BAB IPENDAHULUANSekolah merupakan salah satu sumber pengalaman
terbesar dalam masa perkembangan yang mempengaruhi sebagian besar
aspek dari perkembangan peserta didik. Dalam masa itu, murid dapat
meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan sosialnya, melatih
tubuh dan pikiran mereka serta mempersiapkan diri untuk menjalani
kehidupan mereka yang akan datang. Pada umumnya pendidikan
prasekolah akan mempengaruhi pencapaian anak pada pendidikan
sekolah dasar hingga sekolah lanjutan.Wylie (dalam Trisnaningtyas,
2010) mengemukakan bahwa ada beberapa ketrampilan-ketrampilan
krusial yang akan dibutuhkan anak selama perjalanan pendidikannya
mulai dari sekolah dasar dan seterusnya, diantaranya: ketrampilan
menyimak dan mendengarkan, ketrampilan akademik, ketrampilan
bekerja secara mandiri dan secara kelompok, serta ketrampilan
berkomunikasi.Keterampilan komunikasi ini sangat diperlukan untuk
mendukung keberhasilan suatu kelompok agar dapat mengutarakan
pendapat mereka masing-masing serta dapat medengarkan pendapat dari
orang lain. Keterampilan komunikasi merupakan modal yang penting
agar dapat menjalankan interaksi sosial yang baik meskipun
keterampilan ini tidak begitu saja dimiliki oleh anak (Effendy
,1986).Metode penyampaian untuk meningkatkan keterampilan sosial
dan keterampilan berkomunikasi pada anak biasanya hanya menggunakan
metode bercakap-cakap, metode tanya jawab, serta metode bercerita.
Metode tersebut biasanya digunakan sebagai metode rutinitas dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas.sehingga murid akan menjadi
bosan, jenuh, malas, acuh, bahkan memilih tidur / berbincang dengan
teman karena metode penyampaian yang kurang menarik, Metode-metode
tersebut akan menjadi lebih bermakna jika disampaikan dengan
prinsip bermain sambil belajar, sehingga kegiatan ini sangat
menyenangkan dan dapat menambah pemahaman anak tentang
lingkungannya ( Siska, 2011).Guru yang kreatif senantiasa mencari
pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara
tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai.
Bermain peran merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh.
Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli
menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang
dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini,
bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut
hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta
didik.Pada dasarnya manusia merupakan makhluk social dan
individual, yang dalam hidupnya senantiasa berhadapan dengan
manusia lain atau situasi di sekelilingnya. Mereka berinteraksi,
berinterdepedensi dan pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu
manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan dengan manusia
lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang, percaya, curiga, dan
ragu terhadap orang lain. Namun perasaan tersebut diarahkan juga
pada dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan dirinya
itu mempengaruhi pola respon individu terhadap individu lain atau
situasi di luar dirinya. Karena senang dan penasaran ia cenderung
mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh
manifestasi tersebut disebut peran.
BAB IIPEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING )Dalam suatu proses
belajar mengajar ada beberapa komponen yang selalu terkait dan
tidak bisa dipisahkan, yaitu media pengajaran, prosedur didaktif
(metode), materi pelajaran dan lain-lain. Semua komponen tersebut
harus terpadu dan serasi agar tercipta suasana belajar mengajar
yang menyenangkan, akhirnya terwujud suatu hal apa yang dinamakan
dengan hasil belajar yang berbobot dan berkualitas (Winkel, 1991:
177).Supaya pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan
berupa pemahaman yang mendalam dan berantai dari siswa, diperlukan
suatu pendekatan. Guru berperan penting dalam hal ini, dengan sadar
berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak
didik. Dengan seperangkat teori dan bekal pengalaman yang dimiliki,
sebaiknya seorang guru haruslah mempersiapkan segala sesuatu
sebelum melakukan pembelajaran, mempersiapkan program pengajaran
dengan baik dan sistematis.Salah satu usaha yang tidak pernah guru
tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan prosedur didaktif
sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian dalam
keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Dalam penggunaan metode
atau prosedur didaktif terkadang seorang guru harus menyesuaikan
dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak didik mempengaruhi
penggunaan metode. Bervariasinya metode juga dapat menyulitkan
guru. Sebagai cara untuk tercapainya tujuan intruksional dari
pembelajaran matematika maka perlu adanya pemilihan penggunaan
metode yang terbaik agar siswa merasa tertarik untuk mempelajari
mata pelajaran matematika sebagaimana mestinya.Pembelajaran
denganrole playingadalah suatu cara penguasaan bahan-bahan
pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Metode ini
banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar serta
metode ini mempunyai nilai tambah, yaitu: a) dapat menjamin
poartisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk
menunjukkan kemampuannya dalam bekerjasama hingga berhasil, dan b)
permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa
(Prasetyo, 2001:72).Pembelajaran denganrole playingmerupakan suatu
aktivitas yang dramatik,biasanya ditampilkan oleh sekelompok kecil
siswa, bertujuan mrngeksploitasi beberapa masalah yang ditemukan
untuk melengkapi partisipasi dan pengamat dengan pengalaman belajar
yang nantinya dapat meningkatkan pemahaman (Prasetyo, 2001:
74).Menurut Mulyasa (2005:43) pembelajaran denganrole playingada
tujuh tahap yaitu pemilihan masalah, pemilihan peran, menyusun
tahap-tahap bermain peran, menyiapkan pengamat, tahap pemeranan,
diskusi dan evaluasi serta pengambilan keputusan. Pada tahap
pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari
kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan
terdorong untuk mencari penyelesaiannya. Tahap pemilihan peran
memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas,
mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para
pemain. Selanjutnyamenyusun tahap-tahap bermain peran. Dalam hal
ini guru telah membuat dialog tetapi siswa bisa menambah dialog
sendiri. Tahap berikutnya adalah menyiapkan pengamat. Pengamat dari
kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak menjadi pemain atau
pemeran. Setelah semuanya siap maka dilakukan kegiatan pemeranan.
Pada tahap ini semua peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan
peran masing-masing sesuai yang terdapat pada skenario bermain
peran.Dalam hal ini guru menghentikan pada saat terjadinya
pertentangan agar memancing permasalahan agar didiskusikan. Masalah
yang muncul dari bermain peran, dibahas pada tahap diskusi dan
evaluasi.Role playingdisebut juga metode sosiodrama. Sosiodrama
pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya
dengan masalah sosial (Djamarah dan Zain, 2002:56).Selama
pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap
empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya.
Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan
pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha
mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak
dan menguasai pemeranan. Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141)
terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran
untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang
kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya.Keempat
asumsi tersebut sebagai berikut:a. Secara implicit bermain peran
mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan
menitikberatkan isi pelajaran pada situasi di sini pada saat ini.
Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk
menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap
analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik
dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons
orang lain.
b. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk
mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin
pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban
emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain
peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian,
terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks
pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks
pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan
pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari
pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan
keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan
lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan
daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran
keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam
pembelajaran.
c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat
diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses
kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi
bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang
diperankan. Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari
pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada
gilirannya dapat dimanfaauntuk mengembangkan dirinya secara
optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari
pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada
gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara
optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi
peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan
tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk
turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama
bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang
dihadapi.
d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang
tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan,
dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara
spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan
nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang
dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang
lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang
dimilikinya.Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan
keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni :(1)
kualitas pemeranan(2) analisis dalam diskusi(3) pandangan peserta
didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi
kehidupan nyata.
B. TUJUAN METODE BERMAIN PERAN(ROLE PLAYING )(Ali, 2000 : 84)
menyatakan bahwa tujuan bermain peran adalah menggambarkan suatu
peristiwa masa alampau atau dapat pula cerita dimulai dengan
bebagai kemungkinan yang terjadi baik kini maupun mendatang
kemudian ditunjuk beberapa siswa untuk melakukan peran sesuai
dengan tujuan cerita. Pemeran melakukan sendiri peranannya sesuai
dengan daya imajinasi tentang pokok yang diperankannya.Mengutip
pendapat dari Subari (1994 : 93) yang menjelaskan tujuan bermain
peran adalah :1. Memahami peran orang lain.2. Membagi tanggung
jawab dan melaksanakannya.3. Menghargai penghayatan orang lain,4.
Terlatih mengambil keputusan.Sudjana (1989 : 90) mengemukakan bahwa
tujuan bermain peran adalah:1. Agar siswa dapat menghayati perasaan
orang lain.2. Dapat belajar sebagaimana membagi tanggung jawab.3.
Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok
secara spontan.4. Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan
masalah.Lain halnya dengan Hamalik (2002 : 138) yang mengatakan
bahwa tujuan bermain peran adalah menciptakan kembali gambaran
historis masa silam, peristiwa yang mungkin terjadi pada masa
mendatang, peristiwa-peristiwa sekarang yang berarti atau
situasi-situasi bayangan pada suatu tempat dan waktu
tertentu.Sudjana (2000 : 90) menjelaskan bahwa tujuan bermain peran
adalah agar siswa dapat menghargai dan menghayati perasan orang
lain, memupuk rasa tanggung jawab pada diri siswa.
C. PERAN GURU Dalam metode sosiodrama dan permain peranan Guru
berperan sebagai sutradara, dimana ia betugas sebagai pemimpin,
memandu jalannya cerita dan menentukan para pemain peranan yang
cocok dengan karakternya. Dan terkadang guru juga harus menyiapkan
naskahnya terlebih dahulu. Selain itu Guru juga memiliki tugas
untuk menyimpulkan hasil akhir dari kegiatan dramatisasi tersebut.
Meskipun guru sebagai pemimpin cerita namun guru hendaknya harus
memberi kebebasan kepada peserta didik untuk mengekpresikan tingkah
lakunya.
D. PERAN MURID Dalam metode ini murid berperan sebagai pemain
dan penonton. Dengan sosiodrama dan permain peranan setiap peserta
didik diberi tugas memerankan hal hal yang sesuai dengan
kemampuannya. Sehingga dalam pelaksanaan tersebut setiap anak
merasa tanggung jawab terhadap pelaksanaannya. Setelah itu sebagian
peserta yang statusnya sebagai penonton memiliki hak untuk
memberikan kritik dan saran dalam pelaksanaan kegitan tersebut.
Sehingga setelah permainan peran atau sosiodrama selesai maka akan
tercipta suatu diskusi yang hidup. E. MATERI YANG COCOK Metode
sosiodrama dan bermain peranan sangat cocok digunakan untuk meteri
yang memiliki tujuan : 1. Memahami perasaan orang lain 2. Membagi
pertanggungjawaban dan memikulnya. 3. Menghargai pendapat orang
lain.4. Mengambil keputusan dalam kelompok 5. Membantu penyesuaian
diri dengan kelompok 6. Memperbaiki hubungan sosial. 7. Mengenali
nilai nilai dan sikap-sikap 8. Menaggulangi atau memperbaiki sikap
sikap yang salah. Misalnya Dalam pendidikan agama metode sosiodrama
dan bermain peranan ini efektif dalam menyajikan pelajaran PKn,
akhlak, sejarah Islam dan topik-topik lainnya. Dalam pelajaran
sejarah, misalnya guru ingin menggambarkan kisah sahabat khalifah
Abu Bakar, ketika beliau masuk Islam. Kisah tersebut tentu amat
menarik jika disajikan melalui metode sosiodrma dan bermain
peranan. Sebab siswa disamping mengetahui proses jalannya khalifah
Abu Bakar masuk Islam, juga dapat menghayati ajaran dan hikmah yang
terkandung dalam kisah tersebut. Demikian pula halnya pada
pelajaran akhlak. Misalnya bagaimana sosok akhlaqul karimah
(seorang yang berakhlak mulia) dan anak yang saleh ketika
berhadapan dengan orang tuanya maupun anak durhaka kepada orang
tuanya, misalnya sebagaimana cerita Si Malin Kundang yang tersohor
itu.
F. PRINSIP DASAR DAN CIRI-CIRI METODE PEMBELAJARAN BERMAIN
PERANPrinsip dasar metode pembelajaran bermain peran yaitu :Menurut
Nur (200); prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai
berikut: a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.b. Setiap anggota
kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota adalah tim.c.
Kelompok mempunyai tujuan yang sama.d. Setiap anggota kelompok
(siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara
anggota kelompoknya.e. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai
evaluasi.f. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan
dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.g. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok bermain.Sedangkan ciri-ciri metode pembelajaran
bermain peran adalah :a) Siswa dalam kelompok secara bermain
menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan
dicapai.b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan
rendah. jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.c)
Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing
individu.
G. KARAKTERISTIK DAN ASUMSI DALAM METODE BERMAIN PERANTerdapat
lima karakteristik bermain peran, yaitu:1. Merupakan sesuatu yang
menyenangkan dan memiliki nilai yang positif bagi anak.2. Didasari
motivasi yang muncul dari dalam. Jadi anak melakukan kegiatan itu
atas kemauannya sendiri.3. Sifatnya spontan dan sukarela, bukan
merupakan kewajiban. Anak merasa bebas memilih apa saja yang ingin
dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya.4. Senantiasa
melibatkan peran aktif dari anak, baik secara fisik maupun
mental.5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu
yang bukan bermain, seperti kemampuan kreatif, memecahkan masalah,
kemampian berbahasa, kemampuan memperoleh teman sebanyak mungkin
dan sebagainya.Asumsi tersebut sebagai antara lain:1. Bermain peran
dilaksanakan berdasarkan pengalaman siswa dan isi dari pelaksanaan
teknik ini yaitu pada situasi disini pada saat ini.2. Bermain peran
memungkinkan siswa untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat
dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaannya
untuk mengurangi beban emosional.3. Teknik bermain peran ini
berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar
untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan
tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul
dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan.
Dengan demikian, para siswa dapat belajar dari pengalaman orang
lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan
demikian, siswa belajar dari pengalaman orang lain tentang cara
memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya secara lebih optimal lagi.4. Teknik bermain
peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa
sikap, nilai dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar
melalu
H. PENERAPAN METODE SOSIODRAMA DAN BERMAIN PERANSebelum
menerapkan metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain peran (Role
Playing), guru hendaknya menyusun skenario sesuai kebutuhan.
Mengacu pada Rencana Proses Pembelajaran dan Silabus yang telah
disusun. Hal ini perlu agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan
menarik, mencapai sasaran dan tidak melebihi alokasi waktu yang
ditentukan.Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam menerapkan
metode pembelajaran Bermain peran/Sosiodrama (Role Playing) antara
lain:1)Bila metode sosiodrama baru diterapkan dalam pengajaran,
maka hendaknya guru menerangkannya terlebih dahulu teknik
pelaksanaannya, dan menentukan diantara siswa yang tepat untuk
memerankan tokoh-tokoh tertentu, kemudian secara sederhana
dimainkan di depan kelas.2)Menerapkan situasi dan masalah yang akan
dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya peristiwa dan latar
belakang cerita yang akan diperankan tersebut sesuai dengan materi
yang akan disampaikan.3)Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat
dilakukan sedemikian rupa sehingga benar-benar bisa membangun
interaksi yang lebih menarik.4)Setelah sosiodrama itu dalam puncak
klimas, maka guru dapat menghentikan jalannya drama. Hal ini
dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat
diselesaikan secara umum, sehingga penonton (siswa yang mengamati)
ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai sosiodrama yang
dimainkan. Sosiodrama dapat pula dihentikan bila menemui jalan
buntu.5)Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan komentar,
kesimpulan atau berupa catatan kesesuaian jalannya sosiodrama
dengan materi yang sedang dibicarakan.6)Guru menerima semua
masukan, dari siswa dan memberikan simpulan yang tepat dari
pengilustrasian materi melalui metode sosiodrama
tersebut.7)Menyelaraskan pemahaman konsep yang dijelaskan dalam
pemecahan masalah/soal yang berkaitan dengan materi
pembelajaran.Setelah kegiatan selesai, guru bisa memberikan contoh
soal yang harus diselesaikan dengan menggunakan konsep seperti yang
telah diperagakan oleh siswa melalui metode sosiodrama tersebut.
Untuk selanjutnya bisa dievaluasi apakah metode tersebut berhasil
atau belum yang indikasinya bisa dilihat melalui kemampuan
pengintegrasian konsep yang diperagakan ke dalam masalah/soal yang
harus diselesaikan.
I. PROSES PELAKSANAAN METODEROLE PLAYING1)Pemilihan masalah,
guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta
didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk
mencari penyelesaiannya.2)Pemilihan peran, memilih peran yang
sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan
karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain.3)Menyusun
tahap-tahap berain peran, dalam hal ini guru telah membuat dialog
tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri.4)Menyiapkan
pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak
menjadi pemain atau pemeran.5)Pemeranan, dalam tahap ini para
peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran masing-masing yang
terdapat pada skenario bermain peran.6)Diskusi dan evaluasi,
mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan yang muncul dari
siswa.7)Pengambilan keputusan yang telah dilakukan. Jadi
pembelajaran denganrole playingmerupakan cara belajar yang
dilakukan dengan cara membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan
setiap kelompok memerankan karakter sesuai dengan naskah yang telah
dibuat dan materi yang telah ditentukan oleh guru sehingga siswa
lebih mudah memahami dan mengingat materi yang telah diperankan
tersebut.Agar metoderole playing/ bermain peran ini dapat mencapai
tujuan, maka harus disusun langkah-langkah pembelajaran agar
penggunaan metode ini lebih efektif. Langkah-langkah menurut
Subari, (1994: 93-94) tersebut sebagai berikut:(1)guru menerangkan
teknik sosiodrama dengan cara yang mudah dimengerti oleh para
siswa.(2)Masalah yang akan dimainkan harus disesuaikan dengan
tingkat umur dan kemampuan.(3)Guru menceritakan masalah yang akan
dimainkan itu secara sederhana tetapi jelas, untuk mengatur adegan
dan memberi kesiapan mental para pemain.(4)Jika sosiodrama itu
untuk pertama kali dilakukan sebaiknya para pemerannya ditentukan
oleh guru.(5)Guru menetapkan para pendengar, yaitu para siswa yang
tidak berperan.(6)Guru menetapkan dengan jelas masalah dan peranan
yang harus dimainkan.(7)Guru menyarankan kata-kata pertama yang
harus diucapkan pemain untuk memulai permainan.(8)Guru menghentikan
permainan di saat situasi sedang mencapai klimaks dan kemudian
membuka diskusi umum.(9)Sebagai hasil diskusi, guru dapat meminta
siswa untuk menyelesaikan masalah itu dengan cara-cara
lain.(10)Guru dan siswa menarik kesimpulan-kesimpulan dari drama
yang dimainkan baik dalam teknik maupun dalam isinya
J. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE ROLE PLAYINGSeperti
metode-metode pembelajaran yang lain, metode pembelajaran
Sosiodrama/Bermain Peranan (Role Playing) juga memiliki kelebihan
dan kekurangan. Maksudnya, tidak semua materi bisa menjadi lebih
baik bila menggunakan metode ini, akan tetapi harus dipilih dengan
teliti oleh guru pengampu, mana yang baik menggunakan metode ini
dan mana yang tidak. Berikut saya sampaikan beberapa kelebihan dan
kekurangan dari metode pembelajaran sosiodrama/bermain peran (Role
Playing).Kelebihannya:a) Siswa melatih dirinya untuk memahami dan
mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus
memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk
materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan
siswa harus tajam dan tahan lama.b) Siswa akan berlatih untuk
berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain
dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang
tersedia.c) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga
dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari
sekolah.d) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina
dengan sebaikbaiknya.e) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima
dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.f) Bahasa lisan siswa
dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami
orang lain.Kekurangannya:a) Sebagian anak yang tidak ikut bermain
peran menjadi kurang aktif.b) Banyak memakan waktu.c) Memerlukan
tempat yang cukup luas.d) Sering kelas lain merasa terganggu oleh
suara para pemain dan tepuk tanganpenonton/pengamat.
K. CARA-CARA MENGATASI KELEMAHAN KELEMAHAN METODE BERMAIN
PERANUsaha-usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari metode
sosiodrama antara lain ialah : Guru harus menerangkan kepada siswa
untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan sosiodrama
siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang
aktual ada di masyarakat kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang
akan berperan masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai
dengan perannya dan siswa yang lain menjadi penonton dengan
tugas-tigas tertentu Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga
menarik minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan baik dan menarik
sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu.
Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan
sambil mengatur adegan yang pertama. Bobot atau luasnya bahan
pelajaran yang akan didramakan harus disesuaikan dengan waktu yang
tersedia. Oleh karena itu harus diusahakan agar para pemain
berbicara dan melakukan gerakan jangan sampai banyak variasi yang
kurang berguna.
BAB IIIPENUTUP
A.KESIMPULANBermain sangatlah banyak manfaatnya, karena masa
anak-anak merupakan masa bermain, seorang guru yang tahu kalau
dunia anak adalah dunia bermain, maka guru yang profesional akan
memasukkan pembelajaran sedikit demi sedikit melalui bermain,
sesuai dengan konsep ketika yaitu belajar sambil bermain, bermain
seraya berlajar ( preschool ) .Diharapkan guru mengenalkan dan
melatihkan keterampilan proses dan keterampilan bermain sebelum
atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.Dalam pembelajaran
bermain dikembangakan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar
siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis,
saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan
kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan
peranan diri sendiri maupun teman lain.B.SARANAgar kegiatan belajar
mengajar berjalan efektif , maka guru harus mampu memilih metode
mengajar yang paling sesuai. Proses pembelajaran akan efektif jika
berlangsung dalam situasi dan kondisi yang kondusif, hangat,
menarik, menyenangkan, dan wajar. Oleh karena itu guru perlu
memahami berbagai metode mengajar dengan berbagai karakteristiknya,
sehingga mampu memilih metode yang tepat dan mampu menggunakan
metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan maupun
kompetensi yang diharapkan.
Daftar pustakaDepdiknas. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang
Efektif. Jakarta: Depdiknas.Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan
Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.Effendi, Onong Uchjana. 1986. Dimensi-dimensi Komunikasi.
Bandung: Alumni.Gulo W. 2002. Strategi belajar mengajar, Jakarta;
Gramedia.Hasan S.N . 1996. Pendidikan ilmu-ilmu sosial buku 1 dan
2, Bandung, Jurusan Pendidikan Sejarah UPI.Mulyasa, E. 2004.
Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung:
Remaja Rosdakarya.Sardiman. 2001. Interaksi Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Siska, Y. 2011.
Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) Dalam Meningkatkan
Keterampilan Sosial Dan Keterampilan Komunikasi Anak Usia Dini.
Jurnal Edisi Khusus No.2, : 31-37.Sudjana S., D. 2001. Metode &
Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.Winkel.
1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo
19 | Page