Top Banner
REFERAT STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI “MOLA HIDATIDOSA” DI SUSUN OLEH: VIDIA AMRINA RASYADA 2011730167 KEPANITERAAN UMUM RUMAH SAKIT ISLAM PONDOK KOPI SMF ILMU OBSTERTRI-GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
29

Referat Mola Hidatidosa

Feb 03, 2016

Download

Documents

Referat Mola Hidatidosa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Mola Hidatidosa

REFERAT

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

“MOLA HIDATIDOSA”

DI SUSUN OLEH:

VIDIA AMRINA RASYADA

2011730167

KEPANITERAAN UMUM RUMAH SAKIT ISLAM PONDOK KOPI

SMF ILMU OBSTERTRI-GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Page 2: Referat Mola Hidatidosa

BAB I

PENDAHULUAN

Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi suatu

keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa perkembangan

janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). Di dalam tubuh wanita sel trofoblas

hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan

pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan

disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma

disebut Non Gestational Throphoblastic Disease.

Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan

menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba,

2007). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin

dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000

kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120

kehamilan (Prawirohadjo, 2009). Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1

pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85

kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada

multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.

Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh

kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai

gestational trophoblastic neoplasma.

Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat

mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang

tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu

berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh

karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.

Page 3: Referat Mola Hidatidosa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana

terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan

parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis

mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan

tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran

yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus

berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam

jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.

2. Epidemiologi

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120

kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia,

mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi

(data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata

serta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa

terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat

obstetri, etnis dan genetik

3. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor

penyebabnya yang kini telah diakui adalah :

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluarkan.

2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit

ini.

3. imunoselektif dari sel trofoblast

4. keadaan sosioekonomi yang rendah

Page 4: Referat Mola Hidatidosa

5. paritas tinggi

6. defisiensi vitamin A

7. kekurangan protein

8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

Berbagai teori telah diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan,

terutama protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari

Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit

ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosio ekonomi rendah. Akhir-

akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur

dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang

mengandung 23x (haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46xx, sehingga

mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi

pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi 46xx atau 46xy.

Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio

ekonomi rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas

tinggi. insiden penyakit ini dapat diturunkan dengan suatu upaya preventif berupa

pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun dengan jumlah anak

tidak lebih dari tiga

Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene, kebiasaan merokok,

pemakaian pil kontrasepsi kombinasi merupakan faktor resiko. Secara singkat dapat

disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen,

kontrasepsi oral dan faktor makanan dianggap sebagai faktor resiko walaupun masih

belum jelas hubungannya.

4. Klasifikasi

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin

maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau

bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial

Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX

atau 69,XXY (tripoid)

Page 5: Referat Mola Hidatidosa

Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal

Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,

ringan s/d sedang

Janin Tidak ada Sering dijumpai

Amnion, sel darah

merah janin

Tidak ada Sering dijumpai

Gambaran klinis

Diagnosis Gestasi mola Missed abortion

Ukuran uterus 50% besar untuk masa

kehamilan

Kecil untuk masa

kehamilan

Kista teka-lutein 25-30% Jarang

Penyulit medis Sering jarang

Penyakit pascamola 20% <5-10%

Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

5. Patofisiologi

Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu

karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik

yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu

dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di

dalam jaringan mesenkim villi.

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola

memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola

hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus

menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik,

sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu “telur

kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang

kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX).

Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.

Page 6: Referat Mola Hidatidosa

Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,

sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY.

Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering

disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat.

Gambar Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap.

B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit

trofoblas:

1. Teori missed abortion.

Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu

(missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah

sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan

akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian

mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine

pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan

angiogenesis.

2. Teori neoplasma

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas,

yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal.

Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi

sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran

darah dan kematian mudigah.

Page 7: Referat Mola Hidatidosa

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-

gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah

anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran

gelembung-gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara

mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari

stroma villi dan kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel

Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik

(syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein

ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan berangsur-angsur

mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

6. Gambaran Klinik

a. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui.

Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya

terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-

14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara

intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau

kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai

terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita

dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian

pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang

tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan

asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai

pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.

b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)

Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada

kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada

pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan

normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan

trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying

mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi,

terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang

Page 8: Referat Mola Hidatidosa

lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca

lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.

c. Tidak adanya aktifitas janin

Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak ditemukan

adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda

dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta

yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola

inkomplet pada plasenta yang disertai janin hidup.

d. Eklamsia dan preeklamsia

Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia atau

preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24

minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum waktunya harus

dicurigai sebagai mola hidatidosa.

e. Hiperemesis

Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola

hidatidosa.

f. Tirotoksikosis

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat,

namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi

Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya

tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus.

Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh

karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka

Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-

tanda tirotoksikosis secara aktif.

Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari

segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita

meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek

dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin

yang meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin

hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya

kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.

Mola hidatidosa komplet

- Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet.

Page 9: Referat Mola Hidatidosa

Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus mungkin

membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam vagina.

Gejala ini muncul pada 97% kasus.

- Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG

- Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan kulit yang

hangat.

Mola hidatidosa parsial

- Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan

mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus

inkomplet atau missed abortion.

- Perdarahan pervaginam

- Adanya denyut jantung janin

7. Diagnosis

1. Anamnesis

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,

perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang

bergelembung seperti busa.

- terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari

kehamilan biasa

- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua

atau kecoklatan

- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia

kehamilan seharusnya

- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang

merupakan diagnosa pasti

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet

adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan

perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang

banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat

dalam 97% kasus.

Page 10: Referat Mola Hidatidosa

(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal

ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.

(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor

dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi

pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),

protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia

2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Palpasi :

Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

Pemeriksaan dalam :

Memastikan besarnya uterus

Uterus terasa lembek

Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar B-hCG

BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml

Beta HCG serum > 40.000 IU/ml

Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter

dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Page 11: Referat Mola Hidatidosa

Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva

regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola (Cunningham,

2006).

Pemeriksaan kadar T3 /T4

B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan

aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala

hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,

emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun

dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai

hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran

sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).

4. Pemeriksaan Imaging

a. Ultrasonografi

Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin

Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.

b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:

1. Perbaikan keadaan umum

Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan

srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti

preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa,

sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam, antara lain

dengan inderal.

2. Pengeluaran jaringan mola

Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada

dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi

a. Kuret hisap

Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan

mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU

oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit.

Page 12: Referat Mola Hidatidosa

Oksitosi diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan

dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat

implantasidan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan

menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi 8.Bila sudah

terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi

abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria

atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan

mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi

dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan

menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi

label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila

kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2

dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus

sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul

menghasilkan uterus yang bersih.

Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan

dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin

diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau

perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk

menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

b. Histerektomi

Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien

dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap

merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai

anak.

Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas

tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan.

Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak

jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan

histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif.

Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan

melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah

Page 13: Referat Mola Hidatidosa

ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor

trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan

di bawah pengawasan dokter.3 Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang

menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi

yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak

semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi

ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein

berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan

keganasan metastasis, serta mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus

sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko

tinggi untuk perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan

Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang

hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi tunggal sedangkan

metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)

Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang

mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut:

- Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi

jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama, tiap 2 minggu

pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada

tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan

- Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu

- Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau

pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut

- Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan

pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1

tahun

- Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian

Setiap periksa ulang penting diperhatikan :

1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain

2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan

serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain

Page 14: Referat Mola Hidatidosa

3. Reaksi biologis atau imunologis air seni,

1x seminggu sampai hasil negatif, 1x2 minggu selama triwulan

selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun

berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya

keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya

mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu,

62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam

1 tahun setelah mola keluar.

Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat

kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-

gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase

mola: perdarahan yang terus menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadang-

kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang

biru ungu, rapuh dan mudah berdarah.2

Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -

hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan

pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih

meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang

umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -

hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG diselenggarakan setiap minggu

sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan

selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis di paru-paru yang

menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala

yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.

Page 15: Referat Mola Hidatidosa

Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa

Page 16: Referat Mola Hidatidosa

9. Komplikasi

Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar.

Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.

Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan

sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan.

Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya

pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi

sampai hasilnya negatif.

DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua

pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.

Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor

resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan

pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.

kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan

pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari

diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-

60% penderita mola. Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola

menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa

nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi.

Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang

berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang

disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden

kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai

50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar

untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus

tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu yang biasanya

seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila

ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi.

umumnya ukuran kembali normal dalam 12 minggu.

Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang

Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh

pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh

karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi

jaringan mola.

Page 17: Referat Mola Hidatidosa

Infeksi sekunder

10. Prognosis

__________________________________________________________________

Prognosis baik Prognosis buruk

Kehamilan terakhir < 4 bulan > 4 bulan

B-hCG < 40.000 > 40.000

Kehamilan sebelumnya mola term

Terapi sebelumnya tidak ada gagal

Metastase tidak ada, kadang paru otak, hati

WHO SCORING SYSTEM

Faktor prognosis 0 1 2 4

1. Usia < 35 th >35 th

2. Kehamilan sebelumnya mola aborsi term

3. Interval <4bln 4-6 bln 7-12 bln >12 bln

4. B-hCG <1000 <10.000 <100.000 >100000

5. ABO maternal-paternal OxA,AxO B,AB

6. Ukiran tumor terbesar 3-5 >5

7. Angka metastase 1-4 4-8 >8

8. Kemoterapi terdahulu tunggal multiple

Total score : 0-4 resiko rendah

5-7 resiko sedang

> 8 resiko tinggi

Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnose dini dan

terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk

menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat

menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.

Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor

persisten. Hampir 20% mola komplet berlanjut menjadi tumor gestasional trofoblastik.

Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola hidatidosa, 81%

mengalami regresi spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor trofolastik gestasional.

Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani

evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80%

pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 – 2,6%, dengan resiko yang

Page 18: Referat Mola Hidatidosa

lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya proses

keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling

banyak dalam 6 bulan pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa komplet menjadi

metastastik koriokarsinoma yang potensial invasif.

Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi, preeklamsia,

payah jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola

hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar

2,2-5,7%.

Page 19: Referat Mola Hidatidosa

DAFTAR PUSTAKA

Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri

Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.

Departemen Obstetri & Ginekologi FK UNPAD. 2015. Panduan Praktik Klinis Obstetri dan

Ginekologi. FK UNPAD : Bandung.

Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta

Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2011. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin,

dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo:

Jakarta