BAB 1 PENDAHULUAN Sirosis didefinisikan secara histologis sebagai proses hati difus yang ditandai dengan fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul yang secara struktural abnormal. Perkembangan cedera hati menjadi sirosis dapat terjadi selama berminggu-minggu hingga bertahun-tahun. Pasien dengan hepatitis C mungkin mengalami hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum menjadi sirosis 1 . Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 40 – 49 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma hepatikum, sindrom hepatorenal, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carsinoma 2 . Banyak bentuk cedera hati yang ditandai oleh fibrosis, yang didefinisikan sebagai deposisi kelebihan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Sirosis didefinisikan secara histologis sebagai proses hati difus yang ditandai
dengan fibrosis dan konversi arsitektur hati normal menjadi nodul yang secara
struktural abnormal. Perkembangan cedera hati menjadi sirosis dapat terjadi
selama berminggu-minggu hingga bertahun-tahun. Pasien dengan hepatitis C
mungkin mengalami hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum menjadi sirosis1.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 40 – 49 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati
merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian
Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama
ditujukan untuk mengatasi berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti
perdarahan saluran cerna bagian atas, koma hepatikum, sindrom hepatorenal,
spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carsinoma2.
Banyak bentuk cedera hati yang ditandai oleh fibrosis, yang didefinisikan
sebagai deposisi kelebihan komponen matriks ekstraseluler (misalnya, kolagen,
glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon terhadap cedera hati ini berpotensi
reversibel. Sebaliknya, pada kebanyakan pasien, sirosis bukanlah proses yang
reversibel1.
Selain fibrosis, komplikasi sirosis termasuk, hipertensi portal, asites,
sindrom hepatorenal, dan ensefalopati hati. Gejala klinis dari sirosis hati sangat
bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas.
Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis hati yang datang
berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan
lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk
penyakit lain, sisanya ditemukan saat otopsi. Seringkali korelasi yang buruk
dijumpai antara temuan histologis pada sirosis dan gambaran klinis. Beberapa
pasien dengan sirosis benar-benar asimtomatik dan memiliki harapan cukup untuk
1
hidup normal. Individu lain memiliki banyak gejala stadium akhir penyakit hati
dan memiliki kesempatan terbatas untuk bertahan hidup. Tanda-tanda umum dan
gejala mungkin berasal dari fungsi sintetis hati yang menurun (misalnya,
koagulopati), penurunan kemampuan detoksifikasi hati (misalnya, ensefalopati
hepatis), atau hipertensi portal (misalnya, perdarahan varises)1.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Istilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna
pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai
berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang difus dari struktur hati yang normal
akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis2.
Gambar 1. Perbandingan hati yang normal dan hati yang mengalami sirosis3
Dikutip dari: Punnoose AR, et al. Cirrhosis. The Journal of the American Medical Association; 307(8):1
Secara lengkap sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi
mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis)
disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi2.
2.2. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu2:
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular)
3
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas2:
1. Sirosis Hati Kompensata
Sering disebut dengan sirosis hepatis laten. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada
saat pemeriksaan skrining.
2. Sirosis Hati Dekompensata
Dikenal dengan sirosis hepatis aktif, dan pada stadium ini biasanya gejala-
gejala sudah jelas, misalnya; asites, edema dan ikterus.
2.3. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 10% dari populasi dunia
mengalami penyakit hati kronis; nilai ini diwakilkan oleh sekitar 500 juta orang
dengan 20 juta orang di seluruh dunia mengalami sirosis hati dan/atau kanker hati.
Dua juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahun akibat gagal hati4.
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun2.
Penyakit hati kronis dan sirosis menyebabkan sekitar 35.000 kematian
setiap tahun di Amerika Serikat. Sirosis adalah penyebab utama kematian
kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas 1,2% dari semua
kematian. Banyak pasien meninggal karena penyakit dalam dekade kelima atau
keenam kehidupan1.
Setiap tahun, 2000 kematian tambahan yang dikaitkan dengan fulminant
hepatic failure (FHF). FHF dapat disebabkan virus hepatitis (misalnya, hepatitis A
dan B), obat-obatan (misalnya, asetaminofen), racun (misalnya, Amanita
phalloides, jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, atau
berbagai etiologi yang kurang umum . Penyebab kriptogenik bertanggung jawab
atas sepertiga dari kasus fulminan. Pasien dengan sindrom FHF memiliki tingkat
kematian 50-80% kecuali mereka diselamatkan dengan transplantasi hati1.
4
2.4. Etiologi
Penyakit hati alkoholik pernah dianggap sebagai sumber utama dari sirosis di
Amerika Serikat, namun hepatitis C telah muncul sebagai penyebab terkemuka
hepatitis kronis dan sirosis1.
Banyak kasus sirosis kriptogenik tampaknya dihasilkan dari nonalcoholic
fatty liver disease (NAFLD). Ketika kasus sirosis kriptogenik ditelaah, banyak
pasien memiliki 1 atau lebih dari faktor risiko klasik untuk NAFLD: obesitas,
diabetes, dan hipertrigliseridemia. Dianggap bahwa steatosis dapat beregresi pada
beberapa pasien dengan berlanjutnya fibrosis hati, sehingga membuat diagnosis
histologis diagnosis NAFLD menjadi sulit1.
Hingga sepertiga orang Amerika mengalami NAFLD. Sekitar 2-3% orang
Amerika memiliki non alcoholic steato hepatitis (NASH), di mana penumpukan
lemak di hepatosit dipersulit oleh peradangan hati dan fibrosis. Diperkirakan
bahwa 10% dari pasien dengan NASH pada akhirnya akan mengalami sirosis.
NAFLD dan NASH diantisipasi untuk memiliki dampak besar pada infrastruktur
kesehatan masyarakat di Amerika Serikat1.
Infeksi hepatitis B (HBV) kronis adalah masalah kesehatan masyarakat
global utama dengan kematian 1 juta tiap tahunnya di seluruh dunia akibat
komplikasi sirosis hati, gagal hati dan hepatocellular carcinoma (HCC). Usia
rata-rata onset sirosis pada infeksi HBV kronis yang diperoleh selama masa
kanak-kanak, yaitu sekitar 40 tahun dan komplikasi menjadi terbukti secara klinis
3 sampai 5 tahun kemudian. Diperkirakan bahwa angka tahunan dekompensasi
hati adalah 4% pada pasien sirosis dengan viremia dan 1% pada mereka yang
tidak mengalami viremia. Munculnya jaundice, asites, hepatic encephalopathy
(HE) atau perdarahan varises esofagus menunjukkan adanya dekompensasi5.
5
Tabel 1. Etiologi sirosis dan penyakit hati kronis6
Pirrolidiazin alkaloid dan agen antineoplasma (penyakit venooklusif)
PENYEBAB LAINNYA
Obstruksi bilier (kronis)
Fibrosis kistik
Penyakit graft-vs-host
Jejunoileal bypass
Non-alcoholic fatty liver disease
Sirosis bilier primer
Kolangitis skleroris primer
Sarkoidosis
Dikutip dari: Raymond T, et al. Cirrhosis and Its Complications. In: Kasper DL, et al. 2005. Harrisons’s Principles of Internal Medicines. McGraw-Hill:New York. p.1858-1860
2.5. Patogenesis
Terjadinya fibrosis hati mencerminkan perubahan dalam proses keseimbangan
normal produksi dan degradasi matriks ekstraseluler. Matriks ekstraselular,
pembangun normal untuk hepatosit, terdiri dari kolagen (terutama tipe I, III, dan
V), glikoprotein, dan proteoglikan1.
Sel-sel stellata, terletak di ruang perisinusoidal, sangat penting untuk
produksi matriks ekstraseluler. Sel stellata, yang dulu dikenal sebagai sel Ito,
liposit, atau sel perisinusoidal, dapat menjadi aktif dalam sel-sel pembentuk
kolagen oleh berbagai faktor parakrin. Faktor-faktor tersebut dapat dilepaskan
oleh hepatosit, sel Kupffer, dan endotel sinusoid setelah cedera hati. Sebagai
7
contoh, peningkatan kadar sitokin transforming growth factor beta1 (TGF-beta1)
dijumpai pada pasien dengan hepatitis C kronis dan mereka dengan sirosis. TGF-
beta1, pada gilirannya, merangsang aktifnya sel stellata untuk memproduksi
kolagen tipe I1.
Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse (ruang antara hepatosit
dan sinusoid) dan berkurangnya ukuran fenestrae endotel menyebabkan
kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stellata yang teraktivasi juga memiliki sifat
kontraktil. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid oleh sel stellata berkontribusi pada
terjadinya hipertensi portal1,7.
Hati normal memiliki kemampuan untuk mengakomodasi perubahan besar
dalam aliran darah portal tanpa perubahan berarti dalam tekanan portal. Hipertensi
portal diakibatkan oleh kombinasi peningkatan aliran masuk vena portal dan
peningkatan resistensi aliran darah portal1,7.
Pasien dengan sirosis menunjukkan peningkatan aliran arteri splanknikus
dan karenanya, meningkatkan aliran vena splanknikus ke hati. Peningkatan aliran
arteri splanknikus dijelaskan sebagian oleh penurunan resistensi pembuluh darah
perifer dan peningkatan curah jantung pada pasien dengan sirosis. Nitric oxide
(NO) tampaknya menjadi pendorong fenomena ini1.
Selain itu, bukti untuk vasodilatasi splanknikus telah dijumpai. Vasodilator
splanknikus yang diduga termasuk glukagon, peptida intestinal vasoaktif,
substansi P, prostasiklin, asam empedu, tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha),
dan NO1.
Peningkatan resistensi sinusoidal vascular bed hati disebabkan oleh faktor
tetap dan faktor dinamis. Dua pertiga resistensi vaskular intrahepatik dapat
dijelaskan oleh perubahan tetap dalam arsitektur hati. Perubahan tersebut meliputi
pembentukan nodul regeneratif dan, setelah produksi kolagen oleh sel stellata
yang teraktivasi, pengendapan kolagen dalam ruang Disse1.
Faktor dinamis berperan pada sekitar sepertiga resistensi vaskular
intrahepatik. Sel-sel stellata berfungsi sebagai sel kontraktil untuk sel endotel hati
yang berdekatan. NO yang dihasilkan oleh sel-sel endotel, pada gilirannya,
mengontrol derajat relatif vasodilatasi atau vasokonstriksi yang dihasilkan oleh
8
sel-sel stellata. Pada sirosis, penurunan produksi lokal dari NO oleh sel endotel
memungkinkan kontraksi sel stellata, dengan akibat vasokonstriksi sinusoid hati.
Berbeda dengan sirkulasi perifer, di mana terdapat kadar NO yang bersirkulasi
yang tinggi pada sirosis. Peningkatan kadar lokal bahan kimia vasokonstriktor,
seperti endotelin, juga dapat menyebabkan vasokonstriksi sinusoid1.
Asites, yang merupakan akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga
peritoneal, dapat menjadi komplikasi penyakit hati maupun nonhepatik. Penyebab
paling umum dari asites di Amerika Utara dan Eropa yaitu sirosis, neoplasma,
gagal jantung kongestif, dan peritonitis tuberkulosis1.
Gambar 2. Patogenesis sirosis hepatis8
9
Dikutip dari: Gines P, et al. 2012. Management of Cirrhosis and Ascites. N Engl J Med 2012;350:1646-5
Di masa lalu, asites digolongkan menjadi transudat atau eksudat. Pada
asites transudatif, cairan dianggap menyeberangi kapsul hati karena
ketidakseimbangan dalam komponen Starling. Secara umum, protein cairan asites
akan kurang dari 2.5g/dL dalam bentuk asites ini. Penyebab klasik asites
transudatif yaitu hipertensi portal akibat sirosis dan gagal jantung kongestif. Pada
asites eksudatif, cairan dianggap keluar dari peritoneum yang mengalami
inflamasi atau tumor dalam peritoneum. Secara umum, protein cairan asites akan
lebih besar daripada 2.5g/dL. Penyebab kondisi ini mencakup peritoneal
carcinomatosis dan peritonitis tuberkulosis1.
Gambar 3. Patogenesis abnormalitas sirkulasi dan gagal ginjal pada sirosis9
10
Dikutip dari: Punnoose AR, et al. Cirrhosis. The Journal of the American Medical Association;307(8):1
Sindrom hepatorenal merupakan kelanjutan dari disfungsi ginjal yang
dapat dijumpai pada pasien dengan kombinasi sirosis dan asites. Sindrom
hepatorenal disebabkan oleh vasokonstriksi arteri besar dan kecil ginjal dan
gangguan perfusi ginjal yang dihasilkan1,9.
Sindrom ini dapat mewakili ketidakseimbangan antara vasokonstriktor dan
vasodilator ginjal. Kadar sejumlah zat vasokonstriktor plasma-termasuk
angiotensin, hormon antidiuretik, dan norepinefrin- meningkat pada pasien dengan
sirosis. Perfusi ginjal tampaknya dilindungi oleh vasodilator, yang termasuk
prostaglandin E2 dan I2 dan faktor atrium natriuretik1,9.