Top Banner
BAB 1 HIDUNG 1.1 ANATOMI HIDUNG. Hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan. Tulangnya: os nasale, bagian nasal os frontalis, prosesus frontalis os maxilla. Sedangkan tulang rawannya: cartilago septum nasi, cartilago ala nasi major, cartilago ala nasi minor, dan cartilago nasi lateralis. Hidung ke arah kaudal dibentuk dari tulang rawan, sehingga bisa digoyang-goyang. Hidungnya bentuknya seperti piramid. Di dalamnya ada rongga hidung, bisa masuk ke rongga hidung melalui lubang hidung (naris). Hidung ada dinding lateral dan medial. Ada atap dan lantai. Dinding medial hidung dibentuk tulang dan tulang rawan: dibentuk persatuan lamina perpendicularis ossis ethmoidalis dan di bawahnya os vomer, menyatu dengan cartilago septum nasi di depan. Tapi persatuannya tidak pernah tepat di tengah-tengah. Dasarnya: palatum durum dan palatum molle. Di rongga hidung ada bangunan yaitu konka nasalis. Terdapat tiga konka nasalis yaitu konka superior, konka
21

Referat THT

Feb 21, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat THT

BAB 1

HIDUNG

1.1 ANATOMI HIDUNG.

Hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan.

Tulangnya: os nasale, bagian nasal os frontalis, prosesus

frontalis os maxilla. Sedangkan tulang rawannya:

cartilago septum nasi, cartilago ala nasi major,

cartilago ala nasi minor, dan cartilago nasi lateralis.

Hidung ke arah kaudal dibentuk dari tulang rawan,

sehingga bisa digoyang-goyang.

Hidungnya bentuknya seperti piramid. Di dalamnya ada

rongga hidung, bisa masuk ke rongga hidung melalui lubang

hidung (naris). Hidung ada dinding lateral dan medial.

Ada atap dan lantai. Dinding medial hidung dibentuk

tulang dan tulang rawan: dibentuk persatuan lamina

perpendicularis ossis ethmoidalis dan di bawahnya os

vomer, menyatu dengan cartilago septum nasi di depan.

Tapi persatuannya tidak pernah tepat di tengah-tengah.

Dasarnya: palatum durum dan palatum molle. 

Di rongga hidung ada bangunan yaitu konka nasalis.

Terdapat tiga konka nasalis yaitu konka superior, konka

Page 2: Referat THT

medius, dan konka inferior.Di bawah konka ada lekukan

yang diberi nama meatus nasi. Meatus nasi juga terdapat

tiga sesuai dengan letaknya di bawah setiap konka yaitu

meatus superior, meatus medius dan meatus inferior. Di

meatus nasi bermuara sinus-sinus paranasalis. Dan yang di

inferior bermuara duktus nasolakrimalis

1.2 VASKULARISASI HIDUNG.

Pendarahan untuk hidung berasal dari 3 sumber utama

yaitu arteri etmoidalis anterior, arteri etmoidalis

posterior (cabang dari arteri oftalmika), dan arteri

sfenopalatina. Arteri etmoidalis anterior memperdarahi

septum bagian superior anterior dan dinding lateral

hidung. Arteri etmoidalis posterior memperdarahi septum

bagian superior posterior. Arteri sfenopalatina terbagi

Page 3: Referat THT

menjadi arteri nasales posterolateral yang menuju

ke dinding lateral hidung dan arteri septi posterior yang

menyebar pada septum nasi.

Bagian  bawah  rongga   hidung   mendapat  

pendarahan  dari  cabang arteri maksilaris interna,

diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri

sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina

bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung

di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan

hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri

fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari

cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis

anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina

mayor, yang disebut  pleksus Kiesselbach ( Little’s

area ) yang letaknya superfisial dan mudah cedera oleh

trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.

 Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan

Page 4: Referat THT

struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika superior

yang berhubungan dengan sinus kavernosus.

1.3 INERVASI HIDUNG

Bagian depan dan atas ronga hidung mendapat

persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anteior, yang

merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal

dari nervus oftalmikus (N. V1). Rongga hidung lainnya,

sebagian besarnya mendapat persarafan sensoris dari

nervus maksila melalui ganglion sfenopalatina.

Gangglion sfenopalatina, selain memberikan

persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor

atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima

serabut saraf sensoris dari nervus maksila (N. V2), erabut

parasimpatis dari nervus petrosus superfisialis mayor dan

serabut saraf simpatis dari nerus petrosus profundus.

Gangglion sfenopalatina terletak di belakan dan sedikit

di atas ujung posterior konka media.

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius.

Saraf ini turun melalui lamina kribosa dari permukaan

bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-

Page 5: Referat THT

sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah

sepertiga atas hidung.

BAB 2

EPISTAKSIS

2.1 PENDAHULUAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang

merupakan keluhan atau tanda bukan penyakit. Perdarahan

yang terjadi adalah kelainan setempat atau penyakit umum.

Penting sekali mencari asal perdarahan dan

menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan

mengobati penyebab yang mendasarinya.

Epistaksis sering ditemukan sehari- hari dan hampir

90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau

dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien

sendri dengan menekan hidungnya. Epistaksis berat

Page 6: Referat THT

walaupon jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan

jiwa pasien bahkan dapat berakibat fatal bila tidak

segera ditolong.

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu

dari bahagian anterior dan bahagian posterior. Epistaksis

anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari

arteri ethmoidalis anterior sedangkan epistaksis

posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan

arteri ethmoidalis posterior.

Epistaksis biasanya terjadi secara tiba- tiba yang

perdarahannya bisa banyak atau bisa juga sedikit.

Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu ke

dokter. Sebahagian darah keluar melalui hidung atau

dimuntahkan kembali.

2.2 ETIOLOGI

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan

sistemik.

1. Penyebab local :

a. Idopatik (85% kasus) biasanya merupakan epistaksis

ringan dan berulang pada anak dan remaja.

Page 7: Referat THT

b. Trauma ; epistaksis dapat terjadi setelah trauma

ringan misalnya mengorek hidung, bersin,

mengeluarkan ingus dengan kuat, atau sebagai akibat

trauma yang hebat seperti terpukul, jatuh,

kecelakaan lalu lintas.

c. Iritasi ; epistaksis juga timbul akibat iritasi gas

yang merangsang, zat kimia, udara panas pada mukosa

hidung.

d. Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang

sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan

udaranya sangat kering.

e. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan

epistaksis ringan unilateral disertai ingus yang

berbau busuk.

f. Infeksi, misalnya pada rhinitis, sinusitis akut

maupun kronis serta vestibulitis.

g. Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di

hidung, sinus paranasal maupun nasofaring.

h. Iatrogenic, akibat pembedahan atau pemakaian

semprot hidung steroid jangka lama.

2. Penyebab sistemik :

Page 8: Referat THT

a. Penyakit kardiovaskular, misalnya hipertensi dan

kelainan pembuluh darah, seperti yang dijumpai pada

arteriosclerosis, nefritis kronis, sirosis hepatic,

sifilis dan diabetes mellitus. Epistaksis juga dapat

terjadi akibat peninggian tekanan vena seperti pada

emfisema, bronchitis, pertusis, pneumonia, tumor

leher dan penyakit jantung. Epistaksis juga dapat

terjadi pada pasien yang mendapat obat anti koagulan

(aspirin, walfarin, dll).

b. Infeksi, biasanya infeksi akut pada demam berdarah,

influenza, morbili, demam tifoid.

c. Kelainan endokrin misalnya pada kehamilan, menarche,

menopause.

d. Kelainan congenital, biasanya yang sering

menimbulkan epistaksis adalah hereditary haemorrhagic

teleangiectasis atau penyakit Osler-Weber-Rendu.

2.3 PATOFISIOLOGI

Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior

dan posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan

berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering

terjadi dan biasanya pada anak-anak) yang merupakan

Page 9: Referat THT

anastomosis cabang arteri ethmoidalis anterior, arteri

sfenopalatina, arteri palatina mayor dan arteri labialis

superior.

Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari

arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior.

Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia

lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau

penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan

jarang berhenti spontan.

Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan

anemia, akibatnya dapat timbul iskemia serebri,

insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat

menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemberian infuse

dan tranfusi darah harus cepat dilakukan.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai

keadaan umum penderita, sehingga pengobatan dapat cepat

dan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan laboratorium yang

dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi

hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal. Jika

diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus paranasal

Page 10: Referat THT

dan nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat

diatasi.

2.5 PENATALAKSANAAN

Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus

diperiksa. Anamnesis singkat sambil mempersiapkan alat,

kemudian yang lengkap setelah perdarahan berhenti untuk

membantu menentukan sebab perdarahan.

Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada

suatu anamnesis yang cermat. Hal-hal penting adalah

sebagai berikut :

1. riwayat perdarahan sebelumnya

2. lokasi perdarahan

3. apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan

(ke posterior) ataukah keluar dari hidung depan

(anterior) bila pasien duduk tegak

4. lama perdarahan dan frekuensinya

5. kecenderungan perdarahan

6. riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

7. hipertensi

8. diabetes mellitus

Page 11: Referat THT

9. penyakit hati

10. gangguan anti koagulan

11. trauma hidung yang belum lama

12. obat-obatan misalnya aspirin, fenilbutazon

(butazolidin).

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis,

yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan

mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki

dulu keadaan umum pasien.

Dampak hilangnya darah harus ditentukan terlebih dahulu

sebelum melakukan usaha mencari sumber perdarahan dan

menghentikannya. Walaupun sudah dihentikan, kemungkinan

fatal untuk beberapa jam kemudian untuk seorang pasien

tua yang mengalami perdarahan banyak akibat efek

kehilangan darahnya adalah lebih besar jika dibanding

dengan akibat perdarahan (yang terus berlangsung) itu

sendiri. Penilaian klinis termasuk pengukuran nadi dan

tekanan darah akan menunjukkan apakah pasien berada dalam

keadaan syok. Bila ada tanda-tanda syok segera infus

plasma expander.

2.5.1 Menghentikan perdarahan.

Page 12: Referat THT

Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti

kaustik dan pemasangan tampon, lebih baik daripada

pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis

berhenti dengan sendirinya.

Posisi penderita sangat penting, sering terjadi

pasien dengan perdarahan hidung harus dirawat dengan

posisi tegak agar tekanan vena turun. Sedangkan kalau

sudah terlalu lemah, dibaringkan dengan meletakkan bantal

di belakang punggungnya, kecuali sudah dalam keadaan

syok.

Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat

penghisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah.

Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan

adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2 %

dimasukkan ke dalam rongga hidung, untuk menghentikan

perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan-

tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5

menit. Dengan cara ini dapatlah ditentukan apakah sumber

perdarahan letaknya di bagian anterior atau posterior.

Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus

Kiesselbach di septum bagian depan. Perdarahan anterior

Page 13: Referat THT

terutama pada anak dapat coba dihentikan dengan menekan

hidung dari luar selama 10- 15 menit, tindakan ini

walaupun terlihat sederhana tetapi sering berhasil. Bila

sumbernya terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik

dengan larutan Nitras Argenti 20-30%, atau dengan larutan

Asam Trikloroasetat 10%, atau dapat juga dengan

elektrokauter.

Bila dengan cara ini perdarahan masih terus

berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior,

dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau

salep antibiotik. Pemakaian vaselin atau salep pada

tampon berguna agar tampon tidak melekat, untuk

menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut.

Tampon dimasukkan melalui nares anterior sebanyak 2-4

buah dan harus dapat menekan tempat asal perdarahan.

Tampon ini dapat dipertahankan selama 2x24 jam dan harus

dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung.

Bila hanya memerlukan tampon hidung anterior dan

tanpa adanya gangguan medis primer, pasien dapat

diperlakukan sebagai pasien rawat jalan dan diberitahu

untuk duduk tegak dengan tenang sepanjang hari, serta

Page 14: Referat THT

kepala sedikit ditinggikan pada malam hari. Pasien tua

dengan kemunduran fisik harus dirawat di rumah sakit.

Perdarahan posterior lebih sulit diatasi sebab

biasanya perdarahan hebat dan sulit dicari sumber

perdarahan dengan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi

perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon

posterior, yang disebut tampon Bellocq.

Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat

atau kubus berdiameter kira-kira 3 cm. Pada tampon ini

terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan

sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus dapat menutupi

koana (nares posterior).

Untuk memasang tampon posterior ini kateter karet

dimasukkan melalui kedua nares anterior sampai tampak di

orofaring, lalu ditarik keluar melalui mulut. Kedua ujung

kateter kemudian dikaitkan masing-masing pada 2 buah

benang pada tampon Bellocq, kemudian kateter itu ditarik

kembali melalui hidung. Kedua ujung benang yang sudah

keluar melalui nares anterior kemudian ditarik dan dengan

bantuan jari telunjuk, tampon ini didorong ke nasofaring.

Jika dianggap perlu, jika masih tampak perdarahan keluar

Page 15: Referat THT

dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan tampon

anterior ke dalam cavum nasi. Kedua benang yang keluar

dari anres anterior itu kemudian diikat pada sebuah

gulungan kain kasa di depan lubang hidung, supaya tampon

yang terletak di nasofaring tidak bergerak. Benang yang

terdapat di rongga mulut terikat pada sisi lain dari

tampon Bellocq, dilakatkan pada pipi pasien. Gunanya

adalah untuk menarik tampon ke luar melalui mulut setelah

2-3 hari. Obat hemostatik diberikan juga di samping

tindakan penghentian perdarahan itu.

Pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat

diatasi dengan pemasangan tampon anterior maupun

posterior, dilakukan ligasi arteri. Arteri tersebut

antara lain arteri karotis interna, arteri maksilaris

interna, arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis

posterior dan anterior.

2.6 MENCEGAH KOMPLIKASI.

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung

dari epistaksis sendiri atau sebagai akibat usaha

penanggulangan epistaksis.

Page 16: Referat THT

Sebagai akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi

syok dan anemia. Turunnya tekanan darah mendadak dapat

menimbulkan iskemia serebri, insufisiensi koroner dan

infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian.

Dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah harus

dilakukan secepatnya.

Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis,

otitis media dan bahkan septikemia. Oleh karena itu

antibiotik haruslah selalu diberikan pada setiap

pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon

harus dicabut, meskipun akan dipasang tampon baru, bila

masih ada perdarahan.

Selain itu dapat juga terjadi hemotimpanum, sebagai

akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan air

mata yang berdarah (bloody tears), sebagai akbat mengalirnya

darah secara retrograde melalui duktus nasolakrimalis.

Laserasi palatum mole dan sudut bibir terjadi pada

pemasangan tampon posterior, disebabkan oleh benang yang

keluar melalui mulut terlalu ketat dilakatkan di pipi.

2.6.1 Mencegah epistaksis berulang

Page 17: Referat THT

Saat pertama kali datang, pasien mungkin tidak dalam

keadaan perdarahan aktif, namun mempunyai riwayat

epistaksis berulang dalam beberapa minggu terakhir.

Biasanya berupa serangan epistaksis ringan yang berulang

beberapa kali.

Pemeriksaan hidung dalam keadaan ini dapat

mengungkap adanya pembuluh-pembuluh yang menonjol

melewati septum anterior, dengan sedikit bekuan darah.

Pembuluh tersebut dapat dikauterisasi secara kimia atau

listrik. Penggunaan anestetik topical dan agen

vasokonstriktor, misalnya larutan kokain 4% atau Xilokain

dengan epinefrin, selanjutkan lakukan kauterisasi,

misalnya dengan larutan asam trikloroasetat 50% pada

pembuluh tersebut.

Perdarahan berulang dari suatu pembuluh darah septum

dapat diatasi dengan meninggikan mukosa setempat dan

kemudian membiarkan jaringan menata dirinya sendiri, atau

dengan merekonstruksi deformitas septum dasar, untuk

menghilangkan daerah-daerah atrofi setempat dan lokasi

tegangan mukosa.

Page 18: Referat THT

Pada perdarahan hidung ringan yang berulang dengan

asal yang tidak diketahui, dokter harus menyingkirkan

tumor nasofaring atau sinus paranasalis yang mengikis

pembuluh darah. Sinusitis kronik merupakan penyebab lain

yang mungkin. Akhirnya pemeriksa harus mencari gangguan

patologik yang terletak jauh seperti penyakit ginjal dan

uremia, atau penyakit sistemik seperti gangguan

koagulasi. Agar epistaksis tidak berulang, haruslah

dicari dan diatasi etiologi dari epistaksis.

Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah

lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah,

hemostasis. Pemeriksaan foto polos atau CT- scan sinus

bila dicurigai ada sinusitis. Konsul ke Penyakit Dalam

atau Kesehatan Anak bila dicurigai ada kelainan sistemik.

Page 19: Referat THT

BAB 3

KESIMPULAN

Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan

sehari-hari dan bukan merupakan suatu penyakit, melainkan

sebagai gejala dari suatu kelainan.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan

sistemik. Sebab lokal antara lain : idiopati, trauma,

infeksi hidung dan sinus paranasal, tumor, pengaruh

lingkungan, benda asing dan rinolit. Sebab sistemik yaitu

Page 20: Referat THT

penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi

sistemik, gangguan endokrin, kelainan congenital.

Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari

Pleksus Kiesselbach (yang paling sering terjadi dan

biasanya pada anak-anak). Pada epistaksis posterior,

perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri

ethmoidalis posterior, sering terjadi pada pasien usia

lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau

penyakit kardiovaskuler dan perdarahan biasanya hebat dan

jarang berhenti spontan.

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis,

yaitu menghentikan perdarahan secara aktif seperti dengan

cara kaustik dan pemasangan tampon, mencegah komplikasi

baik sebagai akibat langsung epistaksis atau akibat usaha

penanggulangan epistaksis dan mencegah berulangnya

epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan umum

pasien.

Page 21: Referat THT

BAB 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Nuty dan Endang, Epistaksis, dalam : Efianty,

Nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT,

Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI,

Jakarta, 2002, 125-129

2. Peter A. Hilger, MD, Penyakit Hidung, dalam :

Harjanto, Kuswidayati, editor, BOIES, Buku Ajar

Penyakit THT, EGC, Jakarta, 1997, 224-233

3. Mansjoer, Arif., et al (eds), Kapita Selekta

Kedokteran ed.III, jilid 1, FKUI, Media Aesculapius,

Jakarta. 1999.pp; 96-99

4. Mark A. Graber dan Laura Beaty, Otolaringologi,

dalam : Dewi, Susilawati, editor, Buku Saku

Kedokteran Keluarga University of IOWA, ed.3, EGC,

Jakarta, 2006, 745-747