Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN Sirosis didefinisikan secara histologis sebagai proses hati difus yang ditandai dengan fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul yang secara struktural abnormal. Perkembangan cedera hati menjadi sirosis dapat terjadi selama berminggu-minggu hingga bertahun-tahun. Pasien dengan hepatitis C mungkin mengalami hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum menjadi sirosis 1 . Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 40 – 49 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma hepatikum, sindrom hepatorenal, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carsinoma 2 . Banyak bentuk cedera hati yang ditandai oleh fibrosis, yang didefinisikan sebagai deposisi kelebihan 1
32

SIROSIS HEPATIS.doc

Dec 24, 2015

Download

Documents

IndraYudhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SIROSIS HEPATIS.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

Sirosis didefinisikan secara histologis sebagai proses hati difus yang ditandai

dengan fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul yang secara

struktural abnormal. Perkembangan cedera hati menjadi sirosis dapat terjadi

selama berminggu-minggu hingga bertahun-tahun. Pasien dengan hepatitis C

mungkin mengalami hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum menjadi sirosis1.

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga

pada pasien yang berusia 40 – 49 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan

kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.

Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati

merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian

Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama

ditujukan untuk mengatasi berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti

perdarahan saluran cerna bagian atas, koma hepatikum, sindrom hepatorenal,

spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carsinoma2.

Banyak bentuk cedera hati yang ditandai oleh fibrosis, yang didefinisikan

sebagai deposisi kelebihan komponen matriks ekstraseluler (misalnya, kolagen,

glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon terhadap cedera hati ini berpotensi

reversibel. Sebaliknya, pada kebanyakan pasien, sirosis bukanlah proses yang

reversibel1.

Selain fibrosis, komplikasi sirosis termasuk, hipertensi portal, asites,

sindrom hepatorenal, dan ensefalopati hati. Gejala klinis dari sirosis hati sangat

bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas.

Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis hati yang datang

berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan

lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk

penyakit lain, sisanya ditemukan saat otopsi. Seringkali korelasi yang buruk

dijumpai antara temuan histologis pada sirosis dan gambaran klinis. Beberapa

pasien dengan sirosis benar-benar asimtomatik dan memiliki harapan cukup untuk

1

Page 2: SIROSIS HEPATIS.doc

hidup normal. Individu lain memiliki banyak gejala stadium akhir penyakit hati

dan memiliki kesempatan terbatas untuk bertahan hidup. Tanda-tanda umum dan

gejala mungkin berasal dari fungsi sintetis hati yang menurun (misalnya,

koagulopati), penurunan kemampuan detoksifikasi hati (misalnya, ensefalopati

hepatis), atau hipertensi portal (misalnya, perdarahan varises)1.

2

Page 3: SIROSIS HEPATIS.doc

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata

Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna

pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai

berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difus dari struktur hati yang normal

akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis2.

Gambar 1. Perbandingan hati yang normal dan hati yang mengalami sirosis3

Dikutip dari: Punnoose AR, et al. Cirrhosis. The Journal of the American Medical Association; 307(8):1

Secara lengkap sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi

mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami

perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis)

disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi2.

2.2. Klasifikasi

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu2:

1. Mikronodular

2. Makronodular

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular)

3

Page 4: SIROSIS HEPATIS.doc

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas2:

1. Sirosis Hati Kompensata

Sering disebut dengan sirosis hepatis laten. Pada stadium kompensata ini

belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada

saat pemeriksaan skrining.

2. Sirosis Hati Dekompensata

Dikenal dengan sirosis hepatis aktif, dan pada stadium ini biasanya gejala-

gejala sudah jelas, misalnya; asites, edema dan ikterus.

2.3. Epidemiologi

World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 10% dari populasi dunia

mengalami penyakit hati kronis; nilai ini diwakilkan oleh sekitar 500 juta orang

dengan 20 juta orang di seluruh dunia mengalami sirosis hati dan/atau kanker hati.

Dua juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahun akibat gagal hati4.

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak

antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun2.

Penyakit hati kronis dan sirosis menyebabkan sekitar 35.000 kematian

setiap tahun di Amerika Serikat. Sirosis adalah penyebab utama kematian

kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas 1,2% dari semua

kematian. Banyak pasien meninggal karena penyakit dalam dekade kelima atau

keenam kehidupan1.

Setiap tahun, 2000 kematian tambahan yang dikaitkan dengan fulminant

hepatic failure (FHF). FHF dapat disebabkan virus hepatitis (misalnya, hepatitis A

dan B), obat-obatan (misalnya, asetaminofen), racun (misalnya, Amanita

phalloides, jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, atau

berbagai etiologi yang kurang umum . Penyebab kriptogenik bertanggung jawab

atas sepertiga dari kasus fulminan. Pasien dengan sindrom FHF memiliki tingkat

kematian 50-80% kecuali mereka diselamatkan dengan transplantasi hati1.

4

Page 5: SIROSIS HEPATIS.doc

2.4. Etiologi

Penyakit hati alkoholik pernah dianggap sebagai sumber utama dari sirosis di

Amerika Serikat, namun hepatitis C telah muncul sebagai penyebab terkemuka

hepatitis kronis dan sirosis1.

Banyak kasus sirosis kriptogenik tampaknya dihasilkan dari nonalcoholic

fatty liver disease (NAFLD). Ketika kasus sirosis kriptogenik ditelaah, banyak

pasien memiliki 1 atau lebih dari faktor risiko klasik untuk NAFLD: obesitas,

diabetes, dan hipertrigliseridemia. Dianggap bahwa steatosis dapat beregresi pada

beberapa pasien dengan berlanjutnya fibrosis hati, sehingga membuat diagnosis

histologis diagnosis NAFLD menjadi sulit1.

Hingga sepertiga orang Amerika mengalami NAFLD. Sekitar 2-3% orang

Amerika memiliki non alcoholic steato hepatitis (NASH), di mana penumpukan

lemak di hepatosit dipersulit oleh peradangan hati dan fibrosis. Diperkirakan

bahwa 10% dari pasien dengan NASH pada akhirnya akan mengalami sirosis.

NAFLD dan NASH diantisipasi untuk memiliki dampak besar pada infrastruktur

kesehatan masyarakat di Amerika Serikat1.

Infeksi hepatitis B (HBV) kronis adalah masalah kesehatan masyarakat

global utama dengan kematian 1 juta tiap tahunnya di seluruh dunia akibat

komplikasi sirosis hati, gagal hati dan hepatocellular carcinoma (HCC). Usia

rata-rata onset sirosis pada infeksi HBV kronis yang diperoleh selama masa

kanak-kanak, yaitu sekitar 40 tahun dan komplikasi menjadi terbukti secara klinis

3 sampai 5 tahun kemudian. Diperkirakan bahwa angka tahunan dekompensasi

hati adalah 4% pada pasien sirosis dengan viremia dan 1% pada mereka yang

tidak mengalami viremia. Munculnya jaundice, asites, hepatic encephalopathy

(HE) atau perdarahan varises esofagus menunjukkan adanya dekompensasi5.

5

Page 6: SIROSIS HEPATIS.doc

Tabel 1. Etiologi sirosis dan penyakit hati kronis6

PENYAKIT INFEKSI

Brusellosis

Kapillariasis

Echinococcosis

Schistosomiasis

Toksoplasmosis

Hepatitis Virus (Hepatitis B, C, D; sitomegalovirus, virus Epstein Barr)

KELAINAN HEREDITER DAN KELAINAN METABOLIK

Defisiensi Antitripsin α1

Sindrom Alagille

Atresia bilier

Familial Intrahepatic Cholestasis (FIC) tipe 1-3

Sindrom Fanconi

Galaktosemia

Penyakit Gaucher

Glycogen Storage Disease

Hemokromatosis

Intoleransi fruktosa herediter

Tirosinemia herediter

Penyakit Wilson

OBAT-OBATAN DAN TOKSIN

Alkohol

6

Page 7: SIROSIS HEPATIS.doc

Amiodaron

Arsenik

Kontraseptif oral (Budd-Chiari)

Pirrolidiazin alkaloid dan agen antineoplasma (penyakit venooklusif)

PENYEBAB LAINNYA

Obstruksi bilier (kronis)

Fibrosis kistik

Penyakit graft-vs-host

Jejunoileal bypass

Non-alcoholic fatty liver disease

Sirosis bilier primer

Kolangitis skleroris primer

Sarkoidosis

Dikutip dari: Raymond T, et al. Cirrhosis and Its Complications. In: Kasper DL, et al. 2005. Harrisons’s Principles of Internal Medicines. McGraw-Hill:New York. p.1858-1860

2.5. Patogenesis

Terjadinya fibrosis hati mencerminkan perubahan dalam proses keseimbangan

normal produksi dan degradasi matriks ekstraseluler. Matriks ekstraselular,

pembangun normal untuk hepatosit, terdiri dari kolagen (terutama tipe I, III, dan

V), glikoprotein, dan proteoglikan1.

Sel-sel stellata, terletak di ruang perisinusoidal, sangat penting untuk

produksi matriks ekstraseluler. Sel stellata, yang dulu dikenal sebagai sel Ito,

liposit, atau sel perisinusoidal, dapat menjadi aktif dalam sel-sel pembentuk

kolagen oleh berbagai faktor parakrin. Faktor-faktor tersebut dapat dilepaskan

oleh hepatosit, sel Kupffer, dan endotel sinusoid setelah cedera hati. Sebagai

7

Page 8: SIROSIS HEPATIS.doc

contoh, peningkatan kadar sitokin transforming growth factor beta1 (TGF-beta1)

dijumpai pada pasien dengan hepatitis C kronis dan mereka dengan sirosis. TGF-

beta1, pada gilirannya, merangsang aktifnya sel stellata untuk memproduksi

kolagen tipe I1.

Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse (ruang antara hepatosit

dan sinusoid) dan berkurangnya ukuran fenestrae endotel menyebabkan

kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stellata yang teraktivasi juga memiliki sifat

kontraktil. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid oleh sel stellata berkontribusi pada

terjadinya hipertensi portal1,7.

Hati normal memiliki kemampuan untuk mengakomodasi perubahan besar

dalam aliran darah portal tanpa perubahan berarti dalam tekanan portal. Hipertensi

portal diakibatkan oleh kombinasi peningkatan aliran masuk vena portal dan

peningkatan resistensi aliran darah portal1,7.

Pasien dengan sirosis menunjukkan peningkatan aliran arteri splanknikus

dan karenanya, meningkatkan aliran vena splanknikus ke hati. Peningkatan aliran

arteri splanknikus dijelaskan sebagian oleh penurunan resistensi pembuluh darah

perifer dan peningkatan curah jantung pada pasien dengan sirosis. Nitric oxide

(NO) tampaknya menjadi pendorong fenomena ini1.

Selain itu, bukti untuk vasodilatasi splanknikus telah dijumpai. Vasodilator

splanknikus yang diduga termasuk glukagon, peptida intestinal vasoaktif,

substansi P, prostasiklin, asam empedu, tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha),

dan NO1.

Peningkatan resistensi sinusoidal vascular bed hati disebabkan oleh faktor

tetap dan faktor dinamis. Dua pertiga resistensi vaskular intrahepatik dapat

dijelaskan oleh perubahan tetap dalam arsitektur hati. Perubahan tersebut meliputi

pembentukan nodul regeneratif dan, setelah produksi kolagen oleh sel stellata

yang teraktivasi, pengendapan kolagen dalam ruang Disse1.

Faktor dinamis berperan pada sekitar sepertiga resistensi vaskular

intrahepatik. Sel-sel stellata berfungsi sebagai sel kontraktil untuk sel endotel hati

yang berdekatan. NO yang dihasilkan oleh sel-sel endotel, pada gilirannya,

mengontrol derajat relatif vasodilatasi atau vasokonstriksi yang dihasilkan oleh

8

Page 9: SIROSIS HEPATIS.doc

sel-sel stellata. Pada sirosis, penurunan produksi lokal dari NO oleh sel endotel

memungkinkan kontraksi sel stellata, dengan akibat vasokonstriksi sinusoid hati.

Berbeda dengan sirkulasi perifer, di mana terdapat kadar NO yang bersirkulasi

yang tinggi pada sirosis. Peningkatan kadar lokal bahan kimia vasokonstriktor,

seperti endotelin, juga dapat menyebabkan vasokonstriksi sinusoid1.

Asites, yang merupakan akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga

peritoneal, dapat menjadi komplikasi penyakit hati maupun nonhepatik. Penyebab

paling umum dari asites di Amerika Utara dan Eropa yaitu sirosis, neoplasma,

gagal jantung kongestif, dan peritonitis tuberkulosis1.

Gambar 2. Patogenesis sirosis hepatis8

9

Page 10: SIROSIS HEPATIS.doc

Dikutip dari: Gines P, et al. 2012. Management of Cirrhosis and Ascites. N Engl J Med 2012;350:1646-5

Di masa lalu, asites digolongkan menjadi transudat atau eksudat. Pada

asites transudatif, cairan dianggap menyeberangi kapsul hati karena

ketidakseimbangan dalam komponen Starling. Secara umum, protein cairan asites

akan kurang dari 2.5g/dL dalam bentuk asites ini. Penyebab klasik asites

transudatif yaitu hipertensi portal akibat sirosis dan gagal jantung kongestif. Pada

asites eksudatif, cairan dianggap keluar dari peritoneum yang mengalami

inflamasi atau tumor dalam peritoneum. Secara umum, protein cairan asites akan

lebih besar daripada 2.5g/dL. Penyebab kondisi ini mencakup peritoneal

carcinomatosis dan peritonitis tuberkulosis1.

Gambar 3. Patogenesis abnormalitas sirkulasi dan gagal ginjal pada sirosis9

10

Page 11: SIROSIS HEPATIS.doc

Dikutip dari: Punnoose AR, et al. Cirrhosis. The Journal of the American Medical Association;307(8):1

Sindrom hepatorenal merupakan kelanjutan dari disfungsi ginjal yang

dapat dijumpai pada pasien dengan kombinasi sirosis dan asites. Sindrom

hepatorenal disebabkan oleh vasokonstriksi arteri besar dan kecil ginjal dan

gangguan perfusi ginjal yang dihasilkan1,9.

Sindrom ini dapat mewakili ketidakseimbangan antara vasokonstriktor dan

vasodilator ginjal. Kadar sejumlah zat vasokonstriktor plasma-termasuk

angiotensin, hormon antidiuretik, dan norepinefrin- meningkat pada pasien dengan

sirosis. Perfusi ginjal tampaknya dilindungi oleh vasodilator, yang termasuk

prostaglandin E2 dan I2 dan faktor atrium natriuretik1,9.

Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) menghambat sintesis

prostaglandin. Agen ini mungkin mempotensiasi vasokonstriksi ginjal, yang

mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Dengan demikian, penggunaan

NSAID merupakan kontraindikasi pada pasien dengan sirosis dekompensasi1.

Kebanyakan pasien dengan sindrom hepatorenal yang tercatat memiliki

perubahan histologis minimal di ginjal. Fungsi ginjal biasanya sembuh ketika

pasien dengan sirosis dan sindrom hepatorenal menjalani transplantasi hati1.

Sejumlah teori telah didalilkan untuk menjelaskan patogenesis ensefalopati

hepatik pada pasien dengan sirosis. Pasien mungkin mengalami perubahan

metabolisme energi otak dan peningkatan permeabilitas sawar darah-otak. Yang

terakhir ini dapat memfasilitasi perjalanan neurotoksin ke otak. Neurotoksin yang

diduga termasuk asam lemak rantai pendek, merkaptan, neurotransmiter palsu

(misalnya, tiramin, oktopamin, feniletanolamin beta), amonia, dan gamma-

aminobutyric acid (GABA)1.

Status hemostasis pasien dengan penyakit hati yang berat mungkin

dianggap sebagai penurunan kemampuan untuk mempertahankan

keseimbangan hemostatik yang rapuh. Hati adalah tempat sintesis fibrinogen,

faktor II, V, VII, IX, XI, XII, dan XIII. Selain itu, di hati terjadi konversi vitamin

K-dependent postribosomal dari residu asam glutamat dalam protein prekursor

menjadi gammacarboxyglutamic acid, ini adalah proses yang aktif dalam

11

Page 12: SIROSIS HEPATIS.doc

pembekuan darah. Suatu kegagalan karboksilasi faktor koagulasi menyebabkan

produksi abnormal molekul protein yang nonfungsional4

2.6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari sirosis hepatis disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang

tersebut di bawah ini2:

1. Kegagalan parenkim hati

2. Hipertensi portal

3. Asites

4. Ensefalopati hepatis

Keluhan dari sirosis hati dapat berupa2:

a. Merasa kemampuan jasmani menurun

b. Nausea, nafsu makan menurun, dan diikuti dengan penurunan berat badan

c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap

d. Pembesaran perut dan kaki bengkak

e. Perdarahan saluran cerna bagian atas

f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic

Enchephalopathy)

g. Perasaan gatal yang hebat

Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur

hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkim hati yang

masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa2,3:

1. Kegagalan sirosis hati

edema

ikterus

koma

spider nevi

alopesia pektoralis

ginekomastia

kerusakan hati

asites

rambut pubis rontok

12

Page 13: SIROSIS HEPATIS.doc

eritema palmaris

atrofi testis

kelainan darah (anemia,hematom/mudah terjadi perdarahan)

2. Hipertensi portal

varises esofagus

splenomegali

perubahan sumsum tulang

caput meduse

asites

collateral vein hemorrhoid

kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni, dan trombositopeni)

2.7. Diagnosis

Sirosis alkoholik harus dicurigai pada pasien dengan riwayat konsumsi alkohol

berlebihan dalam waktu yang lama dan tanda-tanda fisik penyakit hati kronis.

Namun,karena hanya 10-15% individu dengan asupan alkohol yang mengalami

sirosis, penyebab lainnya dan jenis penyakit hati juga harus disingkirkan.

Manifestasi klinis dan temuan laboratorium biasanya cukup untuk indikasi adanya

dan keparahan cedera hati. Meskipun biopsi jarum perkutan pada hati tidak selalu

diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan klinis hepatitis alkoholik atau sirosis,

pemeriksaan ini dapat menolong membedakan pasien dengan penyakit hati yang

belum begitu parah dengan pasien sirosis dan dalam menyingkirkan bentuk lain

dari cedera hati seperti hepatitis virus. Biopsi juga dapat membantu sebagai alat

diagnostik dalam mengevaluasi pasien dengan temuan klinis sugestif penyakit hati

alkoholik yang menyangkal adanya asupan alkohol. Pada pasien dengan

manifestasi kolestasis, ultrasonografi cukup untuk menyingkirkan adanya

obstruksi bilier ekstrahepatik6.

Evaluasi pasien dengan sirosis dan asites sebaiknya tidak hanya mencakup

pemeriksaan fungsi hati tetapi juga pemeriksaan fungsi ginjal dan sirkulasi.

Idealnya, pasien sebaiknya dievaluasi ketika mereka tidak sedang menerima agen

diuretik, karena beberapa variabel terkait dengan fungsi ginjal dapat diubah

13

Page 14: SIROSIS HEPATIS.doc

dengan pemberian obat ini. Cairan asites sebaiknya diperiksa untuk

menyingkirkan peritonitis bakterial spontan pada pasien dengan onset baru asites,

dirawat ataupun tidak dirawat, dan khususnya pada pasien yang memiliki tanda

infeksi, nyeri abdomen, ensefalopati, dan pedarahan gastrointestinal8.

Tabel 2. Evaluasi pasien dengan sirosis dan asites8

Dikutip dari: Gines P, et al. 2012. Management of Cirrhosis and Ascites. N Engl J Med 2012;350:1646-54

2.8. Penatalaksanaan

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa2:

1. Simtomatis

a. Defisiensi zinc

Defisiensi zinc biasanya dijumpai pada pasien dengan sirosis. Pengobatan

dengan zinc sulfat 220 mg secara oral dua kali sehari dapat memperbaiki

disgeusia dan dapat merangsang nafsu makan. Selain itu, zinc efektif

dalam pengobatan kram otot dan terapi tambahan untuk ensefalopati hati1.

b. Pruritus

Pruritus adalah keluhan umum pada penyakit hati kolestasis (misalnya,

primary biliary cirrhosis) dan penyakit hati kronis non-kolestasis

(misalnya, hepatitis C). Meskipun kadar asam empedu serum yang

14

Page 15: SIROSIS HEPATIS.doc

meningkat pernah dianggap menjadi penyebab pruritus, opioid endogen

lebih cenderung menjadi pelaku pruritogen. Keluhan gatal ringan mungkin

merespon pengobatan dengan antihistamin dan laktat amonium topikal1.

Kolestiramin adalah terapi andalan untuk pruritus dari penyakit hati. Untuk

menghindari gangguan penyerapan GI, perhatian harus diberikan untuk

menghindari penggunaan bersama pengikat anion organik ini dengan obat-

obatan lainnya1.

Obat lain yang dapat memberikan bantuan terhadap pruritus meliputi

antihistamin (misalnya, difenhidramin, hidroksizin), asam ursodeoksikolik,

krim kulit laktat amonium 12% (Lac-Hydrin, Westwood-Squibb

Pharmaceuticals, Inc, Princeton, NJ), doksepin, dan rifampisin.

Naltrekson, suatu opiat (antagonis opioid), mungkin efektif tetapi sering

kurang ditoleransi. Gabapentin adalah terapi tidak dapat diandalkan.

Pasien dengan pruritus berat mungkin memerlukan terapi sinar ultraviolet

atau plasmaferesis1.

c. Hipogonadisme

Beberapa pasien laki-laki menderita hipogonadisme. Pasien dengan gejala

berat dapat menjalani terapi dengan preparat testosteron topikal, meskipun

keamanan dan keampuhannya belum diteliti secara baik. Demikian pula,

penggunaan dan keamanan terapi hormon pertumbuhan masih belum

jelas1.

d. Osteoporosis

Pasien dengan sirosis dapat mengalami osteoporosis. Suplementasi dengan

kalsium dan vitamin D penting pada pasien berisiko tinggi untuk

mengalami osteoporosis, terutama pasien dengan kolestasis kronis atau

sirosis bilier primer dan pasien yang menerima kortikosteroid untuk

hepatitis autoimun. Temuan pada pemeriksaan densitometri tulang untuk

penurunan mineralisasi tulang mungkin memerlukan terapi dengan

aminobisfosfonat (misalnya, natrium alendronat)1.

2. Suportif, yaitu2:

a. Istirahat yang cukup

15

Page 16: SIROSIS HEPATIS.doc

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya: cukup kalori,

protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan

interferon (IFN). Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi

pasien dengan hepatitis C (HCV) kronik yang belum pernah mendapatkan

pengobatan IFN seperti:

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3x

seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan

(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk

jangka waktu 24-48 minggu.

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang

lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang

dilanjutkan dengan 3 juta unit 3x seminggu selama 48 minggu dengan

atau tanpa kombinasi dengan RIB.

Terapi dosis interferon setiap hari.

Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari

sampai HCV ribonucleic acid (RNA) negatif di serum dan jaringan

hati.

Sirosis hepatis akibat hepatitis B dapat diobati dengan lamivudin.

Lamivudin, agen antivirus pertama oral yang tersedia untuk pengobatan

hepatitis B yang aman dan efektif dan dapat meningkatkan atau

menstabilkan penyakit hati pada pasien dengan sirosis lanjut dan viremia.

Resistensi virus membatasi pemakaian jangka panjang. Entecavir dan

tenofovir adalah agen baru dengan profil ketahanan yang sangat baik

sampai saat ini5.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti2:

a. Asites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:

Istirahat

16

Page 17: SIROSIS HEPATIS.doc

diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan

diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal

maka penderita harus dirawat.

Diuretik

Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet

rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya

kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat

pemberian diuretik adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan

hepatic encephalopathy, maka pilihan utama diuretik adalah

spironolakton, dan dimulai dengan dosis rendah yaitu 100 – 200 mg

dalam sehari pemberian, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap

3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai

maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20 – 40

mg/hari dengan dosis maksimal 160 mg/hari.

Terapi lain2:

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan

konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis.

Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter/hari, dengan

catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6–8 gr/l cairan asites yang

dikeluarkan. Ternyata parasintesis dapat menurunkan masa opname

pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%,

serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, kreatinin >3

mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.

b. Spontaneous bacterial peritonitis

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan

parasintesis. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati

dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada

sirosis hati stadium kompensata yang berat. Pada kebanyakan kasus

penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara

blood-borne dan 90% monomikroba. Pada sirosis hati permeabilitas usus

17

Page 18: SIROSIS HEPATIS.doc

menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP

bila dijumpai keadaan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3. Spontaneous Bacterial Peritonitis2

Suspek sirosis derajat B dan C dengan asites

Manifestasi klinis dapat tidak dijumpai dan leukosit normal

Protein cairan asites biasanya <1 g/dl

Biasanya monomikroba dan Gram negative

Mulai antibiotik jika cairan asites >250 mm polimorf

50% meninggal

60% berulang dalam 1 tahun

Dikutip dari: Sudoyo, A. W et all., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pengobatan SBP dengan memberikan Sefalosporin generasi III

(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Quinolon secara oral.

Mengingat akan rekurensinya yang tinggi maka untuk profilaksis dapat

diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu2,10.

c. Hepatorenal syndrome

Adapun kriteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut:

Tabel 4. Kriteria diagnosis sindrom hepatorenal2

MAYOR

Penyakit hati kronis dengan asites

Angka filtrasi glomerulus rendah

Kreatinin serum >1,5 mg/dl

18

Page 19: SIROSIS HEPATIS.doc

Bersihan kreatinin (24 jam) <4,0 ml/menit

Tidak dijumpai syok, infeksi berat, kehilangan cairan dan obat-obatan nefrotoksik

Proteinuria <500 mg/hari

Tidak ada perbaikan setelah ekspansi volume plasma

MINOR

Volume urin <1 L/hari

Natrium urin <10 mmol/L

Osmolaritas urin > osmolaritas plasma

Konsentrasi natrium serum < 13 mmol/L

Dikutip dari: Sudoyo, A. W et all., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang

berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan

elekterolit, perdarahan, dan infeksi. Penanganan secara konservatif yang

dapat dilakukan berupa: restriksi cairan, garam, kalium, dan protein. Serta

menghentikan obat-obatan yang bersifat nefrotoksik2,9.

Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan asidosis intraseluler.

Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat

mencetuskan perdarahan dan syok. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati

yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal2.

d. Perdarahan karena pecahnya varises esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering

dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih

dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai

keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan2,10,7:

Pasien diistirahatkan daan dpuasakan

19

Page 20: SIROSIS HEPATIS.doc

Pemasangan intravenous fluids drip (IVFD) berupa garam fisiologis

dan kalau perlu transfusi

Pemasangan nasogastric tube (NGT), hal ini mempunyai banyak sekali

kegunaannya yaitu untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,

pemberian obat-obatan, evaluasi darah

Pemberian obat-obatan berupa antasida, nntifibrinolitik, Vitamin K,

Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka

menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade

dan tindakan skleroterapi/ligasi aatau Oesophageal Transection.

e. Hepatic Enchephalopathy

Suatu sindrom neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati

menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah

sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati hepatis pada

sirosis hati disebabkan adanya faktor pencetus, antara lain: infeksi,

perdarahan gastrointestinal, obat-obat yang bersifat hepatotoksik.

Prinsip penanganannya ada 3 sasaran, yaitu:

a) mengenali dan mengobati factor pencetus

b) intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amonia serta

toksin-toksin yang berasal dari usus dengan jalan :

Diet rendah protein

Pemberian antibiotik (neomisin)

Pemberian laktulosa/laktikol

c) Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter

2.9. Prognosis

Selama bertahun-tahun, alat prognostik yang paling umum digunakan pada pasien

dengan sirosis adalah sistem Child-Turcotte-Pugh (CTP). Child dan Turcotte

pertama kali memperkenalkan sistem penilaian mereka pada tahun 1964 sebagai

cara memprediksi kematian operatif yang terkait dengan bedah shunt portocaval.

Sistem Pugh yang direvisi pada tahun 1973 mengganti albumin sebagai variabel

20

Page 21: SIROSIS HEPATIS.doc

yang kurang spesifik untuk status gizi. Revisi selanjutnya telah menggunakan

International Normalized Ratio (INR) selain waktu protrombin.

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa skor CTP dapat memprediksi

harapan hidup pada pasien dengan sirosis yang telah lanjut. Skor CTP 10 atau

lebih besar dikaitkan dengan kesempatan kematian sebesar 50% dalam waktu 1

tahun1.

Tabel 5. Sistem skor Child-Turcotte-Pugh untuk sirosis1

Dikutip dari: Sudoyo, A. W et all., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sejak tahun 2002, program transplantasi hati di Amerika Serikat telah

menggunakan sistem penilaian Model for End Stage Liver Disease (MELD) untuk

menilai tingkat keparahan relatif penyakit hati pasien. Pasien mungkin memiliki

skor MELD dari 6-40 poin. Statistik mortalitas 3 bulan yang berhubungan dengan

skor MELD.

21