Top Banner
REFERAT RHINORRHEA Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok RSUP PERSAHABATAN Disusun oleh : ANDYA YUDHI WIRAWAN 1410221008 Pembimbing : dr. Dody Widodo, Sp.THT-KL dr. Yulvina, Sp.THT-KL
44

Referat Tht - Rhinorrhea

Dec 04, 2015

Download

Documents

maulana wasis

referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Tht - Rhinorrhea

REFERAT

RHINORRHEA

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok

RSUP PERSAHABATAN

Disusun oleh :

ANDYA YUDHI WIRAWAN

1410221008

Pembimbing :

dr. Dody Widodo, Sp.THT-KL

dr. Yulvina, Sp.THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Page 2: Referat Tht - Rhinorrhea

2014

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

REFERAT

RHINORRHEA

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok

Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Disusun Oleh:ANDYA YUDHI WIRAWAN

1410221008

Mengesahkan:

Koordinator Pendidikan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Ketua Wakil

dr. Dody Widodo, Sp.THT-KL dr. Yulvina,Sp.THT-KL

2

Page 3: Referat Tht - Rhinorrhea

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul

“RHINORRHEA”. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok di

RSUP Persahabatan.

Penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tak lepas dari pihak-pihak yang

telah banyak membantu penulis dalam merampungkan laporan ini. Untuk itu,

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dody Widodo, Sp.THT-KL selaku koordinator pendidikan di SMF

Telinga Hidung dan Tenggorok RSUP Persahabatan dan dr. Yulvina,

Sp.THT-KL selaku wakil koordinator pendidikan di SMF Telinga Hidung

dan Tenggorok RSUP Persahabatan atas bimbingan dan kesabarannya

selama selama penulis menempuh pendidikan di kepaniteraan klinik.

2. Dokter-dokter Spesialis THT di SMF Telinga Hidung Tenggorok RSUP

Persahabatan atas kesabaran dan bimbingannya selama penulis menempuh

pendidikan di kepaniteraan klinik.

3. Para staf medis dan non-medis yang bertugas di SMF Telinga Hidung

Tenggorok RSUP Persahabatan atas bantuannya untuk penulis.

4. Teman-teman seperjuangan di kepaniteraan klinik Telinga Hidung dan

Tenggorok.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang dapat membangun laporan ini kedepannya sangat

penulis harapkan demi perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan

penulis.

Jakarta, Januari 2015

3

Page 4: Referat Tht - Rhinorrhea

Penulis

BAB I

Pendahuluan

I.1. Latar belakang

Hidung terletak di pusat 1/3 tengah wajah, perubahan faal hidung

menimbulkan rangkaian gangguan mulai dari ketidaknyamanan dan penyakit

ringan yang berlangsung sementara, seperti infeksi saluran pernapasan atas hingga

gangguan yang dapat mengancam jiwa seperti atresia koana pada neonatus.

Gejala penyakit hidung dapat lokal maupun sistemik. Gejala gejala lokal

dapat berupa Rinorrhea, kongestif, perdarahan, nyeri anosmia atau perubahan

penghidu lain serta sekret post-nasal. Penyakit sistemik dapat bermanifestasi

dengan gejala dan perubahan jaringan hidung yang nyata.

Berdasarkan teori struktural, evolusioner dan fungsional, secara fisiologi

hidung dan sinus paranasal memiliki fungsi diantaranya; fungsi respirasi,

penghidu, fonetik serta fungsi statik dan mekanik dan refleks nasal. Fungsi

tersebut dapat mengalami gangguan apabila terjadi kerusakan atau ada sumbatan

pada hidung. Keluhan berupa keluar cairan dari hidung merupakan keluhan yang

pernah dirasakan oleh setiap orang dan bisa disertai dengan gejala lain. Rinorrhea

bukanlah suatu penyaki tetapi merupakan suatu gejala yang ditimbulkan dari

penyakit tertentu. Ada beberapa penyakit yang memiliki gejala berupa Rinorrhea

atau keluarnya cairan dari dalam hidung. Bisa penyakit peradangan, massa,

trauma dan lainnya

I.2. Tujuan

Tujuan penulisan laporan ini yaitu:

1. Sebagai pra-syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di SMF RSUP

Persahabatan, Jakarta.

2. Menambah ilmu dan wawasan serta membuka pikiran tentang ilmu

kesehatan telinga hidung dan tenggorok khususnya cairan atau sekret

yang keluar dari hidung.

4

Page 5: Referat Tht - Rhinorrhea

BAB II

Tinjauan Pustaka

II.1. Anatomi Hidung

Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian

lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh

terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar

dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan

bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu:

1. Paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan

2. Di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan

3. Paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.

Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang

dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal

hidung dan menyatu dengan dahi. Kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu

diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum.

Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini

bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah

yang disebut filtrum, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah

inferior oleh dasar hidung

Gambar 1. Anatomi Hidung Luar

Page 6: Referat Tht - Rhinorrhea

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan

atau menyempitkan lubang hidung. Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang

membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang

memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi

berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi

dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk

kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares

posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares

anterior, disebut dengan vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang

banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.

Gambar 2. Anatomi Hidung Dalam

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,

inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini

dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konka superior,

konka media dan konka inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah

konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil

lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka

6

Page 7: Referat Tht - Rhinorrhea

suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang

melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior

dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior

dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka

media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut

meatus superior.

Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan

celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat

muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid.

Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding

lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai

infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit

menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus

semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang

berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.

Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas

sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilla merupakan sinus

paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan

dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus

zigomatikus os maksilla.

Gambar 3. Sinus Paranasal

7

Page 8: Referat Tht - Rhinorrhea

Pendarahan hidung

Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:

1. Arteri Etmoidalis anterior

2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika

3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang

berasal dari arteri karotis eksterna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri

maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri

sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus

sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka

media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri

fasialis.

Gambar 4. Pendarahan Hidung

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri

sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina

mayor, yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach

letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi

sumber epistaksis.

8

Page 9: Referat Tht - Rhinorrhea

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena

oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.

Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang

berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari

cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus.

Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan

cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus

etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. Nervus

etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan

memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis

anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan

lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari

nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum.

Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion

ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis

dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan

sedikit diatas ujung posterior konkha media.

Fungsi penghidu berasal dari nervus Olfaktorius. Saraf ini turun melalui

lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir

pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung.

9

Page 10: Referat Tht - Rhinorrhea

II.2. Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori struktural, evolusioner dan fungsional, fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah:

1. Respirasi

Untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaringg udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme

imunologik lokal.

2. Penghidu

Terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung

stimulus penghidu.

3. Fonetik

Untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran

suara sendiri melalui konduksi tulang.

4. Statik dan mekanik

Untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan

pelindung panas

5. Refleks nasal

Fungsi Respirasi

Udara inspirasi masuk hidung menuju sistem respirasi melalu nares anterior,

lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah

nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.

Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan

udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi

sebaliknya.

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat celcius.

Fungsi pengaturan suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di

bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.

Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan

disaring di hidung oleh:

1. Rambut (vibrissae)

2. Silia

10

Page 11: Referat Tht - Rhinorrhea

3. Palut lendir

Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang

lebih besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.

Fungsi Penghidu

Bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut

lendir atau bila menarik napas dengan kuat.

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecapan adalah untuk

membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti. Juga

untuk membedakan rasa asam.

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

bernyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,

sehingga terdengar sengau (rinolalia).

Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,

bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga

mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan

menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

II.3. Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernapasan (respiratori) dan mukosa penghidu (olfaktorius).

Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan

permukannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang bersilia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior, dan

sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak

11

Page 12: Referat Tht - Rhinorrhea

bersilia. Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal

dan selreseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-

kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa.

Dalam keadaan normal, mukosa respiratori berwarna merah muda dan

selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada

permukaannya. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang mengandung

pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.

Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun

secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pda anyaman

kapiler periglanduler dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini

membuka ke rongga sinusoid vena yang besar dan dindingnya dilapisi oleh

aringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya, sinusoid memiliki otot

sfingter. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang

lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai

jaringan kavernosa yang erektil, yang mudah mengembang dan mengerut.

Vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf

otonom.

II.4. Sistem Transpor Mukosilier

Sistem transpor mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif rongga

hidung terhadap virus, bakteri, jamur atau partikel berbahaya lain yang terhirup

bersamau udara. Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas

silia dan palut lendir. Palut lendir dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan

kelenar seromusinosa submukosa.

Bagian bawah dari palut lendir terdiri dari cairan serosa sedangkan bagian

dari permukaannya terdiri dari mukus yang lebih elastik dan banyak mengandung

protein plasma seperti albumin, IgG, IgM dan faktor komplemen. Sedangkan

cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhibitor lekoprotease dan IgA

sekretorik.

12

Page 13: Referat Tht - Rhinorrhea

Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk pertahanan lokal

yang bersifat antimikrobial. IgA berfungsi untuk mengeluarkan mikroorganisme

dari jaringan dengan mengikat antigen tersebut pada lumen saluran napas,

sedagkan IgG beraksi dalam mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika

terpajan dengan antigen bakteri.

Pada sinus maksila, sistem transport mukosilier menggerakkan sekret

sepanang dinding anterior, medial, posterior dan lateral serta atap rongga sinus

membentuk gambaran halo atau bintang yang mengarah ke ostium alamiah.

Setingi ostium, sekret akan lebih kental tetapi drainasenya lebih cepat untuk

mencegah tekanan negatif dan berkembangnya infeksi. Kerusakan mukosa yang

ringan tidak akan menghentikan atau mengubah transport dan sekret akan

melewati mukosa yang yang rusak tersebut. Jika sekret lebih kental, sekret akan

terhenti pada mukosa yang mengalami defek.

Gerakan sistem mukosilier pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral.

Sekret akan berjalan menuju septum interfrontal, kemudian ke atap, dinding

lateral dan bagian inferior dari dinding anterior dan posterior menuju resesus

frontal. Gerakan spiral menuju ke ostiumnya terjadi pada sinus sfenoid, sedangkan

pada sinus etmoid terjadi gerakan rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus

atau gerakan spiral jika ostium terdapat pada salah satu dindingnya.

Terdapat dua rute besar transport mukosilier pada dinding lateral:

1. Merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior.

Sekretnya bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalan

menuju tepi prosesus unsinatus, dan sepanjangn dinding medial konka

inferior menuju nasofaring melewati bagian anterior orifisium tuba

eustachius. Transport aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan

skuamosa di nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan

gaya gravitasi dan proses menelan.

2. Merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang

bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian

postero-superior orifisium tuba eustachius.

Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung

dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior dari tuba eustachius. Sekret dari

13

Page 14: Referat Tht - Rhinorrhea

septum akan berjalan vertikal ke arah bawah terlebih dahulu kemudian ke

belakang dan menyatu di bagian inferior tuba eustachius.

II.5. Rhinorrhea

Berasal dari kombinasi bahasa Yunani ‘rhinos’ yang berarti hidung dan

‘rrhea’ yang berarti aliran atau pembuangan atau pengeluaran. Rinorrhea dapat

didefinisikan sebagai keluarnya cairan dari hidung atau sering disebut pilek.

Sering muncul dari alergi atau penyakit tertentu dan menjadi gejala umum dalam

demam atau common cold. Hal ini dapat menjadi suatu efek dari menangis,

paparan suhu dingin, penyalahgunaan obat seperti opioid.

II.5.1 Tanda dan Gejala

Meskipun pilek itu sendiri merupakan gejala penyakit infeksi, alergi, iritasi

atau jenis peradangan hidung, namun masih ada beberapa gejala lain selain pilek

itu sendiri. Selain keluarnya cairan dari mukosa hidung yang bisa saja berwarna

jernih, kekuningan, kehijauan atau kecoklatan yang dapat menjadi salah satu

pertanda dari suatu penyakit.

Biasanya pilek juga disertai dengan kongesti di mukosa hidung sinusitis,

bersin, sakit kepala, menggigil, hilang kesadaran, sakit tenggorokan, demam,

epistaksis, gangguan pernapasan. Bisa juga menderita batuk ataupun malaise.

II.5.2 Etiologi

Rhinorrhea adalah suatu kondisi yang tidak bisa dihubungkan hanya dengan

satu penyebab tapi berbagai penyebab.

a. Alergi

Dipicu oleh alergen atau suatu benda asing yang masuk ke dalam hidung

melalui udara dan debu.

b. Infeksi

Infeksi virus maupun bakteri dapat memicu rhinorrhea. Agen tersebut

yang bertanggung jawab dalam ISPA.

14

Page 15: Referat Tht - Rhinorrhea

c. Bahan Iritan

Bahan iritan seperti penghilang cat kuku, cat, sampah, asap dan debu.

d. Makanan pedas

Makanan yang pedas atau kaya akan rasa pedas di dalamnya terdapat

sebuah senyawa kimia capsaicin atau sejenisnya dapat menyebabkan

inflamasi jaringan hidung yang menyebabkan keluarnya cairan mukosa

yang cair.

e. Cedera kepala

Cedera yang mengenai kepala atau otak juga dapat menyebabkan

Rinnorhea. Sebagai contohnya pada fraktur basis cranii yang menjadi

alasan utama penyebab cerebrospinal rhinorrhea.

II.5.3 Patofisiologi

Secara histologis, mukosa hidung dilapisi dengan epitel kolumnar yang

bersilia dan mengandung sel goblet serta kelenjar serosa dan mukosa. Apabila

terjadi peradangan, akan terjadi hipersekresi dan kerja silia terganggu. Pada

fraktur basis cranii akan terjadi bocornya cairan serebrospinal yang akan mengalir

ke hidung

II.5.4 Diagnosis

Dalam diagnosis penyakit dengan gejala rinore dilakukan anamnesa,

pemeriksaan fisik serta penunjang agar tatalaksana dapat dilakukan secara

adekuat.

Gejala pilek adalah awal atau sumber indikasi dari suatu penyakit. Sekret

hidung dari satu atau kedua rongga hidung, konsistensinya sekret, encer, bening

seperti air, kental, nanah atau bercampur darah. Sekret ini keluar hanya pada pagi

hari atau pada waktu-waktu tertentu saja karena sangat penting untuk menentukan

diagnosa dan penatalaksanaannya.

Sekret hidung yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya jernih

hingga purulen. Sekret yang jernih seperti air dan banyak jumlahnya khas untuk

alergi hidung. Bila sekret berwarna kuning kehijauan biasanya berasal dari

sinusitis dan hidung dan bila bercampur darah hanya satu sisi patut dicurigai

15

Page 16: Referat Tht - Rhinorrhea

adanya suatu massa atau tumor hidung. Sekret dari hidung yang turun ke

tenggorok disebut dengan post nasal drip yang kemungkinan berasal dari sinus

paranasal.

Anamnesa yang baik perlu menanyakan onset, progresifitas, karakteristik

cairan, faktor yang memperbaiki dan memperburuk, riwayat trauma, tanda

peradangan, riwayat alergi, pekerjaan, serta riwayat pengobatan.

Pemeriksaan fisik dari rhinorrhea terdiri dari pemeriksaan bagian wajah dan

hidung terutama di daerah sinus maksilaris dan frontalis. Sifat dan warna mukosa

hidung juga dinilai. Periksa hidung, cek aliran udara dari kedua rongga hidung.

Evaluasi ukuran, warna dan kondisi dari mukosa hidung. Apabila mukosa

berwarna merah atau berwarna pucat, biru atau abu-abu maka periksa juga area di

bawah masing-masing turbinate.

Pemeriksaan penunjang seperti smear eosinophil dan prick test yang tepat

serta stain Gram dan kultur bakteri dan jamur, dan foto rongent dari sinus pada

kasus yang dicurigai rhinosinusitis dapat membantu diagnosis pada kasus

rhinorrhea yang menetap.

16

Page 17: Referat Tht - Rhinorrhea

II.5.5 Klasifikasi dan Penatalaksanaan

Tabel 1. Perbedaan Rhinitis

Rhinitis Alergi Rhinitis Vasomotor Rhinitis Medikamentosa

Definisi Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi

dengan alergen yang sama serta dilepaskannya

mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan

alergen tersebut.

Menurut WHO

kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,

rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung

terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE

Keadaan Idiopatik yang

didiagnosa tanpa adanya infeksi,

alergi, eosinofilia, perubahan

hormonal, dan pajanan obat.

Kelainan hidung berupa

gangguan respon normal

vasomotor yang diakibatkan

pemakaian vasokonstriktor

topikal jangka lama dan

berlebihan menyebabkan

sumbatan hidung menetap.

Penyebab Kontak dengan alergen

Klasifikasi WHO 2001 (Initiative ARIA)

Berdasarkan sifatnya:

1. Intermitten

Gejala < 4 hari/minggu atau < 4 minggu

2. Persisten

Etiologi dan patofisiologi belum

diketahui dengan pasti namun

ada hipotesis:

1. Neurogenik

2. Neuropeptida

3. Nitrit Oksida

Penggunaan obat

vasokonstriktor topikal jangka

lama dan berlebihan

Page 18: Referat Tht - Rhinorrhea

Gejala > 4 hari/minggu dan > 4 minggu

Derajat:

1. Ringan

Tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan

aktivitas harian, bersantai, olahraga, bekerja, belajar

dan hal lain yang mengganggu

2. Sedang-Berat

Terdapat satu atau lebih gangguan diatas

4. Trauma

Diagnosis Anamnesa:

Bersin berulang (terutama pagi hari)

Kontak dengan debu

Rinore encer dan banyak

Hidung tersumbat

Hhidung dan mata gatal (dapat disertai lakrimasi)

Pemeriksaan Fisik:

Rinoskopi anterior

Mukosa edema

Anamnesa:

Hidung tersumbat,

bergantian kanan dan kiri

Rinore mukoid/serosa

Gejala memburuk pagi hari

waktu bangun tidur

Bersin

Pencetus: rangsangan non

spesifik (asap, bau

menyengat, makanan pedas,

Anamnesa:

Hidung tersumbat terus

menerus dan berair

Pemeriksaan:

Konka hipertrofi/edema

Sekret hidung berlebihan

Pemberian tampon

adrenalin, edema konka

tidak berkurang

18

Page 19: Referat Tht - Rhinorrhea

Basah

Berwarna pucat

Sekret encer yang banyak

Persisten : mukosa inferior tampak hipertrofi

Allergic Shinner

Allergic Salute

Allergic Crease

Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit

tinggi: gangguang pertumbuhan gigi geligi

Dinding posterior faring tampak granuler dan edema

Dinding lateral faring menebal

Geographic Tongue

Pemeriksaan Penunjang:

Eosinofil meningkat

Serum IgE meningkat (tes RAST atau ELISA)

Sitologi: Eosinofil banyak (alergi inhalan), basofil >

5 sel/lap (alergi makanan), sel PMN (infeksi bakteri

Uji Kulit: SET untuk alergi inhalan, IPDFT untuk

udara dingin)

Pemeriksaan:

Mukosa hidung edema

Konka berwarna merah

gelap/merah tua

Permukaan konka

licin/hipertrofi

Rongga hidung terdapat

sekret mukoid sedikit/serosa

banyak

Penunjang:

Eosinofil jumlah sedikit

Uji Kulit Negatif

IgE normal

19

Page 20: Referat Tht - Rhinorrhea

alergi makanan.

Terapi 1. Menghindari kontak dengan alergen

2. Medikamentosa :

Antihistamin -> AH1

Dekongestan

Kortikosteroid

3. Operatif

Konkotomi parsial

Konkoplasti

4. Immunoterapi

IgG blocking antibody dan penurunan IgE

1. Hindari stimulus

2. Medikamentosa:

dekongestan oral

obat cuci hidung

kauterisasi konka AgNO3

25%

Kortikosteroid

3. Operasi:

Bedah beku

elektrokauter

konkotomi parsial konka

inferior

1. Menghentikan pemakaian

obat tetes/semprot

vasokonstriksi hidung

2. Kortikosteroid jangka pendek

dan dosis Tappering off

3. Dekongestan oral

Tabel 2. Perbedaan Rhinitis (Lanjutan)

20

Page 21: Referat Tht - Rhinorrhea

Penyebab Diagnosis Terapi

Rhinitis

Simpleks

Virus Hidung kering, panas dan gatal

Bersing berulang

Hidung tersumbat

Ingus encer → kental bila infeksi sekunder oleh

bakteri

Demam

Nyeri kepala

1. Istirahat

2. Analgetik

3. Antipiretik

4. Dekongestan

Rhinitis

Hipertrofi

Infeksi Berulang di

hidung/sinus

Lanjutan rinitis

alergi/vasomotor

Sumbatan hidung

Sekret banyak (mukopurulen)

Nyeri kepala

Konka hipertrofi, permukaan berbenjol-benjol

karena mukosa hipertrofi

1. Sesuai penyebab

2. Kauterisasi konka

Rhinitis

Atrofi

infeksi hidung yang kronik Bau napas

Ingus kental berwarna hijau

Krusta hijau

Gangguan penghidu

Sakit kepala

Hidung tersumbat

1. pemberian antibiotik

spektrum luas

2. obat cuci hidung

operatif

FESS

21

Page 22: Referat Tht - Rhinorrhea

Rongga hidung lapang

Konka inferior dan media bisa hipertrofi atau atrofi

Rhinitis

Difteri

Corynebacterium Difetria Demam, toksikemia, limfadenitis, pralisi

Ingus bercampur darah

Pseudomembran putih, krusta coklat di nares dan

cavum nasi

1. Isolasi

2. ADS

3. Penisilin lokal dan

intramuskuler

Rhinitis

TB

M. Tuberculosis Hidung tersumbat

Sekret mukopurulen

BTA (+)

1. OAT

2. Obat cuci hidung

Rhinitis

Sifilis

Treponema pallidum Sama dengan rinitis akut lain

Bercak pada mukosa (gumma/ulkus)

Sekret mukopurulen berbau + krusta, perforasi

septum/hidung pelana

1. Penisilin

2. Obat cuci hidung

Rhinitis

Jamur

Dapat terjadi bersama dengan

sinusitis dan bersifat invasif

atau non-invasif

(Aspergillus, Candida,

Histoplasma, Fussarium dan

Mucor)

non-invasif

menyerupai rinolit (gumpalan jamur) dengan

inflamasi mukosa yang lebih berat

tidak terjadi destruksi kartilago dan tulang

invasif

non-invasif

angkat seluruh gumpalan jamur

invasif

1. eradikasi penyebab dengan

anti jamur oral dan topikal

22

Page 23: Referat Tht - Rhinorrhea

ditemukannya hifa jamur di lamina propria

perforasi septum atau hidung pelana

sekret mukopurulen

ulkus atau perforasi pada septum dan disertai

dengan jaringan nekrotik berwarna kehitaman

(Black Eschar)

2. cuci hidung

3. dioles dengan gentian violet

4. debridement seluruh

jaringan yang nekrotik

Tabel 3. Perbedaan Sinusitis

23

Page 24: Referat Tht - Rhinorrhea

Sinusitis

Akut Sub Akut Kronik

Waktu 0 – 4 minggu 4 minggu – 3 bulan > 3 bulan

Patologi Penyumbatan kompleks

osteomeatal oleh infeksi,

obstruksi mekanis, alergi

mukosa reversibel

Sama dengan sinusitis akut Silia rusak → Perubahan

mukosa hidung → ireversibel,

kerusakan silia

Anamnesis hidung tersumbat

nyeri daerah sinus

nyeri alih →

maksila: kelopak mata, gigi,

dahi, depan telinga

etmoid: pangkal hidung,

bola mata, pelipis

frontal: dahi, kepala

sfenoid: verteks, oksipital,

belakang bola mata,

mastoid

Sama dengan sinusitis akut tapi

tanda radang akutnya mereda

Sekret di hidung

Post nasal drip

Rasa tidak nyaman, gatal di

tenggorok

Pendengaran terganggu

Nyeri kepala

Gangguan di mata

Batuk

Gejala saluran cerna akibat

mukopus tertelan

24

Page 25: Referat Tht - Rhinorrhea

demam, lesu

Ingus kental, berbau

Pemeriksaan bengkak daerah

muka/pipi/kelopak mata

mukosa konka edema

hiperemis

post nasal drip

transluminasi (+)

air fluid level

Sama dengan sinusitis akut tapi

tanda radang akutnya mereda

Tidak seberat sinusitis akut

bengkak wajah (-)

sekret kental purulen

post nasal drip

Terapi 1. Antibiotik

2. Dekongestan lokal tetes

hidung

3. Analgetik

1. Antibiotik spektrum luas

2. Dekongestan lokal tetes hidung

3. Analgetik

4. Antihistamin

5. Mukolitik

6. diatermi

7. Pungsi irigasi

1. Antibiotik

2. Dekongestan lokal

3. Analgetik

4. Diatermi

5. Pungsi dan irigasi sinus

6. Operasi radikal

CWL, BSEF

25

Page 26: Referat Tht - Rhinorrhea

II.5.6 Rhinorrhea akibat cairan serebrospinal

Rinorea Cairan Serebrospinal (RCS) adalah suatu keadaan adanya hubungan

yang tidak normal antara ruang subarachnoid dengan rongga hidung.

Hal ini disebabkan oleh karena rusaknya semua pertahanan yang

memisahkan antara ruang subarachnoid dengan rongga hidung, yang ditandai

dengan adanya pembukaan pada arachnoid, dura dan tulang, yang merupakan

jalan keluar cairan serebrospinal (CSS) ke rongga hidung

Anamnesis yang lengkap merupakan langkah pertama dalam membuat

diagnosis kebocoran CSS. Gejala utama rinore CSS adalah adanya cairan bening

yang mengalir dari hidung. Pada kasus trauma, lebih kurang 55 % kasus rinore

CSS muncul dalam 48 jam setelah trauma, menjadi 70% pada akhir minggu

pertama ketika edema yang menghambat aliran kebocoran CSS menghilang.

Hiposmia atau anosmia merupakan keluhan tambahan lainnya yang terjadi

pada 60% - 80% kasus rinore CSS sebagai akibat kerusakan saraf olfaktori akibat

fraktur fossa kribriformis

Terapi

Penatalaksanaan konservatif pada rinore CSS dapat berupa istirahat di

tempat tidur dengan meninggikan kepala 15-30 derajat, sehingga mengurangi

jumlah cairan CSS yang keluar. Mencegah timbulnya batuk, bersin, nasal blowing

dan mengejan. Pencahar diberikan untuk mencegah mengejan. Disamping itu juga

diberikan antitusif dan antiemetik. Apabila tidak terdapat perbaikan dalam 72 jam,

drainase lumbal kontinu berulang dilakukan untuk empat hari berikutnya untuk

mengeluarkan CSS 150 ml/hari

Tindakan operasi pada rinore CSS dapat dibedakan atas pendekatan

intrakranial dan ekstrakranial, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-

masing. Pemilihan pendekatan tergantung pada penyebab kebocoran, lokasi

kebocoran, adanya peningkatan tekanan intrakranial dan adanya ensefalokel.

Pendekatan intrakranial memerlukan kraniotomi dapat berupa kraniotomi

frontal atau kraniotomi fossa media. Pendekatan ini cenderung dengan morbiditas

dan mortalitas yang lebih tinggi serta perawatan yang lebih lama. Di samping itu

anosmia merupakan komplikasi yang sering pada tindakan kraniotomi akibat

cedera terhadap saraf olfaktori yang tidak dapat dihindari. Kelebihan pendekatan

Page 27: Referat Tht - Rhinorrhea

ini adalah dapat melakukan penutupan defek pada dura secara rapat dan

penutupan kebocoran multipel.

Pendekatan intrakranial selanjutnya dibedakan atas ekstradural dan

intradural. Pada pendekatan ekstradural otak terhindar dari regangan saat

tindakan, berbeda dengan pendekatan intradural, meskipun memberikan lapangan

pandang yang lebih baik, namun tindakan ini menyebabkan otak terpapar

sehingga risiko terjadinya infeksi lebih tinggi. Pada kedua tindakan ini dilakukan

pengeluaran CSS melalui drain lumbal untuk beberapa hari pasca operasi sampai

diperkirakan edema otak menghilang.

27

Page 28: Referat Tht - Rhinorrhea

BAB III

Kesimpulan

Rhinorrhea merupakan cairan atau sekret yang keluar dari hidung. Sekret

atau cairan yang keluar bias bersifat serosa, mukopurulen, ataupun darah.

Rhinorrhea sendiri bukan merupakan suatu penyakit melainkan gejala dari suatu

penyakit. Oleh karena itu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang cermat dan teliti penting dilakukan guna membantu menegakkan

diagnosa kelainan yang mendasari rhinorrhea. Terapi yang adekuat juga

diperlukan guna menurunkan angka kekambuhan yang disebabkan oleh penyakit-

penyakit yang mendasari rhinorrhea serta komplikasinya.

28

Page 29: Referat Tht - Rhinorrhea

DAFTAR PUSTAKA

Adams, GL. 1997. BOIES : Buku Ajar Penyakit THT / George L. Adams,

Lawrence R. Boies, Peter H. Higler; alih bahasa, Caroline Wijaya ; editor,

Harjanto Efendi. Ed 6. Jakarta: EGC.

Akshay. 2011. Rhinorrhea – Definition, Symptoms, Causes, Diagnosis and

Treatment. cited from: http://www.primehealthchannel.com/rhinorrhea-

definition-symptoms-causes-diagnosis-and-treatment.html.

Hall J. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC

Moore. Anatomi Klinis

Soepardi EA. Et. Al. 2012. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok

kepala dan leher. Ed 7. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Indonesia.

www.google.com