proses ini mengakibatkan sensasi vascular filling tidak
3
tercapai, dan proses RAAS kembali berulang. Hipoalbuminemia
dan penurunan tekanan onkotik plasma juga berkontribusi pada
perpindahan cairan intravascular ke cavum peritoneum sebagai
akibat dari gangguan hati dalam mensintesis protein plasma
b) Terbentuk pirau (shunt) aliran darah dari pembuluh darah porta
ke sistemik (portosistemik) sebagai kompensasi untuk menurunkan
tekanan vena porta. Namun pirau ini dapat menyebabkan
masuknya ammonia dan toksin serta beberapa substansi dari usus
halus ke dalam sirkulasi sistemik tanpa melalui metabolisme hati
untuk diubah menjadi urea dan dibuang di ginjal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya ensefalopati hepatik (jika ammonia
sampai ke otak) dan fetor hepatikum (peningkatan methionin
plasma yang tidak dimetabolisme). Pada bendungan yang berat
terjadi pelebaran pembuluh darah pada anyaman pirau
portosistemik pada berbagai tempat dalam tubuh, pada v.
periumbilicalis menyebabkan caput medusae, pada Vv.
Oesophageae menyebabkan varises esophagus, pada v.
hemorrhoidalis menyebabkan hemorrhoid.
c) Splenomegali. Ini terjadi akibat bendungan pada limpa yang
disebabkan aliran balik darah ke dalam limpa. Akibatnya terjadi
hipersplenisme, atau terjadi hiperaktivitas limpa dalam memecah
sel – sel darah, sehingga dapat terjadi trombositopenia (paling
sering), leukopenia, dan anemia.
2. Kegagalan Hepatoseluler
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati,
antara lain 5 :
a) Gangguan fungsi sintesis dan penyimpanan. Terjadi
hipoalbuminemia yang berujung juga pada asites akibat gangguan
sintesis albumin. Terjadi koagulopati yang dapat menyebabkan
perdarahan akibat gangguan sintesis faktor koagulasi yang
membutuhkan vit. K. Nafsu makan berkurang, lemas dan
4
penurunan berat badan akibat terganggunya mobilisasi dan
penyimpanan karbohidrat dan pembentukan protein di jaringan.
Terjadi gangguan absorpsi lemak akibat terhambatnya
pembentukan garam empedu, sebagai akibatnya absorpsi vit.K
yang larut lemakpun akan terganggu dan inilah yang juga
menyebabkan defisiensi vit.K selain juga hati memang salah satu
tempat penyimpanan vit.K
b) Gangguan metabolisme dan ekskresi. Gangguan metabolisme
hormone steroid pada sirosis hati, yaitu peningkatan ratio
testosteron dan estrogen ditemukan pada kebanyakan pasien yang
mengakibatkan ginekomastia dan atrofi testis pada pria
(feminisasi) serta atrofi mamma dan amenore pada wanita
(maskulinisasi). Eritema Palmaris dan spider nevi juga dikatakan
merupakan akibat dari gangguan endokrin, namun mekanisme
jelasnya belum diketahui. Gangguan metabolism dan ekskresi
bilirubin juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia yang
berujung pada ikterus.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu
protrombin.
Serum glumatil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. SGOT lebih meningkat
daripada SGPT, namun bila enzim transaminase normal tidak mengeyampingkan
adanya sirosis.
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis billier primer
5
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol
kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi immunoglobulin.
Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan eksresi air bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia
normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali
kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme
Pemeriksaan radiologis untuk mendeteksi nodul hati atau tanda hipertensi
porta, Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin dilakukan karena pemeriksaannya
non invasive dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan
hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu
USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan
pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.1
6
E. PENATALAKSANAAN
1. Sirosis Kompensata
Diet seimbang 35 – 40 kkal/kgBB ideal dengan protein 1,2 – 1,5
gr/kgBB/hari, dan terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,di
antaranya penghentian alkohol atau obat - obatan yang bersifat hepatotoksik
dan nefrotoksik, seperti OAINS, isoniazid, eritromisin, asam valproat,
aminoglikosida.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara
oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9 – 12
bulan menimbulkan mutasi sehingga terjadi resistensi obat, Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4 – 6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan
dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800 – 1000
mg/hari selama 6 bulan.1,4
2. Sirosis Dekompensata
Asites : Pasien asites dengan volume yang sedikit biasanya dilakukan tirah
baring dan diet rendah garam saja, dengankonsumsi garam sebanyak 6-8
gr/hari. Bila asites dengan volume moderat terbentuk, sudah diperlukan terapi
diuretic. Diawali dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema
kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 40 - 80 mg/hari, khususnya bila disertai
dengan edema perifer. Jika dengan pembatasan intake garam dan pemberian
diuretik, masih belum ada mobilisasi cairan asites, maka dosis spironolakton
dapat ditingkatkan sampai 400 – 600 mg/hari dan furosemid ditingkatkan
7
sampai 120 – 160 mg/hari. Jika masih tidak berhasil, maka asites seperti ini
disebut sebagai asites refrakter, dan dipertimbangkan untuk melakukan terapi
alternatif , yaitu parasentesis berulang dan TIPS (transjugular intrahepatic
portosystemic shunt) dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites
bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin 6 gr/liter dari
cairan asites yang dikeluarkan.2
Ensefalopati hepatik : Pemberian disakarida sintetik non absorben seperti
laktulosa membantu untuk mengeluarkan ammonia dari usus yang dapat
menyebabkan ensefalopati. Pemberian oral diawali dengan 30 cc sirup 3 – 4
kali/hari. Dosis dititrasi sampai target BAB 2 – 3x/hari. Bila tidak dapat
diberikan secara oral karena kondisi pasien, dinerikan per rectal sebanyak 300
cc dalam 700 cc NaCL 0,9% selama 30 – 60 menit, dapat diulangi setiap 4 – 6
jam dalam larutan 400 cc Sterilisasi usus dengan antibiotic oral non absorben
untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, seperti rifaximin 550 mg
2x/hari, Metronidazole 250 mg 3x/hari, Neomisin sulfat 0,5 – 1 gr sudah
mulai ditinggalkan karena efek samping (diare, superinfeksi, nefrotoksik).3
Koagulopati : Dikoreksi dengan pemberian vit. K intravena atau
intramuscular. 3
Varises esophagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan
obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan
preparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi
atau ligasi endoskopi.1
8
F. PROGNOSIS
Sangat bergantung pada kondisi klinis pasien yang dapat diprediksi
dengan skor Child Turcotte-Pugh (CTP). Klasifikasi ini terdiri dari Child A,
B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup.
Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan Child A, B,
dan C berturut – turut adalah 100, 80, dan 45%. Umumnya, mortalitas hanya
terjadi setelah pasien mengalami fase dekompensasi. Untuk sirosis
kompensata saja, angka mortalitas selama 10 tahun. Rata – rata survival 5
tahun adalah 50 % pada sirosis dekompensata, dan pada stadium end stage,
transplantasi dapat meningkatkan survival 5 tahun dari 20% menjadi 70%.
Pada 75 – 85% kasus KHS dikaitkan dengan sirosis.4,5
9
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Alamat : Lamba Lompoa Kab. Jeneponto
Status : Menikah
Agama : Islam
No. Reg : 30 48 60
Tanggal MRS : 8 Agustus 2015
II. ANAMNESIS
Tipe Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
a. Keluhan utama : Perut terasa tidak enak
b. Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien laki - laki berumur 60 tahun masuk rumah sakit dengan