Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus
Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman
THALASEMIA
Disusun oleh:Ayu Herwan MardatillahNIM: 1310029039
Pembimbing:dr. Nirapambudi, Sp.PD
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA2014v
LEMBAR PENGESAHAN
THALASEMIA
Laporan Kasus
Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinikpada
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun oleh:Ayu Herwan MardatillahNIM: 1310029039
Dipresentasikan pada Agustus 2014
Pembimbing
dr. Nirapambudi, Sp.PD19681203 199803 1 004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah Subhanahu
wa Taala karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul Thalasemia. Laporan Kasus
ini disusun berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan penulis yang
bersumber dari textbook, jurnal, guidelines terbaru dan referensi
ilmiah lainnya. Dalam pelaksanaan hingga terselesaikannya Laporan
Kasus ini, penulis banyak memperoleh bantuan yang tak ternilai
harganya dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini,
dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. Prof. Zamruddin
Hasid, SE.,SU selaku Rektor Universitas Mulawarman.2. Bapak dr. H.
Emil Bachtiar Moerad, Sp.P, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman.3. dr. Sukartini, Sp. A selaku Ketua Program
Studi Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.4. dr. Kuntjoro, Sp.PD, selaku Ketua Lab/SMF IPD
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.5. dr. Nirapambudi,
Sp.PD, selaku dosen Pembimbing Klinik dan Pembimbing Laporan Kasus
yang dengan sabar memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi
yang sangat berharga dalam penyusunan Laporan Kasus ini dan juga
yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
saran, dan solusi selama penulis menjalani co.assisten di lab/SMF
IPD. 6. Dosen-dosen klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman khususnya staf pengajar IPD, terimakasih atas ilmu yang
telah diajarkan kepada kami. 7. Kedua orang tua tercinta dan adik
tersayang yang telah begitu banyak mencurahkan kasih sayang dan tak
pernah bosan mendoakan, mengingatkan, dan memberikan dukungan moril
maupun materiil kepada penulis.8. Rekan-rekan dokter muda IPD
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman yang selalu memberikan
dukungan dan semangat kebersamaan dalam menghadapi segala
permasalahan demi mencapai cita-cita kita yang mulia.9. Dan semua
pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.Akhir kata
penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis membuka diri untuk semua saran dan kritik
yang membangun. Harapan penulis, semoga laporan kasus yang
sederhana ini benar-benar dapat membawa manfaat bagi seluruh pihak
serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Samarinda, 09 Agustus 2014
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDULiLEMBAR PENGESAHANiiKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIvBAB
1 PENDAHULUAN61.1 Latar Belakang61.2 Tujuan7BAB 2 LAPORAN KASUS82.1
Anamnesis82.2 Pemeriksaan Fisik102.3 Pemeriksaan Penunjang132.4
Diagnosis15.2.5 Penatalaksanaan162.6 Prognosis162.7 Follow Up16BAB
3 TINJAUAN PUSTAKA183.1 Thalasemia18.BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS
KASUS53BAB 5 PENUTUP62DAFTAR PUSTAKA63
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangThalassemia yaitu suatu kelainan darah
bersifat genetik dimana terjadinya kerusakan DNA yang akan
menyebabkan tidak optimalnya produksi sel darah merah serta mudah
rusak dan hanya mampu bertahan kurang dari 120 hari. (Ngastiyah,
1997).Thalassemia berasal dari bahasa Yunani, yaitu talassa yang
berarti laut dan haema yang bararti darah. Yang dimaksud dengan
laut tersebut ialah Laut Tengah, yang merupakan tempat dimana untuk
pertama kalinya penyakit ini ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau
menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa
setelah berusia 1 tahun. (Riri Julianti, 2008)Untuk ukuran awam,
istilah Thalassemia mungkin cukup jarang terdengar. Padahal, di
Indonesia sendiri terdapat cukup banyak penderita kelainan darah
yang sifatnya menurun dan data yang ada juga pernah menyebutkan ada
sekitar ratusan ribu orang pembawa sifat Thalassemia yang beresiko
diturunkan pada anak mereka. (Daniel Irawan, 2009).Hingga kini
belum ada terapi yang tepat untuk menyembuhkan pasien Thalassemia.
Terapi yang dapat digunakan saat ini ialah dengan memberikan
transfusi darah dan tambahan asam folat, serta mempertahankan
hemoglobin di atas 10 gram/dl, agar aktivitas penderita Thalassemia
dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari. Akan tetapi transfusi
darah berulang dapat mengakibatkan penimbunan zat besi pada
organ-organ penting seperti jantung, hati, atau otak, dan dapat
mengganggu fungsi organ-organ tersebut. Untuk mencegah penimbunan
zat besi tersebut dapat digunakan dengan pemberian Desferoxamine
melalui syringe drive. Namun sayangnya tidak semua orang mampu
membeli obat ini karena harganya masih sangat mahal saat ini.
1.2 Tujuan Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang
dilaporkan. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur
dengan kenyataan yang terdapat langsung pada kasus. Mendiagnosa
dengan cepat dan menyusun rencana tatalaksana yang tepat kepada
pasien.
BAB IILAPORAN KASUS
2.1 AnamnesisIdentitas PasienNama: Tn. RDUmur: 22 TahunJenis
Kelamin: Laki-lakiAlamat: SamarindaPekerjaan: Pelajar (SMA)Agama:
IslamNo. Rekam Medis: 14.126.984Masuk Rumah Sakit : 25 Juli
2014Keluar Rumah Sakit : -
Keluhan UtamaPasien merasa lemas.
Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan lemas dan
pucat yang ia rasakan sejak 3 hari SMRS. Keluhan ini telah ia
rasakan sejak usia 17 tahun, pada awalnya dulu keluhan yang
dirasakan yakni pusing, lemas dan kadang disertai demam. Menurut
pengakuan pasien ia memiliki riwayat sakit Thalasemia sejak umur
tersebut. Keluhan ini muncul paling sering 2 kali setiap
tahunnya.Saat MRS pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu
disertai menggigil yang ia rasakan pula sejak 2 hari terakhir. Mual
dan muntah tidak ada. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit DahuluPasien pernah mengalami keluhan lemas dan
pucat sejak usia 17 tahun dengan riwayat sakit Thalasemia. Pasien
tidak memiliki riwayat sakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes
mellitus dan asma.
Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga pasien yang memiliki
riwayat penyakit yang serupa dengan pasien. Pasien mengaku ibu
pasien pernah sakit dan menjalani operasi sumsum tulang. Kemudian
tidak ada juga keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit DM,
Hipertensi maupun penyakit jantung.
Riwayat KebiasaanRiwayat konsumsi alkohol tidak adaRiwayat
konsumsi jamu-jamuan tidak adaRiwayat merokok tidak ada
25
2.2 Pemeriksaan FisikStatus GeneralisKeadaan Umum: sakit
sedangKesadaran: Composmentis, E4 V5 M6Antoprometri: BB : 53 kg, TB
: 165 cm
Tanda-tanda Vital: Tekanan Darah : 120/70 mmHg Nadi : 80
x/menit, reguler, equal, isi cukupFrekuensi Napas : 20 x/menit,
teratur, kuat angkat, isi dan tegangan cukup Temperatur :
37,7oCKepala/leher1. UmumEkspresi: sakit sedangKulit muka:
Kemerahan (-)
1. MataPalpebra: edema (-/-), retraksi (-), kelambatan
(-)Konjungtiva : anemis (+/+)Sklera : ikterus (-) Pupil : isokor
diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)Kabur (-) , diplopia (-),
fotophobia (-)
1. Hidung Septum deviasi (-)Tanda radang (-)Epistaksis (-)
1. TelingaBentuk: normalLubang telinga: normal, sekret (-)Proc.
Mastoideus: nyeri (-/-)Pendengaran : normal
1. Mulut Bibir: pucat (-), sianosis (-)Gusi: perdarahan
(-)Mukosa: hiperemis (-), pigmentasi (-)Lidah : makroglosia (-),
mikroglosia (-) Tonsil: bengkak (-), hiperemis (-)Faring: hiperemis
(-)
1. LeherInspeksi: tidak terlihat pembesaran pada kelenjar getah
bening Palpasi: tidak teraba adanya pembesaran kelenjar gerah
bening Auskultasi: tidak terdengar adanya suara tambahan, seperti
tidak terdengar adanya vascular bruit.
Thorax Umum Inspeksi: Bentuk dan pergerakan dada simetris
Retraksi otot pernapasan (-)Terlihat benjolan/massa pada thorax
sinistra yang mengeluarkan cairan berbauPalpasi: nyeri tekan pada
benjolan/massa
Pulmo: I = bentuk dada simetris, gerak napas simetris, retraksi
ICS (-) P = fremitus raba Dextra = Sinistra P = sonor di seluruh
lapang paru A = suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
Cor: I = Ictus cordis tidak terlihat P = Ictus cordis teraba di
ICS 6 P = kanan: ICS III parasternal line dextra Kiri: ICS VI 2
jari lateral midclavicula line sinistra Atas: ICS 2 Bawah: ICS 5
sejajar midaxilaris A = S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop
(-)
AbdomenI = Flat, sikatriks (-)P = Soefl, nyeri tekan (+) pada
region epigastrium, massa (-), organomegali (+)P = Timpani,
shifting dullness (-), fluid wafe (-)A = Bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangatEdema kekuatan otot 55 55
Superior InferiorEkstremitas hangat Ekstremitas hangatSianosis
(-) Sianosis (-)Palmar eritema (-)
2.3 Pemeriksaan PenunjangLaboratorium LAB1. Laboratorium (25 -
07 -2014)Pemeriksaan laboratorium kimia darah:Pemeriksaan yang
dilakukanHasil yang didapatNilai normal
GDS122 mg/dl60 - 150 mg/dl
GDP-60 100 mg/dl
G2PP-70 - 150 mg/dl
Ureum-10- 40 mg/dl
Creatinin-0,5-1,5 mg/dl
Natrium138135 155 mmol/L
Kalium3,63,6 5,5 mmol/L
Chlorida10495 108 mmol/L
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap:Pemeriksaan yang
dilakukanHasil yang didapatNilai normal
WBC 3,8 K/ul5.0-10.00 K/ul
RBC2,20 M/ul4.00-5.50 M/ul
HGB5,2 g/dl12.0-16.0 g/dl
HCT16,4 %36.0-48.0%
MCV74,6 fl82.0-92.0 fl
MCH23,627.0-31.0 pg
MCHC31,7 g/dl32.0-36.0 g/dl
PLT134 K/ul150-400 K/ul
LED- mm/jamP : < 10 mm/1jamW : < 10 mm/1jam
2. Laboratorium (29 07 -2014) Pemeriksaan laboratorium darah
lengkap :Pemeriksaan yang dilakukanHasil yang didapatNilai
normal
WBC2,2 K/ul5.0-10.00 K/ul
RBC2,37 M/ul4.00-5.50 M/ul
HGB5,8 g/dl12.0-16.0 g/dl
HCT17,9 %36.0-48.0%
MCV75,6 fl82.0-92.0 fl
MCH24,5 g/dl27.0-31.0 pg
MCHC32,4 g/dl32.0-36.0 g/dl
PLT110 K/ul150-400 K/ul
LED- mm/jamP : < 10 mm/1jamW : < 10 mm/1jam
2.4 DiagnosisThalasemia
2.5 Penatalaksanaan IVFD RL 30 tpm Paracetamol 3x500 mg Inj.
Ranitidin 2x1 amp Transfusi PRC 1 unit/hari
2.6 Prognosis
2.7 Follow UpTanggalSubjektif & ObjektifAssesment &
Planning
Hari ke- 126-07-2014FlamboyanS: demam (+) hari ke-7, mual (+),
muntah (-), lemas(+), tidak nafsu makan (+)
O: CM; TD 120/60 mmHg; N 80x/i; RR 20x/i; T: 37,7 oC NTE (+),
Ane (+/+)
A: ThalasemiaP: IVFD RL 30 tpm Paracetamol 3x500 mg Inj.
Ranitidin 2x1 amp IV Transfusi PRC 1 unit/hari Cek Widal
Hari ke-530-07- 2014FlamboyanS: demam (-), mual (+), muntah (-),
nafsu makan menurun
O: CM; TD 110/70 mmHg; N:72x/i; RR:16x/i; T : 36,3oC C NTE (+)
dan BU(+) normal, splenomegaly (+)
A: ThalasemiaP: IVFD RL 20 tpm Paracetamol 3x1 tab 500 mg Inj.
Ranitidin 2x1 amp
Hari ke-631-07-2014FlamboyanS: demam (-), mual (+), muntah (-),
nafsu makan menurun
O: CM; TD 120/90 mmHg; N 80x/i; RR 18x/i; T : 36,5 C NTE (-) dan
BU(+) normal, splenomegaly (+)
A: ThalasemiaP: IVFD RL 30 tpm Paracetamol 3x500 mg Inj.
Ranitidin 2x1 amp IV Transfusi PRC 1 unit/hari
Hari ke- 701-08-2014Flamboyan
S: demam (+) nafsu makan menurun
O: CM; TD 110/80 mmHg; N 88x/i; RR 14x/i; T 36,30C, NTE (-) dan
BU(+) normal, splenomegaly (+)
A: ThalasemiaP: IVFD RL 30 tpm Paracetamol 3x500 mg Inj.
Ranitidin 2x1 amp IV Transfusi PRC 1 unit/hari
Hari ke-802-08-2014Flamboyan
S: Demam(+), nafsu makan menurun, sariawan (+)
O: CM; TD 90/60 mmHg; N 86x/i; RR 18x/i; T 36,40C, NTE (+) dan
BU(+) normal, splenomegali
A: ThalasemiaP: IVFD RL 30 tpm Paracetamol 3x500 mg Inj.
Ranitidin 2x1 amp IV GOM 3x2 gtt Transfusi PRC 1 unit/hari
BAB 3TINJAUAN PUSTAKA
A. Thalassemia1. Definisi dan Penyebaran ThalassemiaThalassemia
berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena
penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah.
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara
autosomal dominan menurut hukum Mendel dari orang tua kepada
anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit
dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang
disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier =
pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang
disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah
satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan
bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap
penyakit thalassemia.(Ratna A.G, 2005)Penyakit ini pertama sekali
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B.
Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita
anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Oleh
sebab itu, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis
atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama
penemunya. (Ratna A.G, 2005)Pada beberapa penelitian, penyebaran
thalassemia meliputi kawasan sabuk bola dunia,yang dimulai dari
kawasan Mediterania hingga kawasan garis khatulistiwa di Indonesia.
Istilah sabuk thalassemia (WHO, 1983) inilah yang sering disebut
sebagai jalur penyebaran penyakit ini. Wilayah dengan prevalensi
tinggi talasemia adalah sekitar Laut Tengah, Timur Tengah, Asia
Selatan, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. (Ratna A.G,
2005)
Gambar 2.1. Sabuk Thalassemia (berwarna merah) merupakan jalur
penyebaran thalassemia (Hoffbrand AV dan Pettit JE, 2001).
Di Indonesia banyak dijumpai kasus Thalassemia, hal ini
disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan pencampuran penduduk.
Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal
dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok
migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang
lalu dan disebut Protomelayu (Melayu Awal) dan migrasi kedua diduga
2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu Akhir) dengan
fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi
hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau
Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores (Ratna A.G, 2005).
2. Klasifikasi ThalassemiaSecara molekuler thalassemia dibedakan
atas thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan
atas thalasemia mayor dan minor . (Mansjoer A, dkk, 2001).
Hemoglobin terdiri dari dua jenis rantai protein, yaitu rantai alfa
globin dan rantai beta globin. Jika terdapat masalah pada alfa
globin dari hemoglobin, hal ini disebut thalassemia alfa. Dan jika
masalah ditemukan pada beta globin hal ini disebut thalassemia
beta. Kedua bentuk alfa dan beta mempunyai bentuk dari ringan atau
berat. Bentuk berat dari Beta-Thalassemia sering disebut anemia
Cooleys (Darling D, 2007).
2.1 Thalassemia Alfa Gambar 2.2. Rantai Hemoglobin (Hemoglobin:
Structure & Function, 2007)
Pada gambar 2.2, empat gen dilibatkan di dalam membuat globin
alfa yang merupakan bagian dari hemoglobin, dua dari masing-masing
orangtua. Thalassemia alfa terjadi dimana satu atau lebih varian
gen ini hilang. (Darling D, 2007) Orang dengan hanya satu gen
mempengaruhi disebut silent carriers dan tidak punya tanda
penyakit. Orang dengan dua gen mempengaruhi disebut thalassemia
trait atau thalassemia alfa . akan menderita anemia ringan dan
kemungkinan menjadi carrier Orang dengan tiga gen yang yang
dipengaruhi akan menderita anemia sedang sampai anemia berat atau
disebut penyakit hemoglobin H. Bayi dengan empat gen dipengaruhi
disebut thalassemia alfa mayor atau hydrops fetalis. Pada umumnya
mati sebelum atau tidak lama sesudah kelahiran.Jika kedua orang
menderita alfa thalassemia trait (carriers) memiliki seorang anak,
bayi bisa mempunyai suatu bentuk alfa thalassemia atau bisa sehat.
(Darling D, 2007)
2.2Thalassemia BetaMelibatkan dua gen didalam membuat beta
globin yang merupakan bagian dari hemoglobin, masing-masing satu
dari setiap orangtua. Beta thalassemia terjadi ketika satu atau
kedua gen mengalmi variasi. (Darling D, 2007). Jika salah satu gen
dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan menderita anemia
ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/beta thalassemia
minor, jika kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia
sedang (thalassemia beta intermedia atau anemia Cooleys yang
ringan) atau anemia yang berat ( beta thalassemia utama, atau
anemia Cooleys) (Yayan Khyar, 2008).Anemia Cooleys, atau beta
thalassemia mayor jarang terjadi. Suatu survei tahun 1993 ditemukan
518 pasien anemia Cooleys di Amerika Serikat. Kebanyakan dari
mereka mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi mungkin
kebanyakan dari mereka tidak terdiagnosis (Yayan Khyar, 2008).Jika
dua orang tua dengan beta thalassemia trait (carriers) mempunyai
seorang bayi, salah satu dari tiga hal dapat terjadi (Darling D,
2007) : Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing
orangtua) dan mempunyai darah normal ( 25 %). Bayi bisa menerima
satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang thalassemia
trait ( 50 %). Bayi bisa menerima dua gen thalassemia ( satu dari
masing-masing orangtua) dan menderita penyakit bentuk sedang sampai
berat (25 %).
Gambar 2.3. Skema Penurunan Gen Thalassemia Menurut Hukum Mendel
(Yayan Khyar, 2008)3. Gejala dan Diagnosis Ciri ciri
ThalassemiaPenderita thalassemia ditandai oleh beberapa ciri khas
yaitu, tubuh pucat, lemah dan gelisah serta sesak nafas. Jika tubuh
tidak dapat menghasilkan salah satu daripada protein alfa atau
beta, maka sel-sel darah merah akan mengalami gangguan dalam
pengangkutan oksigen dari paru-paru kesuluruh tubuh. Dalam penyakit
thalassemia, pengurangan hemoglobin (akibat daripada pengurangan
pembentukan salah satu rantai globin), menyebabkan pengurangan
sel-sel darah merah secara umumnya disebut, anemia.
Diagnosis penderita Thalassemia dapat ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang antara lain
laboratorium darah, analisis hemoglobin, MRI serta USG dan
echoardiografi untuk melihat apakah sudah terjadi komplikasi dari
penyakit ini.
4. Penatalaksanaan ThalassemiaAda beberapa cara pengobatan
thalassemia yang dapat diterapkan secara serentak maupun serial.
Setiap pengobatan berupaya untuk memperbaiki sel darah merah yang
mengalami destruksi premature agar menjadi normal dan berbagai
komplikasi thalassemia juga dapat dihindarkan.
4.1 Pengobatan4.1.1 Transfusi DarahDengan transfusi darah secara
berkala dapat memperbaiki anemia dan mengurangi cacat tulang akibat
eritropoiesis yang berlebihan. Dengan transfusi saja pasien dapat
bertahan hingga decade kedua atau ketiga, tetapi secara bertahap
terjadi kelebihan zat besi. Zat besi, baik yang diperoleh dari sel
darah merah transfuse maupun zat besi yang diserap secara
berlebihan dari usus (sedikit banyak berkaitan dengan eritropoiesis
inefektif) yang menimbulkan kelebihan zat besi (Robbins, dkk,
2007). 4.1.2 Pemberian Obat DesferrioxamineKelebihan zat besi yang
diakibatkan oleh transfusi darah dapat diatasi dengan pemberian
obat desferrioxamine yang mampu mengeluarkan kelebihan zat besi
yang berlebihan didalam tubuh melalui air kencing. Obat ini
digunakan dengan cara disuntikkan dibawah kulit setiap hari dan
biasanya pada malam hari serta dilakukan secara berkala antara 5 7
malam setiap minggu untuk mendapatkan penurunan zat besi yang
baik.
4.1.3 Transplantasi Sumsum TulangPada penderita thalassemia yang
sangat berat dapat diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Dalam hal
ini diperlukan donor yang cocok (donor biasanya saudara kembar atau
saudara kandung penderita), dan sebaiknya dilakukan sedini mungkin
sejak kecil, yakni ketika anak belum banyak mendapat transfusi
darah, karena semakin sering transfusi semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor.
Sayangnya, di Indonesia tindakan ini masih dalam tahap
permulaan.Bila terjadi aktivitas limpa berlebihan, dapat dilakukan
pengangkatan limpa. Aktivitas limpa yang berlebihan dapat
menghancurkan juga sel darah yang normal, akibatnya Hb penderita
cepat turun. Hal ini lebih sering terjadi pada anak yang mendapat
transfusi lebih dari satu kali dalam satu bulan.
4.2 PencegahanMengingat dampaknya yang tidak kecil, langkah
pencegahan selalu menjadi yang terbaik bagi penyakit ini. Pada
penyakit thalasemia, untuk mencegah lahirnya anak dengan thalasemia
mayor adalah tidak menikah dengan pembawa gen thalasemia maupun
pengidap thalasemia. Untuk mengetahui seseorang itu mempunyai gen
thalasemia atau tidak,satu-satunya jalan adalah dengan pemeriksaan
atau tes darah. Sangat disayangkan tidak banyak yang melakukan
pemeriksaan kesehatan sebelum menikah. Hal ini turut meningkatkan
jumlah penderita talasemia yang di Indonesia memang sudah cukup
banyak. Ada bermacam-macam pemeriksaan yang dapat dilakukan,yaitu :
Melakukan tes darah sebelum terjadi perkawinan (premarital
screening). Pemeriksaan ini dilakukan pada calon suami istri yang
akan menikah. Jika pada perempuan tidak ditemukan gen pembawa
thalasemia,maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan pada laki-laki.
Tetapi jika ditemukan gen pembawa thalasemia pada perempuan,maka
laki-laki harus diperiksa juga. (Wendy Mehari, 2009) Apabila
sepasang suami isteri sudah mengetahui bahwa keduanya merupakan
pengidap penyakit thalasemia minor,maka maka perlu dilakukan
pemeriksaan dan perencanaan kelahiran yang teliti dengan dibantu
dokter dan ahli genetika agar anak yang lahir tidak mengidap
thalasemia.(Erik Tapan, 2009) Apabila telah terjadi perkawinan dan
hamil, maka perlu dilakukan pula antenatal atau prenatal diagnosis
untuk menghindari lahirnya anak dengan penyakit thalasemia. (Sut,
2009) Pemeriksaan pada janin dapat dilakukan saat usia kehamilan
mencapai 10-15 minggu. (Wendy Mehari, 2009)
4.2.1 Pemeriksaan Pra NatalPada saeorang ibu yang hamil, akan
diperiksa darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Jika hasilnya
normal, artinya tidak perlu ada tindakan apa-apa. Namun jika
hasilnya menunjukkan bahwa sang ibu pembawa sifat thalasemia, maka
sang suami harus juga diperiksa. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu
sama seperti pada sang Ibu, pemeriksaan darah tepi lengkap dan
analisis hemoglobin. Sama seperti pada Ibu, jika sang suami tidak
membawa gen talasemia, maka pemeriksaannya dianggap sudah
selesai.Namun jika sang suamipun membawa gen thalasemia,
pemeriksaan harus dilanjutkan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan analisis DNA suami-isteri. Kemudian dilakukan
pengambilan jaringan vili chorealis untuk menganalisa DNA janin.
Dari sini bisa diputuskan apakah janin tersebut normal, atau
menjadi pembawa sifat (heterozigot) ataupun menderita talasemia
major (penderita/homozigot). Kemungkinannya adalah 25% normal, 50%
minor dan 25% mayor.Pemeriksaan Pra Natal (sebelum kelahiran) yang
disebutkan di atas mengandung suatu resiko bahwa mungkin saja sang
janin menderita talasemia mayor. Ini merupakan suatu dilema yang
sangat sulit untuk diputuskan, apakah janin tersebut akan
dilahirkan atau tidak. Untuk itulah lagi-lagi dianjurkan hendaknya
pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum menikah ( M. Sangkot,
2009).Maka akan bisa diketahui apakah salah satu atau dua-duanya
pembawa gen thalasemia. Namun dari sisi kedua pasangan tersebut,
ini juga merupakan dilema. Biasanya bila diketahui salah satu
membawa sifat talasemia, maka pihak keluarga pasangannya akan
menolak melanjutkan hubungan tersebut (padahal sebenarnya tidak
perlu jika pasangannya normal).
5. Komplikasi pada Penyakit ThalasemiaKerusakan sel darah merah
dalam tubuh penderita thalasemia meninggalkan zat besi. Pada
manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan
membentuk sel darah merah baru. Sementara dalam tubuh penderita
thalasemia zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak
menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati karena suplai
sel darah merah diperoleh dari transfusi darah. Jumlah zat besi
yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu
fungsi organ tubuh. (Victor As, 2009)Komplikasi utama pada
thalasemia baik minor maupun mayor adalah anemia. Dan pada anemia
ini lah komplikasi penyakit thalasemia bermula. Anemia yang
disebabkan Thalassemia lebih serius sifatnya, disebabkan oleh
ketidakseimbangan hemoglobin pasien yang menyebabkan fungsi
hemoglobin sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh
jadi terganggu. Dan kondisi anemia ini tidak dapat diobati hanya
dengan mengonsumsi suplemen zat besi (Craig Butler, 2009).Jika
kondisi anemia yang disababkan oleh thalasemia ini sudah tergolong
parah, maka dibutuhkan transfusi darah untuk menyeimbangkan
eritrosit dalam tubuh dan menjaga agar suplai oksigen tetap stabil.
Transfusi darah harus dilakukan secara rutin dengan frekuensi 2-3
kali dalam satu minggu ( Craig Butler, 2009). Transfusi darah yang
terlalu sering menyebabkan zat besi tertimbun di organ-organ tubuh.
Penumpukan zat besi itu karena sel darah merah yang rusak itu
meninggalkan zat besi dalam tubuh. Dalam kondisi normal, zat besi
ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk sel darah merah baru yang
diproduksi oleh tubuh. Akan tetapi, karena tubuh memperoleh suplai
darah merah dari transfusi darah, maka terjadi penumpukan zat besi
di hampir seluruh organ tubuh (Victor As, 2009).Penumpukan zat besi
di organ-organ tubuh bersifat fatal karena dapat menyebabkan
kegagalan fungsi organ tersebut. Salah satu organ tempat penimbunan
zat besi adalah jantung. Banyak penderita thalasemia yang meninggal
akibat gagal jantung. Hal ini disebabkan oleh kurangnya daya
kompensasi yang dimiliki jantung dibandingkan dengan organ-organ
lainnya. Awalnya jantung akan mengalami pembesaran, namun karena
daya kompensasinya rendah, maka jantung tidak dapat lagi bekerja
(Victor As, 2009).Selain jantung, limpa dan hati juga mengalami
pembesaran akibat bekerja terus menerus membentuk sel darah merah,
limpa penderita menjadi besar karena penghancuran darah merah
terjadi di sana (Nining, 2009). Limpa dan hati yang membesar dapat
membatasi gerak tubuh penderita, menimbulkan peningkatan tekanan
intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture atau sobekan pada
organ tersebut karena terlalu besar (Bambang Permono dkk, 2009).
Penumpukan zat besi juga terjadi di kelenjar endrokrin sehingga
menyebabkan pubertas lambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek
dan lamban,dan bahkan tidak mempunyai keturunan. Dan yang lebih
parah lagi, penderita thalasemia berpeluang terkena penyakit
hepatitis B, hepatitis C dan HIV yang tertular dari transfuse darah
yang berulang. (Hulsman Stuart Roath, 1992)Perubahan pada tulang
juga dapat terjadi karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan (terutama tulang panjang). Dapat
pula mengakibatkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatik
dan maksilaris. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. IQ kurang baik
apabila tidak mendapat tranfusi darah secara teratur dan menaikan
kadar Hb. Jika kerusakan tulang terjadi pada tulang muka, misalnya,
pada tulang hidung, maka bentuk muka pun akan berubah. Batang
hidung menjadi hilang/melesak ke dalam (facies cooley). (Nining,
2009)
BAB 4PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS
Pasien atas nama Tn. RD dengan usia 22 tahun, datang ke rumah
sakit dengan keluhan utama lemas. Pasien datang dengan lemas sejak
3 hari SMRS. Keluhan ini telah ia rasakan sejak usia 17 tahun, pada
awalnya dulu keluhan yang dirasakan yakni pusing, lemas dan kadang
disertai demam. Menurut pengakuan pasien ia memiliki riwayat sakit
Thalasemia sejak umur tersebut. Keluhan ini muncul paling sering 2
kali setiap tahunnya.Saat MRS pasien juga mengeluhkan demam sejak 1
minggu disertai menggigil yang ia rasakan pula sejak 2 hari
terakhir. Mual dan muntah tidak ada. BAB dan BAK dalam batas
normal. Kemudian untuk keluhan saat ini didiagnosa Thasemia.
Diagnosa tersebut berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah
lengkap.4.1Anamnesis
FaktaTeori
Anamnesis Pertama kali menderita saat usia 17 tahun Lemas sejak
3 hari SMRS Pusing Demam Mual Napsu makan menurun Perut sebelah
kiri keras
Penderita thalassemia memiliki usia tersering pada usia >18-
67 tahun, ditandai oleh beberapa ciri layaknya anemia, seperti
lemas, gelisah, serta sesak napas. Selain itu penderita juga akan
mengeluhkan gangguan napsu makan, serta perut yang membesar yang
diakibatkan oleh hepatomegali atau splenomegali
Dari anamnesis, diperoleh beberapa gejala yang sesuai dengan
teori, antara lain lemas, gangguan napsu makan, dan perut yang
membesar. Terdapat gejala lain berupa demam, pusing dan mual.
Keluhan-keluhan seperti ini kerap muncul pada penderita karena
anemia, penderita mengeluhkan sering merasa lemas karena memiliki
kadar eritrosit yang rendah. Pasokan energi salah satunya
bergantung pada oksidasi dan eritrosit dalam tubuh. Semakin rendah
eritrosit, tingkat oksidasi dalam tubuh juga akan berkurang. Jumlah
eritrosit yang rendah ini juga menurunkan tingkat oksigen dalam
tubuh.
4.2Pemeriksaan FisikTeori Fakta
Pemeriksaan Fisik Facies Thalassemia Pucat Ikterik
Hepatosplenomegali Gangguan pertumbuhan tulang Pucat (+) Ikterik
(+/-) Splenomegali (+)
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien tergantung pada derajat
keparahan Thalassemia dan kadang tidak khas melalui pemeriksaan
fisik saja. Pucat dapat ditemukan pada semua jenis pasien dengan
kelainan darah. Splenomegali ditemukan pada pasien akibat destruksi
etritrosit premature di limfa dan akibat destruksi itu juga
penderita cenderung ikterik karena kadar bilirubin berlebihan dari
penghancuran eritrosit yang berlebihan. 4.3Pemeriksaan
Penunjang
FaktaTeori
Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan darah Hemoglobin : 5.2 g/dl
Hematokrit : 16,4% Retikulosit : - Hapusan darah tepi : - Indeks
eritrositMCV : 74,6 Analisis hemoglobin ( Electroforesis Hemoglobin
) : -Radio Imaging MRI (hematopoiesis) : -
Pemeriksaan Komplikasi USG (adanya splenomegali) : - MRI
(kelainan tulang) : - Echokardiografi : -
Diagnosis Thalasemia diketahui dari pemeriksaan darah termasuk
complete blood count (CBC) dan pemeriksaan Hemoglobin khusus (Hb
elektroforesis). Pemeriksaan lain bisa dilakukan untuk melihat
hematopoiesis dengan MRI, selain itu untuk memeriksa adanya
komplikasi seperti USG abdomen dan echocardiogarfi.
Pemeriksaan penunjang yang telah dipaparkan di atas telah
menunjukkan bahwa ada beberapa pemeriksaan penunjang yang sesuai
literature, meskipun ada beberapa yang belum dilakukan seperti
hapusan darah tepi untuk melihat bentukan eritrosit, MRI untuk
melihat hematopoiesis , dan pemeriksaan penunjang lain untuk
melihat adanya komplikasi dari Thalassemia seperti USG dan
echokardiografi.
4.4Penatalaksanaan
KasusTeori
Transfusi PRC 1 kolf/hari Paracetamol 3x500 mg Inj. Ranitin 2x1
amp intravena Terapi transfusi darah Terapi Iron Chelation Terapi
transplantasi sumsum tulang
Pemberian PRC pada pasien ini sudah sesuai dengan literatur.
Seperti yang telah dijelaskan. Terapi yang dapat digunakan saat ini
ialah dengan memberikan transfusi darah dan tambahan asam folat,
serta mempertahankan hemoglobin di atas 10 gram/dl, agar aktivitas
penderita Thalassemia dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari. Akan
tetapi transfusi darah berulang dapat mengakibatkan penimbunan zat
besi pada organ-organ penting seperti jantung, hati, atau otak, dan
dapat mengganggu fungsi organ-organ tersebut. Untuk mencegah
penimbunan zat besi tersebut dapat digunakan dengan pemberian
Desferoxamine melalui syringe drive. Namun sayangnya tidak semua
orang mampu membeli obat ini karena harganya masih sangat mahal
saat ini. Cara lain adalah cangkok sumsum tulang. Cara ini
sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu saat anak belum banyak
mendapat pasokan transfusi darah. Karena makin sering menjalani
tranfusi darah makin besar kemungkinan terjadi penolakan terhadap
sumsum tulang donor. Kelemahan dari metode ini adalah mahalnya
harga pengobatan, susahnya mencari donor yang cocok, dan prosesnya
yang menyakitkan penderita.
BAB 5PENUTUP
5.1KesimpulanTelah diperiksa pasien laki-laki usia 22 tahun yang
didiagnosis dengan Thalassemia dari anamnesis (riwayat penyakit
sekarang dan dahulu), pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
didapatkan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang belum
sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA
AS, Victor. 2009. Banyak Penderita Thalasemi Meninggal Karena
Gagal Jantung.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=171306. [21 April
2007]
Darling, David. THALASSEMIA. United states of america.
http://www.daviddarling.info [24 Agustus 2009]
Ganie, Ratna Akbari. 2005. Thalassemia : Permasalahan dan
Penanganannya dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran, diucapkan di
hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .
Hemoglobin: Structure & Function. 2007.
http://www.med-ed.virginia.edu-courses-path-innes-images-nhgifs-hemoglobin1.gif.htm
[24 Agustus 2009]
Irawan, Daniel . 2009. Mengenal Thalasemia.
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=28:kesehatan&id=11027:mengenal-thalasemia.
[4 Februari 2008]
Khyar, Yayan. 2008. Thalasemia. http://www.yayan_akhyar.com [24
Agustus 2009]
Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3,
Jakarta: Media aesculapius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Permono, Bambang dkk. 2009. Thalasemia.
http://ummusalma.wordpress.com/2007/01/24/thalasemia/. [24 Januari
2007]
Reksodiputro, A.Harryanto. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi IV. Jakarta: Penerbit FK UI.