-
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
..........................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN
...............................................................................
ii
DAFTAR ISI
......................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL
..............................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR
.........................................................................................
v
BAB I. PENDAHULUAN
................................................................................
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Epidemiologi
...............................................................................................
8
II.2 Diagnosis dan Klasifikasi
............................................................................
8
II.3 Patogenesis
..................................................................................................
12
II.4 Spektrum Klinis
...........................................................................................
20
II.5 Sejarah Alami
..............................................................................................
24
II.6 Terapi
...........................................................................................................
25
BAB III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan
................................................................................................
27
III.2 Saran
...........................................................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................
29
-
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Diagnosis GBS tipikal
.......................................................................
9
2. Subtipe GBS
......................................................................................
11
3. Diagnosis banding GBS
.....................................................................
12
4. Beberapa penyakit yang menyerupai sindroma Guillai-Barre dan
karakteristik yang membedakannya
.................................................. 22
5. Manajemen GBS
................................................................................
25
-
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Langkah-langkah dalam mengklasifikasikan GBS secara klinis
....... 10
2. Imunobiologikal dari GBS
.................................................................
15
3. Imunopatogenesis yang mungkin terjadi pada GBS
.......................... 17
4. Hubungan antara infeksi, antibodi antigangliosid, dan
gambaran klinis GBS
..........................................................................................
18
5. Spektrum kelainan pada GBS dan hubungannya dengan antibodi
antinukleosida
....................................................................................
21
-
4
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir satu abad yang lalu, ahli saraf Perancis Guillain, Barre
dan Strohl
menyatakan adanya dua tentara yang mengalami kelumpuhan akut
dengan
arefleksia sembuh secara spontan. Mereka menemukan adanya
kombinasi
peningkatan konsentrasi protein dengan jumlah sel yang normal
dalam CSF, atau
adanya disosiasi albuminositologikal, yang membedakannya dari
kondisi
poliomielitis. Meskipun fakta bahwa Landry sudah melaporkan
kasus serupa di
tahun 1859, kombinasi fitur klinis dan laboratorium ini tetap
dikenal sebagai
sindrom Guillain-Barre (GBS). Sampai sekarang, GBS tetap
merupakan diagnosis
deskriptif dengan tidak adanya tes diagnostik spesifik.
Kombinasi dari kejadian
yang cepat, progresif, kelemahan simetris pada lengan dan kaki
dengan atau tanpa
gangguan sensorik, hipofleksia atau arefleksia, dan ketiadaan
reaksi selular CSF,
tetap menjadi acuan diagnosis klinis GBS. Selama 20 tahun,
percobaan acak
terkontrol (RCTs) telah menunjukkan efektivitas plasma tukar
(PE) dan
imunoglobulin intravena (IVIg), serta beberapa faktor tertentu,
seperti
Campylobacter jejuni, juga infeksi lain sebelumnya yang
menginduksi antibodi
antiganglioside telah ditemukan sebagai informasi penting dalam
patogenesis
GBS. Fokus disini adalah pada diagnosis dan memperluas spektrum
klinis GBS,
sering terjadinya nyeri dan disfungsi otonom, dan wawasan baru
mengenai
patogenesis sindrom.1
-
5
GBS adalah salah satu contoh terbaik dari penyakit kekebalan
post
infeksius dan menggambarkan mekanisme kerusakan jaringan dalam
penyakit
autoimun lainnya secara lebih umum. Studi epidemiologi
terkontrol
menghubungkannya dengan infeksi bakteri Campylobacter jejuni
termasuk
Cytomegalovirus virus dan Epstein Barr virus. Ada beberapa
varian presentasi
yang akan terbagi menjadi beberapa pola seperti waktu kejadian
monofasik,
pemulihan, kemungkinan patogenesis kekebalan serupa, dan
prognosis. Spektrum
klinis yang disusun oleh SGB klasik (pola demielinisasi
akut-AIDP), sindroma
Miller-Fisher, neuropati axonal motor (AMAN), neuropati axonal
sensori-motor
akut (AMSAN), varian sensorik murni, pandysautonomies akut, dan
varian
pharyngeal-serviks-brakialis.2
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Epidemiologi
GBS adalah penyebab umum kelumpuhan neuromuskular, dan telah
dilaporkan di seluruh dunia. Kejadian tahunan GBS dilaporkan
1,2-2, 3 per
100.000. Sebagian studi telah menemukan bahwa insiden meningkat
linear dengan
usia dan laki-laki sekitar 1-5 kali lebih mungkin banyak
daripada wanita. Sebuah
laporan epidemiologi dari Amerika Serikat mengindikasikan bahwa
insiden GBS
antara pasien berusia 18 tahun atau lebih tua tidak berubah
selama periode 2000-
2004. Laporan sementara peningkatan insiden GBS adalah sangat
jarang. Salah
satu laporan yang paling mencolok datang dari sebuah penelitian
di Cina, yang
menunjukkan peningkatan axonal, varian GBS motorik selama musim
panas
tahun 1991 dan 1992 di daerah pedesaan. Telah diamati juga
adanya kenaikan
sementara insiden GBS dari 1,6 menjadi 3,1 per 100.000 selama
periode 1987-
1999 di pulau Karibia Curaao. Namun, tidak diterbitkan
pengamatan yang
menunjukkan bahwa peningkatan sementara insiden di Curaao hampir
kembali
normal pada tahun 2006.1
II.2 Diagnosis dan Klasifikasi
GBS paling sering merupakan kelainan post infeksi yang biasanya
terjadi
pada orang sehat, dan hal ini tidak biasa terkait dengan
autoimun atau gangguan
sistemik lain. Dalam kasus yang khas, gejala yang pertama
diantaranya adalah
-
7
nyeri, mati rasa, paraestesia, atau kelemahan di tungkai.
Gambaran utama dari
GBS adalah progresifcepat bilateral dan relatif simetris pada
kelemahan anggota
badan dengan atau tanpa keterlibatan otot pernapasan atau saraf
kranial yang
mempersarafi otot. Kriteria diagnostik khas GBS ditunjukkan
dalam tabel 1.
Kelemahan sama-sama dapat mempengaruhi semua otot tungkai, atau
didominasi
distal atau proksimal otot di lengan atau kaki. Refleks tendon
dalam pasien telah
menurun atau tidak ada sama sekali, setidaknya pada anggota
badan yang terkena.
Punksi lumbal hampir selalu dilakukan pada pasien yang dicurigai
GBS.
Pemeriksaan CSF biasanya menunjukkan peningkatan protein CSF
dengan jumlah
sel darah putih yang normal. Kesalahpahaman umum adalah bahwa
protein CSF
selalu meningkat pada GBS; konsentrasi protein CSF pada pasien
dengan GBS
justru sering normal dalam minggu pertama, tetapi meningkat
lebih dari 90% pada
akhir minggu kedua. Dalam sebuah studi yang besar, pasien dengan
Miller Fisher
sindrom (MFS), subtipe GBS, proporsi pasien dengan peningkatan
protein total
CSF meningkat dari 25% pada minggu pertama menjadi 84% pada
minggu
ketiga.1
Tabel 1. Diagnosis GBS tipikal1
Diagnosis GBS tipikal
Gambaran umum diagnosis
Kelemahan progresif pada kedua lengan dan tungkai (dapat diawali
dengan
kelemahan hanya pada tungkai)
Arefleksia (atau penurunan reflex tendon)
Gambaran yang memperkuat diagnosis
Progresi gejala-gejala lebih dari satu hari sampai 4 minggu
Gejala-gejala relatif simetris dari gejala-gejala
Gejala atau tanda sensori yang ringan
Perubahan nervus kranialis, khususnya kelemahan bilateral otot
fasialis
Disfungsi autonom
Nyeri (sering ada)
-
8
Konsentrasi protein yang tinggi dalam CSF
Gambaran elektrodiagnosis yang khas
Gambaran yang harus meningkatkan keraguan tentang diagnosis
Disfungsi paru berat dengan kelemahan sebatas tungkai saat
onset
Tanda sensori berat dengan kelemahan terbatas saat onset
Disfungsi pencernaan atau perkemihan saat onset
Demam saat onset
Tingkat sensori tajam
Progresi lambat dengan kelemahan terbatas tanpa perubahan sistem
pernafasan
(termasuk dalam subacute inflammatory demyelinating
polyneuropathy or
CIDP)
Kelemahan asimetris persisten
Disfungsi perkemihan atau pencernaan persisten
Peningkatan jumlah sel mononuclear dalam CSF (>50106/L)
Sel polimorfonuklear dalam CSF
Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa konsentrasi
haptoglobin, -1-
antitripsin, apolipoprotein, dan neurofilamen meningkat pada CSF
pasien dengan
GBS. Peningkatan ini secara patogenetik relevansinya sampai saat
ini belum
diketahui. Elektromiografi dapat membantu diagnosis klinis yang
sulit seperti
pada pasien yang memiliki rasa sakit, dan sangat diperlukan
subklasifikasi GBS
menjadi neuropati axonal motor akut (AMAN) dan acute
inflammatory
demyelinating polyneuropathy (AIDP).1
Gambar 1. Langkah-langkah dalam mengklasifikasikan GBS secara
klinis3
-
9
Pada pasien yang khas dengan GBS, diagnosis biasanya dapat
langsung
ditegakkan. Namun, pada pasien yang atipikal, peningkatkan
jumlah sel CSF
dapat meningkatkan kemungkinan penyakit lain, seperti
keganasan
leptomeningeal, penyakit Lyme, infeksi virus West Nile, GBS
berhubungan
dengan polio, khususnya di negara berkembang. Beberapa gambaran
yang dapat
meningkatkan keraguan tentang diagnosis GBS tercantum dalam
tabel 2.1
Tabel 2. Subtipe GBS4
Subtipe GBS
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
(AIDP)
- Gangguan autoimun yang dimediasi antibodi. - Dipicu oleh
infeksi terdahulu atau vaksinasi.
- Radang demyelinasi terjadi dan dapat disertai dengan kerusakan
akson saraf.
- Remyelinasi terjadi setelah penghentian reaksi kekebalan.
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) - Kebanyakan pasien
seropositif untuk infeksi Campylobacter.
- Neuropati bentuk motor aksonal murni.
- Pasien anak-anak sebagian besar terpengaruh dan pemulihan
biasanya cepat.
Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN) - Degenerasi serat
sensorik dengan peradangan minimal dari motor demyelinasi dan
myelinasi.
- Mirip dengan AMAN kecuali AMSAN hanya mempengaruhi saraf
sensorik dan akar.
- Biasanya mempengaruhi orang dewasa.
Miller Fisher syndrome - Langka, berkembang cepat menjadi
ataksia, areflexia, dengan kelemahan ekstremitas
dan ophthalmoplegia.
- Kehilangan sensori tidak umum, tetapi propriosepsi dapat
terganggu.
- Demyelination dan peradangan saraf kranial III/IV, ganglia
tulang belakang, dan saraf
tepi.
- Resolusi satu sampai tiga bulan.
Acute panautonomic neuropathy - Paling langka dari semua jenis,
dengan keterlibatan simpatis, parasimpatis, dan
jantung.
- Pemulihan lengkap dan bertahap.
Manifestasi klinis GBS dapat bervariasi, dan gangguan bervariasi
lainnya
dapat menyebabkan gambaran serupa paresis neuromuskular akut
(tabel 2).
Diagnosis GBS dapat menjadi sulit, terutama pada pasien dengan
kelemahan
-
10
asimetris, pada mereka dengan kelemahan yang pada awalnya hanya
di lengan,
pada pasien yang dengan cepat mengalami penurunan prograsif dari
fungsi paru
dengan kekuatan otot yang relative masih baik di ekstremitas,
dan pada pasien
dengan nyeri yang menonjol atau disfungsi otonom sebagai gejala
utama.1
Tabel 3. Diagnosis banding GBS1
Diagnosis banding GBS
Abnormalitas intracranial/korda spinalis
Ensefalitis batang otak, meningitis
carcinomatosis/lymphomatosis, transverse
myelitis, cord compression
Abnormalitas sel cabang anterior
Poliomyelitis, West Nile virus
Abnormalitas akar nervus spinalis
Kompresi, inflamasi (seperti, cytomegalovirus), keganasan
leptomeningeal
Abnormalitas nervus perifer
CIDP, drug-induced neuropathy, porphyria, critical illness
polyneuropathy,
vasculitis, diphtheria, vitamin B1 defi ciency (beri-beri),
heavy metal or drug
intoxication, tick paralysis, metabolic disturbances
(hypokalaemia,
hypophosphataemia, hypermagnesaemia, hypoglikemia)
Abnormalitas neuromuscular junction
Myasthenia gravis, botulism, organophosphate poisoning
Abnormalitas muscular
Critical illness polyneuromyopathy, polymyositis,
dermatomyositis, acute
rhabdomyolysis
II.3 Patogenesis
Infeksi terdahulu
Sekitar dua pertiga dari pasien memiliki gejala infeksi dalam 3
minggu
sebelum onset kelemahan. Sebuah penelitian di Jepang menemukan
bahwa gejala
yang paling sering dari GBS terkait demam (52%), batuk (48%),
sakit
tenggorokan (39%), pilek (30%), dan diare (27%). Dalam
kebanyakan studi GBS,
gejala infeksi sebelumnya di saluran pernapasan bagian atas atau
saluran cerna
mendominasi, meskipun banyak jenis infeksi telah dilaporkan.
Selanjutnya,
-
11
sebuah pendapat menyataka sifat post infeksius GBS secara khas
adalah gambaran
monofasik klinis penyakit (gambar 1). Penyebab paling sering
yang diidentifikasi
dari infeksi adalah C. jejuni. Jenis infeksi lain yang berkaitan
dengan GBS adalah
cytomegalovirus, virus Epstein Barr, Mycoplasma pneumoniae dan
Haemophilus
influenzae.1
Vaksinasi dan peristiwa antesenden lainnya
Banyak laporan telah mendokumentasikan terjadinya GBS tak
lama
setelah vaksinasi, operasi, atau peristiwa stres, tetapi
hubungan khusus dengan
GBS masih diperdebatkan. Perdebatan ini terutama muncul setelah
pengamatan
adanya sedikit peningkatan dalam insiden GBS setelah vaksin
influenza babi yang
diberi di Amerika Serikat pada tahun 1976. Vaksin influenza
lainnya belum
dikaitkan dengan risiko yang sama. Sebuah studi retrospektif
dari 1992 sampai
1994 saat kampanye vaksin di Amerika Serikat diidentifikasi
bahwa keterkaitan
vaksin memang sangat kecil, tetapi signifikan, peningkatan
risiko GBS menjadi
satu kasus GBS per satu juta vaksin. Survei kasus kontrol yang
melibatkan sekitar
200 pasien dengan GBS dari Inggris tidak menunjukkan hubungan
yang
signifikan antara GBS dan imunisasi sebelumnya. Studi lain pada
pasien yang
telah menderita GBS tidak menunjukkan adanya peningkatan risiko
GBS lagi
setelah vaksinasi. Namun, dalam sebuah laporan terakhir dan efek
sampingnya,
tidak hanya vaksinasi influenza, tetapi juga vaksinasi hepatitis
juga dihubungkan
dengan terjadinya GBS. Kehati-hatian khusus mungkin diperlukan
ketika
mengulang vaksinasi tetanus, telah dijumpai pasien yang
mengalami kekambuhan
GBS dua kali setelah vaksinasi tetanus. Namun, ini tidak
membuktikan bahwa
-
12
tetanus dan GBS yang berhubungan, dan belum juga dilakukan dalam
survei
besar, tetapi hal ini menggambarkan bahwa pada setiap orang yang
telah pulih
dari GBS, vaksinasi apapun harus ditimbang risikonya.1
Beberapa GBS langka lainnya terkait dengan peristiwa yang
telah
dilaporkan seperti operasi, kanker, penyakit autoimun,
penggunaan obat-obatan,
anestesi melalui tulang belakang, limfoma non-Hodgkin, sengatan
serangga, leigh
sindrom, anestesi epidural-umum, bedah untuk obesitas,
kehamilan, administrasi
olanzapine, dan operasi transplantasi. Beberapa kasus telah
ditemukan menderita
GBS setelah terapi injeksi preparat gangliosida otak
bovine.3
Imunobiologi
Studi pada pasien dan hewan telah memberikan bukti yang
meyakinkan
tentang GBS, setidaknya dalam beberapa kasus, disebabkan oleh
infeksi yang
disebabkan oleh penyimpangan respon imun yang merusak saraf
tepi. Empat
faktor kunci telah diidentifikasi yang mengontrol proses ini
(gambar 2).1
-
13
Gambar 2. Imunobiologikal dari GBS1
-
14
Antibodi antigangliosid
Sekitar setengah dari pasien dengan GBS, serum antibodi
terhadap
berbagai gangliosid telah ditemukan di saraf tepi manusia,
termasuk LM1, GM1,
GM1b, GM2, GD1a, GalNAc-GD1a, GD1b, GD2, GD3, GT1a, dan
GQ1b.
Antibodi lain mungkin mengikat campuran atau kompleks gangliosid
berbeda
bukan gangliosid individu. Gangliosid ini memiliki jaringan
distribusi khusus di
saraf tepi dan berada di mikrodomain fungsional khusus yang
disebut rakit
lipid, dan memainkan peran dalam pemeliharaan struktur membran
sel.
Menariknya, kebanyakan antibodi ini khusus untuk sub GBS.
Antibodi terhadap
GM1, GM1b, GD1a, dan GalNAc-GD1a berhubungan dengan GBS
motorik
murni atau GBS varian aksonal, sedangkan antibodi GD3, GT1a dan
GQ1b
berkaitan dengan oftalmoplegia dan MFS (tabel).1
-
15
Gambar 3. Imunopatogenesis yang mungkin terjadi pada GBS5
Meskipun ada hubungan antara kehadiran antibodi ini dan gejala
klinis
dan keparahan GBS, pentingnya patologis beberapa antibodi ini
belum ditetapkan.
Antibodi terhadap glikolipid lainnya, dan bahkan antibodi serta
sel T untuk
protein saraf tepi, juga telah ditemukan pada pasien dengan GBS.
Meskipun
penelitian intensif selama dua dekade, target kekebalan masih
belum diketahui
dalam kelompok besar pasien dengan GBS. Hal ini terutama terjadi
pada pasien
dengan sensori-motor AIDP, varian yang paling sering pada GBS di
negara maju.1
-
16
Gambar 4. Hubungan antara infeksi, antibodi antigangliosid, dan
gambaran klinis
GBS1
Mimikri molekuler dan reaktivitas silang
Isolat C. jejuni dari ekspresi lipo-oligosakarida (LOS) pasien
meniru
karbohidrat gangliosid. Sebuah putaran gen yang teridentifikasi
yang
memungkinkan beberapa C. jejuni terisolasi untuk mensintesis
struktur ini. Varian
gen tertentu di gugus ini dikaitkan dengan isolat C. jejuni dari
pasien dengan GBS
dan penting untuk ekspresi serupa gangliosid LOS. Jenis
gangliosid mimikri di C.
jejuni tampaknya menentukan kekhasan antibodi antigangliosid dan
varian yang
terkait GBS. Isolat C. jejuni dari pasien dengan GBS motor murni
atau aksonal
sering memiliki ekspresi LOS seperti GM1 dan serupa GD1a,
sedangkan orang-
orang yang terisolasi dari pasien dengan ofthalmoplegia atau MFS
biasanya
mengekspresikan LOS serupa GD3, seperti GT1a atau serupa GD1c.
Antibodi
pada pasien ini biasanya reaktif silang, dan LOS serta
gangliosid atau gangliosid
kompleks. Dalam model kelinci GBS, imunisasi dengan LOS seripa
GM1
-
17
diinduksi produksi anti GM1 antibodi dan itu berwujud klinis
sebagai neuropati
aksonal, mirip dengan yang ditemukan pada pasien GBS yang C.
jejuni nya
diasingkan. Berdasarkan hasil ini, GBS, setidaknya yang terkait
Campylobacter
GM1 yang berhubungan dengan kasus, dianggap kasus contoh mimikri
molekul
yang berhubungan dengan penyakit. Mimikri molekuler dan
reaktivitas silang
respon imun juga telah diidentifikasi setelah beberapa jenis
infeksi sebelumnya,
termasuk H. influenzae.1
Aktivasi komplemen
Studi post mortem telah menunjukkan bahwa aktivasi komplemen
lokal
terjadi di situs kerusakan saraf, seperti axolemma pada pasien
dengan AMAN dan
membrane sel Schwann pada pasien dengan AIDP. Dengan demikian,
model tikus
GBS menunjukkan bahwa beberapa antibodi antigangliosid sangat
beracun untuk
saraf tepi. Efek serupa -latrotoxin dapat diinduksi pada tikus,
yang ditandai
dengan pelepasan dramatis asetilkolin, mengakibatkan
berkurangnya
neurotransmitter ini di terminal saraf, dan transmisi akhir
blokade saraf dan
menjadi awal kelumpuhan saraf otot. Saraf terminal dan sel
Schwann perisinaptik
juga dihancurkan. Antibodi terhadap GM1 mempengaruhi saluran
natrium pada
nodus Ranvier saraf perifer kelinci. Semua efek ini tampaknya
menjadi
bergantung pada aktivasi komplemen dan pembentukan membran
serangan
kompleks. Efek neurotoksik antibodi ini yang terhambat oleh
imunoglobulin dan
komplemen inhibitor eculizumab.1
-
18
Faktor host
Kurang dari 1 dari 1000 pasien dengan infeksi C. jejuni akan
menjadi
GBS. Meskipun beberapa insiden peningkatan sementara telah
diuraikan, epidemi
atau wabah GBS tidak dilaporkan, bahkan tidak dalam keluarga
yang terinfeksi
gangliosid tiruan varian C. jejuni. Faktor-faktor host mungkin
mempengaruhi
kerentanan terhadap GBS, atau sejauh mana kerusakan saraf dan
hasil. Ditemukan
adanya hubungan antara HLA alel kelas II dan GBS. Selain itu,
polimorfisme
nukleotida tunggal (SNP) dalam respon imun gen lain menunjukkan
asosiasi tidak
konsisten dengan kerentanan terhadap GBS. Namun, SNP ini
mungkin
memainkan bagian seperti memodifikasi faktor penyebab penyakit.
Asosiasi telah
ditunjukkan antara keparahan penyakit atau luaran dan SNP dalam
pengkodean
gen untuk mengikat mannose lektin, Fc gamma reseptor III,
matriks
metalloproteinase 9, dan tumor nekrosis faktor . Studi ini
memerlukan
konfirmasi dalam kelompok-kelompok besar dan titik tujunya
adalah pasien, dan
efek fungsional asosiasi genetik ini perlu ditampilkan.1
II.4 Spektrum Klinis
Keluasan dan distribusi kelemahan, keterlibatan sensorik dan
karakteristik
neurofisiologikal sangat bervariasi antar individu dengan GBS.
Subtipe paling
umum dari GBS di Eropa dan Amerika Utara adalah bentuk
sensori-motor, AIDP.
Di Eropa dan Amerika Utara, kurang dari 5% pasien memiliki
subtype salah satu
aksonal, AMAN atau motor akut dan neuropati aksonal sensorik.
Kelumpuhan
nervus facialis adalah bentuk paling umum dari keterlibatan
saraf kranial dalam
-
19
GBS, terjadi pada sekitar 70% pasien. Saraf bulbar dan
oculomotor yang kurang
sering terkena, kecuali pada pasien dengan Sindrom antibodi
antiGQ1b. MFS
adalah varian saraf kranial GBS. Pasien biasanya memiliki trias
oftalmoplegia,
ataksia, dan areflexia. MFS dan sindrom tumpang tindih yang
melibatkan
disfungsi saraf kranial dan kelemahan ekstremitas mungkin lebih
umum di Jepang
daripada di Eropa. Varian GBS saling berhubungan dan antibodi
antigangliosid
tertentu kadang-kadang terlibat (tabel).1
Gambar 5. Spektrum kelainan pada GBS dan hubungannya dengan
antibodi
antinukleosida5
Ensefalitis batang otak Bickerstaff merupakan sindrom tumpang
tindih
lain yang biasanya dimulai dengan keterlibatan saraf kranial
atau perifer, dan
kemudian dapat menjadi gangguan kesadaran yang berat dan bahkan
koma.
-
20
Adanya temuan ensefalitis batang otak Bickerstaff menjadi sangat
penting, karena
gangguan ini mungkin meningkat setelah PE, pengobatan yang,
meskipun tidak
dibuktikan dengan adanya RCT, dapat terlibat dalam memperparah
kondisi.1
Tabel 4. Beberapa penyakit yang menyerupai sindroma
Guillai-Barre dan
karakteristik yang membedakannya6
Beberapa Penyakit yang Menyerupai Sindroma Guillai-Barre dan
Karakteristik
yang Membedakannya
Myelopati akut (meliputi, myelitis
transversa, kompresi korda, infark)
Hyperreflexia, respon extensor plantar
(termasuk temuan traktus
kortikospinalyang mungkin tidak ada
saat dini); trauma; ketiadaan penyakit
antesenden. Pemeriksaan
electrodiagnostic yang normal.
Pencitraan tulang belakang atau cauda
equina is sering dibutuhkan untuk
menghindarkan lesi struktur korda
spinalis atau cauda equina.
Vasculitic neuropathy Polyneuropati asimetris atau
mononeuropati monofokal; sangat
nyeri, gejala-gejala sistemik
(penurunan berat badan tiba-tiba,
demam, rash); perubahan multiorgan
(persendian, kulit, ginjal, traktus
respiratorius); penanda serologis
(peningkatan rasio sedimentasi, faktor
rheumatoid); sedikit atau tiada
penyakit antesenden. CSF normal.
Polyneuropati aksonal pada tes
electrodiagnostik.
Myasthenia gravis
Ocular (diplopia), bulbar (dysarthria),
dan kelemahan tungkai tanpa gejala
sensori; fatig, gejala berfluktuasi;
ketiadaan penyakit antesenden. Pola
kelemahan menurun. CSF normal.
Abnormal CMAP decrement on slow
RNS studies.
Botulism Bayi (sangat sering) dan dewasa yang
berisiko (melalui makanan; melalui
luka; pengguna obat injeksi). Mual,
muntah, konstipasi, diplopia,
oftalmoplegia, ptosis, pandangan mata
kabur, disfagia, disarthria, retensi urin.
-
21
Berpola kelemahan menurun. CSF
normal. Abnormal CMAP decrement
on slow RNS studies. Abnormal CMAP
facilitation on fast RNS.
West Nile encephalomyelitis
Demam, meningoencephalitis
(mungkin ringan), rash, nyeri
abdominal, nyeri punggung; neuropati
motorik bawah onset akut. Tidak ada
gangguan sensoris. Pleocytosis CSF.
Neuronopathy motorik bawah pada tes
electrodiagnostic.
Lyme neuroborreliosis Area endemis selama musim kutu;
meningitis, demam, myalgia,
arthralgias, kelemahan wajah; gigitan
serangga dan ruam. Pleocytosis CSF.
Axonal polyradiculoneuropathy pada
tes electrodiagnostic.
Logam berat (arsenik) dan toksin
lainnya
Pajanan diketahui; neuropathy
berhubungan dengan gejala sistemik
(nyeri abdominal, diare, konstipasi,
ruam, alopesia, central nervous system
involvement); ketiadaan penyakit
antecedent; komponen serabut saraf
halus prominent (terbakar nyeri neuropati). Unremarkable
CSF.
Axonal polyneuropathy
electrodiagnostic testing.
Paralisis Tick Anak-anak. Ataxic gait, diplopia,
dysarthria, abnormalitas pupil (dilatasi
pupil). Tidak ada keluhan sensoris.
Normal CSF. Low CMAPs and
normal SNAPs on electrodiagnostic
testing. Tick on scalp (di belakang
telinga) atau kulit (nape of the neck).
Porphyria intermittent akut
Berhubungan dengan gejala autonom
(takikardia, hipertensi, konstipasi,
retensi urin), nyeri abdominal
(biasanya berat), manifestasi psikiatri
dan CNS lainnya; pasien dengan
riwayat
Serangan sugesti; axonal
polyradiculoneuropathy atau
neuronopathy, biasanya asimetris. CSF
resembles GBS with
cytoalbuminological dissociation.
Toksisitas Buckthorn Anak-anak yang tinggal di barat daya
-
22
Amerika Serikat dan Meksiko; Sedikit
atau tidak ada gejala sensoris.
Difteria Pasien (dari negara berkembang)
denga nyeri kerongkongan, demam,
dan neuropati kranial multipel
(diplopia, ptosis, dysarthria,
dysphagia, numb tongue, gingivae and
face). CSF resembles GBS
with cytoalbuminological dissociation.
Axonal polyradiculoneuropathy on
electrodiagnostic testing.
HIV
GBS sering terjadi pada pasien HIV;
saar serokonversi. Demyelinating
polyradiculoneuropathy
on electrodiagnostic testing.
Pleositosis CSF.
CMV polyradiculopathy pada pasien
AIDS, stadium lanjut.
Progressive cepat kelemahan
ekstremitas dan nyeri (sparing upper
extremities). CSF pleocytosis. Axonal
polyradiculopathy on electrodiagnostic
testing.
Poliomyelitis Endemic area; nyeri kerongkongan,
demam, mual, muntah, nyeri kepala,
neuronopati motrik bawah onset akut
Dengan myalgia dan fasikulasi. CSF
pleocytosis. Neuropati motorik bawah
pada tes electrodiagnostic.
Critical illness myopathy
and polyneuropathy
Quadriparesis pada critical care
patients. Unremarkable CSF.
Myopathic dan/atau gambaran axonal
neuropathic pada tes electrodiagnostic.
II.5 Sejarah Alami
Kelemahan cepat progresif adalah gambaran klinis inti dari GBS.
Menurut
definisi, kelemahan maksimum dapat dicapai dalam 4 minggu,
tetapi kebanyakan
pasien telah mencapai kelemahan maksimal mereka dalam waktu 2
minggu.
Pasien kemudian memiliki fase durasi dataran tinggi yang
berbeda-beda, yang
berkisar dari hari sampai beberapa minggu atau bulan. Fase ini
diikuti oleh fase
pemulihan biasanya jauh lebih lambat dalam variasi durasi. Di
Eropa, sekitar
-
23
sepertiga dari pasien dengan GBS tetap mampu berjalan. Pada
pasien dengan GBS
yang sedang dirawat di rumah sakit dan tidak berjalan, sekitar
25% memerlukan
ventilasi buatan karena didominasi kelemahan otot pernapasan.
Walaupun efek
pengobatan IVIg atau PE pada sekitar 20% dari pasien yang
terkena dampak berat
tetap tidak dapat berjalan setelah 6 bulan. Selain itu, banyak
pasien tetap
dinyatakan cacat atau sangat lelah. Bahkan 3-6 tahun setelah
onset, GBS memiliki
dampak besar pada kehidupan sosial dan kemampuan untuk melakukan
kegiatan.
GBS sering tetap menjadi penyakit parah yang perawatan lebih
baik diperlukan,
setidaknya pada beberapa pasien.1
II.6 Terapi
Untuk perawatan umum, bahkan di negara maju pun 5% pasien
meninggal
karena sindrom Guillain-Barre dari komplikasi medis seperti
sepsis, terjadinya
emboli paru, atau gagal jantung yang dijelaskan mungkin terkait
dengan
dysautonomia. Dengan demikian, manajemen memerlukan
langkah-langkah untuk
deteksi dini komplikasi tersebut (tabel 5).5
Tabel 5. Manajemen GBS
Manajemen GBS
Monitoring disfungsi kardiak dan pulmonary Elektrokardiografi,
tekanan darah, pulse oximetry, kejenuhan oxyhemoglobin,
kapasitas vital, dan refleks menelan harus dimonitor secara
teratur pada pasien yang
memiliki penyakit parah, dengan cek setiap 2-4 jam jika penyakit
berkembang dan
setiap 6-12 jam jika stabil. Penyisipan alat pacu jantung
sementara, penggunaan
ventilator mekanis, dan penempatan tabung nasogastrik harus
dilakukan berdasarkan
hasil pemantauan.
Pencegahan emboli paru
Sebagai profilaksis digunakan heparin subkutan dan stoking
kompresi
direkomendasikan pada pasien dewasa yang tidak bisa
berjalan.
Immunoterapi
-
24
Intravenous immune globulin atau plasma exchange harus diberikan
pada
pasien yang tidak mampu berjalan dengan kaki telanjang. Pada
pasien yang statusnya memburuk setelah perbaikan awal atau
stabilisasi,
retreatment dengan imunoterapi kembali dapat digunakan. Namun,
plasma tukar harus
tidak dilakukan pada pasien yang sudah diobati dengan immune
globuline karena itu
akan membersihkan immune globuline yang masih ada dalam darah.
Juga, immune
globuline tidak boleh digunakan pada pasien yang sudah diobati
dengan pertukaran
plasma karena urutan perawatan tidak signifikan, lebih baik
daripada pertukaran
plasma sendiri.
-
25
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Sampai sekarang, GBS tetap merupakan diagnosis deskriptif dengan
tidak
adanya tes diagnostik spesifik. Kombinasi dari kejadian yang
cepat, progresif,
kelemahan simetris pada lengan dan kaki dengan atau tanpa
gangguan sensorik,
hipofleksia atau arefleksia, dan ketiadaan reaksi selular CSF,
tetap menjadi acuan
diagnosis klinis GBS.
GBS adalah salah satu contoh terbaik dari penyakit kekebalan
post
infeksius dan menggambarkan mekanisme kerusakan jaringan dalam
penyakit
autoimun lainnya secara lebih umum. Studi epidemiologi
terkontrol
menghubungkannya dengan infeksi bakteri Campylobacter jejuni
termasuk
Cytomegalovirus virus dan Epstein Barr virus. Spektrum klinis
yang disusun oleh
SGB klasik (pola demielinisasi akut-AIDP), sindroma
Miller-Fisher, neuropati
axonal motor (AMAN), neuropati axonal sensori-motor akut
(AMSAN), varian
sensorik murni, pandysautonomies akut, dan varian
pharyngeal-serviks-brakialis.
Patogenesis GBS termasuk infeksi terdahulu, vaksinasi dan
peristiwa
antesenden lainnya, peristiwa imunobiologikal, mimikri molekuler
dan reaktivitas
silang, antibodi antigangliosida, aktivasi komplemen, dan faktor
host.
-
26
III.2 Saran
Sindroma Guillain-Barre merupakan sindroma dengan definisi
deskriptif
dan bukan sindroma dengan definisi klinis murni. Selain melalui
fisik diagnostik,
patogenesis GBS harus dipelajari dan dipahami dengan baik agar
dapat
membedakan GBS baik dari penyakit lainnya maupun untuk
mengklasifikasikan
menjadi subtipe-subtipe GBS.
-
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Van Doorn PA, Ruts L, Jacobs BC. Clinical features,
pathogenesis, and
treatment of guillain-barr syndrome. Lancet Neurol 2008; 7:
939-50.
2. Orsini M, De Freitas MRG, Presto B, Mello MP, Reis CHM,
Silveira V, Silva
JG, Nascimento OJM, Leite MAA, Pulier S, Sohler MP. Guideline
for
Neuromuscular Rehabilitation in Guillain-Barr Syndrome: What can
we do?.
Rev Neurocienc 2010; 18(4): 572-80.
3. Zhong M, Cai FC. Current perspectives on guillain-barr
syndrome. World J
Pediatr 2007; 3 (3): 1-8.
4. Mantay KM, Armeau E, Parish T. Recognizing guillain-barr
syndrome in the
primary care setting. The Internet Journal of Allied Health
Sciences and
Practice 2007; 5 (1): 1-8.
5. Yuki N, Hartung HP. GuillainBarr syndrome. N Engl J Med 2012;
366: 2294-304.
6. Burns TM. Guillain-Barre syndrome. Semin Neurol 2008; 28 (2):
152-67.