BAB IPENDAHULUAN
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang
sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian.
Seringkali perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat
terjadi pada berbagai tahap. Tergantung pada tahap mana gangguan
itu terjadi, maka kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan
ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan
kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi.
Demikian pula dengan penyakit tropoblas, pada hakekatnya merupakan
kegagalan reproduksi.1 Penyakit Tropoblastik gestasional meliputi
beberapa proses penyakit yang berasal dari plasenta. Ini meliputi
kehamilan mola, tumor tropoblastik plasenta, choriocarcinoma, dan
mola invasif. Kehamilan mola secara histologis ditandai dengan
kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas
dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya
terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang terletak di tuba
fallopi dan bahkan ovarium. Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak
dari penyakit trofoblas gestasional dan dapat mengalami
transformasi menjadi bentuk ganasnya yaitu koriokarsinoma.2,3Di
negara-negara barat dan Amerika, mola terjadi pada 1 dari
1000-15000 kehamilan.Mola hidatidosa ditemukan secara tidak sengaja
pada sekitar 1 dari 600 abortus terapeutik. Pada negara Asia,
jumlah kehamilan mola lebih banyak 15 kali dibandingkan yang ada di
Amerika Serikat. Jepang dilaporkan mempunyai 2 kasus dari 1000
kehamilan. Pada daerah timur Asia, beberapa sumber memperkirakan
jumlah kehamilan mola hingga 1 kasus dari 120 kehamilan. Frekuensi
kehamilan mola tertinggi ditemukan di Mexico, Iran, dan
Indonesia.2Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang
menjadi keganasan trofoblastik. Setelah mola sempurna berkembang,
invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan metastasis terjadi pada
4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal
dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien dengan mola parsial
dapat berkembang penyakit trofoblastik gestasional persisten
nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.2,4Penyebab terjadinya
mola belum sepenuhnya diketahui secara pasti tetapi ada beberapa
dugaan yang bisa menyebabkan terjadinya mola hidatidosa.Penyebab
yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau
kekurangan gizi. Mola hidatidosa lebih sering terjadi pada puncak
umur reproduktif.Wanita pada umur remaja muda atau premenopausal
yang paling beresiko.Wanita dengan umur 35 tahun keatas memiliki
peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita lebih tua dari 40 tahun
mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat dibandingkan wanita
yang lebih mudah. Faktor resiko lain terjadinya mola adalah status
sosial-ekonomi yang rendah dan diet rendah protein, asam folat dan
karotin.2 Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi
kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih
lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit
tersebut. Sehingga perlu pemahaman secara lebih khusus dan detail
mengenai etiologi, faktor resiko, patagonesis, dan gejala klinis
sehingga penegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit ini dapat
dilakukan dengan tepat. Dengan demikian tujuan referat ini dibuat
untuk memenuhi kondisi tersebut.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISIMola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari
kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan
disertai dengan degenerasi kistik vili dan perubahan hidropik.
Sehingga tampak membengkak, edematous dan vesikuler.1,5 Secara
histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai
tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan,
membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Kelainan ini
merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna).6
Gambar 1. Kehamilan Mola (Mola Hidatidosa)
2.2 EPIDEMIOLOGIFrekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih
tinggi (1 atas 20 kehamilan) dari pada wanita di negara-negara
Barat (1 atas 200 kehamilan). Soejones dkk (1967) melaporkan 1 : 85
kehamilan, RS Dr. Cipto Mangunkusomo, Jakarta 1 : 31 persalinan dan
1 : 49 kehamilan, Luat A Siregar (Medan) 1982 : 11-16 per 1000
kehamilan, Soetomo (surabaya) 1 : 80 persalinan, Djamhoer M
(Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan.1 Tidak ada ras atau etnis
khusus yang menjadi predileksi bagi suatu kehamilan mola, meskipun
pada negara-negara Asia menunjukkan angka 15 kali lebih tinggi
dibandingkan Amerika.6 Wanita Asia yang tinggal di Amerika tidak
menampakkan adanya perbedaan angka kehamilan mola dibandingkan
degan grup etnis lainnya. Mola Hidatidosa sering terjadi pada
wanita usia reproduktif. Wanita dewasa muda atau perimenopause
berisiko tinggi untuk kehamilan mola. Wanita dengan usia lebih dari
35 tahun 2 kali lipat lebih beresiko. Dan wanita dengan usia lebih
dari 40 tahun beresiko 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita yang
usianya lebih muda7.
2.3 ETIOLOGI1,5,8Penyebab mola Hidatidosa sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya mola hidatidosa antara lain:1) Faktor ovum : ovum memang
sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan 2)
Imunoselektif dari trofoblast3) Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
sehingga mengakibatkan rendahnya asupan protein, asam folat dan
beta karoten4) Jumlah paritas yang tinggi 5) Usia kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun6) Infeksi virus dan faktor kromosom
yang belum jelas 7) Penggunaan kontrasepsi oral untuk jangka waktu
yang lama 8) Riwayat mola Hidatidosa sebelumnya9) Riwayat abortus
spontan
2.4 PATOGENESIS1,7,8Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk
menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas:1) Teori missed
abortion yaitu mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion), karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga
terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menerut Reynolds,
kematian mudigah itu disebabkan kekurangan gizi berupa asam folik
dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini yang
menyebabkan gangguan angiogenesis.2) Teori Neoplasme dari Park yang
menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas yang
mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan
yang berlebihan kedalam vili, sehingga timbul gelembung. Hal ini
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. 3) Teori
sitogenetika, menyatakan bahwa kehamilan mola hidatidosa komplit
(MHK) terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau
yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang mengandung
haploid 23 X, terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X, yang
kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK
bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik).
Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik.
Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur
ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang
diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air
ketuban, dll) secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, pada MHK
tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian
ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis yang mengalami
degenerasi hidropik seperti anggur. Mengapa ada ovum kosong? Hal
ini bisa terjadi karena gangguan pada proses meosis, yang
seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi
peristiwa yang disebut nondysjunction, dimana hasil pemecahannya
adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK ovum inilah yang dibuahi. Gangguan
proses meosis ini, antara lain terjadi pada kelainan struktural
kromosom, berupa balance translocation. MHK dapat terjadi pula
akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma sekaligus (dispermi).
Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu haploid 23 X dan atu haploid
23Y. Akibatnya bisa terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada pembuahan
dengan dispermi tidak terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46 XX hasil
reduplikasi dan 46 XX hasil pembuahan dispermi, walaupun tampak
sama, namun sesungguhnya berbeda, karena yang pertama berasal dari
satu sperma (homozigot) sedangkan yang kedua berasal dari dua
sperma (heterozigot). Ada yang menganggap bahwa 46XX heterozigot
mempunyai potensi keganasan lebih besar. Pembuahan dispermi dengan
dua haploid 23 Y (46 YY) dianggap tidak pernah bisa terjadi
(nonviable). Sedangkan kehamilan mola hidatidosa parsial (MHP)
terjadi karena ovum normal dari ibu (23 X) dibuahi secara dispermi.
Bisa oleh dua haploid 23 X, satu haploid 23 X dan satu haploid 23Y
atau dua haploid 2 Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, 69
XYY. Kromosom 69 YYY tidak pernah ditemukan. Jadi MHP mempunyai
satu haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro
Triploid. Karena disini ada unsur ibu, ditemukan bayi. Tetapi
komposisi unsur ibu dan unsur ayah tidak seimbang, satu berbanding
dua. Unsur ayah yang tidak normal itu menyebabkan pembentukan
plasenta yang tidak wajar, yang merupakan gabungan dari vili
korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh
karena itu fungsinya pun tidak bisa penuh sehingga janin tidak bisa
bertahan sampai besar. Biasanya kematian terjadi sangat dini.
Gambar 2. Teori Sitogenetika
2.5 KLASIFIKASI1,6,7Perkembangan penyakit trofoblas ini amat
menarik dan ada tidaknya janin telah digunakan untuk
menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplit (klasik) dan
parsial (inkomplit).1) Mola Hidatidosa Komplit (Klasik)Suatu
kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin
dan hampir seluruh vili khorialis berubah menjadi kumpulan
gelembung yang jernih yang mempunyai ukuran yang bervariasi mulai
dari yang lebih mudah terlihat sampai beberapa cm dan bergantung
dalam beberapa cm dan bergantung dalam beberapa kelompok dari
tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar
sehingga memenuhi uterus yang besarnya biasa mencapai ukuran uterus
kehamilan normal lanjut.Struktur histologiknya ditandai oleh:1.
Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus2. Tidak adanya
pembuluh darah dalam vili yang membengkak3. Proliferasi epitel
trofoblas hingga mencapai derajat yang beragam 4. Tidak ditemukan
janin dan amnionMola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90%
merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY. Vili korionik berubah
menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat
dibagi atas 2 jenis, yaitu :a. Mola Sempurna Androgenetic
Homozygous. Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua
komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi
kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu perempuan; 46,YY
tidak pernah ditemukan Heterozygous. Merupakan 20% dari kejadian
mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua kromosom
berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena
pembuahan dua sperma.b. Mola Sempurna BiparentalGenotip ayah dan
ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga
hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental
jarang ditemukan. Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan
familial dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif)
pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi
calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan
mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum
onset gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi
pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah
dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi
membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap
dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola
hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini
diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG).
Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit
hangat.
2) Mola Hidatidosa Inkomplit (Parsial)Secara makroskopik tampak
gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya
janin mati pada bulan pertama atau ada juga yang hidup sampai cukup
besar atau bahkan aterm. Perubahan hidatidosa bersifat fokal serta
belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong
amnion. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi
pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili
lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus-plasenta yang
masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Bila ada mola yang
disertai janin ada 2 kemungkinan, pertama kehamilan kembar dimana 1
janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang 1 lagi mengalami mola
parsial.
Gambar 3. Struktur histologi normal plasenta
Gambar 4. Struktur histologi Mola Komplit dan Mola Parsial
2.6 GEJALA KLINISGejala yang dapat ditemukan pada mola
hidatidosa :1,5,7,9,101) Adanya tanda-tanda kehamilan disertai
dengan perdarahan. Perdarahan ini biasa intermitten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok
atau kematian karena perdarahan ini, maka umumnya mola hidatidosa
masuk RS dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus abnormal yang
bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala
yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali terlihat
antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret berdarah
yang kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya
vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur. 2) Hiperemesis
gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat.
Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan
akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan
peningkatan B HCG. hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 %
pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan
dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah
cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.3) Ukuran
uterus lebih besar dari usia kehamilan. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler villi
yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium
yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini
tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang
diharapkan4) Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama
atau awal trisemester kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester
kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan
toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 mmHg,
proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan
hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.5) Hipertiroid. Kadar
tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat
(10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan
besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi
tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih
banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola
hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan
memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang
dengan menghilangnya mola. Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian
maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin
karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan
normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat
thyrotropin like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon.
Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi
hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat
tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan
keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis,
gelisah emosi labil dan warm skin.6) Kista lutein
unilateral/bilateralDiameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan
menyertai pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat
dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien
dapat memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan
ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi
akibat respon B HCG yang sangat meningkat dan secara spontan
mengalami penurunan (regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan
elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam
jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi.
Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau
kedua ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista ini
menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus
dimana kista lutein baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola
dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah
jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista
terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan
kadar HCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan
perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi.7) Tidak
dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, balottement kecuali
pada mola parsial8) Emboli paru. Penyulit lain yang mungkin terjadi
ialah emboli sel trofoblas keparu-paru. Sebetulnya pada tiap
kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah
kemudian keparu-paru tanpa memberikan gejala apa-apa tetapi pada
mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini demikian banyak
sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa
menyebabkan kematian.
2.7 DIAGNOSIS1) Anamnesis8,10 Terdapat gejala-gejala hamil muda
yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa Kadangkala ada
tanda toksemia gravidarum Terdapat beberapa perdarahan yang sedikit
atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan
seperti bumbu rujak. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar)
dengan tua kehamilan seharusnya Keluar jaringan mola seperti buah
anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa
pasti.2) Pemeriksaan fisis 8,10Inspeksi Muka dan kadang-kadang
badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola
(mola face) Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelasPalpasi
Uterus membesar tidak sesuai dengan umur kehamilan, terasa lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement, juga gerakan
janin Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar
dan fundus uteri turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah
baruAuskultasi Tidak terdengar denyut jantung janin Terdengar
bising dan bunyi khasPemeriksaan dalam Pastikan besarnya rahim,
rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evaluasi keadaan serviks.
3) Pemeriksaan penunjang 1,5,7,8,10 LaboratoriumKarakteristik
yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam
memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi
dibandingkan kadar -hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama,
terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Hormon ini dapat
dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang
lebih sering dipakai adalah -hCG kuantitatif serum. Pemantauan
secara hati-hati dari kadar -hCG penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit
trofoblastik. Jumlah -hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin
berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Untuk pemeriksaan
Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatidosa dan jika 1/200
kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran -hCG pada urin
dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai
mola. Foto rontgen abdomenPada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan
adanya gambaran tulang-tulang janin. Organ-organ janin mulai
dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan selesai pada usia
kehamilan 12 minggu. Oleh karena itu pada kehamilan normal
seharusnya dapat terlihat gambaran tulang-tulang janin pada foto
rontgen. Selain itu juga untuk melihat kemungkinan adanya
metastase. Ultrasonografi (USG) Pada kelainan mola, bentuk
karakteristik yang khas berupa gambaran seperti badai salju (snow
flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb)
dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami
perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih
besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang
spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola
hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya
dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa
termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin >
1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak
spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri.
Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih
spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian
anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Pada 20-50% kasus
dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa
tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat
diketahui keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan palpasi
bimanual.
Complete moleTheca lutein cysts
Partial Mole
AmniografiPenggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam
uterus secara trans abdominal akan memberikan gambaran radiografik
khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum
untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10
menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti
sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG
yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang
dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan
memberikan gambaran seperti sarang tawon. Uji sonde HanifaSonde
dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan
cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik
sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
Foto thoraxPada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya
gambaran tulang-tulang janin. Organ-organ janin mulai dibentuk pada
usia kehamilan 8 minggu dan selesai pada usia kehamilan 12 minggu.
Oleh karena itu pada kehamilan normal seharusnya dapat terlihat
gambaran tulang-tulang janin pada foto rontgen. Selain itu juga
untuk melihat kemungkinan adanya metastase. T3 dan T4Untuk
membuktikan gejala tirotoksikosis. Pemeriksaan histologikMola
hidatidosa komplit : gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi
hidrofik vili khorialis dan berkurangnya vaskularisasi/ kapiler
dalam stromanyaMola hidatidosa parsial : gambaran edema vilinya
fokal dan proliferasi trofoblasnya ringan dan terbatas pada lapisan
sinsitiotrofoblas
2.8 DIAGNOSIS BANDING5,111) Kehamilan gandaMerupakan suatu
kehamilan dengan dua janin atau lebih. Untuk mempertimbangkan
ketepatan diagnosis, haruslah difikirkan kemungkinan kehamilan
kembar bila didapatkan hal-hal berikut : (1) besarnya uterus
melebihi lamanya amenore (2) uterus bertambah lebih cepat dari
biasanya (3) penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak
disebabkan edema atau obesitas (4) banyak bagian kecil teraba (5)
teraba bagian besar janin (6) teraba dua balotemen. Diagnosis pasti
dapat ditentukan dengan (1) terabanya 2 kepala, 2 bokong dan satu
atau dua punggung (2) terdengar dua denyut jantung yang letaknya
berjauhan dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut
permenit (3) sonogram dapat membuat diagnosis kehamilan kembar pada
triwulan pertama (4) roentgen foto pada abdomen. 2)
HidramnionHidramnion atau kadang-kadang disebut juga polihidramnion
adalah keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc.
Sampai sekarang etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui
bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila
pengeluaran air ketuban terganggu atau kedua-duanya. Gejala
hidramnion terjadi semata-mata karena faktor mekanik sebagai akibat
penekanan uterus yang besar kepada organ-organ sekitarnya. Uterus
yang besar akan menekan diafragma sehingga si wanita merasa sesak.
Penekanan vena-vena yang besar menyebabkan edem terutama pada kedua
tungkai, vulva dan abdomen. Diagnosis hidramnion mudah ditegakkan
apabila ditemukan uterus yang lebih besar dari tua kehamilan,
bagian dan detak jantung janin sukar ditentukan. Bila meragukan
dapat dilakukanpemeriksaan radiologik atau ultrasonografi.43)
Abortus Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batasan
digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.19 Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam
masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah
mengalami haid terlambat, sering terdapat pula rasa mules.
Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditemukannya kehamilan muda
pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan. Pada
pemeriksaan USG tampak daerah anekhoik didalam kavum uteri yang
bentuknya kadang-kadang menyerupai kantong gestasi, sehingga dapat
disalahtafsirkan sebagai kehamilan ganda. Derah anekhoik tersebut
berasal dari perdarahan subkorionik. Gambaran USG pada abortus
inkomplitus tidak spesifik. Tergantung dari usia gestasi dan
banyaknya sisa jaringan konsepsi uterus mungkin masih memebesar,
walaupun tidak sesuai lagi dengan usia kehamilan. Kavum uteri
mungkin berisi kantong gestasi ysng bentuknya tidak utuh lagi.72.9
PENATALAKSANAAN6,7,10Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap
yaitu 1. Perbaiki keadaan umum2. Pengeluaran jaringan mola 3.
Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika 4. Follow up
1) Perbaiki keadaan umumYang termasuk usaha ini misalnya koreksi
dehidrasi, transfusi darah pada anemia berat (jika 100.000 mIU /
mL), eklampsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral.
Sebagian besar dari faktor-faktor ini tampaknya mencerminkan jumlah
proliferasi trofoblas. Memprediksikan berkembangnya penyakit
trofoblas gestasional masih sulit, dan keputusan pengobatan tidak
harus didasarkan pada adanya salah satu atau semua faktor-faktor
risiko.
BAB IIIKESIMPULAN
1. Kehamilan Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang
tidak wajar di mana tidak ditemukan janin yang terdiri dari
proliferasi trofoblas dan hampir seluruh villi korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik.2. Prevalensi Mola hidatidosa
lebih tinggi di Asia.3. Mola hidatidosa terbagi menjadi :a. Mola
hidatidosa sempurnab. Mola hidatidosa parsial4. Perdarahan vaginal
merupakan gejala utama mola hidatidosa, dimana gejala yang mencolok
dan dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang
banyak.5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan dalam, laboratorium, radiologik, dan
histopatologik.6. Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu
a. Perbaiki keadaan umumb. Pengeluaran jaringan mola c. Terapi
dengan profilaksis dengan sistostatika d. Follow up7. Komplikasi
Infeksi sekunder Perforasi uterus Perdarahan Anemia Syok
DAFTAR PUSTAKA 1. Martadisoebrata D. Penyakit Serta Kelainan
Plasenta dan Selaput Janin. Dalam : Ilmu Kebidanan. Editor
Wiknjosastro H. Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Edisi ketiga, Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : 2006.p.339-592. Ash
Monga; Gynaecology By Ten Teachers; Hodder Arnold; 18th Edition;
2006; United Kingdom; 99-101.3. Dr. M. Sved, Dini Hui and Doug
McKay, Tracy Chin; Gynecology; MCCQE 2002 Review Notes; 2002;
45-46.4. Goldstein D. P., Berkowitz R. S.; Gestational
trophoblastic disease; Abeloff M. D., Armitage J. O., Niederhuber
J. E., Kastan M. B., McKenna W. G.,Abeloffs Clinical Oncology. 4th
edition; Elsevier Churchill Livingstone; Philadelphia; 2008.5.
Mochtar R. Penyakit Trofoblas. Dalam : Sinopsis Obstetri. Editor
Lutan D. Jilid I. Edisi 2. Jakarta : EGC ; 1998.p.238-456.
Moore,Lisa,MD, 2014, Hydatidiform Mole, available at
www.e-medicine.com7. Cunningham FG. Penyakit dan Kelainan pada
Plasenta. Dalam Obstetri Williams. Erlangga university Press :
2005.8. Copeland LJ. Gestational Trophoblastic Neoplasia. In :
Textbook of Gynecology. 2nded. Philadelphia : WB Saunders Company :
2000.p.1409-15.9. Mansjoer. A. Dkk., Kelainan pada Kehamilan. Dalam
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga, Jilid Pertama. Penerbit
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta., 2001. 265 6710. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Mola
Hidatidosa dalam Ilmu Kandungan Edisi kedua, Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997. 260 -26411. Nguyen, Christine
P. and Robert Bristow. Gestational Trophoblastic Disease, In :The
Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd edition.
Maryland : Lippincott Williams & Wilkins Publishers : 200212.
Kavanagh J. J., Gershenson D. M., Gestational trophoblastic
disease: Hydatidiform Mole, Nonmetastatic and Metastatic
Gestational Trophoblastic Tumor: Diagnosis and Management; Katz V.
L., Lentz G. M., Lobo R. A., Gershenson D. M., Comprehensive
Gynecology. 5th edition; Mosby Elsevier; Philadelphia, 2007.13.
Copeland L. J., Landon M. B.. Malignant diseases and pregnancy.
Gabbe S.G., Niebyl J. R., Simpson J. L., Obstetrics - Normal and
Problem Pregnancies. 5th edition; Elsevier Churchill Livingstone;
Philadelphia, 2007.
1