SASARAN BELAJAR1. Mehamami dan Menjelaskan Hipersensitivitas1.1.
Definisi
Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas saat
tubuh bereaksi terhadap respons imun yang berlebihan atau tidak
tepat terhadap sesuatu yang dianggap benda asing. Hasil reaksi ini
dapat berupa sutu lesi yang berbentuk ringan sebagai inflamasi
lokal sampai syok menyuluruh. Hipersensitivitas terhadap antigen
tubuh sendiri disebut penyakit autoimun. (Dorland, 2010)
Suatu keadaan dengan respons sistem imun yang menyebabkan reaksi
berlebihan atau tidak sesuai yang membahayakan hospesnya sendiri.
Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut secara khas terjadi
setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (alergen). Kontak
pertama adalah kejadian pendahulu yang diperlukan yang dapat
menginduksi sensitasi terhadap antigen spesifik tersebut. (Jawetz
et al. 2008 )Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau
sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal
sebelumnya. (Baratawidjaja, 2014)Respon imun yang berlebihan dan
yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan
tubuh. (Sudoyo et al, 2014)
1.2 Klasifikasi1. Menurut waktu timbulnya reaksi Reaksi
CepatTerjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan
silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi
penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa
anafilaksis sistemik dan anafilaksis berat.
Reaksi IntermedietTerjadi setelah beberapa jam dan menghilang
dalam 24jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan
jaringan penjamu yang disebabkan oleh sel neutrophil atau sel NK.
Manifestasi reaksi intermediet berupa :1. Reaksi Transfusi darah
(eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik autoimun)1. Reaksi
Arthus local dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis
nekrotis, glomerulonephritis, artritis rheumatoid dan LES)
Reaksi LambatTerlihat sekitar 48jam setelah terjadi pajanan
dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH,
sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang
menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah
dermatitis kontak, rekasi M. Tuberculosis dan reaksi penolakan
tandur.
1. Menurut Gell dan CoombsReaksi menurut Gell dan Coombs dibagi
menjadi 4 bagian berdasarkan tipe mekanisme imunologi yaitu :1.
Hipersensitivitas tipe I atau reaksi cepat atau reaksi alergi1.
Hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik1.
Hipersensitivitas tipe III atau reaksi kompleks imun1.
Hipersensitivitas tipe IV atau reaksi lambat
Tabel 1. Klasifikasi Gell dan Coombs yang telah dimodifikasi
Tipe/mekanismeGejalaContoh
I / IgEAnafilaksis, urtikaria, angioedema, mengi, hipotensi,
nausea, muntah, sakit abdomen, diarePenisilin dan -laktam lainnya,
enzim, antiserum, protamin, heparin antibodi monoklonal, ekstrak
alergen, insulin
II / sitotoksik (IgG dan IgM)Agranulositosis
Anemia hemolitik
TrombositopeniaMetamizol, fenotiazin
Penisilin, sefalosporin, -laktam, kinidin, metildopa
Karbamazepin, fenotiazin, tiourasil, sulfonamid, antikonvulsan,
kinin, kinidin, parasetol, sulfonamid, propil, tiourasil, preparat
emas
III / kompleks imun (IgG dan IgM)Panas, urtikaria, atralgia,
limfadenopati
Serum sickness-laktam, sulfonamid, fenotiazin, streptomisin
Serum xenogenik, penisilin, globulin anti-timosit
IV / hipersensitivitas selularEksim (juga sistemik) eritema,
lepuh, pruritus
Fotoalergi
Fixed drug eruption
Lesi makulopapularPenisilin, anestetik lokal, antihistamin
topikal, neomisin, pengawet, eksipien (lanolin, paraben),
desinfekstan
Salislanilid (halogeneted), asam nalidilik
Barbiturat, kinin
Penisilin, emas, barbiturat, -blocker
V / reaksi granulomaGranulomaEkstrak alergen, kolagen larut
VI / hipersensitivitas stimulasi(LE yang diinduksi
obat?)Resistensi insulinHidralazin, prokainamidAntibodi terhadap
insulin (IgG)
Kumar. Cotran. Robbins. Buku ajar patologi. Ed 7. Jakarta: EGC.
2007
2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe I Reaksi tipe
I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau
reaksi alergi, timbul sesudah tubuh terpapar dengan alergen. Reaksi
Tipe I ini diperantarai oleh IgE. Pada reaksi ini, Sel mast akan
mengeluarkan histamin, leukotrin, prostaglandin, sitokinin dan
Platelet activating factor (PAF) 2.1. MekanismeTerdapat beberapa
fase, yaitu : Fase sensitasi : waktu yang dibutuhkan untuk
membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast/basophil Fase aktivasi : waktu yang diperlukan
antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel
mast/basophil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.
Fase efektor : waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basophil
dengan aktivasi farmakologik.Antigen menginduksi sel B untuk
membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel Th yang mengikat erat
dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil. Beberapa minggu
kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama,
maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel
mast dan basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil
mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa
menit yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala
reaksi hipersensitivitas tipe I.2.2. MediatorMediator primer utama
pada hipersensitivitas Tipe 1
MediatorEfek
HistaminPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos, sekresi mukosa gaster
ECF-AKemotaksis eosinofil
NCF-AKemotaksis neutrofil
Eosinophil chemotactic Kemotaktik untuk eosinofil
Neutrophil chemotactic Kemotaktik untuk neutrophil
ProteaseSekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh
darah, pembentukan produk pemecah komplemen
PAFAgregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos
paru
Hidrolase asamDegradasi matriks ekstraseluler
NCAKemotaksis neutrophil
BK-AKalikrein : kininogenase
ProteoglikanHeparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan; mencegah
komplemen yang menimbulkan koagulasi (?)
EnzimKimase, triptase, proteolisis
Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1
MediatorEfek
SitokinAktivasi berbagai sel radang
BradikininPeningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri
Prostaglandin D2Kontraksi otot polos paru, vasodilatasi,
agregasi trombosit
LeukotrienKontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas,
kemotaksis
2.3. Manifestasi klinika. Reaksi lokalReaksi hipersensitifitas
tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang
biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk.
Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan
disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang
terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis
atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera
diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel
mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula
terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi
dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi
yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.
b. Reaksi sistemik anafilaksisAnafilaksisi adalah reaksi Tipe 1
yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. Anafilaksis
adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi
alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel
mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai
mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan
(asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga
lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya
tidak dapat diidentifikasi.
c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidReaksi pseudoalergi atau
anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan
pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.
Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun.
Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok,
urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak
berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa,
sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak
memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi
anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan
yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas
otot.Jenis AlergiAlergen UmumGambaran
AnafilaksisObat, serum, kacang-kacanganEdema dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian
Urtikaris akutSengatan seranggaBentol, merah
Rinitis alergiPolen, tungau debu rumahEdema dan iritasi mukosa
nasal
AsmaPolen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan
produksi mukus, inflamasi saluran nafas
MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandumUrtikaria
yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis
Ekzem atopiPolen, tungau debu runah, beberapa makananInflamasi
pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya
vesikular
Reaksi tipe 1 dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau
reaksi local. Seringkali hal ini ditentukan oleh rute pajanan
antigen. Emberian antigen protein atau obat (misalnya bias lebah
atau penisilin) secara sistemik (parenteral) menimbulkan
anafilaksis. Dalam beberapa menit stelah pajanan pada pejamu yang
tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan
bengkak), dan eritema kulit, diikuti kesulitan bernapas berat yang
disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan
hipersekresi mucus. Edema laring dapat memperberat persoalan dengan
menyebabkan obstruksi saluran pernapasan bagian atas. Salian itu,
otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan
vomitus, kaku perut dan diare. Tanpa intervensi segera, dapat
terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaksis), dan penderita
dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kemtian dalam beberapa
menit. Reaksi local biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas
pada tempat tertentu sesuai dengan jalur pemajannya, seperti kulit
(kontak, menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti,
menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan
bronkokonstriksi). Kerentanan terhadap reaksi tipe 1 yang
terlokalisasi dikendalikan secara genetic, dan istilah atopi
digunakan untuk menunjukkan kecenderungan familial terhadap reaksi
terlokalisasi tersebut. Pasien yang menderita alergi nasobronkial
(seperti asma) seringkali mempunyai riwayat keluarga yang menderita
kondisi serupa. Dasar genetic atopi belum dimengerti secara jelas;
namun studi menganggap adanya suatu hubungan dengan gen sitokin
pada kromosom 5qyang mengatur pengeluaran IgE dalam sirkulasi.Rani,
Aziz. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas
Tipe-IIReaksi tipe II disebut juga reaksi sitotoksik, terjadi
karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen
yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi diawali oleh reaksi
antibody dengan determinan antigen yang merupakan bagian dari
membrane sel. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang
memiliki reseptor Fcy-R dan juga sel NK yang dapat berperan sebagai
sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC.
3.1. MekanismeAntibodi yang diarahkan pada antigen permukaan sel
atau jaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai sel
efektor untuk menimbulkan kerusakan sel target. Setelah antibodi
melekat pada permukaan sel atau jaringan, maka akan diaktifkan
komponen komplemen C1. Akibat dari aktivitas ini :
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-2-sitotoksik/
I. C3a dan C5a yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan
menarik makrofag dan sel-sel PMN ke lokasi reaksi dan merangsang
sel mast dan basofil untuk mengahasilkan molekul-molekul yang dapat
menarik dan mengaktifkan sel efektor lain.II. Jalur komplemen
klasik dan lengkung aktivasi mengakibatkan pengendapan C3B, C3bi
dan C3d pada membran sel target.III. Jalur komplemen klasik
memproduksi kompleks serangan membran C5b-9 dan menyelipkan
kompleks tersebut ke dalam mebran sel target.
Sel efektor seperti makrofag, neutrofil, eosinofil dan sel K
mengikat kompleks antibodi melalui reseptor Fc-nya atau fragmen
komplemen C3 yang terikat membran melalui reseptor C3-nya. Antibodi
yang melekat pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk menghasilkan
lebih banyak leukotrien dan prostaglandin. Molekul khemokin dan
khemotaktik termasuk C5a mengaktifkan sel yang baru. Sel efktor
yang terikat kuat pada sel target dan diaktifkan penuh dapat
mengakibatkan kerusakan.Pada berbagai isotip antibodi yang memiliki
kemampuan merangsang reaksi ini tergantung pada kemampuan mengikat
C1q. Fragmen-fragmen komplemen atau IgG berperan sebagai opsonin
yang melekat pada jaringan hospes. Kemudaian fagosit akan mengambil
partikel yang teropsonisasi. Dengan meningkatkan aktivitas lisosom
fagosit dan memperkuat kapasitas menghasilkan oksigen reaktif,
opsonin tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan fagosit
menghancurkan patogen tetapi juga menimbulkan kerusakan
imunopatologis.Bila tidak resisten terhadap serangan fagosit maka
patogen akan terbunug di dalam fagolisosom, jika ptogen terlalu
besar untuk difagositosis, isi granula dan lisosom dilepaskan
menuju sasaran yang telah tersensitisasi dakam suatu proses yang
disebut eksositosis
3.2. Mediator3.3. Manifestasi1. Reaksi transfusiI. Sejumlah
besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh
berbagai gen.II. Individu golongan darah A mendapat transfusi
golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti B isohemaglutinin
berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direk
oleh hemolisis masif intravascular. Reaksi dapat cepat atau lambat
. Reaksi cepat : Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah
ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat
ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan
hemaglobinuria. Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang
pada kadar tinggi bersifat toksik.Gejala khas : Demam, menggigil,
nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan
hemoglobinuria. Reaksi lambat:Terjadi pada orang yang mendapat
transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun
inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari
setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan IgG
terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah
golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy
2. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahirDitimbulkan oleh
inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan
darah rhesus dan janin dengan rhesus (+).
3. Anemia hemolitikAntibiotika tertentu seperti penisilin,
sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non spesifik pada
protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul
hapten pembawa. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang
selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen
menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.
4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe-IIIReaksi
tipe III disebut juga reaksi kompleks imun. Antibodi untuk
hipersensitivitas III menggunakan jenis IgM atau IgG. Terjadinya
reaksi kompleks imun dirangsang oleh pengendapan kompleks
antigen-antibodi dalam sirkulasi jaringan dan pembuluh darah.
Reaksi ini mengakibatkan aktivasi komplemen, respons radang
polimorfonuklear dan kerusakan jaringan. Tipe hipersensitivitas ini
ditemukan pada infeksi bakteri persisten tertentu.
4.1. MekanismeDalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk
akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru
untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang
besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang
menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah
kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang
kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag
yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun
sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai
bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat
menimbulkan: Agregasi trombosit Aktivasi makrofag Perubahan
permeabilitas vaskuler Aktivasi sel mast Produksi dan pelepasan
mediator inflamasi Pelepasan bahan kemotaksis Influks neutrophil 2.
Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan kompleks
imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun yang kecil
dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi
karena histamin yang dilepas oleh sel mast.
4.2. Mediator4.3. ManifestasiReaksi tipe III mempunyai 2 bentuk
: 1. Reaksi ArthusPada reaksi bentuk arthus, ditemukan eritema
ringan dan edema dalam 2-4 jam sesduah suntikan. Reaksi tersebut
menghilang keesokan harinya. Suntikan selanjutnya menimbulkan edema
yang lebih besar dan suntikan yang ke 5-6 menimbulkan perdarahan
dan nekrosis. Hal tersebut disebut fenomena arthus yang merupakan
bentuk reaksi dari kompleks imun. Reaksi arthus membutuhkan antigan
dan antibodi dalam jumlah besar. Antigen yang disuntikkan akan
membentuk kompleks yang tidak larut dalam sirkulasi dan mengalami
pengendapan. Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut :A.
Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke
jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu
berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah
(eritema) sampai nekrosis. B. C3a dan C5a yag terbentuk saat
aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor
kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat
reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan
obstruksi total aliran darah. C. Neutrofil akan memakan kompleks
imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase
dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan
menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan
setempat.
2. Reaksi serum sicknessReaksi serum sickness ditemukan sebagai
konsekuensi imunasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri
dan tetanus. Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG
atau IgM dengan mekanisme sebagai berikut:0. Komplemen yang telah
teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel
mast dan basofil melepas histamin. 0. Kompleks imun lebih mudah
diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi dengan
putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah,
plexus koroid, dan korpus silier mata)0. Komplemen juga menimbulkan
agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin
vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
inflamasi.0. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks
imun. Neutrofil yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk
memakan kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry
cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan. 0.
Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan
mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak
jaringanDari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah
pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal,
bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh
sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis
sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi
tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.PenyakitSpesifitas
antibodyMekanismeManifestasi klinopatologi
Lupus eritematosusDNA, nucleoproteinInflamasi diperantarai
komlplemen dan reseptor FcNefritis, vaskulitis, arthritis
Poliarteritis nodosaAntigen permukaan virus hepatitis BInflamasi
diperantarai komplemen dan reseptor FcVaskulitis
Glomreulonefritis post-streptokokusAntigen dinding sel
streptokokusInflamasi diperantarai komplemen dan reseptor
FcNefritis
5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe-IVReaksi tipe
IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediated
imunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH). Reaksi terjadi
karena respons sel T yang sudah disensitasi terhadap antigen
tertentu. Tidak ada pernan antibodi. Antigen yang dapat menimbulkan
reaksi tersebut berupa jaringan asing, mikroorganisme intraseluler,
protein atau bahan kimia yang dapat menembus kulit. Merupakan
hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh
reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe
IV telah dibagi menjadi : Delayed Type Hypersensitivity Tipe
IVMerupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada bahan
yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum
dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.
T Cell Mediated CytolysisKerusakan jaringan terjadi melalui sel
CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.
5.1. Mekanisme1. Fase SensitasiMembutuhkan waktu 1-2 minggu
setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC
melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans / SD pada kulit dan
makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid
regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi
proliferasi sel Th1 (umumnya).
2. Fase EfektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor
sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan
: Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag
dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah
kontak kedua. Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular,
bermigrasi ke jaringan sekitar. Mengaktifkan makrofag yang berperan
sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi
inflamasi dan menekan sel Th2.Mekanisme kedua reaksi adalah sama,
perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed
Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T
Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang
teraktivasi.Granuloma terbentuk pada : TB, Lepra, Skistosomiasis,
Lesmaniasis dan Sarkoidasis
5.2. Mediator5.3. Manifestasi1. Dermatitis kontakMerupakan
penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak
berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut
(contoh reaksi DTH).1. Hipersensitivitas tuberculinBentuk alergi
spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium
tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan
menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat
suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan
M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca
induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+.1. Reaksi Jones
MoteReaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan
infiltrasi basofil yang mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi
ini juga disebut sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi
ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein
dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini
disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan
Freund1. Penyakit CD8+ ( T cell mediated cytolysis )Kerusakan
jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel
sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan
biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.
6. Memahami dan Menjelaskan Peranan Antihistamin dan
kortikosteroid 6.1. Farmakodinamik6.2. Farmakokinetik6.3. Efek
SampingA. AntihistaminAntihistamin adalah zat-zat yang dapat
mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan
jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan). Antagonis
Reseptor Antihistamin dibedakan menjadi 2 yaitu AH1 dan AH2.
A. Antagonis Reseptor H1 (AH1)
FARMAKODINAMIKAH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus, bermacam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk
mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai
penglepasan histamin endogen berlebihan. Obat AH1 dibedakan menjadi
2 yaitu AH1 generasi pertama dan AH2 generasi kedua. Obat AH1
generasi pertama adalah klorfeniramin (CTM). AH1 generasi kedua
tidak menyebabkan efek samping karena tidak menembus sawar otak
sehingga tidak menyebabkan efek pada SSP seperti kantuk,
inkoordinasi, dll. Contoh obat AH1 generasi kedua adalah
terfenadin, astemizol, loratasin, akrivastin, dan setirizin. Obat
antihistamin yang digunakan untuk anestesi local adalah prometazin
dan pirilamin.
FARMAKOKINETIKEfek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama
kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru
sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih
rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi
melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Meminum obat saat makan akan mengurangi efek samping.
INDIKASI- Untuk alergi debu yang tidak parah- Mengatasi
urtikaria akut, dermatitis atopic, dermatitis kontak dan gigitan
serangga- Untuk anti muntah pasca bedah atau hamil dan setelah
radiasi- Untuk paralisis agintans (Parkinson)- Untuk mabuk
perjalanan- Kontraindikasi untuk pasien penderita penyakit hati
EFEK SAMPING Mengentalkan sekresi bronkus sehingga menyulitkan
ekspektorasi (sehingga tidak efektif untuk penderita asma Sedasi
(mengantuk parah). Namun ada obat non-sedasi yaitu Astemizol,
Terfenadin, Loratadin Vertigo, Insomnia, Tremor, Nafsu makan
menurun, inkoordinasi, pandangan kabur, diplopia, euphoria,
gelisah, lemah, penat, mulut kering, disuria, hipotensi, sakit
kepala, dll. Astemizol yang berlebihan menyebabkan gemuk Pemberian
astemizol, terfenadin yang diberikan bersama makrolida
(eritromisin) seperti ketokonazol, itrakonazol akan menyebabkan
keadaan fatal yaitu aritmia ventrikel.
B. Antagonis Reseptor H2 (AH2)AH2 menghambat sekresi asam
lambung. AH2 dibedakan menjadi 4 golongan yaitu :1. Simetidin1.
Ranitidin1. Famotidin1. Nizatidin
1. SIMETIDIN DAN RANITIDIN
FARMAKODINAMIKSimetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2
secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam
lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar
pepsin cairan lambung.
FARMAKOKINETIKAbsorpsi simetidin diperlambat oleh makan,
sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan
dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan.
Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah
cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya
diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Masa
paruh simetidin adalah 2 jam sedangkan masa paruh ranitidine adalah
1,75-3 jam dan bisa makin lama pada orang tua, pasien gagal ginjal
dan pasien yang mempunyai penyakit hati.
INDIKASIEfektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan
mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk
mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat
pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.Untuk melakukan
pencegahan digunakan dosis yang lebih kecil, sedangkan untuk
mencegah kekambuhkan dosis nya setengah.
EFEK SAMPINGEfek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap
resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual,
diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan
impoten.
2. FAMOTIDIN
FARMAKODINAMIKFamotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat
sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat
distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten
daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.
FARMAKOKINETIKFamotidin mencapai kadar puncak di plasma kira
kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh
eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada
pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi 20
jam.
INDIKASIEfektifitas Obat ini untuk tukak duodenum dan tukak
lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasien dengan sindrom
Zollinger-Ellison.
EFEK SAMPINGEfek samping ringan dan jarang terjadi, seperti
sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan
efek antiandrogenik.
3. NIZATIDIN
FARMAKODINAMIKPotensi nizatin daam menghambat sekresi asam
lambung.
FARMAKOKINETIKKadar puncak dalam serum setelah pemberian oral
dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama
kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.
INDIKASIEfektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua
kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis,
sindrom Zollinger-Ellion. Kontraindikasi : Kehamilan & Ibu
menyusui
EFEK SAMPINGEfek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan
tidak memiliki efek antiandrogenik.
B. KortikosteroidKortikosteroid adalah hormon kelas steroid yang
dihasilkan di korteks adrenal. Kortikosteroid terlibat dalam
berbagai sistem fisiologis seperti respon stres, respon imun dan
regulasi inflamasi, metabolisme karbohidrat, katabolisme protein,
kadar elektrolit darah, dan tingkah laku.Kortikosteroid bekerja
dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon
memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.
FARMAKODINAMIK Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi
sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ
lain. Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek
utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil. Contohnya adalah kortisol. Efek pada
mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
Contohnya adalah aldosteron atau desoksikortikosteron. Sediaan
kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa
kerjanya. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis
kurang dari 12 jam. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh
biologis antara 12-36 jam. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh
biologis lebih dari 36 jam.-Efek kortikosteroid kebanyakan
berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis, makin besar
dosis terapi makin besar efek yang didapat. Mekanismenya adalah
melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah
respons jaringan terhadap hormon lain.
FARMAKOKINETIK Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi
kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga
mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi
cukup baik. Untuk mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan secara
IV, untuk mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya
diberikan secara IM. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi
kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja karena juga
mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein.
Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi
prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh. Glukokortikoid dapat di
absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial.
Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks
adrenal.
INDIKASIDari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus
diperhatikan sebelum obat ini digunakan :1. Untuk tiap penyakit
pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan
error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
perubahan penyakit.1. Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid
umumnya tidak berbahaya.1. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa
hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan
kecuali dengan dosis sangat besar.1. Bila pengobatan diperpanjang
sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis
substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan
bertambah.1. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan
kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi
hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.1.
Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan
dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan
dapat mengancam jiwa pasien.
KONTRAINDIKASISebenarnya sampai sekarang tidak ada
kontraindikasi absolut kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal
besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin
dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama
pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.
Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa
minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak
peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem
kardiovaskular lainnya
EFEK SAMPINGBerikut efek samping kortikosteroid sistemik secara
umum.1. Saluran cerna
Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus
peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis
ulseratif.
2. Otot
Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu
3. Susunan saraf pusat
Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,mudah
tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,kecendrungan bunuh
diri), nafsu makan bertambah
4. Tulang
Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur
tulang panjang.
5. Kulit
Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosisakneiformis,
purpura, telangiektasis
6. Mata
Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
7. Darah
Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit
8. Pembuluh darah
Kenaikan tekanan darah
9. Kelenjaradrenal bagiankortek
Atrofi, tidak bisa melawan stres
10. MetabolismeProtein dan Karbohidrat
Kehilangan protein (efek katabolik),
hiperlipidemia,gulameninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan
hati.
11. Elektrolit
Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani,
aritmia kor)
12. Sistemimmunitas
Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes
simplek, keganasan dapat timbul.
7. Batasan Hukum terhadap Alergi Obat dalam IslamDi antaranya
yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin
Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi lalu datanglah
sekelompok orang Badui dan bertanya,Wahai Rasulullah, apakah kita
boleh berobat? Rasulullah menjawab, Ya, wahai hamba Allah,
berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali
Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit. Mereka
bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit tua.(HR Ahmad dalam
Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))Nabi bersabda,Setiap
penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka
ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)Abu Hurairah
meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit
kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)Dari Ibnu Abbas,
Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau
bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR
Bukhari dan Muslim)Al-Quran obat terbaik :
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian. (Al-Isra:82)
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh terdapat
segumpal darah, jika ia baik maka seluruh tubuh akan menjadi
baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul Bari)
Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan
tentang al-maslahah yaitu: Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu
gambaran untuk mengabil manfaat atau menghindarkan kemudaratan,
tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat dan
menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan
manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah
adalah memelihara tujuan syara.
Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk
kemaslahatan, yaitu:1. Kemasalahatan menurut manusia, dan1.
Kemaslahatan menurut syariat.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang
Anshar terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang
dokter yang ada di kota Madinah, lalu bersabda, Obatilah dia.Dalam
riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah
ada kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya,Begitu
pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki
menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau
bersabda, Panggilkan dokter. Lalu Hilal bertanya, Wahai Rasulullah,
apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya? Ya, jawab beliau.
(HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf:
V/21)Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu
bersabda, Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan
engkau mengatakan hal itu, wahai Rasulullah? Ya, jawab
beliau.Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana
Rasulullah menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan
ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kita juga
ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah
bersabda, Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah. (HR Muslim (34) dan Ahmad:
II/380)Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin
Alaqah dari Usamah bin Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi
lalu datanglah sekelompok orang Badui dan bertanya,Wahai
Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah menjawab, Ya,
wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan
penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam
penyakit. Mereka bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit
tua.(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan
(2038))Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat
tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR
Muslim: I/191)Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah
Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari:
VII/158)Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga
hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku
menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim)Dari firman Allah disini
dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan
artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta
hukum-hukumnya adalah untukmashoolihi(manfaat-manfaat)dan makna
masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan
kebaikan.Misal :Allah melarang minuman keras dan judi karena
mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana
dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219 2:219. Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.1. Al-Quran obat terbaik Dan
Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang zalim selain kerugian. (Al-Isra:82)Dalam hal ini
Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika
ia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik.(HR Bukhari: I/153
(53) dalam Fathul Bari)
1. MafsadahAl-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak
keburukkannya.
DAFTAR PUSTAKABaratawidjaja, et al. 2010. Imunologi Dasar. Ed.
11 Cetakan ke 2. FKUI: Jakarta.
Dorland W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta :
EGC.Gunawan SG, et al. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V,
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/IMUNOPATOLOGI.pdfhttp://thifalblog.wordpress.com/2011/02/11/agama-ini-dibangun-untuk-kebaikan-dan-maslahat-dalam-penetapan-syariatnya-dan-untuk-menolak-kerusakan/