Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Periode neonatal merupakan masa transisis dari suatu lingkungan intrauterine yang relative hipoksik menuju ke keadaan fisiologis. Agar transisi ini dapat efektif, terjadi modifikasi beberapa sistem organ, termasuk sistem hematopoetik pada fetus dan neonates merupakan suatu keadaan yang terus menerus berubah dan berevolusi seiring dengan adaptasi neonates pada lingkungan yang baru. [1] Anemia adalah keadaan penurunan massa eritrosit atau konsentrasi hemoglobin sehingga menyebabkan turunnya kapasitas darah untuk mengangkut oksigen. Anemia neonates terjadi selama masa neonates (0 – 28 hari). Disebut anemia jika konsentrasi hemoglobin 2 standar deviasi (2SD) di bawah rerata konsentrasi hemoglobin sesuai usia anak. Konsentrasi hemoglobin normal berbeda-beda sesuai usia anak. [2] Diagnosis anemia pada neonates harus ditegakkan berdasarkan berat badan lahir, usia postnatal, tempat, waktu, dan metode pengambilan sampel. Tanpa memperhatikan faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Pada saat lahir hingga usia 2 – 3
32

Refka Anemia pada neonatus

Jan 27, 2016

Download

Documents

Maya Riska

anemia hemolotok pada neonatus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Refka Anemia pada neonatus

BAB I

PENDAHULUAN

Periode neonatal merupakan masa transisis dari suatu lingkungan

intrauterine yang relative hipoksik menuju ke keadaan fisiologis. Agar transisi ini

dapat efektif, terjadi modifikasi beberapa sistem organ, termasuk sistem

hematopoetik pada fetus dan neonates merupakan suatu keadaan yang terus

menerus berubah dan berevolusi seiring dengan adaptasi neonates pada

lingkungan yang baru.[1]

Anemia adalah keadaan penurunan massa eritrosit atau konsentrasi

hemoglobin sehingga menyebabkan turunnya kapasitas darah untuk mengangkut

oksigen. Anemia neonates terjadi selama masa neonates (0 – 28 hari). Disebut

anemia jika konsentrasi hemoglobin 2 standar deviasi (2SD) di bawah rerata

konsentrasi hemoglobin sesuai usia anak. Konsentrasi hemoglobin normal

berbeda-beda sesuai usia anak.[2]

Diagnosis anemia pada neonates harus ditegakkan berdasarkan berat badan

lahir, usia postnatal, tempat, waktu, dan metode pengambilan sampel. Tanpa

memperhatikan faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan kesalahan diagnosis.

Pada saat lahir hingga usia 2 – 3 bulan, bayi preterm shat memiliki kadar

hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan bayi aterm. [3]

Page 2: Refka Anemia pada neonatus

BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : By.Ny.R

Tanggal lahir : 24-11-2015

Tanggal masuk : 29-11-2015

Ruangan : Peristi

2. Anamnesis

Bayi laki-laki berusia 5 hari masuk rumah sakit dengan kondisi kuning

seluruh tubuh, kuning dialami sejak tadi pagi sebelum masuk rumah sakit,

orang tua bayi juga mengatakan bahwa anaknya malas minum, lemas dan

demam (-), bayi lahir spontan di Poskesdes dibantu oleh bidan, bayi lahir

langsung menangis, air ketuban biasa, dengan berat lahir : 2400 gram dan

banjang badan lahir: 47 cm.

3. Pemeriksaan Fisik

Denyut jantunng : 134 x/mennit

Respirasi : 48 x/menit

Temperatur : 37 oC

Berat Badan : 2600 gram

Panjang badan : 47 cm

Lingkar Kepala : 32 cm

1) Sistem pernapasan

- Sianosis :-

- Merintih : -

- Apnea : -

- Retraksi dinding dada : -

Page 3: Refka Anemia pada neonatus

- Pergerakan dinding dada: simetris bilateral

- Cuping hidung : -

- Stridor : -

- Bunyi napas: bronkovesikuler +/+

- Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-

Skor DOWN

- Frekuensi napas : 0

- Retraksi : 0

- Sianosis : 0

- Udara masuk : 0

- Merintih : 0

Total skor: 0

Kesimpulan : tidak ada gawat napas

2) Sistem Kardiovaskuler

Bunyi jantung : BJ I/II murni reguler

Murmur : -

3) Sistem Hematologi

- Pucat : +

- Ikterik : +

4) Sisrem gastrointestinal

- Kelainan dinding abdomen : -

- Muntah : -

- Diare : -

- Residu lambung : -

- Organomegali : -

- Bising usus : Peristaltik (+), kesan normal

- Umbilikus

Keluaran : -

Page 4: Refka Anemia pada neonatus

Warna kemerahan : -

Edema : -

5) Sistem Saraf

- Aktivitas : kurang aktif

- Kesadaran : komposmentis

- Fontanella : datar

- Sutura : belum menutup

- Refleks terhadap cahaya : +/+

- Kejang : -

- Tonus otot : normal

6) Sistem Genitalia

- Anus imperforata : -

- Laki-laki

Hipospadia : -

Hidrokel : -

Hernia : -

Testis :-

7) Pemeriksaan lain

- Ekstremitas : akral hangat

- Turgor : kembali cepat

- Kelainan kongenital : -

- Trauma lahir : -

Skor BALLARD

Tidak dilakukan dikarenakan bayi sudah berusia 5 hari (>72 jam)

4. Diagnosis : Anemia pada neonatus + BBLR

5. Pemeriksaan Penunjang : Darah Rutin

Page 5: Refka Anemia pada neonatus

6. Terapi

- IVFD K EN IB 12 tpm

- Injeksi ampisilin 4 x 75 mg

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

- Transfusi PRC 75 cc

FOLLOW UP

30/11/2015

S: -

O: Keadaan umum : kurang aktif, lemah

Demam (-)

Refleks isap (+)

Pucat (-)

Ikterus (+)

Sesak napas (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK (+)

Tanda-tanda vital

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai RujukanWBC 11.6 103/mm3 4.0 – 10.0 103/mm3

RBC 0.93 x 106/mm3 3.80 – 6.50 106/mm3

HGB 3.5 g/dl 11.5 – 17 g/dl

HCT 10.6 % 37.0 – 54.0 %

MCH 38.2 pg 27 – 32 pg

MCV 115 fL 80 – 100 fL

RDW 16.3 % 11.5 – 14.5%

PLT 46x 103/mm3 150 – 500 103/mm3

Page 6: Refka Anemia pada neonatus

- Denyut jantung : 132 x/menit

- Respirasi : 47 x/menit

- Suhu : 36,5oC

Hasil Pemeriksaan Darah rutin

Hasil pemeriksaan bilirubin

- Bilirubin total : 5.8 mg/dl (nilai normal 0.1 – 1.2)

- Bilirubin direk: 0.3 mg/dl (nilai normal 0.1 0.3)

- Bilirubin indirrek: 5.5 (nilai normal 0.1 – 1.0)

A : Anemia pada Neonatus + BBLR

P:

- IVFD K EN IB 12 tpm

- Injeksi ampisilin 4 x 75 mg

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

01/12/2015

S:

O: Keadaan umum : kurang aktif, lemah

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 15.71 103/mm3 4.0 – 10.0

103/mm3

RBC 5.72 x 106/mm3 3.80 – 6.50

106/mm3

HGB 20.1 g/dl 11.5 – 17 g/dl

HCT 53.5 % 37.0 – 54.0 %

MCH 35.1 pg 27 – 32 pg

MCV 93.5 Fl 80 – 100 fL

RDW 14.3 % 11.5 – 14.5%

PLT 187x 103/mm3 150 – 500

103/mm3

Page 7: Refka Anemia pada neonatus

Demam (-)

Refleks isap (+)

Ikterus (+)

Pucat (-)

Sesak napas (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK (+)

Tanda-tanda vital

- Denyut jantung : 130 x/menit

- Respirasi : 45 x/menit

- Suhu : 37.4oC

A : Anemia pada Neonatus + BBLR

P:

- IVFD K EN IB 12 tpm

- Injeksi ampisilin 4 x 75 mg

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

02/12/2015

S:

O: Keadaan umum : kurang aktif, lemah

Demam (-)

Refleks isap (+)

Ikterus (-)

Pucat (-)

Sesak napas (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK (+)

Tanda-tanda vital

Page 8: Refka Anemia pada neonatus

- Denyut jantung : 139 x/menit

- Respirasi : 35 x/menit

- Suhu : 36.4oC

A : Anemia pada Neonatus + BBLR

P:

- IVFD DEx 5% 8 tpm

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

03/12/2015

S:

O: Keadaan umum : kurang aktif

Demam (+)

Refleks isap (+)

Ikterus (-)

Pucat (-)

Sesak napas (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK (+)

Tanda-tanda vital

- Denyut jantung : 120 x/menit

- Respirasi : 40 x/menit

- Suhu : 37.9oC

A : Anemia pada Neonatus + BBLR

P:

- IVFD DEx 5% 8 tpm

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

04/12/2015

S:

O: Keadaan umum : kurang aktif

Page 9: Refka Anemia pada neonatus

Demam (-)

Refleks isap (+)

Ikterus (-)

Pucat (-)

Sesak napas (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK (+)

Tanda-tanda vital

- Denyut jantung : 128 x/menit

- Respirasi : 49 x/menit

- Suhu : 37.2 oC

A : Anemia pada Neonatus + BBLR

P:

- IVFD DEx 5% 8 tpm

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

05/12/2015

S:

O: Keadaan umum : kurang aktif

Demam (-)

Refleks isap (+)

Ikterus (-)

Pucat (-)

Sesak napas (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK (+)

Tanda-tanda vital

- Denyut jantung : 135 x/menit

Page 10: Refka Anemia pada neonatus

- Respirasi : 45 x/menit

- Suhu : 37.3oC

A : Anemia pada Neonatus + BBLR

P:

- IVFD Dex 5% 8 tpm

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

06/12/2015

S:

O: Keadaan umum : kurang aktif,

Demam (-)

Refleks isap (+)

Ikterus (-)

Pucat (-)

Sesak napas (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK (+)

Tanda-tanda vital

- Denyut jantung : 150 x/menit

- Respirasi : 46 x/menit

- Suhu : 37oC

A : Anemia pada Neonatus + BBLR

P:

- IVFD Dex 5% 8 tpm

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

07/12/2015

S:

Page 11: Refka Anemia pada neonatus

O: Keadaan umum : kurang aktif, lemah

Demam (-)

Refleks isap (+)

Ikterus (-)

Pucat (-)

Sesak napas (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK (+)

Tanda-tanda vital

- Denyut jantung : 152 x/menit

- Respirasi : 39 x/menit

- Suhu : 37.3oC

A : Anemia pada Neonatus + BBLR

P:

- IVFD DEx 5% 8 tpm

- Gentamisin 2 x 5 mg/ iv

- Dexamethasone 3 x 0.5/ iv

Page 12: Refka Anemia pada neonatus

BAB III

DISKUSI

1. Anemia pada Neonatus

Anemia pada neonates dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu

fisiologis dan non-fisiologis. Pada bayi aterm sehat, kadar hemoglobin

menetap samapi usia 3 minggu, kemudia turun mencapai kadar terendah

hingga 11 g/dL pada usia 8 -12 minggu. Tetap stabil selama bebeeraap

minggu dan kemudian meningkat secara progresif. Keadaan ini dikenal

dengan anemia fisiologis pada bayi. Anemia fisiologis ini biasanya tanpa

gejala dan tidak memerlukan transfuse darah. Pada bayi premature anemia

terjadi lebih awal yaitu usia 4 – 12 minggu. Penurunan kadar hemoglobin

lebih besar dan mencapai kadar terendah 7 – 9 g/dL pada usia 4 – 8 minggu.[2]

Anemia fisiologis pada bayi prematur maupun aterm ini, berhubungan

dengan berbagai faktor antara lain, penurunan masa eritrosit saat lahir,

iatrogenic karena sampling laboratoris, masa hidup eritrosit pendek, produksi

eritropetin yang kurang adekuat, dan pertumbuhan badan yang cepat. Selain

itu, bayi premature memiliki waktu lebih singkat untukmensintesis

hemoglobin saat intrauterine, sehingga saat lahir konsentrasi hemogobinnya

lebih rendah. Jika tidak ada komplikasi klinis yang berhubugan dengan

prematuritas, maka bayi akan tetap asimptomatik.[2]

Anemia pada neonates adalah anemia yang terjadi pada saat lahir atau

dalam minggu pertama setelah lahir. Secara umum dapat dibagi menjadi 3

yaitu:[4]

1) Anemia karena perdarahan

2) Anemia karena proses hemolitik

3) Anemia karena kegagalan produksi eritrosit

Berikut ini merupakan tabel etiologi dari anemia pada neonates

Page 13: Refka Anemia pada neonatus

A. Peningkatan destruksi eritrosit atau anemia hemolitik Anemia hemolitik imun

- Inkompatibilitas Rh, ABO, atau grup minor- Anemia hemolitik infantil autoimun, termasuk anemia yang

berhubungan dengan penyakit kolagen vaskular maternal- Induksi obat, misalnya, penicillin, cephalothin, alpha-

methyldopa, asam valproat Non imun

- Infeksi Sepsis viral atau bacterial Kongenital, misalnya, rubella, herpes, sifi lis,

sitomegalovirus, toxoplasmosis, malaria, HIV- Defisiensi vitamin E, terutama jika didapatkan oksidan,

misalnya zat besi- Kelainan membran eritrosit

Sferositosis herediter Elliptositosis herediter Kelainan herediter lain yang jarang, misalnya

stomatositosis, piropoikilositosis- Didapat, misalnya koagulasi intravaskular disseminate- Defisiensi enzim eritrosit

Defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD) Defisiensipiruvat kinase Jarang—Defisiensi enzim pada jalur glikolisis, heksosa

monofosfat, dan metabolisme nukleotida eritrosit- Thalassemia

Thalassemia-α Thalassemia-γ

- Hemoglobinopati yang tidak stabil (anemia hemolitik badan Heinz kongenital), misalnya HbE

- Kelainan metabolik yang diturunkanOsteopetrosisGalaktosemia

- Anemia diseritropoietik kongenital- Choriohemangioma plasenta

B. Penurunan produksi eritrosit atau anemia hipoplastik Sindroma kegagalan sumsum tulang

- Hanya kelompok sel eritroid, misalnya aplasia eritrosit kongenital (Anemia Diamond-Blackfan), eritropenia transient pada anak, anemia diseritropoietik kongenital

- Pansitopenia, misalnya disgenesis retikular, sindrom sideroblastosis refrakter (“Pearson Syndrome”), anemia Fanconi

Infeksi- Sepsis viral atau bacterial

Page 14: Refka Anemia pada neonatus

- Infeksi virus kongenital, eg. rubella, parvovirus Defisiensi zat gizi, misalnya protein, zat besi, folat, B12 Defisiensi transkobalamin II Leukemia kongenital

C. Kehilangan darah atau anemia hemoragik Iatrogenik Komplikasi obstetrik, misalnya perdarahan traumatik tali pusat,

plasenta, atau cairan amnion karena kordosentesis atau amniosentesis; ruptur tali pusat; insisi bedah pada plasenta saat seksio cesarea; tight nucal cord; posisi bayi di atas plasenta tapi sebelum klem tali pusat

Malformasi plasenta atau tali pusat, misalnya insersi velamentosa tali pusat, rupture vasa previa.

Perdarahan tersembunyi saat lahir atau selama persalinan- Fetomaternal- Fetoplacental- Twin-to-twin (hanya pada kembar monozigotik,

monokorionik). Perdarahan internal (termasuk trauma maupun kelainan

pembekuan darah), misalnya intracranial, intrahepatik, cephalohematoma, perdarahan subgaleal.

Koagulasi intravaskular disseminata dengan perdarahan eksternal atau internal

2. Penegakan Diagnosis Anemia pada Neonatus

A. Anamnesis

Anamnesis yang baik sangat berguna untuk menegakkan diagnosis.

Perlu ditanyakan secara teliti riwayat maternal, riwayat kehamilan, riwayat

persalinan, dan pada periode neonatal. Ditanyakan secara lengkap riwayat

kesehatan ibu, misalnya adanya kelainan pembekuan darah, kelainan

enzim ataupun membran eritrosit, obat yang digunakan selama masa

kehamilan. Riwayat trauma atau perdarahan pervaginam,atau kelainan lain

yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan USG atau amniosentesis.[1,2]

Pada kasus ini :

Riwayat maternal : GIIPIA0, HPHT : 20 Maret 2015, Perkiraan partus: 27

Desember 2015 Estimasi Usia Kehamilan : 33 – 34 minggu. Anak pertama

lahir melalui proses section sesaria 4 tahun yang lalu.

Page 15: Refka Anemia pada neonatus

Riwayat Kehamilan: Ibu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan ke

bidan, ibu juga rutin mengonsumsi tablet besi selama kehamilan, dan ibu

juga nafsu makannya pada saat hamil baik, rajin konsusmsi sayur-sayuran

dan buah-buahan sesekali, tidak ada perdarahan selama kehamilan, tidak

ada demam selama hamil, tidak ada riwayat anemia selama kehamilan, ibu

juga tidak mengonsumsi obat-obatan selama hamil.

Riwayat Persalinan : bayi lahir spontan, langsung menangis, ketuban

jernih, setelah lahir bayi tidak pucat maupun kuning, kuning dan pucat

baru muncul ada hari ke 5.

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan tanda-tanda vital: Adanya takikardia dan hipotensi

bahkan syok dapat ditemukan pada kasus kehilangan darah akut; tetapi

gejala ini baru akan timbul jika terjadi kehilangan darah mencapai 15-20%

total volume darah. Jika kehilangan darah terjadi secara kronis, mungkin

tidak didapatkan perubahan tanda-tanda vital. Kulit akan terlihat pucat

pada anemia apapun penyebabnya. Ikterus yang didapatkan bersamaan

dengan anemia menunjukkan adanya proses hemolisis. Proses hemolisis

juga dapat menyebabkan hepatosplenomegali karena sistem retikuloendo

thelial dan sistem hematopoietik ekstramedular bekerja lebih aktif. [1,2]

Pada kasus ini tampak ikterus pada seluruh tubuh bayi, sehingga

dapat disimpulkan bahawa pada kasus ini terjadi proses hemolisis dari

eritrosit yang meyebabkan ikterus pada bayi, adapun proses hemolisis

eritrosit tersebut adalah sebagai berikut:[5]

Page 16: Refka Anemia pada neonatus

Ururobilinogen dalam ginjal teroksidasi kemudian di rubah menjadi urobilin

Sistem Retikuloendotelial

Hati

Oksidasi

Kerja bakteri

Bila sel darah merah sudah habis masa hidupnya dan menjadi

terlalu rapuh untuk bertahan dalam sistem sirkulasi, membrane selnya

pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh makrofag (sistem

retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Hemoglobin pertama kali dipecah

menjadi globin dan heme, dan cicncin heme dibuka untuk memberikan

besi bebas yang ditransport ke dalam darah oleh transferin, rantai lurus

dari empat inti pirol yiatu substrat yang nantinya akan dibentuk menjadi

pigmen empedu. Pigmen pertama yang dibentuk adalah biliverdin, tetapi

pigmen ini cepat direduksi menjadi bilirubin bebas, yang secara bertahap

dilepaskan oleh makrofag ke dalam plasma. Bilirubin bebas dengan segera

bergabung dnegan sangat kuat denga albumin plasma. Kemudian dibawa

ke hati untuk dirubah menjadi biirubin direk yang kemudian disimpan di

dalam empedu, dan bersamaan dengan masuknya makanan, akan

dikeluarkan ke dalam sistem pencernaan yang oleh kerja bakteri di usus

d=diubah menjadi urobilinogen sterkobilinogen yang akhirnya

dioksidasi menjadi sterkobilin yang memberikan warna pada tinja.

Urobilinogen juga diubah di dalan ginjal menjadi urobilin yang akan

memberikan warna pada urin.[5]

sel darah merah yang rapuh

bilirubin bebas (terikat oleh albumin)

bilirubin terkonjugasi

urobilinogen

sterkobilinogen

sterkobilin

Page 17: Refka Anemia pada neonatus

Ikterus adalah pewarnaan jaringan tubuh menjadi kekuning-

kuningan. Penyebab umum ikterus adalah adanya sejumlah besar bilirubin

dalam cairan ekstrasel, baik bilirubin tekonjugasi maupun bilirubin tak

terkonugasi. Ikterus hemolitik disebabkan oleh hemolisis sel darah merah.

Pada ikterus hemolitik, fungsi eksresi hati tidak tergaggu, tetapi sel darah

merahh dihemolisis begitu cepat sehingga sel hati tidak dapat

mengeksresikan bilirubin secepat pembentukannya. Oleh karena itu

konsentrasi bilirubin bebas plasma meningkat.[5]

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang paling utama dalah untuk menegakkan adanya

anemia adalah sebagai berikut: [1,2]

Retikulosit merupakan sel darah merah imatur. Jika terjadi anemia,

sumsum tulang berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan aktivitas

eritropoiesis, yang tercermin pada peningkatan hitung retikulosit. Jika

produksi sumsum tulang terganggu maka hitung retikulosit akan tetap

rendah.

Tes antiglobulin direct atau tes Coombs dapat mendeteksi adanya antibodi

dan atau komplemen yang ada di permukaan eritrosit. Tes ini positif pada

proses hemolisis yang dimediasi imun (misalnya inkompatibilitas ABO,

Rh, atau kelompok golongan darah minor), termasuk hemolisis yang

diinduksi obat.

Mean Corpuscular Volume (MCV) mencerminkan ukuran eritrosit, yang

nilainya juga berubah-ubah selama periode neonatal. Pada kasus jarang,

nilainya dapat turun (<2SD di bawah rerata nilai sesuai usia postnatal),

misalnya pada thalassemia-α dan kehilangan darah kronis intrauterin.

Thalassemia-α banyak terjadi di populasi Asia Tenggara dan dapat

didiagnosis dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Anemia

mikrositik akibat kehilangan darah kronis berhubungan dengan defi siensi

zat besi dan bisa didiagnosis dengan memeriksa kadar zat besi serum dan

ferritin. Kadar ferritin serum rendah pada kasus defi siensi zat besi, dan

Page 18: Refka Anemia pada neonatus

sebaliknya meningkat pada anemia yang penyebabnya selain defi siensi

zat besi.

Gambaran darah tepi dapat memberikan informasi berkaitan dengan

morfologi eritrosit (misalnya sferositosis, elliptositosis), adanya inklusi

(badan Heinz), ukuran eritrosit, dan bukti adanya hemolisis (sel

fragmentosit dan sel Burr)

Bone Marrow Aspirate and Biopsy merupakan standar emas untuk

mengevaluasi proses eritropoiesis.

Pada kasus ini pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan

darah rutin yang menunjukkan hasil seperti berikut:

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

WBC 11.6 103/mm3 4.0 – 10.0

103/mm3

Meningkat

RBC 0.93 x 106/mm3 3.80 – 6.50

106/mm3

Menurun

HGB 3.5 g/dl 11.5 – 17 g/dl Menurun

HCT 10.6 % 37.0 – 54.0 % Menurun

MCH 38.2 pg 27 – 32 pg i Meningkat

MCV 115 fL 80 – 100 fL Meningkat

RDW 16.3 % 11.5 – 14.5% Meningkat

PLT 46x 103/mm3 150 – 500

103/mm3

Menurun

Dari hasil tersebut terlihat bahwa sel darah merah, hemoglobin

mengalami penuran sednagkan nilai MCH MCV meningkat, dan RDW

juga meningkat,menurut teori yang ada anemia dengan MCH meningkat

dan RDW juga meningkat dapat merupakan anemia makrositik heterogen :

Anemia defisiesnsi asam folat, defisiensi vitamin B12, anemia hemolitik

imun. Sehingga yag lebih menjurus pada kasus ini adalah anemia

hemolitik imun. Tetapi belum dpat dipastikan karena alur diagnostic

anemia pada neonates adalah sebagai berikut: [1,2,6]

Page 19: Refka Anemia pada neonatus
Page 20: Refka Anemia pada neonatus

Pada kasus ini alur diagnostic hanya dilakuka samapai pemeriksaan

kadar hemoglobin dan selanjutny tidak dilakukan, tetapi adanya ikterus

mendukung kepada diagnosis anemia hemolitik.

4. Tatalaksana

Tatalaksana anemia pada neonatus dapat berbeda-beda sesuai dengan

penyakit yang mendasarinya; meliputi transfusi darah, transfusi tukar,

suplementasi zat gizi misalnya zat besi, maupun terapi terhadap penyakit yang

mendasari. Ada beberapa terapi spesifik untuk penyebab anemia. Misalnya,

kelainan produksi eritrosit mungkin memerlukan terapi steroid atau

transplantasi sumsum tulang. Selain itu, transfusi darah mungkin diperlukan

pada kasus kehilangan darah. Sedangkan anemia hemolitik mungkin

memerlukan terapi transfusi tukar. [7,8]

1) Transfusi darah

Transfusi eritrosit dengan packed red cells (PRC) yang sudah diuji

crossmatch merupakan terapi paling umum untuk anemia berat pada

neonatus. Mengingat risikonya, baik infeksi maupun non-infeksi, perlunya

transfusi darah sering diperdebatkan. [7,8]

Kriteria Transfusi pada neonates: [7,8]

a. Jika ada distres pernafasan, transfuse dilakukan pada keadaan sebagai

berikut:

Hematokrit <35–40%

adanya bukti klinis hipovolemia: pucat, takipnea, hipotensi, perfusi

yang tidak adekuat

b. Jika tidak ada distres pernafasan, transfusi darah dilakukan pada

keadaan berikut:

Hematokrit <30% pada yang minggu pertama postnatal atau pada

bayi yang perlu menjalani pembedahan

Takikardia, takipnea, apnea, atau kardiomegali pada foto radiologis

Tidak ada kenaikan berat badan dengan hematokrit <30%

Page 21: Refka Anemia pada neonatus

Pada kasus ini tatalaksana yang sudah dilakuakn adalah transfuse darah

sebanyak 75 cc, pada kasus ini dilakukan transfuse berdasarkan kriteri

diatas adalah oada kondisi tidak ada disstres pernapasan dengan kadar

hematokrit < 30 % (10.6 %). Transfusi yang diberikan adalah PRC yaitu

komponen yang terdiri dari eritrosit yang dipekatkan dengan memisahkan

komponen-komponen yang lain. Pemberian transfusi bertujuan untuk

memperbaiki oksigenasi jaringan dan organ-organ tubuh, biasanya tercapai

apabila kadar Hb sudah di atas 8 g%. Pada kasus ini Hemoglobin = 3.5 g%

sehingga perlu ditingkatkan menjadi >8 g% melalui transfuse, dan

berdasarkan perhitungan dosis maka diperoleh: [9]

Kebtuhuan darah (ml) = 6 X BB X Kenaikan Hb yang diinginkan

= 6 X 2.6 kg X 4.7

= 73.32 ml (dibulatkan menjadi 75 ml)

Sehingga pemberian PRC pada kasus ini sudah sesuai dengan teori

yang ada. Setelah dilakukan tranfusi dialkukan kembali pengecekan darah

rutin dan hasilnya adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

WBC 15.71 103/mm3 4.0 – 10.0

103/mm3

Meningkat

RBC 5.72 x 106/mm3 3.80 – 6.50

106/mm3

Normal

HGB 20.1 g/dl 11.5 – 17 g/dl Meningkat

HCT 53.5 % 37.0 – 54.0 % Normal

MCH 35.1 pg 27 – 32 pg Meningkat

MCV 93.5 fL 80 – 100 fL Normal

RDW 14.3 % 11.5 – 14.5% Normal

PLT 187x 103/mm3 150 – 500

103/mm3

Normal

Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai RBC, HB, dan HCT

kembali menjadi normal setelah transfusi, dan bayi sudah tampak

kemerahan dan ikterusnya berkurang.

Page 22: Refka Anemia pada neonatus

Pada kasus ini lebih kearah Anemia hemolitik imun, dikarenakana

adanya ikterus dan juga berdsarkan MCV dan RDW yang meningkat. Ciri

khas kelompok penyakiit ini adalah uji Coombs direk positif, yang

menunjukkan immunoglobulin atau komponen komplemen yang

menyelubungi permukaan ertirosit. Kelainan hemolitik yang terpenting

dalam praktek pediatric adalah penyakit hemolitik bayi baru lahir

(eritoblastosis fetalis), yang disebabkan oleh transfer transplasenta

antibody ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik

isoimun. Satu varian anemia hemolitik imun yang lain adalah autoimun

dan mungkin ideopatik atau terkait dengan infeksi (virus ibstein bar,

jarang HIV, CMV dan mikoplasma), peyakit imunologik (SLE, arthritis

rheumatoid), penyakit imunodefisiensi, neoplasma (limfoma, leukemia,

dan penyakit Hodgkin), atau obat (metildopa). Ada obat lain yang

menyebabkan hemolisis imun namun bukan autoimun yaitu penisilin

sefalosporin.[6]

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: Refka Anemia pada neonatus

1. Bizzaro M,J, Calson E, Ehrenkranz RA. 2004. Differential Diagnosis and

Manageent of Anemia in The Newborn. Pediaric Clin N, pp: 1087-1107.

Diakses 03 Desember 2015. Dari <http://facm.unjbg.edu>.

2. Myrtha S. 2014. Diagnosis Banding dan Penatalksanaan Anemia

Neonatus. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Universitas

Sebeles Meret, Vol 4 No. 10. Diakses 03 Desember 2015. Dari

<http://www.kalbemed.com>.

3. Blackman S,C Gonzales del Rey J,A. 2005. Haematologic

Emergencies:Acute Anemia. Clin Ped Emerg Med ,No. 6. Diakses 03

Desember 2015. Dari <http://www.tulsapedsresidency.net> .

4. Permono, H,B dkk. 2012. Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak. Badan

Penerbit IDAI. Jakarta.

5. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC.

Jakarta.

6. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober Dalam Behrman R.E., et.al

(editor). 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson’s vol 2 edisi.15. Jakarta:

EGC.

7. United Blood Services. 2007. Transfusing the Neonate.Unidue Issues and

Guidelines. Diakses 03 Desember 2015. Dari

<http://hospitals.unitedbloodservices.org> .

8. Luban Naomi L,C. 2008. Management of Anemia in The Newborn.

Early Human Development. Diakses 03 Desember 2015. Dari

<http://www.sepeapt.org > .

9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Buku Kuliah 1 : Ilmu

Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta.