Page 1
REVISI MAKALAH
PENGOLAHAN AIR LIMBAH AERASI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pengolahan Air Limbah
Disusun Oleh :
Alissia Arieszona ( 01 )
Desy Arista ( 04 )
Dhiya’ul Helmi Ihsanti ( 05 )
Edo Mahista Novananda ( 07 )
Farrah Crisnaditya ( 08 )
Risma Wifian C ( 17 )
Kelompok : IV (Empat)Kelas : 2 D
TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2013
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Metode pengolahan air limbah dengan menggunakan sistem Lumpur
Aktif Konvensional merupakan metode yang banyak digunakan dlaam
pengolahan air limbah indsutri. Terdapat beberapa alasan yang mendasari
hal tersebut yakni efisiensi pengolahan cukup tinggi (penyisishan BOD +
85%), desain reaktornya sederhana, dan rentang dari jenis limbah cair yang
dapat diolah cukup luas. Alasan yang lain yaitu kandunga organik dalam air
limbah industri masih berada dalam rentang yang sesuai untuk dioalh
dengan menggunakan metode ini.
Perkembangan industri di Indonesia pada saat ini cukup pesat. Hal ini
ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai
jenis kebutuhan manusia seperti industri kertas, tekstil, makanan, dan
sebagainya. Seiring dengan perkembangan tersebut, maka semakin banyak
pula hasil samping yang diproduksi sebagai limbah. Banyaknya limbah dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran, terutama limbah cair yang dapat
mencemari sistem perairan seperti sungai. Dengan demikian limbah cair
yang dikeluarkan harus memiliki baku mutu untuk mencegah pencemaran.
Jika terjadinya pencemaran, hal ini harus ditanggulangi (dicegah) dengan
mengolah limbah yang dikeluarkan agar sesuai dengan baku mutu.
Salah satu parameter yang sering digunakan sebagai tolak ukur
tercemarnya suatu sungai adalah COD (Chemical Oxygen Demand), pH, DO
(Disolved Oxygen), dan temperatur yang mengacu pada baku mutu yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan mengetahui nilai parameter suatu
limbah cair, maka dapat diketahui limbah tersebut dapat berpotensi
mencemari sungai atau tidak.
Page 3
BAB II
PUSTAKA
Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara
anaerobik dam secara aerobik. Pada pengolahan air limbah secara anaerobik
mikroorganisme pendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah
akan terganggu pertumbuhannya atau bahkan akan mati jika terdapat
oksigen bebas (O2) dalam sistem pengolahannya. Dalam pengolahan air
limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi dan mendekomposisi
bahan-bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan oksigen yang
disuplai oleh aerasi dengan batuan enzim dalam mikroorganisme. Pada
waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi sehingga
mikroorganisme baru dapat bertumbuh.
Berdasarkan pertumbuhan mikroba dalam peralatan pengolahan air
limbah terdapat dua macam pertumbuhan mikroorganisme yakni
pertumbuhan secara tersuspense dan pertumbuhan secara terlekat.
Pertumbuhan mikroba secara tersuspensi adalah tipe pertumbuhan mikroba
dimana mikroba pendegradasi bahan-bahan organik bercampur secara
merata dengan air limbah dalam perlatan pengolah air limbah. Sedangkan
pertumbuhan mikroba secara terlekat adalah jenis pertumbuhan mikroba
yang melekat pada bahan pengisi yang terdapat pada peralatan pengolah air
limbah. Contoh peralatan pengolah air limbah secara anaerobik yang
menggunakan sistem pertumbuhan mikroba tersuspensi diantaranya yaitu
Laguna Anaerobik dan Up-Flow Acaerobic Sludge Blanket. Sedangkan filter
anaerobik, dan anaerobic fluidized bed reactor merupakan contoh peralatan
pengolah air limbah/reaktor yang menggunakan sistem pertumbuhan
mikroba tersuspensi secara aerobik diantaranya yaitu lumpur aktif dan
Laguna Teraerasi. Sedangkan reaktor yang menggunakan sistem
pertumbuhan mikroba terlekat secara aerobik diantaranya yaitu Trickling
Filter, dan Rotating Biological Contactor.
Page 4
Reaksi dekomposisi/ degradasi bahan organik secara aerobik dan reaksi
pertumbuhan mikroorganisme yang terjadi dalam sistem pengolahan air
limbah ditunjukkan sebagai berikut:
[bahan organik] + O2 + nutrisi → CO2 + NH3 + mikroba baru + produk
akhir yang lain .....(1) Mikroba
[mikroba] + 5 O2 → 5C O2 +2H2O + NH3 + Energi ................(2)
Dengan demikian proses dekomposisi bahan organik terjadi bersamaan
dengan pertumbuhan mikroorganisme.
Proses degradasi bahan-bahan organik dan proses pertumbuhan
mikroba dapat berlangsung dengan baik jika terdapat kondisi lingkungan
yang mendukung. Derajat keasaman (pH) yang relatif netral, yaitu pH 6,5 –
8,0; suhu normal, yaitu dalam rentang 25 -35oC; dan tidak terdapat senyawa
toksik yang merugikan. Kondisi lingkungan di atas dan tersedianya perlatan
pengolah air limbah merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk
berlangsungnya proses pengolahan secara efektif.
Proses pengolahan secara biologi yang paling sering digunakan adalah
proses pengolahan dengan menggunakan lumpur aktif. Metode ini
memanfaatkan kerja mikroba aktif yang mendegradasi bahan-bahan organik
secara aerobik. Karena mikroba aktif wujud fisiknya menyerupai lumpur
maka kemudian disebut lumpur aktif. Selain metode Lumpur Aktif secara
konvensional terdapat modifikasi metode lumpur aktif seperti Oxidation
Ditch, Extended Aeration Activated Sludge, Sequencing Batch Reactor, dan
Contact Stabilization. Namun pada prinsipnya semua metodologi mempunyai
fungsi yang serupa sehingga kemiripan komponen-komponen unitnya.
Terdapat empat komponen dalam metode Lumpur aktif yaitu tangki aerasi,
tangki pengendap, sistem pengendalian lumpur, dan sistem pembubuhan
nutrisi. Ketiga komponen unit dilakukan secara otomatis tetapi unit
pembubuhan nutrisi biasanya dilakukan secara manual.
Sistem Lumpur aktif konvensional sudah dikenal masyarakat industri
sejak lama. Dalam aplikasi di lapangan/industri alur pengoperasian proses
Page 5
lumpur aktif konvensional dapa dilihat pada gambar 1. Tangki aerasi
umumnya terbuat dari beton atau pelat besi berbentuk persegi panjang atau
bulat.
Page 6
Tangki aerasi Kolam sedimentasi akhirKolam Sedimentasi primer
Ke proses pengolahan
lumpur
Gambar 1. Aliran proses lumpur aktif konvensional
Penyuntikan udara ke dalam tangki aerasi dilakukan secara difusi
(penyemprotan) atau secara mekanis atau gabungan keduanya. Di depan
Tangki Aerasi terdapat Tangki Pengendapan/Sedimentasi Primer dan di
belakang Tangki Aerasi terdapat tangki sedimentasi akhir. Sedimentasi
primer diperuntukan bagi pengendapan partikel-partikel padatan
terendapkan (settleable solid) yang berukuran 1,2µm. Sedangkan tangki
sedimentasi akhir yang biasa disebut dengan Clarifier berfungsi untuk
mengembalikan sebagian lumpur aktif yang terbawa oleh aliran efluen.
Sekitar 2-30% lumpur yang masuk ke dalam Clarifier dikirim kembali ke
tangki aerasi sedangkan lumpur yang lainnya dibiarkan selama 2 -3 jam
dalam tangki sedimentasi akhir untuk diendapkan. Setelah diendapkan
sedimen lumpur dalam Clarifier dikerok dan dibuang dalam lumpur. Lumpur
dalam pengumpul lumpur dibuang dengan cara pengentalan (thickening)
dan dehidrasi.
Nutrisi/makanan yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi
limbah dalam lumpur aktif konvensioanal diberikan sesuai dengan
perbandingan BOD:N:P = 100:5:1. Glukosa digunakan sebagai sumber
karbon, KNO3 sebagai sumber nitrogen, KH2PO4 sebagai sumber phospor.
Dalam percobaan ini nutrisi yang diberikan bagi mikroba berupa limbah air
sintetis. Hal ini dimaksudkan agar penentuan efisiensi pengolahan limbah
dalam lumpur aktif konvensional dapat dihitung dengan lebih akurat.
Lumpur berlebih
Lumpur kembali
Air sudah diolah udara
Page 7
Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air limbah tersebut
biasnya disebut dengan mixed liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba
pendekomposisi atau pendegradasi air limbah maka ditentukan dengan
mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap (mixed
liquor volatile suspended solids/MLVSS) dalam reaktor. Rasio kuantitas
nutrisi yang ditambahkan ke dalam mixed liquor terhadap kuantitas mikroba
tersuspensi digunakan sebagai ukuran sehat tidaknya pertumbuhan mikroba
tsb. Rasio food to microorganism (F/M) yang ideal untuk sistem lumpur aktif
konvensional berkisar antara 0,2 – 0,5 kg BOD/hari//kg MLVSS. Jika rasio F/M
terlalu besar maka akan terdapat dominasi pertumbuhan bakteri filamen
yang menyebabkan lumpur aktif sulit mengendap. Jika F/M terlalu kecil maka
akan terbentuk busa yang berasal dari pertumbuhan bakteri yang berbentuk
busa. Maka nilai F/M yang ideal merupakan parameter kunci yang menjadi
acuan keberhasilan pengoprasian sistem lumpur aktif.
Penetapan COD (Chemical Oxygent Demand)
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter
sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent).
Penetapan MLVSS
Konsentrasi biomassa atau organisma dinyatakan dalam mg/L VSS
(Volatile Suspended Solid). Prinsip pengukuran berdasarkan gravimetri, yaitu
analisa berdasarkan penimbangan berat dan dilakukan dengan cara
penyaringan, pemanasan dan penimbangan.
Page 8
BAB III
PEMBAHASAN
Aerasi adalah “proses dimana gas dibebaskan atau dilepaskan dari air
atau diserap atau dilarutkan”. Di dalam pengolahan air minum, aerasi
merupakan salah satu pengolahan pendahuluan (preliminary treatment)
yang tujuan utamanya adalah meningkatkan kadar oksigen terlarut
(dissolved oxygen), sehingga mencegah terjadinya proses anaerobik pada
proses-proses selanjutnya. Proses ini dapat juga digunakan untuk
mengurangi kandungan H2S, Fe dan Mn, CO2 bebas, dan detergen yang
terdapat pada air baku.memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen
pengurai limbah
Aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam
berbagai bentuk variasi operasi :
• (1) Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan terlarut.
• (2) Pembuangan karbon dioksida
• (3) Pembuangan hydrogen sulfida untuk menghapuskan bau dan
rasa.
• (4) Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan
penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta
mikroorganisme serupa.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian
secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
(Mengoksidasi BO, Memerlukan O2 sebagai aseptor elektron)
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Page 9
PROSES LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE PROCESS)
Pengolahan air limbah dengan metode pertumbuhan tersuspensi
(suspended growth) umumnya diaplikasikan sebagai Proses Lumpur Aktif.
Istilah lumpur aktif ini identik dengan mikroorganisme aktif, karena
mikroorganisme yang dipergunakan dalam pengolahan air limbah jumlahnya
cukup besar (pekat) dan menyerupai lumpur, maka diberi istilah lumpur
aktif.
Model pengolahan air limbah dengan metode pertumbuhan
tersuspensi yang dikenal dengan lumpur aktif "KONVENSIONAL" seperti
berikut :
Page 10
Langkah operasional lumpur aktif sebagai berikut :
1. Pembiakan mikroorganisme, pembiakan mikroorganisme dimaksudkan untuk
menumbuhkan mikroorganisme yang akan diaplikasikan pada pengolahan
air limbah. Pembiakan mikroorganisme dilakukan dengan memasukan
mikroorganisme kedalam tangki aerasi (aeration tank), mikroorganisme
dicampur dengan air dan injeksikan oksigen/udara kedalam tangki aerasi,
disamping injeksi udara pada pembiakan mikroorganisme perlu ditambahkan
nutrient yang dapat dibuat dengan mempergunakan campuran gula pasir
dan pupuk NPK. Nutrient harus mempunyai kandungan ion C, H, O, N dan S.
Setelah terjadi pembiakan, nutrient diganti dengan mempergunakan air
limbah yang akan diolah, diberikan sedikit demi sedikit hingga tangki aerasi
penuh. Proses ini juga dikenal proses aklimatisasi.
2. Air limbah yang telah terkondisi sesuai lingkungan mikroorganisme (pH
normal dan temperatur lingkungan serta kandungan logam berat kecil)
dipompa dialirkan menuju tangki aerasi. Pada tangki aerasi akan terjadi
perombakan bahan organic oleh mikroorganisme, laju alir air limbah yang
dipompa diatur sedemikian rupa sesuai dengan waktu kontak (waktu tinggal)
yang dibutuhkan.
3. Air limbah yang tercampur dengan mikroorganisme pada tangki aerasi
akan keluar dari tangki aerasi menuju tangki clarifier. Pada tangki clarifier
terjadi pemisahan antara mikroorganisme dengan air limbah yang sudah
dioleh, air limbah yang sudah teroleh akan keluar (over flow) dari bagian
atas clarifier, sedangkan mikroorganisme keluar dari bagian bawah.
4. Mikroorganisme yang keluar dari bagian bawah clarifier, sebagian besar
dipompa dan dialirkan kembali ke tangki aerasi untuk proses berikutnya, dan
sebagian kecil dibuang. Pembuangan mikroorganisme dimaksudkan untuk
mengendalikan jumlah (konsentrasi) mikroorganisme didalam tangki aerasi.
Page 11
5. Mikroorganisme yang terbuang dari clarifier perlu dilakukan pengelolaan
lebih lanjut sehingga tidak mencemari lingkungan. Proses yang umum
dipergunakan untuk pengelolaan mikroorganisme ini adalah Dewatering
(pengurangan kadar air) dan Pengeringan (Drying). Hasil pengolahan
mikroorganimse berupa limbah padat yang dikenal dengan “BIOSOLID”.
FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM APLIKASI
LUMPUR AKTIF
Berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam aplikasi lumpur aktif dalam
pengolahan air limbah diantaranya :
1. Kualitas air limbah yang akan dioleh meliputi : derajat keasaman
(pH), temperatur, konsentrasi bahan organic yang dinyatakan dalam
besaran chemical oxygen demand (COD) dan biological oxygen
demand (BOD), dan konsentrasi logam berat.
2. Laju alir air limbah, laju alir air limbah berpengaruh terhadap waktu
tinggal (waktu proses) didalam tangki aerasi, semakin besar laju alir,
waktu tinggal semakin kecil dan ini akan berdampak pada hasil
pengolahan air limbah
3. Konsentrasi mikroorganisme didalam tangki aerasi, konsentrasi
mikroorganisme berpengaruh terhadap hasil pengolahan air limbah,
jika konsentrasi mikroorganisme terlalu kecil maka hasil pengolahan
tidak maksimal, dan jika terlalu besar mikroorganisme bekerja tidak
maksimal dan hasil pengolahan juga tidak maksimal. Pada umum
dipergunakan perbandingan antara jumlah makanan (F) sebagai
nutrient terhadap jumlah mikroorganisme yaitu (F/M) ratio yang
besarnya berkisar 0,8 – 1,0. Artinya jika COD air limbah sebesar 5000
mg/L, maka konsentrasi mikroorganisme dalam tangki aerasi kurang
lebih 5000 mg/L
4. Injeksi udara, besarnya udara yang diinjeksikan berpengaruh
terhadap kelarutan oksigen dalam tangki aerasi, kelarutan oksigen
berpengaruh terhadap hasil pengolahan air limbah. Jika oksigen
terlarut sangat kecil, maka hasil pengolahan tidak maksimal. Kelarutan
Page 12
oksigen dalam air limbah diharapkan maksimal sehingga hasil
pengolahan air limbah maksimal. Berdasarkan data kelarutan oksigen
yang baik sekitar 2 mg/L.
5. Distribusi Udara, Injeksi udara kedalam air limbah dimaksudkan
untuk membantu kebutuhan oksigen mikroorganisme dan proses
oksidasi. Distribusi udara yang tidak merata dapat mempengaruhi hasil
pengolahan air limbah, diharapkan udara terdistribusi secara merata
agar hasil pengolahan air limbah maksimal. Kekurangan oksigen
berdampak pada kehidupan mikroorganisme, warna mikroorganime
menjadi pucat dan sulit untuk mengendap dan dapat mengganggu
proses pengendapan pada clarifier.
6. Laju alir (recycle) mikroorganisme, besarnya laju alir recycle
mikroorganimse berpengaruh terhadap waktu tinggal dan konsentrasi
mikroorganisme pada tangki aerasi. Laju alir recycle harus dilakukan
pengendalian agar konsentrasi mikroorganisme pada tangki aerasi
tidak berlebih maupun berkurang dan waktu tinggal terpenuhi
sehingga hasil pengolahan air limbah maksimal.
PENGEMBANGAN MODEL LUMPUR AKTIF KONVENSIONAL
Pengembangan model lumpur aktif konvensional dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengolahan air limbah. Berbagai
model yang dikembangkan dalam pengolahan air limbah dengan lumpur
aktif pertumbuhan tersuspensi diantaranya :
1. Model Kontak-Stabilisasi (Contact-Stabilization)
Model ini merupakan pengolahan air limbah secara biologi AEROB.
Pengembangan model kontak-stabilisasi ini diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengolahan air limbah secara biologi aerob, yaitu
Page 13
waktu proses pengolahan yang lebih pendek dan hasil pengolahan air
limbahnya yang maksimal. Model Kontak-Stabilisasi seperti gambar berikut :
Model yang dikembangkan yaitu menambah sebuah tangki yang
dimaksudkan untuk “mengistirahatkan sementara” mikroorganisme sebelum
dipergunakan dalam proses berikutnya yaitu pada tangki kontak. Seperti
diketahui pada system konvensional mikroorganisme dari tangki clarifier
langsung dimasukan kedalam tangki proses, sedangkan pada model kontak-
stabilisasi, mikroorganisme ditampung terlebih dahulu dalam sesuatu tangki
(tangki aerasi) selanjutnya dialirkan ke tangki proses utama yaitu tangki
kontak (contact tank).
Pada model kontak dan stabilisasi (aerasi) ini kedua tangki baik tangki
aerasi maupun tangki kontak diinjeksikan udara, diharapkan dengan
penambahan tangki penampungan sementara mikroorganisme (tangki
stabilisasi/aerasi) dapat memperpendek waktu proses dan meningkatkan
hasil pengolahan air limbah
2. Model Kolam Oksidasi (oxidation Ditch)
Pengembangan model lain untuk pengolahan air limbah secara biologi
AEROB dengan lumpur aktif pertumbuhan tersuspensi adalah kolam oksidasi
(oxidation ditch). Pada model ini tangki proses dibuat berkelok-kelok, dan
proses aerasi tidak dilakukan injeksi oksigen/udara secara langsung
melainkan mempergunakan “ROTOR” sejenis baling-baling. Rotor ini
berputar dan pada saat berputar air limbah akan berkontak dengan udara.
Air limbah dipompa dialirkan kedalam kolam oksidasi, pada kolam oksidasi
Page 14
air limbah bercampur dengan mikroorganimse berputar, panjang lintasan
putaran tergantung pada waktu kontak yang dibutuhkan.
Model kolam oksidasi (oxidation ditch) seperti pada gambar berikut :
Pengolahan air limbah secara biologi aerob dengan model oxidation
ditch
Model rotor pada Oxidation Ditch
3. Kolam Besar Aerasi (Aerated lagoons)
Pengolahan air limbah secara biologi AEROB dengan model Aerated
lagoons (basins) membutuhkan luas lahan yang cukup besar, hal ini
dilakukan mengingat jumlah air limbah yang akan dilakukan pengolahan
sangat besar. Pada model ini dapat terjadi 2 (dua) proses yaitu AEROB dan
FAKULTATIF. Proses aerob terjadi pada permukaan air limbah yang teraduk
dengan motor dan berkontak dengan udara sekitar, jika kedalaman kolam
tidak terlalu dalam maka akan terjadi proses pengolahan secara AEROB
tetapi jika kolam yang dipergunakan mempunyai kedalaman yang cukup
dalam maka proses pengolahan berlangsung secara FAKULTATIF. Proses
yang terjadi dalam kolam aerasi ini hampir sama dengan model oxidation
ditch.