BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Refluks gastroesophageal atau gastroesophageal reflux (GER) adalah suatu keadaan kembalinya isi lambung ke esophagus dengan atau tanpa regurgitasi dan muntah. GER merupakan suatu keadaan fisiologis pada bayi, anak-anak dan orang dewasa sehat. GER bisa terjadi beberapa kali dalam sehari, dengan episode terbanyak kurang dari 3 menit, dan muncul setelah makan dengan sedikit atau tanpa gejala. Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung menyebabkan gangguan atau komplikasi, inilah yang di sebut dengan GERD. 1 Pada bayi, gejala berupa muntah yang berlebih yang terjadi pada 85% pasien selama seminggu pertama kehidupan, sedangkan 10% lainnya baru timbul dalam waktu 6 minggu. Tanpa pengobatan gejala akan menghilang pada 60% pasien sebelum umur 2 tahun pada posisi anak sudah lebih tegak dan makan makanan padat, tetapi sisanya mungkin terus menerus mempunyai gejala sampai sekurang-kurangnya berumur 4 tahun. 2 Sebuah penelitian di Inggris pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak dengan diagnosis GERD, dengan angka kejadian sekitar 0,84 per 1000 anak per tahun. Insiden 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Refluks gastroesophageal atau gastroesophageal reflux (GER) adalah suatu
keadaan kembalinya isi lambung ke esophagus dengan atau tanpa regurgitasi dan
muntah. GER merupakan suatu keadaan fisiologis pada bayi, anak-anak dan
orang dewasa sehat. GER bisa terjadi beberapa kali dalam sehari, dengan episode
terbanyak kurang dari 3 menit, dan muncul setelah makan dengan sedikit atau
tanpa gejala. Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung menyebabkan
gangguan atau komplikasi, inilah yang di sebut dengan GERD.1
Pada bayi, gejala berupa muntah yang berlebih yang terjadi pada 85%
pasien selama seminggu pertama kehidupan, sedangkan 10% lainnya baru timbul
dalam waktu 6 minggu. Tanpa pengobatan gejala akan menghilang pada 60%
pasien sebelum umur 2 tahun pada posisi anak sudah lebih tegak dan makan
makanan padat, tetapi sisanya mungkin terus menerus mempunyai gejala sampai
sekurang-kurangnya berumur 4 tahun.2
Sebuah penelitian di Inggris pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak
dengan diagnosis GERD, dengan angka kejadian sekitar 0,84 per 1000 anak per
tahun. Insiden rendah pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannya
hingga berumur 16-17 tahun.3
Pada bayi dan balita, tidak ada gejala kompleks yang dapat menegakan
diagnosis GERD atau memprediksi respon terhadap terapi. Pada anak yang lebih
besar dan remaja, seperti pada pasien dewasa, anamnesa dan pemeriksaan fisik
mungkin cukup untuk mendiagnosis GERD, jika terdapat gejala yang khas. Gejala
dapat berupa mual, muntah, regurgitasi, sakit uluhati, gangguan pada saluran
pernafasan dan gejala-gejala lain.1 Sedangkan komplikasi pada GERD dapat
berupa perdarahan, striktur, Barret esophagus yang dapat berkembang menjadi
adenokarsinoma esophagus, dimana semua komplikasi tersebut dapat menggangu
pertumbuhan maupun perkembangan anak.4
1
1.2. Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) pada anak
1.3. Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang
patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD) pada anak.
1.4. Metode Penulisan
Penulisan referat ini berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
literatur-literatur yang berkaitan dengan patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) pada anak.
1.5. Manfaat Penulisan
Penulisan refrat ini diharapkan bisa bermanfaat dan memberikan pengetahuan
tentang patogenesis, diagnosis dan penatalaksaan Gastroesophageal Reflux
Disease (GERD) pada anak.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi Sistem Pencernaan
Esophagus berkembang dari usus depan postpharyngeal dan dapat dibedakan dari
perut pada usia embrio minggu ke empat. Pada saat yang sama, trakea mulai
kuncup ke anterior esophagus yang berkembang. Gangguan tahap ini dapat
mengakibatkan kelainan bawaan seperti tracheoesophageal fistula. Panjang
esofagus adalah 8-10 cm pada saat lahir, dan dua kali lipat lebih panjang dalam 2-
3 tahun pertama kehidupan, dan mencapai 25 cm pada orang dewasa. Bagian
abdominal dari esofagus berukuran besar pada minggu ke 8 janin tetapi secara
bertahap memendek menjadi beberapa millimeter pada saat lahir, mencapai
panjang akhir = 3 cm setelah beberapa tahun.5
Lokasi intraabdominal pada kedua esofagus distal dan sphincter
esophageal letak rendah (LES) merupakan mekanisme antireflux yang penting,
karena peningkatan tekanan intra-abdominal juga ditularkan untuk sphincter,
untuk meningkatkan pertahanan. Menelan dapat terlihat dalam rahim sedini
mungkin pada usia 16-20 minggu kehamilan, untuk membantu sirkulasi cairan
ketuban. Polihidramnion adalah tanda khas dari kurangnya menelan normal atau
adanya obstruksi di esophagus atau di bagian atas saluran pencernaan. Mengisap
dan menelan tidak sepenuhnya terkoordinasi dengan baik sebelum minggu 3-4
kehamilan.5
2.2 Anatomi Sistem Pencernaan
Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter, sfingter esophagus bagian atas
(Upper Esophageal Sphincter/UES) pada otot cricopharingeus dan sfingter
esophagus bagian bawah (Lower Esophageal Sphincter/LES) pada
gastroesophageal junction (GEJ). Dalam keadaan normal berada dalam keadaan
tonik atau kontraksi kecuali waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah
bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi
lambung ke esophagus.4
3
Dinding esophagus seperti juga bagian lain dari saluran cerna, terdiri dari
4 lapisan yaitu : mukosa, submokasa, muskularis dan serosa. Lapisan mukosa
terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring, epitel ini
mengalami perubahan mendadak pada berbatasan esophagus lambung (garis Z)
dan menjadi epitel selapis toraks. Mukosa esophagus dalam keadaan normal
bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan
submukosa mengandung sel-sel sekretori yang menghasilkan mucus. Mukus
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melinduni mukosa dari
cedera akibat zat kimia.4
Lapisan otot luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular.
Otot pada 5% bagian atas esophagus merupakan otot rangka sedangkan otot pada
separuh bagian bawah merupakan otot polos. Bagian yang diantaranya itu terdiri
dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan saluran cerna lainnya,
bagian luar esophagus tidak memiliki lapisan serosa maupun selaput peritoneum,
melainkan lapisan luar yang terdiri dari lapisan ikat jarang yang menghubungkan
esophagus dengan struktur-struktur yang berdekatan.6
Persarafan esophagus dilakukan oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari
sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang
dianggap merupakan saraf motorik esophagus. Fungsi serabut simpatis kurang
diketahui. Selain persarafan ekstrinsik tersebut terdapat jala-jala serabut saraf
intramural intrinsic diantara lapisan otot sirkular dan otot longitudinal (pleksus
Aurbach atau Myenterikus) dan berperan untuk mengatur peristaltik esophagus
normal.6
Distribusi darah esophagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai
oleh cabang-cabang arteri tiroidea inferior dan subclavia. Bagian tengah disuplai
oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteri bronchial. Sedangkan bagian
subdiafragma disuplai oleh arteri gastrika sinistra dan frenika inferior. Aliran
darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena-vena esophagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azygous dan hemiazygous dan dibawah diafragma,
vena esofagia masuk ke dalam vena gasrika sinistra.6
2.3 Fisiologi Sistem Pencernaan
4
Transpor dan pencampuran makanan dalam saluran pencernaan
a. Mengunyah
Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, tetapi
terutama sekali untuk sebahagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat
ini mempunyai membran selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-
bagian zat nutrisi yang harus di uraikan sebelum makanan dapat di gunakan.
Selain itu, mengunyah akan membantu pencernaan makanan karena enzim-enzim
pencernaan hanya akan bekerja pada permukaan partikel makanan. Selain itu,
menggiling makanan hingga menjadi partikel-partikel dengan konsistensi sangat
halus akan mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan meningkatkan
kemudahan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus halus dan
kemudian ke semua segmen usus berikutnya.7
b. Menelan
Pada umumnya, menelan dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter, yang
mencetuskan proses menelan, (2) tahap faringeal, yang bersifat involunter dan
membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus, dan (3) tahap
esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari faring
ke lambung.7
- Tahap esofageal dari penelanan.
Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring ke
lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut.
Normalnya esofagus memperlihatkan dua tipe peristaltik : peristaltik primer
dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari
gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus
selama tahap faringeal dari penelanan.7
Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8 sampai
10 detik. Makanan yang ditelan seseorang dalam posisi tegak biasanya
dihantarkan ke ujung bawah esofagus bahkan lebih cepat dari gelombang
peristaltik itu sendiri, sekitar 5-8 detik, akibat adanya efek gravitasi tambahan
5
yang menarik makanan ke bawah. Jika gelombang peristaltik primer gagal
mendorong semua makanan yang telah masuk esofagus ke dalam lambung,
terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan
esofagus oleh makanan yang tertahan, dan terus berlanjut sampai semua
makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang sekunder ini sebagian
dimulai oleh sirkuit saraf mienterikus esofagus dan sebagian oleh refleks-
refleks yang dihantarkan melalui serat-serat aferen vagus dari esofagus ke
medula dan kemudian kembali lagi ke esofagus melalui serat-serat eferen
vagus. 7
Susunan otot faring dan sepertiga bagian atas esofagus adalah otot lurik.
Karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini hanya diatur oleh impuls saraf
rangka dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada duapertiga bagian
bawah esofagus, ototnya merupakan otot polos, namun bagian esofagus ini
juga secara kuat diatur oleh saraf vagus yang bekerja melalui hubungannya
dengan sistem saraf mienterikus. Sewaktu saraf vagus yang menuju esofagus
terpotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus esofagus menjadi
cukup terangsang untuk menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang
kuat bahkan tanpa bantuan dari refleks vagal. Karena itu, sesudah paralisis
refleks penelanan, makanan yang didorong dengan cara lain ke dalam
esofagus bagian bawah tetap siap untuk masuk ke dalam lambung.7
Relaksasi reseptif dari lambung. Sewaktu gelombang peristaltik esofagus
berjalan ke arah lambung, timbul suatu gelombang relaksasi, yang
dihantarkan melalui neuron penghambat mienterikus, mendahului peristaltik.
Selanjutnya, seluruh lambung dan sedikit lebih luas bahkan duodenum
menjadi terelaksasi swaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus
dan dengan demikian mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan
yang didorong ke bawah esofagus selama proses menelan.7
- Fungsi sfingter esofagus bagian bawah ( sfingter gastroesofageal)
Pada ujung bawah esofagus,meluas dari sekitar dua sampai lima sentimeter
diatas perbatasan dengan lambung, otot sirkular esofagus berfungsi sebagai
sfingter esofagus bagian bawah atau sfingter gastroesofageal. Secara
6
anatomis,sfingter ini tidak berbeda dengan bagian esofagus yang lain. Secara
fisiologis normalnya sfingter tetap berkonstriksi secara tonik (dengan tekanan
intraluminal pada titik ini di esofagus sekitar 30 mmHg), berbeda dengan
bagian tengah esofagus antara sfingter bagian atas dan bagian bawah, yang
normalnya tetap berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan
melewati esofagus, relaksasi reseptif akan merelaksasi sfingter esofagus
bagian bawah medahului gelombang peristaltik dan mempermudah dorongan
makanan yang ditelan ke dalam lambung. Sangat jarang, sfingter tidak
berelaksasi dengan baik, mengakibatkan keadaan yang disebut akalasia.7
Isi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim proteolitik.
Mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian bawah esofagus, tidak
mampu menahan kerja pencernaan yang lama dari sekresi getah lambung.
Konstriksi tonik dari sfingter esofageal bagian bawah akan membantu untuk
mencegah refluks yang bermakna dari isi lambung ke dalam esofagus kecuali
pada keadaan abnormal.7
Pencegahan tambahan terhadap refluks dengan penutupan seperti katup di
ujung distal esofagus. Faktor lain yang mencegah refluks adalah mekanisme
seperti katup pada bagian esofagus yang pendek yang terletak tepat di bawah
diafragma sebelum mencapai lambung. Peningkatan tekanan intraabdominal
akan mendesak esofagus pada titik ini ke dalam pada saat yang bersamaan
ketika tekanan ini meningkatkan tekanan intragastrik. Jadi, penutupan seperti
katup ini, pada esofagus bagian bawah akan mencegah tekanan abdominal
yang tinggi yang berasal dari desakan isi lambung ke dalam esofagus. Kalau
tidak, setiap kali kita berjalan, batuk atau bernafas kuat, kita mungkin
mengeluarkan asam ke dalam esofagus.7
2.4 Definisi
Gastroesofageal reflux (GER) atau Refluks Gastroesofageal (RGE) adalah suatu
keadaan, dimana terjadi disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga
menyebabkan regurgitasi isi lambung ke dalam esofagus. Gastroesophageal reflux
7
disease (GERD) adalah GER yang dihubungkan dengan gejala patologis yang
mengakibatkan komplikasi dan gangguan kualitas hidup.8,9
2.5 Epidemiologi
Masih sedikit data yang ditemukan mengenai prevalensi dan insidensi GERD
pada anak. Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien berusia 3-17
tahun melalui kuesioner sebuah study. Sebuah studi di UK pada tahun 2000-2005
ditemukan 1700 anak dengan diagnosis awal GERD. Dan angka kejadiannya
adalah sekitar 0,84 per 1000 anak per tahun. Insiden ini menurun pada anak umur
1-12 tahun dan meningkat kejadiannya hingga berumur 16-17 tahun.3
GERD terdapat hampir lebih dari 75 % pada anak dengan kelainan
neurologi. Hal ini dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara peristaltik
esophagus dan peningkatan tekanan intraabdominal yang berasal dari hipertonus
otot yang dihubungkan dengan spastisitas. Di Indonesia sendiri insidens RGE
sampai saat ini belum diketahui, tetapi menurut beberapa ahli, RGE terjadi pada
50% bayi baru lahir dan merupakan suatu keadaan yang normal.8,10
2.6 Etiologi
Inflamasi esophagus bagian distal terjadi ketika cairan lambung dan duedonum,
termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu mengalami regurgitasi
ke dalam esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus bagian bawah dan
gangguan motilitas meningkatkan waktu pengosongan esophagus dan
menyebabkan GER. Inflamasi esophagus nantinya dapat mengakibatkan kedua
mekanisme diatas, seperti lingkaran setan.11
Walaupun penurunan tonus spingter bagian bawah terjadi pada bayi
dengan GER, GERD, dan kelainan dismotilitas, akan tetapi ada satu faktor yang
belakangan diakui sebagai pathogenesis terpenting pada GERD adalah terjadinya
relaksasi transien spingter esophagus bawah secara berulang. Faktor yang
meningkatkan waktu pengosongan esophagus termasuk didalamnya interaksi
antara postur dan gravitasi, ukuran dan isi makanan yang dimakan, pengosongan
lambung abnormal, dan kelainan peristalsis esophagus.11
8
2.7 Patogenesis
Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang mucul
beberapa kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang sehat. Pada umumnya
berlangsung kurang dari 3 menit, terjadi setelah makan, dan menyebabkan
beberapa gejala atau tanpa gejala. Hal ini disebabkan oleh relaksasi sementara
pada sfingter esofagus bawah atau inadekuatnya adaptasi tonus sfingter terhadap
perubahan tekanan abdominal. Kekuatan sfingter esofagus bawah, sebagai barier
antirefluks primer, normal pada kebanyakan anak dengan gastroesophageal
reflux.1, 12
Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif karena “katup” antara
lambung dan esofagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter
esofagus bawah, maupun karena posisi sambungan esofagus dan kardia tidak
sebagaimana lazimnya yang berfungsi sebagai katup. Kemungkinan terjadinya
refluks juga dipermudah oleh memanjangnya waktu pengosongan lambung.13
Jika sfingter esophagus bagian bawah tidak berfungsi baik, dapat timbul
refluks yang hebat dengan gejala yang menonjol. Meskipun dilaporkan bahwa
tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan refluks, tetapi
mekanisme yang lebih penting adalah peran tonus sfingter yang berkurang, baik
dalam keadaan akut maupun menahun.2
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi jika isi lambung refluks
ke esofafus atau orofaring dan menimbulkan gejala. Petogenesis GERD ini
multifaktorial dan kompleks, melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung,