BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan
metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh
defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada
2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia
menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes
setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah
penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun
2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3
juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari
penderita melakukan pemeriksaan secara teratur. 2Peningkatan
insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh
meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes
melitus. Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya
penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular
seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit
pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah.
Dengan demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi
vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan dimengerti 3BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO
1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. 42.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes
Association (ADA), 2005, yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang
terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang
menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar
dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat
badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan
memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan
baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat
tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau
kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan
obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
A
2.3 Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada
2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia
menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes
setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah
penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun
2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3
juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari
penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2
2.4 Patogenesis2.4.1 Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian
besar sel pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti
karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar
sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada
kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan
seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu,
tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah
insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah
monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah
perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima
adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap
sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama
dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel
beta dan penampakan diabetes.5
2.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi
insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada
jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui.
Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang
biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat
resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua,
resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk
hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin
tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan
hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.52.5 Manifestasi
Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus
akan mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan
berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain
seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula
darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan
dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan
75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8 Gejala tidak
klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal
2x.3Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO 94
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan
kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak)
, dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap
istirahat
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa
terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil
yang diperoleh
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara
140-199 mg/dl GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl
2.6 Komplikasia. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan penningkatan hormon kontra regulator
(glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan
tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan
glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia.
Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun,
asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang
tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat.
Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk
menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa
akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat
asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino
yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria
diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH 300 mg/24 jam atau >
200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan.
Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik
kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi
nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible
dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta
inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi
peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus
dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi
nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi
chronic kidney disease.9 Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal
dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram,
dilakukan sedikitnya setiap tahun.6 2. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus
ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi
seperti riwayata keluarga PJK atau DM Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes,
biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio,
meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan
kelainan yang pertama muncul.92.7 PenatalaksanaanTujuan pengobaan
mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup
dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol
sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes
mellitus dimulai dari :1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat.2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non
farmakologik yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes.
Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual.Tujuan terapi gizi ini adalah
untuk mencapai dan mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah 40 menit : makin banyak lemak dipecah 75-90%
.
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda
keton yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat
mengarah ke keadaan asidosis. Latihan berat hanya ditujukan pada
penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak
berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan
dahulu. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE : Continous,
Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance. Continous maksudnya
berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti.
Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi
dan relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling
antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara bertahap
sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60
menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll.4. Intervensi
Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
belum tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.1. obat
hipoglikemik oral
a. insulin secretagogue :
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator.
Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini
berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,
nateglinid.
b. insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan
meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet
dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di
perifer meningkat. Agonis PPAR yang ada di otot skelet, hepar dan
jaringan lemak.
c. glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga
memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada
penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan
gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan
hipoksemia.
d. Inhibitor absorbsi glukosa
glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi
glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek
hipoglikemiHal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap
sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis
maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan.
Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid
sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan.
Penghambat glukosidase bersama makan suapan pertama.
Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan. 2. Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal
dan sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu
meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa,
insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal
menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan
defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah
makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan
koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin
kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja
menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed
insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang
cepat, hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis
diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia
dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis
yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi
besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau
ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.3. Terapi
Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah
untuk kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak
dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau
kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan
cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulinPENCEGAHAN
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi
berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet
sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok.
Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami
dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas
yang memadai dalam upaya pencegahan primer6. Pencegahan
Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini
dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM.
Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan
sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan
berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko
timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.
Pencegahan TersierPencegahan tersier ditujukan pada kelompok
penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya
mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan
tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga
kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada
pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya
pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi
dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di
berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll
sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan
tersier.BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang disebabkan oleh
banyak faktor penyebab, yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah secara kronik yang disertai gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, aksi dari insulin atau keduanya
Diagnosa dini sangatlah penting dalam menentukan prognosis.
Karakteristik yang dapat diambil sebagai tolak ukur dalam
mendiagnosis adalah ditemukannya hasil gula darah yangg abnormal
yang diperiksa beberapa kali kecuali disertai gejala klinis yang
klasik.
Prinsip penatalaksanaan dari DM adalah mencapai dan
mempertahankan kadar gula darah normal. Intervensi farmakologis
ditambahkan jika sasaran kadar glukosa darah belum juga tercapai
dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Yang bertujuan
mencegah terjadinya komplikasi karena bilamana sudah terjadi
komplikasi maka tidak dapat diperbaiki lagi dan menimbulkan cacat
yang dapat menimbulkan kematian.
SARAN
Penderita DM sebaiknnya kontrol secara teratur dan tidak putus
obat. Edukasi mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya ancaman
komplikasi diberikan selama perawatan dan kontrol berobat. Edukasi
untuk diet dan latihan jasmani agar memperingan intervensi
farmakologis. Agar terapi tepat sasaran perlu dilakukan pemeriksaan
kultur luka dan tes resistensi obat agar penyembuhan luka maksimal.
Penderita DM sebaiknya dilakukan pengontrolan kadar kolesterol dan
tekanan darah, bila ada kelainan sebaiknya segera diobati karena
akan mempercepat terjadinya komplikasi.KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
PERKENI 1998
DM GESTASIONAL
DM TIPE LAIN :
1. Defek genetik fungsi sel beta :
Maturity onset diabetes of the young
Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain
2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis
Pankreatektomy
3.Endokrinopati : akromegali, cushing, hipertiroidisme
4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme
5.Akibat virus: CMV, Rubella
6.Imunologi: antibodi anti insulin
7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter
DM TIPE 2 :
Defisiensi insulin relatif :
1, defek sekresi insulin lebih dominan daripada resistensi
insulin.
2. resistensi insulin lebih dominan daripada defek sekresi
insulin.
DM TIPE 1:
Defisiensi insulin absolut akibat destuksi sel beta, karena:
1.autoimun
2. idiopatik
24