Top Banner
Clinical Science Session SINUSITIS Oleh : VYORA ULVYANA 0810313249 REZI YANA RIZKY 0810313081 AMALIA RESTI 0810311007 MEGA REDHA PUTRI 0910312038 Preseptor : dr. Effy Huriyaty, Sp. THT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN BEDAH KEPALA DAN LEHER 1
23
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Sinusitis Kelompok IA

Clinical Science Session

SINUSITIS

Oleh :

VYORA ULVYANA 0810313249

REZI YANA RIZKY 0810313081

AMALIA RESTI 0810311007

MEGA REDHA PUTRI 0910312038

Preseptor :

dr. Effy Huriyaty, Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

BEDAH KEPALA DAN LEHER

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2013

1

Page 2: Referat Sinusitis Kelompok IA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul

“Sinusitis”. Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorok

RSUP DR M Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Effy Huriyati, SpTHT-KL

sebagai preseptor yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi

kesempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan

dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang “Sinusitis” terutama

bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, April 2013

Penulis

2

Page 3: Referat Sinusitis Kelompok IA

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR…….........................................…………………………2

DAFTAR ISI……………..........................…………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………...………………...................................4

1.2 Batasan Masalah………...............……………………………………5

1.3 Tujuan Penulisan……….……………………….................................5

1.4 Metode Penulisan………………..…………………...........................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi …………………………………………………………......6

2.2 Anatomi …………………………………………………………….

6

2.3 Etiologi......………………....................................…………………9

2.4 Patofisiologi ..………………...……………….................................9

2.5 Klasifikasi Sinusitis ………………………………………………..10

2.6 Manifestasi Klinis………………………………...………...............10

2.7 Diagnosis…………………………………………………………...10

2.8 Tatalaksana…………………………………………………………11

2.9 Komplikasi……………………………………….…………….......12

2.10 Prognosis ……………………………………………………..........13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………...............14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….................15

3

Page 4: Referat Sinusitis Kelompok IA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter

sehari-sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan

tersering seluruh dunia. Sinusitis merupakan penyakit dengan persentase yang

signifikan di dalam populasi dan dapat menyebabkan morbiditas jangka panjang.

Sinusitis adalah penyakit yang multifaktorial dan telah menjadi penyakit nomor

satu di Amerika, dan jutaan dolar dihabiskan untuk mengobatan penyakit ini.

Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,

alergi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri.

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila

mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena

ialah sinus ethmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus

sphenoid lebih jarang lagi.

Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi

rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis

dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi

orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit

diobati.

Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi

premolar dan molar atas dan sering terlihat pada pemeriksaan radiologi oral dan

fasial. Hubungan ini dapat menimbulkan problem klinis, seperti infeksi yang

berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi

sinus. Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248

pasien (50%) dari 496 pasien rawat jalan yang datang pada tahun 1996.

4

Page 5: Referat Sinusitis Kelompok IA

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi, patofisiologi,

manifestasi klinis diagnosis, tatalaksana dan komplikasi sinusitis.

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk menambah pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi,

patofisiologi, manifestasi klinis diagnosis, tatalaksana dan komplikasi

sinusitis.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

5

Page 6: Referat Sinusitis Kelompok IA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Rinosinusitis (termasuk polip hidung) didefinisikan sebagai :

o Inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau

lebih gejala, salah satunya harus termasuk sumbatan hidung / obstruksi /

kongesti atau pilek (sekret hidung anterior / posterior), nyeri / tekanan wajah,

penurunan / hilangnya penghidu

o Salah satu dari temuan endoskopi:

1. Polip dan / atau

2. Sekret mukopurulen dari meatus medius dan / atau

3. Edema / obstruksi mukosa di meatus media

o Gambaran tomografi computer memperlihatkan perubahan mukosa di kompleks

osteomeatal dimeatus media

2.2 Anatomi

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsikan karena sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang

sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus

ethmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil

pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam tulang.

Semua sinus mempunyai muara ke dalam rongga hidung.

6

Page 7: Referat Sinusitis Kelompok IA

a. Sinus Maksilaris

Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus

maksilaris arcus I.

Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung,

sedang apexnya pada pars zygomaticus maxillae.

Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada

orang dewasa.

Berhubungan dengan :

- Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra

orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat

menjalar ke mata.

- Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2

Mo1ar.

- Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

b. Sinus Ethmoidalis

Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa

terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis.

7

Page 8: Referat Sinusitis Kelompok IA

Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak

antara hidung dan mata

Berhubungan dengan :

- Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu

lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah

menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb).

- Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika

melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah

maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill

Hematoma.

- Nervus Optikus.

- Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

c. Sinus Frontalis

Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

Volume pada orang dewa sa ± 7cc.

Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

Berhubungan dengan :

- Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

- Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

- Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

d. Sinus Sfenoidalis

Terbentuk pada fetus usia bulan III.

Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.

Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

Berhubungan dengan :

- Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

- Glandula pituitari, chiasma n.opticum.

- Tranctus olfactorius.

- Arteri basillaris brain stem (batang otak).

8

Page 9: Referat Sinusitis Kelompok IA

2.3 Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,

bermacam rhinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil,

polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka,

sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan

imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener, dan di luar negri

adalah penyakit fibrosis kistik.

2.4 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

lancarnya klirens mukosiliar didalam KOM. Mukus juga mengandungsubstansi

antimikroba dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh

terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang

membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang

berdekatan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium

tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang

menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap

sebagai rinositis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa

pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan

media yang baik untuk tumbuhnya dan multipikasi bakteri. Sekret menjadi

purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan

terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor

predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob

berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang

terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi,

polipoid atau pembengkakan polip dan kista.

9

Page 10: Referat Sinusitis Kelompok IA

2.5 Klasifikasi Sinusitis

Berdasarkan lama perjalanan penyakit, sinusitis dibagi atas:

1. Sinusitis akut adalah proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung

selama 4 minggu. Macam-macam sinusitis akut: sinusitis maksila akut,

sinusitis etmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.

2. Sinusitis subakut adalah proses infeksi di dalam sinus yang berlansung

selama 4 minggu sampai 3 bulan.

3. Sinusitis kronis adalah proses infeksi di dalam sinus yang

berlansung selama lebih dari 3 bulan bahkan dapat juga berlanjut

sampai bertahun-tahun.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas:

1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala sesuatu

yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.

2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering

menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan

molar).

2.6 Manifestasi Klinis

Maniferstasi klinis sinusitis adalah :

- Hidung tersumbat

- Nyeri atau rasa tertekan pada daerah wajah, nyeri tekan pada daerah

sinus atau referred pain.

- Sekret ingus purulen, kadang turun ke tenggorokan

- Gejala sistemik berupa lesu dan demam

- Sakit kepala

2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan

posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosa yang

tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis

10

Page 11: Referat Sinusitis Kelompok IA

maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada

sinusitis etmoid posterior dan sphenoid).

Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak

sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.

Pemeriksaan pembentu yang pentng adalah foto polos atau CT scan.

Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai

kondisi sinus – sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan

terlihat perselubungan, batas udara cairan ( air fluid level ) atau penebalan

mukosa.

CT Scan sinus merupakan gold standar diagnosis sinusitis karena

mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung

dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya

dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik

dengan pengobatan atau pra operasi saat melakukan operasi sinus.

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram

atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunkan karena sangat terbatas

kegunaannya.

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan

mengambil sekret dari meatus medius atau superior, untuk mendapatkan

antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar

dari pungsi sinus maksila.

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus

maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi

sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus

untuk terapi.

2.8 Tatalaksana

Tujuan terapi sinusitis adalah :

a. Mempercepat penyembuhan

b. Mencegah komplikasi

c. Mencegah sinusitis menjadi kronik

11

Page 12: Referat Sinusitis Kelompok IA

Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drainase

sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi

pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan

pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik

yang dipilih golongan penisilin seperti amoksisislin. Jika terjadi resistensi

atau bakteri memproduksi beta laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin,

plavulanat, atau jenis sefalosporin generasi kedua. Pada sinusitis, antibiotik

diberikan 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis

kronik, diberikan antibiotik yang sesuai dengan kuman gram negatif dan

anaerob. Selain dekongestan oral, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan

seperti analitik, mukolitik, steroid oral / topical, pencucian rongga hidung

dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).

Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan

terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan

jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.

Tindakan operasi

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan operasi terkini untuk

sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Indikasi :

- Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat

- Sinusitis kronik disertai kista / kelainan irreversible

- Polip ekstensif

- Adanya komplikasi sinusitis

- Sinusitis jamur

2.9 Komplikasi

Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik

dengan eksaserbasi akut, berupa :

a. Kelainan orbita

Disebabkan oleh sinus paranasal yang dekat dengan mata, paling sering

sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis maksila.

Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.

12

Page 13: Referat Sinusitis Kelompok IA

Kelainan yang dapat timbul adalah udem palpebra, selulitis orbita, abses

subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus

kavernosus.

b. Kelainan intracranial

Komplikasi paling berbahaya dari sinusitis khususnya sinusitis frontal dan

sphenoid adalah penyebaran infeksi bakteri anaerob ke otak baik melalui

melalui tulang ataupun pembuluh darah. Dapat berupa meningitis, abses

ekstradural atau subdural, abses otak, dan thrombosis sinus kavernosus.1

Komplikasi pada sinusitis kronis berupa :

a. Osteomyelitis dan abses subperiostal

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal, sering ditemukan pada anak-

anak. Pada osteomyelitis sinus maksila, dapat timbul fistula oroantral atau

fistula pada pipi.

b. Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkoektasis.

Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut

sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma

bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.

2.10 Prognosis

Prognosis sinusitis akut sangat baik, dengan sekitar 70% pasien dapat

sembuh tanpa pengobatan. Antibiotik oral dapat mengurangi gejala sinusitis.

Sinusitis kronik memiliki perjalanan penyakit yang bervariasi. Prognosisnya

baik, bila penyebab sinusitis adalah anatomis dan ditatalaksana dengan

tindakan pembedahan. Lebih dari 90% pasien mengalami kemajuan dengan

intervensi bedah. Namun, pasien ini memiliki kemungkinan untuk relaps,

sehingga dibutuhkan regimen untuk mencegah kekambuhan.

13

Page 14: Referat Sinusitis Kelompok IA

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa

sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus

paranasal disebut pansinusitis.

Paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid,

sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang, pada anak

hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus

frontal dan sinus sfenoid belum.

Sinusitis terjadi jika ada gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus.

Bila terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan

lendir tidak dapat dialirkan. Akibatnya lendir yang diproduksi mukosa

sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk

tumbuhnya bakteri patogen.

Secara klinis sinusitis dibagi menjadi sinusitis akut, bila gejala

berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila

berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila lebih

dari 3 bulan.

Terapi sinusitis secara umum diberikan medikamentosa

berupa antibiotic selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik

telah hilang. Antibiotik yang diberikan berupa golongan

penisilin. Diberikan juga dekongestan sistemik dan

analgetik untuk menghilangkan nyeri. Terapi pembedahan

dilakukan jika ada komplikasi ke orbita atau intrakanial;

atau bila nyeri hebat karena sekret tertahan oleh

sumbatan yang biasanya disebabkan sinusitis kronis.

14

Page 15: Referat Sinusitis Kelompok IA

DAFTAR PUSTAKA

1. Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor.

Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 6, Balai Penerbit FK

UI, Jakarta 2007, 150-154.

2. Budiman, BJ, Ade Asyari. 2012. Diagnosis dan Penatalaksanaan

Rinosinusitis dengan Polip Nasi. Diakses dari

http://repository.unand.ac.id/17218/1/Penatalaksanaan_rinosinusitis_dengan_p

olip_nasi.pdf pada tanggal 23 April 2013 pukul 16.30.

3. Farhat. 2007. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis

Maksila. Diakses dari pada tanggal 23 April 2013 pukul 16.45.

4. University of Maryland Medical Centre. 2011. Sinusitis Symtoms. Diakses dari

http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_sinusitis_000062_5.htm

diakses pada tanggal 24 April 2013 pukul 17.00.

5. Shah, AR, FN. Salamone, TA.Tami. 2008. Otolaryngology : Head and Neck

Surgery. New York : Lange Medical Book.

15