Page 1
REFERAT THT
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
Oleh:
Aditiya Maulana, S.Ked
110.2010.007
Pembimbing :
Kol (Purn) dr.Tri Damijatno Sp.THT
Kol (CKM) dr.Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp.THT-KL
Mayor (CKM) dr. M. Andi Fathurakhman, Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA
HIDUNG TENGGOROK- KEPALA &LEHER
RS. TK II MOHAMMAD RIDWAN MEURAKSA KESDAM JAYA
Page 2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sholawat serta salam atas nabi besar Muhammad SAW. Terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Mayor CKM dr M Andi Fathurakhman, Sp.
THT-KL, Kolonel CKM dr. Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp.THT-KL dan Kolonel
(Purn) dr. Tri Damijatno, Sp.THT atas kesediaan, waktu, dan kesempatan yang
diberikan sebagai pembimbing referat ini, kepada teman sesama kepaniteraan Telinga
Hidung Tenggorokan dan perawat yang selalu mendukung, memberi saran, motivasi,
bimbingan dan kerjasama yang baik sehingga dapat terselesaikannya referat ini.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan bagian THT di RS
Moh. Ridwan Meuraksa yang merupakan salah satu prasyarat kelulusan. Referat ini
membahas dan menganalisa berbagai hal mengenai “Otitis Media Supuratif
Kronik”. Bahasan dalam referat ini diambil dari berbagai sumber.
Penyusun sadar bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak sekali
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan demi
memperbaiki referat ini.
Semoga referat ini berguna bagi semua pihak terkait.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, September 2015
Penyusun
2
Page 3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
PENDAHULUAN.........................................................................................................3
BAB I TINJAUAN PENYAKIT.................................................................................4
Anatomi Telinga.......................................................................................................4
Fisiologi Pendengaran ………………………………………………………………………….11
Desinisi OMSK.......................................................................................................11
Epidemiologi...........................................................................................................11
Etiologi dan Patogenesis12
Patologi……………………………………………………………………………13
Klasifikasi ………………………………………………………………………..14
Penatalaksanaan ………………………………………………………………..15
Komplikasi dan Prognosis ……………………………………………………..17
BAB II PRESENTASI KLINIS................................................................................18
Manifestasi Klinis...................................................................................................18
Diagnosis Klinis......................................................................................................18
Pemeriksaan Pennunjang......................................................................................19
KESIMPULAN...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................23
3
Page 4
PENDAHULUAN
Otitis media supuratif kronik adalah suatu radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (ottorhea) lebih
dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah. (Soepardi, 2007). Jenis otitis media supuratif kronis dapat
terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna. Otitis media
merupakan masalah utama sebelum antibiotik ditemukan pada pertengahan 1930-an
dan sampai sekarang masalah otitis media masih sering muncul di negara kita
(Paparella MM, 1994).
Para peneliti mendapat persentase yang berbeda mengenai jenis bakteri pada
OMSK. Adenin Adenan (1973) mendapatkan Proteus sp sebagai kuman yang
dominan (48%) dan perbandingan kuman gram negatif dan positif adalah 3 : 1. Brook
(1979) dan Palca (1965) mengatakan bakteri aerob yang sering dijumpai pada OMSK
adalah Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp, Stafilokokus. Finegald (1981)
menemukan kuman aerob yang dominan adalah Pseudomonas aeruginosa (36 dari 68
penderita) sedangkan Proteus sp hanya 7 dari 68 penderita (Nursiah, 2003).
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media
kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman
yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. (Djaafar
ZA, 2007).
Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen
atau mukoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan
vertigo. OMSK dapat menyebabkan gangguan pendengaran sehingga menimbulkan
dampak yang serius terutama bagi anak-anak, karena dapat menimbulkan pengaruh
jangka panjang pada komunikasi anak, perkembangan bahasa, proses pendengaran,
psikososial dan perkembangan kognitif serta kemajuan pendidikan. Komplikasi intra
kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK
berhubungan dengan kolesteatom seperti abses ekstradural, abses subdural,
tromboflebitis, meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis (Djaafar ZA, 2007;
Helmi, 2005).
4
Page 5
BAB I
TINJAUAN PENYAKIT
1.1 ANATOMI TELINGA
1.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang
diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
(meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan
sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah
mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler
yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-
coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap
debu dan mencegah infeksi.
5
Page 6
Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga
1.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval
window),tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.
6
Page 7
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus
maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian
atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan
letak perforasi membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai
fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.
Gambar 2.2 : Membran Timpani
7
Page 8
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius
(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua
sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau
ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut
merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena
ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba
auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara
permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
1.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak
organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
8
Page 9
Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
Koklea
bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh
darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding
(septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian
luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang
mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala
timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini
dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala
timpani berakhir pada fenestra rotundum.
9
Page 10
Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas,
terdapat membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua
lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang
berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini,
terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.
Gambar 2.4 : Koklea
Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana
basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane
basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea
berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya
nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.
GAMBAR 2.5 : Organ korti
10
Page 11
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane
tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat
persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel
persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran)
yang berisi kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus
reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium.
Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane
sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan
satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui
duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak
pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus.
Saluran ini buntu.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.
11
Page 12
Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus
satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang
terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum
mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis
(lateralis).
12
Page 13
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis
superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang
letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis
ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis
semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis
semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi
ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai
atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.
13
Page 14
1.2 FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran
14
Page 15
1.3 DEFINISI OMSK
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau
nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran (Kapita Selekta, 2000).
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif
kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Otitis media kronis adalah perforasi yang perforasi yang parmanen dari
membrana timpani, dengan atau tidak dengan perubahan permanen pada telinga
tengah (www.merck.com, 2004).
1.4 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Prevalensi
OMSK setiap negara dikategorikan oleh WHO regional classification ketika
workshop WHO/CIBA pada tahun 1996. Nilai prevalensi 1-2% dianggap rendah dan
nilai 3-6% dianggap tinggi.
Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden
Otitis Media Supuratif Kronis (atau yang oleh awam dikenal sebagai "congek")
sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk
Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil
kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya
mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang
masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang dilakukan (Cermin dunia
kedokteran no.134, 2002).
15
Page 16
1.5 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran
bakteri dari meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba
eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris
eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan
aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans,
streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus.
Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis media nekrotikans akut
menjadi awal penyebab OMSK yang merupakan hasil invasi mukoperiusteum
organisme yang virulen, terutama berasalh dari nasofaring terbesa pada masa kanak-
kanak, atau karena rendahnya daya tahan tubuh penderita sehingga terjadinya nekrosis
jaringan akibat toxin nekrotik yang dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi
perforasi pada membrane timpani setelah penyakit akut berlalu membrane timpani
tetap berlubang atau sembuh dengan membrane atrofi.
Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya OMSK adalah
tuba eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid. Faktor yang menyebabkan
penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain :
1. gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :
a. infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang
b. obstruksi anatomic tuba eustachius parsial atau total
2. perforasi membrane timpani yang menetap
3. terjadinya metaplasia skuamosa / perubahan patologik menetap lainnya pada
telinga tengah
4. obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid
5. terdapat daerah dengan skuester atau otitis persisten ddi mastoid
6. faktor konstitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.
16
Page 17
1.6 PATOLOGI
OMSK lebih merupakan penyakit kekambuhan daripada menetap, keadaan ini
lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi,
ketidakseragaman ini disebabkan oleh proses peradangan yang menetap atau
kekambuhan disertai dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut secara umum gambaran yang ditemukan :
1. Terdapat perforasi membrane timpani dibagian sentral, ukuran bervariasi dari 20 %
luas membrane timpani sampai seluruh membrane dan terkena dibagian-bagian dari
annulus.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan nampak
normal kecuali infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi
epitel transisonal.
3. Jaringan tulang2 pendengaran dapat rusak/ tidak tergantung pada berat infeksi
sebelumnya
4. Mastoiditis pada OMSK paling sering berawal pada masa kanak-kanak ,
penumatisasi mastoid paling aktif antara umur 5 -14 tahun. Proses ini saling terhenti
oleh otitis media yang sering. Bila infeksi kronis terus berlanjut mastoid mengalami
proses sklerotik, sehingga ukuran mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan
penumatisasi terbatas hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.
1.7 KLASIFIKASI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau
tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga
dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Kapita Selekta, 2002).
Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tenang. OMSK
aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif,
sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau
kering.
Karena telinga tengah berhubungan dengan mastoid, maka otitis media kronik
sering kali disertai mastoiditis kronik. Kedua peradangan ini dapat dianggap aktif atau
inaktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga atau
otorrhea akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi.
Inaktif merujuk pada sekucle dari infeksi aktif terdahulu yang telah “terbakar habis”,
dengan demikian tidak ada ottorhoe.
17
Page 18
Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan
pendengaran. Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa
penuh dalam telinga. Biasanya tampak perforasi membran timpani yang kering.
Perubahan lain dapat menunjukkan timpanosklerosis (bercak-bercak putih pada
membran timpani), hilangnya osikula yang terkadang dapat terlihat lewat perforasi
membrana timpani, serta fiksasi atau terputusnya rangkaian osikula akibat infeksi
terdahulu. Bila gangguan pendengaran dan cacat cukup berat, dapat dipertimbangkan
koreksi bedah atau timpanoplsti. (Levine at all, 1997).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan
tidak terdapat kolesteatom. (Djaafar, 2002).
Proses peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe
benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna
tidak terdapat koleasteatom. (Djaafar, 2000).
OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal,
subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal.
(Djaafar, 2000).
Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai
dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK
tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya marginal atau di atik,
kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal.
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
maligna.
18
Page 19
1.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2. Pemberian antibiotika :
a.topikal antibiotik ( antimikroba)
b.sistemik.
3. Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Terapi
Terapi otitis media supuratif kronik (OMSK) memiliki beberapa kesulitan.
Diantaranya membutuhkan waktu yang lama, gejala sering berulang, sekret yang
keluar tidak cepat kering dan sekret yang selalu kambuh. Masalah ini dapat
disebabkan :
1.Perforasi membran timpani. Perforasi membran timpani yang permanen
menyebabkan telinga tengah terpapar langsung & terus-menerus oleh dunia luar.
2. Sumber infeksi. Sumber infeksi yang masih ada dapat terjadi pada nasofaring,
faring, hidung dan sinus paranasalis.
3.Jaringan patologik. Jaringan patologik yang ireversibel telah terbentuk dalam
rongga mastoid.
4.Gizi & higiene. Status gizi dan higiene pasien yang kurang.
Ada 3 cara terapi konservatif (medikamentosa) otitis media supuratif kronik
(OMSK) benigna, yaitu :
1. Obat pencuci telinga. Bahannya H2O2 3%. Berikan selama 3-5 hari. Pengobatan
ini kita berikan bila sekret telinga keluar terus-menerus.
2. Obat tetes telinga. Lanjutkan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotik & kortikosteroid setelah sekret yang keluar telah berkurang. Jangan berikan
selama lebih 1-2 minggu secara berturut-turut. Juga hindari pemberiannya pada otitis
media supuratif kronik OMSK) tenang. Hal ini disebabkan semua antibiotik tetes
telinga bersifat ototoksik.
19
Page 20
3. Obat antibiotik. Berikan antibiotik oral golongan ampisilin atau eritromisin
sebelum hasil tes resistensi obat kita terima. Berikan eritromisin jika pasien alergi
terhadap golongan penisilin. Berikan ampisilin asam klavulanat bila terjadi resistensi
ampisilin.
Selain terapi konservatif (medikamentosa), tindakan pembedahan dapat pula
kita lakukan pada otitis media supuratif kronik (OMSK) benigna.
Pembedahan
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
Ada lima tipe dasar dari prosedur timpanoplasti menurut Zollner dan Wullstein
(1952):
• Tipe I timpanoplasti disebut Miringoplasti. Hanya merekonstruksi membran timpani
yang berlubang.
• Tipe II timpanoplasti digunakan untuk perforasi membran timpani dengan erosi
maleus. Ini melibatkan pencangkokan pada inkus atau sisa-sisa maleus tersebut.
• Tipe III timpanoplasti diindikasikan untuk penghancuran dua ossicles, dengan stapes
masih utuh dan mobile. Ini melibatkan penempatan cangkokan ke stapes, dan
menyediakan perlindungan untuk perakitan.
• Tipe IV timpanoplasti digunakan untuk penghancuran tulang pendengaran, yang
mencakup semua atau bagian dari lengkungan stapes. Ini melibatkan penempatan
cangkokan pada atau sekitar kaki stapes mobile.
• Tipe V timpanoplasti digunakan ketika kaki dari stapes menetap.
6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
20
Page 21
1.9 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
OMSK tipe benigna :
Omsk tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan
komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi organisme baru dari nasofaring dapat
menjadi superimpose otitis media supuratif akut eksaserbasi akut dapat menimbulkan
komplikasi dengan terjadinya tromboplebitis vaskuler.
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mengering. Tetapi sisa
perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau
bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan
membrane timpani disarankan.
OMSK tipe maligna :
Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :
1. erosi canalis semisirkularis
2. erosi canalis tulang
3. erosi tegmen timpani dan abses ekstradural
4. erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal
5. erosi pada sinus sigmoid
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi
meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal.
Sehingga OMSK type maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang
berhenti.
21
Page 22
BAB II
PRESENTASI KLINIS
2.1 MANIFESTASI KLINIS
Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga, telinga berair
(sekret dapat berupa mukoid atau purulent), atau gangguan pendengaran (Kapita
Selekta, 2002). Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti
merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus
menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga
(www.health central.com, 2004).
Gejala otitis media kronik yang penting adalah gangguan pendengaran, yang
biasanya konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena darah yang sakit,
ataupun kolesteatoma, dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis.
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita supurasi telinga tengah kronik, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya dura mater atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Vertigo pada pasien dengan supurasi
telinga tengah kronik merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberi kesan
adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang sering kali pada kanalis
semisirkularis horisontalis. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam, sehingga
timbul labirintitis (ketulian komplit), dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. (Adams, 1997).
2.2 DIAGNOSIS KLINIS
Mengingat bahaya komplikasi, OMSK maligna harus dideteksi sejak dini.
Diagnosis pasti ditegakkan pada penemuan di kamar operasi. Beberapa tanda klinis
sebagai pedoman adalah perforan pada marginal atau atik, abses atau fistel
petroanrikuler, polip atau jaringan granulasi ditelinga tengah, sekret pembentuk nanah
dan berbau khas (Kapita Selekta, 2002).
22
Page 23
Pada inspeksi telinga didapatkan mukosa telinga hiperemisi gelembung udara
atau cairan di belakang membrana tympani. Membrani tympani tampak kering atau
perforasi (terdapat lubang pada membran tympani) membrana tympani tampak
reetraksi ke dalam.
Kultur dari sekret didapatkan bakteri, bakteri tersebut dapat merupakan
penyebab dari OMA yang resisten. X-ray atau CT scan kepala didapat penyebaran
dari infeksi telinga tengah (www.healthcentral.com , 1998, Fung, 2004).
Uji fistula perlu dilakukan pada setiap kasus supurasi telinga tengah kronik
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membrana timpani dan dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah. Untuk tujuan ini dapat digunakan otoskop pneumatik bila dapat dipastikan
pemasangan yang erat. Uji ini perlu rutin dikerjakan pada pasien-pasien dengan otitis
media kronik, karena fistula sering kali ada sekalipun tanpa vertigo. Akan tetapi uji
fistula yang berhasil negatif, belum dapat menyingkirkan kemungkinan adanya
fistula. (Bores, 1997).
2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
sistim penghantaran suara di telinga tengah.
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK
ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam
skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan
penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal
terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang
berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test
berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan
intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang
ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran
menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
23
Page 24
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 Db
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang
serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat
diperkirakan,danbisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah
untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa
membantu:
Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20
dB
Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masihutuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur
dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan
tuli campur.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik,
lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau
yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom.
24
Page 25
Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari
arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang
skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk
menghindari dura atau sinus lateral.
Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah.
Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan
yanglebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan
melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga
dapatmemperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan
atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus
terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida. Banyak teori
yang diajukan sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer, tetapi sampai
sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang sebenarnya.
Secondary acquired cholesteatoma. Berkembang dari suatu kantong retraksi
yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars
tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya
dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui
perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.
25
Page 26
KESIMPULAN
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan kelanjutan dari otitis media
supuratif sub akut dan otitis media supuratif akut (OMA). Hal ini disebabkan oleh :
terapi yang lambat atau terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, imun
yang rendah dan higienitas yang buruk.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, maka kelompok kami menyimpulkan bahwa Tn.Budi mengalami paresis
nervus VII yang ditandai dengan keluhan wajah mencong ke kanan dan tuli campur
grade sedang akibat komplikasi dari OMSK.
Untuk penatalaksanaanya perlu dilakukan terapi konservatif terlebih dahulu
setelah itu dirujuk ke spesialis THT untuk dimastoidektomi dan timpanoplasty. Pasien
harus datang dengan teratur untuk kontrol supaya tidak terjadi infeksi kembali.
26
Page 27
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Sp.THT, Prof. Dr. Efiaty Arsyad, Prof. Dr. Nurbaiti Iskandar,
Sp.THT, Prof. Dr. Jenny Bashiruddin, Sp.THT, and DR. Dr. Ratna Dwi
Restuti, Sp.THT. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007.
2. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho. Gangguan pendengaran
Akibat Obat ototoksik dalam Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi IV. Penerbit FK-UI. Jakarta 2007.
3. Anatomi fisiologi telinga. Available from : http://arispurnomo.com/anatomi-
fisiologi-telinga
4. Telinga : Pendengaran dan sistem vestibular. Available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://
webschoolsolutions.com/patts/systems/ear.htm
5. Adams, L. G. et al. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Endang, M. & Nusjirwan, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Ganong, William. 2008. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
8. Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna Restuti. 2007. Komplikasi Otitis Media
Supuratif. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 78 – 85.
9. Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna Restuti. 2007. Otitis Media Supuratif Kronis.
Dalam: Kelainan Telinga Tengah, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 69 – 74.
27