Batu Empedu Definisi Istilah kolelithiasis digunakan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus atau pada keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk dalam kandung empedu (kolesistolithiasis). Kalau batu kandung empedu ini berpindah ke dalam kandung empedu extrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: ada massa asimpomatik setelah kolesistektomi, morfologi cocok dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang asia, dapat ditemukan sisa cacing askaris atau cacing jenis lain di dalam batu tersebut. Morfologi batu primer saluran empedu antara lain bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur atau tanah, dan warna cokelat muda sampai coklat gelap. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Batu Empedu
Definisi
Istilah kolelithiasis digunakan untuk penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan dalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus atau pada
keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk dalam
kandung empedu (kolesistolithiasis). Kalau batu kandung empedu ini berpindah
ke dalam kandung empedu extrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder
atau koledokolitiasis.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,
tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik
maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria
sebagai berikut: ada massa asimpomatik setelah kolesistektomi, morfologi cocok
dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak
ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang asia, dapat ditemukan
sisa cacing askaris atau cacing jenis lain di dalam batu tersebut. Morfologi batu
primer saluran empedu antara lain bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur
atau tanah, dan warna cokelat muda sampai coklat gelap.
Insidensi
Insidensi kolelitiasis di negara barat sekitar 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan lanjut usia. Pada tahun 2005 insidensi kolelitiasis di Amerika
Serikat sekitar 12 %, beberapa faktor yang menyebabkan tingginya insidensi
antara lain :
Body habitus : obesitas, penurunan berat badan yang cepat
Obat-obatan : Ceftriakson (Rocephin)
Ras : Indian Amerika, Skandinavia
Ratio insidensi pada Wanita : Pria = 2:1
Herediter : First degree relatives
Umur : semakin meningkat, insidensi semakin bertambah
1
Angka kejadian penyakit batu empedu di Indonesia diduga tidak berbeda
jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an
agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrsonografi.
Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau
batu campuran. Di negara Barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi
angka kejadian batu pigmen akhir-akhir ini meningkat. Sebaliknya di Asia Timur,
lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian
batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat. Tidak jelas apakah perubahan angka
ini betul-betul oleh karena prevalensi yang berubah. Namun, perubahan gaya
hidup,termasuk perubahan pola makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan
menurunnya infeksi empedu, mungkin menimbulkan perubahan insidens
hepatolitiasis.
Patofisiologi
Batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satu atau lebih
komponen empedu: kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium dan protein.
Kolesterol hampir tidak larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu
empedu dapat terbentuk dari bilirubin saja, kolesterol saja, atau campuran
keduanya. Batu campuran ini juga mengandung kalsium. Batu bilirubin murni
biasanya kecil, majemuk, hitam dan dikaitkan dengan kelainan hemolitik. Batu
empedu ini jarang ditemukan. Batu kolesterol murni biasanya besar, soliter, bulat
atau oval, berwarna kuning pucat. Batu kolesterol campuran paling sering
ditemukan, majemuk, berwarna cokelat tua. Batu campuran sering dapat terlihat
pada radiogram sedangkan batu murni mungkin translusen.
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada bagian saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui
dengan sempurna; akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting
dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati
2
penderita penyakit batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang sangat berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi atau keduanya dapat
menyebabkan stasis. Faktor hormonal, khususnya selama kehamilan dapat
dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu sehingga
menyebabkan insidensi yang tinggi pada kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.
Sehingga mukus meningkatkan viskositas, dan unsur seluler atau bakteri dapat
berperan sebagai sumber presipitasi. Akan tetapi infeksi mungkin lebih sering
menjadi akibat dari pembentukan batu empedu daripada sebab pembentukan batu
empedu.
Gambaran Klinis
I. Anamnesis
Setengah sampai sepertiga penderita batu empedu asimtomatis. Keluhan
yang mungkin akan timbul adalah dispepsia yang kadang disertai dengan
intolerans terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatik keluhan utamanya
berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Rasa
nyeri lain adalah kolik bilier, timbul mendadak, yang mungkin berlangsung lebih
dari 15 menit, dengan intensitas yang hebat dan dapat bertahan sampai 4 jam.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi dapat juga timbul tiba-tiba.
Batu empedu umumnya menimbulkan gejala dengan menyebabkan peradangan
atau sumbatan setelah batu bermigrasi ke duktus sistikus atau duktus biliaris
komunis. Sumbatan duktus sistikus atau duktus biliaris komunis oleh batu
biasanya menyebakan peningkatan tekanan intralumen dan distensi viskus yang
tidak dapat diatasi oleh kontraksi biliaris repetitif. Nyeri visera yang timbul
3
biasanya hebat, terasa seperti menekan atau perih yang semakin meningkat di
epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen yang dapat menyebar.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula kanan, atau
ke puncak bahu, disertai dengan mual dan muntah. Dari sekian banyak penderita
mengaku nyeri menghilang setelah minum antasida. Jika telah terjadi kolesistitis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada menarik napas dalam dan sewaktu
kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik
napas yang merupakan tanda perangsangan peritoneum setempat (tanda Murphy).
Demam atau menggigil dengan kolik biliaris biasanya mencerminkan
adanya komplikasi yaitu kolesistitis, pankreatitis dan kolangitis. Keluhan rasa
penuh yang samar di epigastrium, dispepsia, sendawa atau flatulensi, terutama
setelah makan berlemak, jangan disalahartikan sebagai kolik biliaris. Gejala
tersebut sering terdapat pada pasien dengan batu empedu tetapi tidak spesifik.
Kolik biliaris dapat dicetuskan oleh makanan berlemak, oleh makan banyak
setelah puasa jangka panjang, atau bahkan jika makan normal.
Pruritus dapat ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan
lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di badan.
II. Pemeriksaan Fisik
Jika ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi yang
ada, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan pungtum maksimum di
daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif bila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh oleh ujung jari pemeriksa dan pasien berhenti menarik
napas.
III.Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya tidak menunjukkan
kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
4
Dapat terjadi peningkatan ringan bilirubin serum (tidak melebihi 5 mg/dL).
Persistensi kadar bilirubun serum yang tinggi mengisyaratkan batu duktus biliaris
koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan amilase serum dapat meningkat
sedang jika terjadi serangan akut.
IV. Pemeriksaan Pencitraan
Ultrasonografi memiliki derajat spesifitas dan sensitivitas paling tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat
dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema karena
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang udara dalam usus. Dengan ultrasonografi,
pungtum maksimum nyeri pada batu kandung empedu yang gangren akan terlihat
lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara usus besar, di fleksura
hepatika.
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per
os cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat
batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, obstruksi pilorus, kadar
bilirubin serum >2 mg/dL, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Kolesistografi oral lebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu.
CT-scan tidak lebih unggul dibandingkan dengan ultrasonografi untuk
mendiagnosis batu kandung empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis
5
keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan
sekitar 70-90%.
Foto Röntgen dengan kolongipankreotikografi endoskopi retrograd di
papilla Vater (ERCP) atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan (PTC)
berguna untruk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya adalah batu
kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan
ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil.
Komplikasi yang dapat timbul
Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu,
pankreatitis, dan perubahan keganasan. Batu empedu dari duktus koledokus dapat
masuk ke dalam duodenum melalui papilla Vater dan menimbulkan kolik, iritasi,
perlukaan mukosa, peradangan, edema, dan striktur papilla Vater.
Penatalaksanaan
Batu empedu ditangani baik secara nonbedah maupun dengan
pembedahan. Tata laksana nonbedah terdiri dari lisis batu dan pengeluaran secara
endoskopik. Selain itu, dapat dilakukan pencegahan terjadinya batu empedu pada
orang yang cenderung mempunyai batu empsdu litogenik dengan mencegah
infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan
atau menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat
menghambat sintetis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA reduktase.
1. Nonbedah
a. Lisis batu
Lisis batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil
dengan batu kolesterol. Terapi dapat berhasil pada separuh penderita dengan
pengobatan selama 1-2 tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan ke dalam
kandung empedu menggunakan metilbutil eter berhasil setelah beberapa jam.
6
b. Endoskopik
Bila keadaan pasien memburuk maka dapat dilakukan sfingterotomi
endoskopik untuk mengalirkan empedu dan nanah dan membersihkan duktus
koledokus dari batu. Kadang dapat juga dipasang pipa nasobilier. Indikasi lain
dari sfingterotomi endoskopik adalah adanya riwayat kolesistektomi. Apabila
batu duktus koledokus besar (>2cm) maka cara ini tidak dapat dilakukan.
Pada pasien dengan batu besar disarankan untuk litotripsi terlebih dahulu
untuk mengeluarkan batu dari duktus koledokus secara mekanik melalui
papilla vater dengan alat ultrasonik atau laser. Umunya penghancuran ini
dilakukan bersama-sama atau dilengkapi dengan sfingterotomi endoskopik.
2. Bedah
Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung empedu yang
simptomatik. Kolesistektomi memiliki angka rekurensi yang kecil dan sekitar 92
% pasien akan sembuh dari nyeri di kuadran kanan atas. Adapun indikasi dari