12
BAB IPENDAHULUAN
Di Indonesia banyak terdapat tanaman mahoni yang merupakan salah
satu tanaman obat. Tanaman mahoni ini biasanya menghasilkan banyak
biji. Pemanfaatan biji mahoni sebagai obat telah dikenal terutama
oleh masyarakat di Pulau Jawa antara lain sebagai obat kencing
manis (Dalimartha 2001, Mursiti 2004, Li et al. 2005), tekanan
darah tinggi, encok, eksim, peluruh lemak, dan masuk angin
(Dalimarta 2001), sebagai antikanker (Astuti et al. 2005), juga
sebagai antidiare (Maiti et al. 2007). Meskipun terdapat bahan
tumbuhan lain yang digunakan sebagai obat tradisional misalnya daun
sambung nyawa (Marianti 2003, Marianti 2005), kacang merah (Marsono
et al. 2003), bawang putih (Matsuura 2001), daun salam dan herba
bulu lutung (Sayekti et al. 2008), herba sambiloto (Yulinah et al.
2001, Soetarno et al. 2005), daun lidah buaya (Sujono et al. 2005),
biji papaya (Sukadana et al. 2008), umbi gadung (Sunarsih et al.
2007), buah belimbing (Tan et al. 1996), namun penggunaan biji
mahoni sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia terutama
untuk obat kencing manis (Dalimarta 2001). Penggunaan biji mahoni
sebagai obat selama ini hanya berdasarkan pengalaman turun temurun,
dengan demikian perlu adanya penelitian senyawa yang terkandung di
dalamnya. Penelitian Mursiti (2004) menyimpulkan adanya senyawa
alkaloid 3,6,7- trimetoksi- 4- metil- 1,2,3,4-
tetrahidro-isoquinolin dalam ekstrak metanol-asam asetat dari biji
mahoni bebas minyak. Begitu banyaknya jenis senyawa alkaloid
sehingga perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan jenis asam
selain asam asetat, misalnya asam nitrat, sehingga memungkinkan
isolasi jenis alkaloid yang berbeda yang tidak dapat terisolasi
dengan metanol-asam asetat. Beberapa ahli kimia telah berusaha
mendefinisikan alkaloid antara lain Sangster (1960) menyatakan
bahwa alkaloid adalah senyawa dari tumbuh-tumbuhan yang terjadi
secara alamiah mempunyai sifat basa dan paling tidak mengandung
satu atom nitrogen yang membentuk bagian dari suatu sistem siklik.
Berbagai macam cara untuk mendeteksi alkaloid di dalam jaringan
tumbuh-tumbuhan misalnya yang dilakukan oleh Ray (1960). Kesemuanya
mengerjakan secara ekonomis berbagai jenis tumbuh-tumbuhan tingkat
tinggi untuk mendapatkan bahan obat yang bermanfaat. Banyak
tumbuhan juga sudah diteliti untuk memeriksa adanya alkaloid selain
kandungan metabolit sekunder lainnya (Lemes et al. 2003). Untuk
mengisolasi alkaloid, senyawa yang bersifat nonpolar dihilangkan
terlebih dahulu dari tumbuh-tumbuhan dengan cara ekstraksi
menggunakan pelarut petroleum eter. Setelah itu berbagai prosedur
untuk mendapatkan alkaloid dapat digunakan. Jaringan
tumbuh-tumbuhan dapat diekstrak dengan menggunakan air, etanol,
atau metanol, dengan campuran alkohol encer yang sudah diasamkan.
Untuk keparluan identifikasi, spektra IR telah digunakan secara
luas dalam penjabaran struktur molekul organik. Selain itu
penggunaan UV, GC, GC-MS,1HNMR juga akan memberi petunjuk adanya
senyawa alkaloid.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan MahoniTumbuhan mahoni adalah tumbuhan tahunan yang
sering dijumpai dan biasa ditanam di pinggir jalan. Tumbuhan mahoni
merupakan tumbuhan yang besar dan lebat serta sering dimanfaatkan
untuk peneduh panas di jalan dan sebagai tanaman hijau kota.
Tumbuhan ini juga tumbuh secara liar dihutan-hutan, dikebun dan
dimana saja.
Gambar 1. Pohon MahoniBerikut adalah klasifikasi ilmiah dari
tanaman mahoni :Kingdom: PlantaeDivisi: MagnoliophytaSubdivisi:
AngiospermaeKelas: MagnoliopsidaOrdo: SapindalesFamili:
MeliaceaeGenus: SwieteniaSpesies: Swietenia mahagoniMahoni termasuk
pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter
mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris. Kulit luar
berwarna coklat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan
kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah
menjadi coklat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru
berbunga setelah 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning
kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima,
warnanya coklat. Bijinya pipih berwarna hitam atau coklat. 2.2 Biji
Mahoni
Gambar 2. Biji MahoniBiji mahoni memiliki rasa yang sangat
pahit. Dibalik rasa pahit biji mahoni terdapat banyak kandungan
yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Biji mahoni (Swietenia
mahagoni jacq) memiliki efek farmakologis antipiretik, antijamur,
menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis
(diabetes militus), rematik, demam, masuk angin dan kurang nafsu
makan. Tidak hanya itu, biji mahoni mengandung berbagai senyawa
metabolit sekunder, yaitu alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid
dan saponin (Sianturi, 2001).Kandungan alkaloid pada biji mahoni
dapat mengubah susunan rantai DNA pada inti sel bakteri. Flavonoid,
saponin, steroid serta terpenoid menyebabkan kerusakan pada dinding
sel dan membran sel bakteri. Aktivitas antibakteri tersebut dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri
(Katzung, 2004).Kandungan yang terdapat pada biji mahoni digunakan
sebagai obat untuk penyakit diabetes. Banyak penelitian yang sudah
membuktikan pada hewan percobaan bahwa kandungan biji mahoni yang
begitu mengandung banyak manfaat. Dari pengembangannya didaerah
pertanian biji mahoni juga digunakan sebagai pupuk dengan ekstrak
rempah lainnya.
2.3 Senyawa AlkaloidIstilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali",
karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl
Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle
(Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari
ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah
dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Alkaloid
adalah kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus
fungsi amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah
yang mengandung 1/ lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan
sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya beracun, jadi
banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Pada umumnya, alkaloid
tidak sering terdapat dalam gymospermae, paku-pakuan, lumut dan
tumbuhan rendah. Suatu Alkaloid secara umum mengandung paling
sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan
bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk
padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran
dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan.
Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan
berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling
sederhana sampai yang paling sulit.Dari segi biogenetik, alkaloid
diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan
lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin
yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang
menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis
senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan
suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol.
Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol
dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan
dalam biosintesis alkaloid.Alkaloid telah dikenal selama
bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama karena pengaruh
fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang farmasi,
tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa
pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai
berikut :1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen
seperti urea dan asam urat dalam hewan (salah satu pendapat yang
dikemukan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi).2. Beberapa
alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme
lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.3. Pada beberapa
kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit
atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti
yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan
konsep yang direka-reka dan bersifat manusia sentris.4. Alkaloid
dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.5. Semula
disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar
bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan
kesetimbangan ion dalam tumbuhan.Perlu dicatat bahwa selama kimia
organik berkembang pesat selama periode tersebut, menjadi ilmu
pengetahuan yang rumit pada saat ini, usaha pengembangan dalam
kimia bahan alam tumbuh sejalan, banyak reaksi yang sekarang
merupakan reaksi klasik dalam kimia organik adalah hasil penemuan
pertama dari studi yang cermat degradasi senyawa bahan
alam.Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari
bakteria, fungi (jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara
kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik
ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah
dapat disebabkan oleh alkaloid.Awal alkaloida diketahui hanya
terdapat dalam tumbuhan, terutama tumbuhan berbunga, Angiospermae.
Selanjutnya ternyata terdapat dalam hewan, serangga, biota laut,
mikroorganisme dan tumbuhan rendah. Contoh : Sebangsa rusa
(muskopiridina), sejenis musang Kanada (kastoramina).
2.4 Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloida. Teknik
Pemisahan1. EkstraksiEkstraksi dapat dilakukan dengan metoda
maserasi, partisi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum ekstraksi
dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan
dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan
salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat
dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan
kepolarannya, misalnya : nheksana, eter, kloroform, etil asetat,
etanol, metanol, dan air. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang
pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat
rotavapor.(Harborne, 1987).
2. KromatografiPenjelasan terperinci tentang kromatografi
pertama kali diberikan oleh Michael Tswett, seorang ahli botani
Rusia yang bekerja di Warsawa. Pada tahun 1906, dia mengumumkan
cara pemisahan klorofil dan pigmen lainnya dalam suatu seri
tanaman. Larutan eter petroleum yang mengandung cuplikan diletakkan
pada ujung atas tabung gelas sempit yang telah diisi dengan serbuk
kalsium karbonat. Ketika ke dalam kolom itu dituangi eter petroleum
maka akan terlihat bahwa pigmen-pigmen itu terpisah dalam beberapa
daerah. Setiap daerah bewarna itu diisolasi dan diidentifikasi
senyawa penyusunnya. Adanya pita bewarna itu maka dia mengusulkan
nama kromatografi yang berasal dari bahasa Yunani kromatos yang
berarti warna dan graphos yang berarti menulis. Sekarang
kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada
perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu
fasa tetap tinggal pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa
lainnya, dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah - celah
fasa diam. Gerakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari
penyusunan cuplikan. Ada beberapa cara dalam mengelompokkan teknik
kromatografi. Kebanyakan berdasarkan pada macam fasa yang digunakan
(fasa gerak - fasa diam), misalnya kromatografi gas dan
kromatografi cairan. Cara pengelompokan lainnya berdasarkan
mekanisme yang membuat distribusi fasa. Disini metoda kromatografi
sebagian dikelompokkan berdasarkan macam fasa yang digunakan dan
sebagian lain berdasarkan pada mekanisme pada distribusi
fasa.Kromatografi cair-padat atau kromatografi serapan, ditemukan
oleh Tswett dan dikenalkan kembali oleh Khun dan Lederer pada 1931,
telah digunakan sangat luas untuk analisis organik dan biokimia.
Pada umumnya sebagai isi kolom adalah silika gel atau alumina yang
mempunyai angka banding luas permukaan terhadap volume sangat
besar. Sayangnya hanya ada beberapa bahan penyerap, maka
pemilihannya sangat terbatas. Keterbatasan yang lebih nyata pada
kenyataan bahwa koefisien distribusi untuk serapan kerap kali
tergantung pada kadar total. Hal ini akan menyebabkan pemisahan
tidak sempurna. Kromatografi cairan-cairan atau kromatografi
partisi, dikenalkan oleh Martin dan Synge pada 1941, dan kemudian
mendapatkan hadiah Nobel untuk itu. Fasa diam terdiri atas lapisan
tipis cairan yang melapisi permukaan dari padatan inert yang
berpori-pori. Ada banyak macam kombinasi cairan yang dapat
digunakan sehingga metode ini sangat berguna. Lebih lanjut,
koefisien distribusi sistem ini lebih tidak tergantung pada kadar,
memberikan pemisahan yang lebih tajam. Kromatografi gas-padat,
digunakan sebelum tahun 1800 untuk memurnikan gas. Pada waktu dulu
teknik ini tidak berkembang karena keterbatasannya yang sama
seperti halnya kromatografi cairan-padat, tetapi penelitian lebih
lanjut dengan macam fasa padat baru memperluas penggunaan teknik
ini. Kromatografi gas-cairan merupakan metoda pemisahan yang sangat
efisien dan serba guna. Teknik ini telah menyebabkan revolusi dalam
Kimia Organik sejak dikenalkan pertama kali oleh James dan Martin
pada tahun 1052. Hambatan yang paling utama adalah bahan cuplikan
harus mempunyai tekanan uap paling tidak beberapa torr pada suhu
kolom. Sistem ini sangat baik sehingga dapat dikatakan sebagai
metoda pilihan dalam kromatografi karena dapat memisahkan dengan
cepat dan peka.(Sudjadi, 1986).
3. Kromatografi Lapisan TipisKromatografi Lapisan Tipis (KLT)
dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan
preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem
penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau
kromatografi cair kinerja tinggi. Pada hakikatnya Kromatografi
Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa diam atau sifat
lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa
diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan
penyerap (kromatografi cair - padat) atau berfungsi sebagai
penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair - cair). Fasa
diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi
sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem
kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai
sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel (asam silikat),
alumina (aluminium oksida), kieselgur (tanah diatomik), dan
selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau
campuran pelarut. Kromatogram pada kromatografi lapis tipis
merupakan noda noda yang terpisah setelah divisualisasi dengan cara
fisika atau kimia. Visualisasi cara fisika yaitu dengan melihat
noda kromatogram yang mengadsorbsi radiasi ultraviolet atau
berfluorosensi dengan radiasi ultraviolet pada = 254 nm atau = 356
nm. Visualisasi dengan cara kimia adalah dengan mereaksikan
kromatogram dengan pereaksi warna yang memberikan warna atau
fluorosensi sensitif. Visualisasi cara kimia ini dilakukan dengan
cara penyemprotan dengan atomizer atau memberikan zat uap kimia
pada kromatogram atau dengan pencelupan kedalam pereaksi penampak
warna. Pada kromatografi lapis tipis, dikenal istilah atau
pengertian Rf untuk tiap tiap noda kromatogram yang didefenisikan
sebagai berikut : Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik
asal Jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik
asalSastrohamidjojo (1985) mengemukakan faktor faktor yang
mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf yaitu: 1) Struktur kimia dari senyawa yang
sedang dipisahkan 2) Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
3) Tebal dan kerataan lapisan penyerap 4) Pelarut (dan derajat
kemurniannya) fasa gerak 5) Derajat kejenuhan dari uap dalam mana
bejana pengembangan yang dilakukan 6) Teknik percobaan 7) Jumlah
cuplikan yang digunakan 8) Suhu 9) Keseimbangan
4. Kromatografi kolomKolom kromatografi atau tabung untuk
pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem
bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan
keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran
pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya
panjangnya sekurang- kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan
mungkin saja sampai 100 kali. Pada kromatografi kolom, campuran
yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom
penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan
tabung plastik. Pelarut (fasa gerak) dibiarkan mengalir melalui
kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong
oleh tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan
laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika
keluar dari alas kolom.(Gritter, 1991).
b. Teknik SpektroskopiTeknik spektroskopi adalah salah satu
teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom
atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan
spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap
pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila
spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat
fotoelektrik maka disebut spektrofotometer.( Muldja, 1955 ).
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya
gugus fungsi dalam satu molekul. Resonansi Magnet Inti yang
memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom
hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang
alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. ( Pavia,
1979 ).1. Spektrofotometri Inframerah Spektrum inframerah suatu
molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang
berlainan. Pancaran inframerah yang kerapannya kurang dari 100 cm
-1 (panjang gelombang lebih daripada 100 m) diserap oleh sebuah
molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan
sebagai garis garis melainkan berupa pita pita. Hal ini disebabkan
perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan
energi putaran.(Silverstein, 1984). Vibrasi molekul dapat dibagi
dalam dua golongan yaitu vibrasi regang (stretching) dan vibrasi
lentur (bending vibrations). 1. Vibrasi Regang Terjadi perubahan
jarak antara dua atom dalam suatu molekul secara terus-menerus.
Vibrasi regang ada dua macam, yakni vibrasi regang simetris dan tak
simetris. 2. Vibrasi Lentur Terjadi perubahan sudut antara dua
ikatan kimia. Ada dua macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur
dalam bidang (scissoring dan rocking) dan vibrasi luar bidang
(wagging dan twisting).(Noerdin, 1985). Hanya getaran yang
menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang
teramati di dalam inframerah. Medan listrik yang berganti-ganti,
yang dihasilkan oleh perubahan penyebaran muatan yang menyertai
getaran menjodohkan getaran molekul dengan medan listrik pancaran
elektromagnet yang berayun.(Silverstein, 1984).
2. Spektrofotometri UltravioletSpektrofotometri ultraviolet
adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada
panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet (UV) mempunyai
panjang gelombang antara 200-400 nm. Pengukuran menggunakan
spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan
energi elektroik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometer UV lebih banyak dipakai untuk analisis
kuantitatif dibanding kualitatif. Spektrum UV sangat berguna untuk
pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam
larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
3. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (Nucleic Magnetic
Resonance Proton/ 1H-NMR ) Spektrometri Resonansi Magnetik Inti
(Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada
penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi
mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR
memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,
jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan
yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen.(Cresswell, 1982)
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua
proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia
yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama.
Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal
dalam spektrum NMR (Bernasconi, 1995). Beberapa keuntungan dari
pemakaian standar internal TMS yaitu : a. TMS mempunyai 12 proton
yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang
kuat. b. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan
ke dalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4. Boleh
dikatakan semua senyawa organik memberikan resonansi bawah medan
terhadap TMS. Hal ini disebabkan Si lebih bersifat elektro positif
dibandingkan atom C. TMS sendiri dari segi kimia bersifat lembam,
tidak bercampur dengan H2O ataupun air berat.(Muldja, 1955)
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahana. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut
:1) Seperangkat alat sokhlet2) Penggerus3) Erlenmeyer bertutup4)
Penangas air5) Pelat KLT6) Pipa kapiler7) Seperangkat alat
kromatografi kolomb. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut
:1) 30 gram biji mahoni2) 300 mL petroleum eter3) Asam nitrat 10%4)
Metanol5) Amonia 10%6) Silika gel 40
3.2 Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloida. Preparasi
SampelSebanyak 30 gram biji mahoni (Swietenia macrophylla, King)
dikeringanginkan di udara terbuka beberapa saat (untuk mengurangi
kandungan airnya), kemudian biji mahoni tersebut dicincang.
b. EkstraksiBiji mahoni yang telah dicincang selanjutnya
dilakukan ekstraksi sokhlet menggunakan petroleum sebanyak 300 mL
selama 8 jam. Ekstrak petroleum eter diuapkan sampai semua pelarut
hilang. Ampas hasil ekstraksi dibebaskan dari pelarutnya dengan
cara diangin-anginkan, kemudian dilakukan penggerusan. Sebanyak 1
gram ampas biji mahoni bebas minyak dicampur dengan 1 mL larutan
asam nitrat 10%, kemudian ditambah 5 mL metanol dalam erlenmeyer
bertutup disertai pengocokan selama 5 menit pada suhu 600C
menggunakan penangas air, setelah itu disaring, ditambah 1 mL
larutan amonia 10% dan kemudian disaring lagi. Filtrat lalu
didinginkan dan dipekatkan untuk digunakan sebagai cuplikan dalam
kromatografi lapis tipis.
c. Pemisahan dan PemurnianPelat kromatografi lapis tipis yang
siap pakai dipotong dengan ukuran 10x10 cm, kemudian keempat
cuplikan biji mahoni ditotolkan pada jarak 1 cm dari dasar pelat.
Masing-masing totolan cuplikan diberi jarak 2 cm satu sama lain dan
dibiarkan beberapa saat. Pelat yang sudah diberi totolan kemudian
dimasukkan ke dalam bejana KLT yang sudah jenuh dengan uap eluen.
Setelah pemisahan senyawa mencapai batas pelarut pada ujung pelat,
pelat KLT segera diangkat. Untuk mencari pelarut yang terbaik maka
masing-masing cuplikan diuji pada berbagai komposisi pelarut.
Komposisi pelarut yang terbaik digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa dalam biji mahoni pada kromatografi kolom. Sebanyak
10 gram ampas biji mahoni bebas minyak dicampur dengan 10 mL
larutan asam nitrat 10%, kemudian ditambah metanol sebanyak 10 mL
dalam erlenmeyer bertutup disertai pengocokan selama 5 menit pada
suhu 600C dengan menggunakan penangas air, setelah itu disaring,
ditambah 10 mL larutan amonia 10% dan disaring lagi. Filtrat yang
diperoleh didinginkan dan diuapkan sampai pelarutnya habis,
kemudian ditimbang. Filtrat ini kemudian dilarutkan kembali untuk
digunakan sebagai cuplikan pada kromatografi kolom. Sebagai
penyerap pada kolom digunakan silika gel 40, panjang kolom 27 cm,
diameter 2,8 cm, pelarut yang digunakan sesuai dengan hasil pada
kromatografi lapis tipis, serta jumlah tetesan 15-20 per menit.
d. Deteksi dan Analisis dengan GC, Spektrometer IR, UV dan
1HNMRSetiap fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
dianalisis dengan kromatografi lapis tipis menggunakan lampu UV.
Uji alkaloid dilakukan dengan pereaksi Dragendorff 130 dan 132.
Fraksi yang positif terhadap pereaksi Dragendorff dianggap sebagai
fraksi yang mengandung alkaloid. Kemudian fraksi ini dianalisis
lebih lanjut untuk identifikasi struktur dengan menggunakan GC,
spektrometer IR, UV, dan 1HNMR.
BAB IVPEMBAHASAN
Ekstrak yang diperoleh seberat 1,13 gram dengan titik didih
2080C. Untuk mengetahui adanya komponen alkaloid dalam ekstrak
(selanjutnya disebut ekstrak N), mula-mula dilakukan uji warna
dengan KLT menggunakan eluen kloroform: metanol (95:5), pereaksi
Dragen-dorff 130 dan 132 dan diperoleh empat spot. Harga Rf
disajikan dalam Tabel 1.
Analisis uji warna terhadap ekstrak N dengan kromatografi lapis
tipis (KLT) menunjukkan adanya bercak yang positif terhadap
pereaksi Dragendorff 132 yang berarti ekstrak mengandung senyawa
alkaloid. Analisis juga dilakukan dengan kromatografi gas, ternyata
dalam ekstrak N terdapat 14 puncak. Kromatogram ekstrak dan waktu
retensi disajikan dalam Gambar 1 dan Tabel 2.
Setelah itu dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom
menggunakan eluen kloro-form: metanol (95:5), hasilnya adalah
sebanyak 34 botol. Sampel-sampel yang terdapat dalam botol yang
mengandung komponen sebanyak 5 botol, kemudian dianalisis dengan
kromatografi lapis tipis, dan yang mengandung alkaloid dengan harga
Rf yang hampir sama sebanyak 3 botol datanya disajikan dalam Tabel
3.
Sampel dalam botol-botol dari ekstrak yang memiliki harga Rf dan
penampakan hasil tes warna yang hampir sama tersebut kemudian
dijadikan satu dan dianalisis dengan GC, ternyata ekstrak N18,19
dan 20 terdapat 12 puncak. Kromatogram ekstrak dan waktu retensi
ditampilkan masing-masing pada Gambar 2 dan Tabel 4.
Berdasarkan analisis GC dalam ekstrak N18,19,20 terdapat 12
puncak yang menunjukkan adanya 12 senyawa di dalamnya. Puncak nomor
1 dengan waktu retensi 3,885 menit dan kelimpahan 30,29% merupakan
puncak dari pelarut, jadi sesungguhnya di dalam ekstrak N terdapat
11 senyawa. Kemudian dilakukan pemisahan lagi dengan kromatografi
kolom, hasilnya berupa fraksi sebanyak 10 botol, dan yang
mengandung komponen sebanyak 3 botol. Sampel-sampel yang terdapat
dalam botol yang mengandung komponen kemudian dianalisis dengan
kromatografi lapis tipis dan datanya disajikan dalam Tabel 5.
Botol yang positif terhadap reagen Dragendorff dianggap
mengandung alkaloid diidentifikasi dan dianalisis dengan
menggunakan spektrometer UV, IR, dan kromatografi gas. Ternyata
pada ekstrak tersebut terdapat 1 puncak dominan yang kemudian
dianalisis dengan spektrometer 1HNMR. Kromatogram, spektra IR, UV,
dan 1HNMR dari ekstrak tersebut ditampilkan masing-masing pada
Gambar 3, 4, dan 6.
Kromatogram ekstrak N18.7 menunjukkan adanya satu puncak dominan
dengan waktu retensi 18,900 menit dan kemurnian 84,23%, sehingga
dapat dianalisis lebih lanjut dengan spektrometer IR, UV dan 1HNMR
untuk menentukan strukturnya. Analisis spektrometer IR digunakan
untuk menentukan jenis gugus fungsional yang terdapat dalam
senyawa. Spektra IR ekstrak N18.7 ditampilkan dalam Gambar 4. Pada
Gambar 4, spektra IR menunjukkan adanya serapan pada 2954,7 cm-1
yang berasal dari rentangan CH dan 2347,2 cm-1 untuk serapan CH2,
serta serapan pada 1340,4 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus CH3.
Serapan pada 1716,0 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-O- eter.
Keberadaan gugus piridin ditunjukkan pada serapan 1654,3 cm-1 yang
diperkuat oleh serapan pada 1226,6 cm-1 yaitu serapan untuk amina
heterosiklis dan 3386,8 cm-1 yang menunjukkan adanya N-H. Serapan
pada 1560,3 cm-1 dan 1508,2 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatis.
Analisis dengan spektrometer UV digunakan untuk menentukan jenis
inti yang terdapat dalam senyawa alkaloid. Spektra UV ekstrak
N18.7. Dari spektra UV Gambar 6 diperoleh dua puncak dominan yaitu
serapan pada maks (MeOH) 208 nm, 240 nm dan 286 nm. Serapan
tersebut menunjukkan adanya alkaloid yang memiliki inti
dihidro-piridin (Eicher & Hauptmann, 1995) Analisis dengan
spektrometer 1HNMR dilakukan untuk mengetahui lingkungan kimia dari
proton yang terdapat dalam molekul senyawa, menggunakan pelarut
CDCL3 dan CHCl3 sebagai larutan standar. Spektra 1HNMR ekstrak
N18.7 ditampilkan dalam Gambar 7.
Penggunaan CHCl3 sebagai larutan standar menggantikan TMS
dilakukan karena pada saat penelitian ini dilakukan larutan standar
TMS tidak tersedia di laboratorium (persediaan habis). Pergeseran
kimia pada 7,24 ppm merupakan pergeseran kimia larutan standar
CHCl3. Hasil analisis ini kemudian dibandingkan dengan senyawa
referensi hasil estimasi pergeseran kimia 1HNMR dengan komputer
menggunakan program CS ChemDraw Ultra. Hasil analisis ditampilkan
dalam Tabel 6.
Berdasarkan analisis spektroskopi 1HNMR ekstrak N18.7, maka
diperkirakan senyawa alkaloid yang terdapat dalam ekstrak metanol -
asam nitrat adalah 5-etil-6-metoksimetil-2-metil-
1,2-dihidro-piridin (C13H23NO) dengan struktur seperti dalam Gambar
8.
BAB VPENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah diuraikan maka
dapat diambil kesimpulan bahwa isolasi senyawa alkaloid dari biji
mahoni dapat dilakukan dengan menggunakan metanol - larutan asam
nitrat. Senyawa alkaloid dari biji mahoni ekstrak metanol - larutan
asam nitrat yang diperoleh diperkirakan adalah
3,4,5-trietil-6-metoksi-2-metil-1,2-dihidro-piridin.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti P, Alam G, Hartati, Mae S, Sari D & Wahyuono S. 2005.
Uji Sitotoksik Senyawa Alkaloid dari Spons Petrosia sp : Potensial
Pengembangan sebagai Antikanker. Majalah Farmasi Indonesia 16: 58
62
Dalimartha S. 2001. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes
Mellitus (cetakan ke-6). Jakarta: Penebar Swadaya
Eicher T & Hauptmann S. 1995. The Chemistry of Heterocycles:
Structure, Reactions, Synthesis, and Applications. New York : Georg
Thieme Verlag
Lemes MR, Gribel R, Proctor J & Grattapaglia D. 2003.
Population genetic structure of mahogany (Swietenia macrophylla
King, Meliaceae) across the Brazilian Amazon, based on variation at
microsatellite loci: implications for conservation. Mol Ecol 12:
2875-2883
Li D, Chen J, Chen Q, Li G, Chen J, Yue J, hen Min-li, Wang X,
Shen J, Shen X & Jiang H. 2005. Swietenia mahagony extract
shows agonistic activity to ppar and give ameliorative effects on
diabetic Db/Db mice. Acta Pharmacol Sin 26: 220-222
Maiti A, Dewanjee S & Mandal SC. 2007. In vivo evaluation of
antidarrhoeal activity of the seed of Swietenia macrophylla King
(Meliaceae). Tropical J Pharm Res 6: 711-716
Marianti A. 2003. Aktivitas hipoglikemik ekstrak herba tapak
dara bunga putih pada tikus putih normal dan diabetik karena
aloksan. J MIPA Unnes 26: 79-90
Marianti A. 2005. Kadar glukosa dan trigliserida serum darah
tikus diabetik induksi streptozotosin yang diperlakukan dengan
ekstrak daun sambung nyawa. J MIPA Unnes 28: 24-31
Marsono Y, Noor Z, Rahmawati F. 2003. Pengaruh diet kacang merah
terhadap kadar gula darah tikus diabetik induksi aloksan. J
Teknologi dan Industri Pangan 14: 1-6
Matsuura H. 2001. Saponin in garlic as modifiers of the risk of
cardiovascular disease. J Nutr 131: 1000-1005
Mursiti S. 2004. Identifikasi Senyawa alkaloid dalam biji mahoni
bebas minyak (Swietenia macrophylla King) dan efek biji mahoni
terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih (Rattus
Novergicus). Tesis. UGM. Yogyakarta.
Ray LL. 1960. Alkaloid the Worlds Pain Killers. J Chem Educ 37:
451
Sangster AW. 1960. Determination of alkaloid structures. J Chem
Educ 69: 22502250
Sayekti S, Muhtadi A & Supriyatna. 2008. Aktivitas
hipoglikemik daun salam dan herba bulu lutung. Cermin Dunia
Kedokteran. 30: 28-31
Soetarno S, Sukandar, Yulinah E, Sukrasno, & Yuwono A. 2005.
Aktivitas hipoglisemik ekstrak herba sambiloto (Andrographis
paniculata, Nees, Acanthaceae). JMS 4: 62-69
Sujono, Azizah T, Wahyuni AS. 2005. Pengaruh decocta daun lidah
buaya (Aloe vera, L) terhadap kadar glukosa darah kelinci yang
dibebani glukosa. J Penelitian Sains & Teknologi 6: 26-34
Sukadana IM, Santi SR, Juliarti NK. 2008. Aktivitas antibakteri
senyawa golongan triterpenoid dari biji pepaya (Carica papaya, L.).
J Kimia 2: 15-18
Sunarsih ES, Djatmika & Utomo RS. 2007. Pengaruh pemberian
infusa umbi gadung (Dioscorea hispida, Dennst) terhadap penurunan
kadar glukosa darah tikus putih jantan diabetes yang diinduksi
aloksan. Majalah Farmasi Indonesia 18: 29-33
Tan BKH, Fu P, Chow PW & Hsu A. 1996. Effect of A. bilimbi
on blood sugar and food intake in streptozotocin-induced diabetic
rats. Phytomed 3: 271 Yulinah E, Sukrasno & Fitri MA. 2001.
Aktivitas antidiabetika ekstrak etanol herba sambiloto
(Andrographis paniculata, Nees, Acanthaceae). JMS 6: 13-20