SINUSITIS JAMUR
PENDAHULUAN
Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang
sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap
individu. Sinus terletak di bagian depan pada wajah yaitu dahi, di
antara mata, dan pada tulang pipi.1 Sinusitis jamur didefinisikan
sebagai suatu spektrum dari kondisi patologik yang berkaitan dengan
inflamasi sinus paranasal akibat adanya jamur. Infeksi sinus oleh
jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian.
Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik
yang disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul
non-spesifik, bahkan tanpa gejala. Jamur adalah organisme seperti
tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil yang cukup. Jamur
mengasorbsi makanan dari bahan organik yang telah mati. Jamur tidak
hanya mengasorbsi makanan dari benda mati saja, tetapi
kadang-kadang jamur dapat mengasorbsi makanan dari organisme yang
masih hidup. Inilah yang disebut infeksi jamur.3,4 Infeksi sinus
karena jamur jarang terdiagnosa dikarenakan gejalanya mirip dengan
sinusitis kronis yang disebabkan oleh bakteri, sehingga perlu
mendapat perhatian apabila didapati sinusitis yang tidak mengalami
perbaikan setelah mendapat pengobatan antibiotika.1 Jamur termasuk
organ saprofitik yang dapat berubah menjadi patogen bila kondisi
sinus tidak normal misalnya karena ada obstruksi muara sinus dan
gangguan ventilasi. Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal.
Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis
maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis
sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis
etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada
anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang,
sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum. Agen etiologi
sinusitis dapat berupa virus, bakteri, atau jamur.1,2 Bila sistem
imun tubuh menurun, jamur memiliki kesempatan untuk masuk dan
berkembang dalam tubuh. Oleh karena organisme ini tidak membutuhkan
cahaya untuk memproduksi makanannya, maka Jamur dapat hidup di
lingkungan yang lembab dan gelap. Sinus yang merupakan rongga yang
lembab dan gelap adalah tempat alami di mana jamur dapat ditemukan.
Hal inilah yang menyebabkan timbulnya sinusitis jamur. Jamur yang
paling banyak menyebabkan penyakit pada manusia adalah dari spesies
Aspergillus sp dan Mucor sp.4ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS
PARANASALIS
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi
mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia
3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila
dan etmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontalis
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang
lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara
15-18 tahun.1 Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap
dan bagian lateral rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan
simetri bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga di dalam
beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai: sinus maksilaris,
sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya
berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang
saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara ke dalam
hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang
mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia,
sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, rongga
terutama berisi udara.2
Gambar 1: Letak sinus paranasalis, dikutip dari kepustakaan
5Pembagian sinus paranasalis antara lain:1,5,6a. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat
lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang
dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml
saat dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior
sinus ialah permukaan fasial os maksilla yang disebut fosa kanina,
dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding
superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semi
lunaris melalui infundibulum etmoid. Suplai darah terbanyak melalui
cabang dari arteri maksilari. Inervasi mukosa sinus melalui cabang
dari nervus maksilari.
b. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak
bulan keempat fetus, berasal dari sel-sel resessus frontal atau
dari sel-sel infundibulum etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8
cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal
biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Sinus
frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan
fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frotal mudah
menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya
yang terletak di resessus frontal. Resessus frontal adalah bagian
dari sinus etmoid anterior. Suplai darah diperoleh dari arteri
supraorbital dan arteri supratrochlear yang berasal dari arteri
oftalmika yang merupakan salah satu cabang dari arteri carotis
inernal. Inervasi mukosa disuplai oleh cabang supraorbital dan
supratrochlear cabang dari nervus frontalis yang berasal dari
nervus trigeminus.
Gambar 2: potongan sagital sinus fontalisc. Sinus Etmoid
Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya
di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm,
tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di
bagian posterior. Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari
sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa
bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17
sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi
menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan
sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel
sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di
bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid
posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
terletak di posterosuperior dari perlekatan konka media. Di bagian
terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resessus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Atap sinus
etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat
tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian
belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
Suplai darah berasal dari cabang nasal dari sphenopalatina arteri.
Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilari nervus
trigeminus.Gambar 3: CT scan koronal sinus maksila dan sinus
etmoidd. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan
lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasai dari 5-7,5 ml.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebrimedia
dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah
lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna
(sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya
berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. Suplai
darah berasal dari arteri carotis internal dan eksternal. Inervasi
mukosa berasal dari nervus trigeminus.Gambar 4: potongan sagital
sinus frontalis dan sinus sphenoidBagian atas rongga hidung
mendapat perdarahan dari arteri etmoid anterior dan posterior yang
merupakan cabang dari arteri oftalmikus, sedangkan arteri
oftalmikus berasal dari arteri karotis interna. Bagian bawah rongga
hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilla interna.
Yang penting ialah arteri sphenopalatina dan ujung dari arteri
palatina mayor. Bagian depan dan atas dari rongga hidung mendapat
persarafan sensoris dari nervus etmoid anterior yang merupakan
cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus
oftalmikus (nervus V-1). Rongga hidung lainnya sebagian besar
mendapatkan persarafan sensoris dari nervus maksilla melalui
ganglion sphenopalatina. Ganglion sphenopalatina disamping
memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan
vasomotor/otonom pada mukosa hidung. Ganglion ini menerima
serabut-serabut sensoris dari nervus maksilla (nervus V-2), serabut
parasimpatis dari nervus petrosis superfisialis mayor, dan
serabutserabut simpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion
sphenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas dari ujung
posterior konka media.1Sampai saat ini belum ada penyesuaian
pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat
bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori
yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:1,7 1.
Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)Sinus berfungsi
sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus
kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga
dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus.2.
Sebagai panahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi
orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang
berubah-ubah.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat
tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan
tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari
berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap bermakana.4.
Membantu resonansi udara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan
mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat,
posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi
sebagai resonansi yang efektif.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar
dan mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus.6. Membantu
produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya
kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif
untuk membersihkan partikel yang turut masuk dalam
udara.EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya penggunaan
antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi. Kondisi
predisposisi pada pasien dengan diabetes mellitus, neutropenia,
penderita AIDS, dan pasien yang lama dirawat di rumah sakit. Jenis
jamur yang paling sering menyebabkan sinusitis jamur adalah
Aspergillus dan Candida.1ETIOLOGI
Pada Sinusitis jamur noninvasif seperti allergic fungal
sinusitis dan sinus mycetoma/fungal ball. Kebanyakan penyebabnya
adalah Curvularia lunata, Aspergillus fumigatus, Bipolaris dan
Drechslera. A.Fumigatus dan jamur dematiaceous kebanyakan
menyebabkan sinus mycetoma.Pada sinusitis jamur invasif termasuk
tipe akut fulminan, di mana mempunyai angka mortalitas yang tinggi
apabila tidak dikenali dengan cepat dan ditangani secara agresif,
dan tipe kronik dan granulomatosa.Jamur saprofit selain Mucorales,
termasuk Rhizopus, Rhizomucor, Absidia, Mucor, Cunninghammela,
Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces sp, menyebabkan sinusitis
jamur invasif akut. A. Fumigatus satu-satunya jamur yang
dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif kronik. Aspergillus
flavus khusus dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif
granulomatosa.4PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sinusitis jamur mencakup pengisian sinus dan
adanya perubahan respons imun terhadap jamur. Sindrom invasif dan
noninfasif pada sinusitis jamur mempunyai gejala-gejala khas yang
jelas. Keduanya dapat terjadi pada pasien dengan immunocompetent
atau immunocompromised, dapat secara akut atau kronik dan dapat
menyebar ke orbita, struktur-struktur mata, dan ke otak.11
Patofisiologi allergic fungal sinusitis diperkirakan sama dengan
allergic bronchopulmonary fungal disease. Pertama, host yang atopik
terpapar jamur, secara teori masuk melalui saluran napas yang
normal dan berkoloni di kavitas sinus, yang mana mengandung inisial
stimulus antigen. Respon terhadap inisial inflamasi terjadi sebagai
akibat dari reaksi Gell and Coombs tipe I (IgE mediated) dan tipe
III (immune complex-mediated), menyebabkan edema jaringan. Hal ini
menyebabkan obstruksi ostium sinus. Apabila siklus terjadi
terus-menerus akan menghasilkan produk, alergi mucin, yang mengisi
sinus. Akumulasi debris ini mengobstruksi sinus dan memperberat
proses.4,9Sinus mycetoma biasanya unilateral dan melibatkan sinus
maksilaris. Pasien dengan sinus mycetoma adalah pasien dengan
immunocompetent. Kondisi alergi IgE jamur spesifik biasanya
kurang.4,9Sinus mycetoma Acute invasive sinusitis terjadi dari
penyebaran cepat jamur melalui invasi vaskular ke orbita dan sistem
saraf pusat. Ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes
dan pasien dengan immunocompromised dan dilaporkan juga pada
orang-orang dengan immunocompetent. Pasien-pasien ini biasanya
membutuhkan perawatan.4,9Chronic invasive sinusitis adalah infeksi
jamur yang progresif lambat dengan proses invasif yang rendah dan
biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes.4,7KLASIFIKASI
SINUSITIS JAMUR
Sinusitis jamur dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu sinusitis
jamur non invasif dan sinusitis jamur invasif.10Sinusitis jamur non
invasif terdiri dari :
Mycetoma fugnal sinusitis atau fungal ball Allergic fungal
sinusitis Non allergic fungal sinusitisSinusitis jamur invasif
terdiri dari :
Acute invasive fungal sinusitis Chronic invasive fungal
sinusitis Granulomatous invasive fungal sinusitis1. Mycetoma fungal
sinusitis atau fungal ball
Di mana terdapat gumpalan-gumpalan spora yang disebut fungal
ball, di dalam kavitas sinus, frekuensi terbanyak pada sinus
maksilaris. Organisme yang terlibat paling sering adalah famili
Aspergillus. Pasien dengan kondisi ini
biasanya mempunyai riwayat infeksi sinus yang rekuren, gejalanya
biasanya
hampir mirip dengan sinusitis bakteri.10
Gambar 5: fungal ball pada sinus maksilaris kanan, dikutip dari
kepustakaan 92. Allergic Fungal sinusitis
Merupakan suatu reaksi alergi yang terjadi akibat respon pada
lingkungan di sekitar jamur yang tersebar ke udara. Jamur yang
terlibat paling banyak family Dematiceous, termasuk Bipolaris,
Curvularia, dan Alternaria, dimana biasa terdapat di lingkungan.
Seperti pada fungal ball, gejalanya bisa sama dengan sinusitis
bakteri. Polip nasal dan sekret yang kental biasanya didapatkan
pada pemeriksaan nasal.10Gambar 6: mukus yang kental di sinus
maksilari, dikutip dari kepustakaan 103. Non Allergic Fungal
Sinusitis
Pada beberapa kasus, mucin dan fungal mungkin saja
diindentifikasi pada pasien yang tidak disertai dengan alergi
jamur. Jamur mungkin saja ditemukan pada sinus pasien yang memiliki
riwayat operasi sebelumnya.104. Chronic Invasive Sinusitis
Sinusitis invasif akut dan kronik adalah tipe paling serius dari
sinusitis jamur, dan untunglah hanya sedikit yang ada. Sinusitis
jamur invasif kronik perkembangannya lebih lambat dan tumbuh ke
dalam jaringan sinus dan tulang. Secara mikroskopik, ditandai
dengan infiltrat inflammatori granulomatosa. Jamur yang paling
sering adalah famili Rhizopus, Mucor, dan Aspergillus.105. Acute
Invasive Sinusitis
Sinusitis jamur invasif akut proses perkembangannya cepat dan
tumbuh ke dalam jaringan sinus dan tulang. Sinusitis jamur tipe ini
ditemukan pada pasien dengan immunocompromised. Contohnya setelah
mendapatkan kemoterapi atau pasien dengan diabetes yang tidak
terkontrol.10Gambar 7: gambaran invasive fungal sinusitis, dikutip
darikepustakaan 106. Granulomatous Invasive Fungal Sinusitis
Sinusitis jenis ini jarang ditemukan. Sinusitis jamur jenis ini
kebanyakan ditemukan pada daerah-daerha tertentu seperti Sudan,
India, Pakistan, dan Saudi Arabia. Pasien penderita sinusitis jamur
ini memiliki status immun yang normal. Perjalanan penyakit ini
sangat lambat dan lebih dari tiga bulan, dan pasien disertai dengan
pembesaran atau penonjolan massa pada pipi, daerah sekitar mata,
hidung dan sinus. Secara mikroskopis sinusitis ini memiliki
karakter berupa terdapatnya formasi granuloma, dan ini dibedakan
dengan sinusitis jamur invasif kronik. Aspergillus falvus adalah
organisme penyebebanya.10DIAGNOSIS
Anamnesis dan Gejala Klinis
Sinusitis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis
kronik, yang memiliki faktor predisposisi seperti neutropenia,
AIDS, penggunaan jangka panjang kortikosteroid atau antibiotik
spektrum luas, diabetes yang tidak terkontrol, atau imun yang
rendah. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus berikut:
sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi
antibiotik. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus atau
bila ada membran berwarna putih keabu-abuan pada irigasi
antrum.1,9Mycetoma fungal sinusitis atau fungal ball
Merupakan bentuk non invasif, jamur tidak masuk ke dalam
jaringan tetapi membentuk gumpalan jamur di dalam lumen sinus. Tipe
ini tidak membuat kerusakan mukosa dan tulang. Sering hanya
unilateral dan kebanyakan mengenai sinus maksilaris. Gambaran
klinisnya menyerupai sinusitis kronis yaitu secret yang purulen,
obstruksi hidung, sakit kepala satu sisi, nyeri wajah, adanya post
nasal drip, dan nafas yang berbau, kadang-kadang dapat terlihat
massa jamur bercampur sekret di dalam kavum nasi. Pada operasi
mungkin ditemukan massa yang berwarna coklat kehitaman kotor
bercampur sekret purulen di dalam rongga sinus.3,4Allergic Fungal
sinusitis
Sering mengenai penderita atopi dewasa muda dengan polip hidung
atau asma bronkial. Secara klinis gejalanya mirip dengan sinusitis
kronis berulang atau persisten, lebih sering bilateral dengan
keluhan hidung tersumbat dan sering ditemukan adanya polip.4,9Bent
dan Kuhn membuat kriteria diagnosis untuk sinusitis alergi
jamurYaitu:71. Tes atau riwayat atopik terhadap jamur positif.
2. Obstruksi hidung akibat edema mukosa atau polip.
3. Gambaran CT Scan menunjukkan material yang hiperdens dalam
rongga sinus dan erosi dinding sinus.
4. Eosinifil positif
5. IgE total meningkat
6. Konfirmasi histopatologi dengan terlihatnya musin alergik
dengan hifa-hifa jamur (kultur jamur bisa positif atau negatif).Non
Allergic fungal Sinusitis
Pada kasus ini pasien mugnkin saja tidak memiliki riwayat alergi
terhadap jamur, namun pada temuannya dapat ditemukan mucin atau
fungal. Dan biasanya ditemukan pada beberapa pasien yang pernah
menjalani operasi sinus sebelumnya
. Invasive Fungal Sinusitis
Bersifat kronis progresif, dapat mengadakan invasi ke rongga
orbita dan intrakranial. Gambaran kliniknya menyerupai penyakit
granuloma hidung. Penderita biasanya mengeluh hidung tersumbat
disertai gejala-gejala sinusitis kronis yang lain. Mungkin terdapat
granuloma dalam hidung dan sinus serta nekrosis jaringan, yang
sering menyebabkan ulkus pada septum. Granuloma dapat meluas ke
struktur di sekitarnya. Sehingga menimbulkan keluhan gangguan
neurologik atau oftalmoplegia yang mirip dengan gejala tumor ganas.
Granuloamtous invasive fungal sinusitis, Insiden sinusitis ini
jarang. Pada umumnya pasien memiliki status immunologis yang
normal. Perjalanan penyakit ini lambat dan lebih dari tiga bulan
dan pasien disertai dengan pembesaran atau massa di daerah pipi,
daerah orbita, hidung, dan sinus. 3,4Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
Terdapat peningkatan konsentrasi total jamur spesifik IgE pada
pasien dengan allergic fungal sinusitis. Sedangkan pada sinus
mycetoma jarang terjadi. Biasanya >1000 U/ml (normal