Top Banner
DOKTRIN SHINTO TENTANG KONSERVASI LINGKUNGAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: MEI MARLINA 1113032100054 PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2017 M.
98

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

Mar 03, 2019

Download

Documents

doandieu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

DOKTRIN SHINTO TENTANG KONSERVASI LINGKUNGAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

MEI MARLINA

1113032100054

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2017 M.

Page 2: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM
Page 3: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM
Page 4: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM
Page 5: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

v

ABSTRAK

Mei Marlina

Doktrin Shinto Tentang Konservasi Lingkungan

Studi ini membahas pandangan Shinto tentang konservasi lingkungan di

Jepang. Shinto merupakan salah satu agama yang tumbuh dan berkembang di

dalam kehidupan rakyat Jepang, serta mempengaruhi cara hidup orang Jepang dari

masa sejarah kemunculan bangsa Jepang hingga sekarang. Permasalahan yang

diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana pandangan Shintoisme tentang

lingkungan dan implementasinnya dalam kehidupan masyarakat Jepang. Dalam

menjawab permasalahan penelitian kepustakaan ini, peneliti menggunakan

pendekatan fenomenologis dengan cara melihat fenomena yang nampak dan

berusaha memahami agama tersebut dengan menanggalkan dan meluruhkan

segala asumsi, praduga, penilaian dan pengetahuan sebelumnya, dan membiarkan

objek berbicara tentang dirinya sendiri hingga dapat diketahui dengan benar dan

jelas inti sari objek tersebut.

Sepanjang penelusuran dan pembahasan data dan fakta yang didapat,

penelitian ini menemukan bahwa sikap peduli lingkungan yang dilakukan oleh

masyarakat Jepang dibangun atas dasar kepercayaan yang ada dalam Shintoisme.

Agama tersebut meyakini banyaknya dewa atau Kami yang mendiami setiap

makhluk baik yang bernyawa ataupun tidak bernyawa, sehingga masyarakat

Jepang selalu bersikap hormat terhadap apapun karena dikhawatirkan Kami yang

mendiami benda atau tempat tertentu akan marah apabila diperlakukan dengan

tidak baik dan tidak menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan di bumi.

Page 6: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah semata yang semoga

senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis. Segala syukur

harus senantiasa penulis panjatkan atas segala nikmat sehat dan beragam nikmat

lainnya. Dengan syukur kepada Yang Maha Esa maka nikmat sekecil apapun akan

manis dirasa. Salah satu nikmat yang tak boleh penulis ingkari adalah dapat

menyelesaikan skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan. Tanpa izin-Nya maka

apalah arti langkah, mungkin tak akan terarah.

Shalawat beriring salām pun semoga senantiasa tercurah kepada Nabi

Agung Muhammad SAW yang telah dianugerahkan agama rahmatan li-al-

‘ālamīn ini. Semoga penulis senantiasa dapat mempelajari akan arti agama yang

diajarkannya dengan bijaksana. Karena sungguh hal yang tak mungkin jika

seorang utusan mengajarkan kepada umatnya berupa keburukan yang akan

menjerumuskannya ke dalam lembah hitam nan kelam.

Hal yang harus penulis lakukan pula adalah ucapan terima kasih kepada

semua pihak yang senantiasa membimbing dan mendoakan penulis sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih penulis haturkan

kepada :

1. Kedua orangtua yang senantiasa mendoakan kesuksesan penulis dalam

tiap detiknya, terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan dan

kesabarannya dalam mendidik putrinya, seorang Ibu yang luar biasa dan

terima kasih pula kepada Ayah penulis, yang dengan sabar dan tabahnya

Page 7: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

vii

mencari nafkah untuk putrinya. Terima kasih kepada kedua pahlawanku

ini yang atas kuasa-Nya telah menghantarkan penulis pada bangku

kuliah. Semoga kesehatan senantiasa atas mereka.

2. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Media Zainul Bahri, MA selaku Ketua Jurusan Studi Agama-agama,

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Dra. Halimah SM, M.Ag Selaku Sekretaris Jurusan Studi Agama-

agama, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing skripsi.

6. Prof. Ridwan Lubis, selaku dosen penasehat akademik.

7. Siti Nadroh MA., dosen yang selalu memberi semangat dan selalu jadi

tempat untuk curhat.

8. Seluruh dosen diprogram Studi Agama-agama yang telah mendidik

penulis dan mencurahkan segala ilmunya.

9. Seluruh staff di Jurusan Studi Agama-agama, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

10. Himpunan Mahasiswa Islam dan Korps HMI-Wati di Cabang Ciputat

2014.

11. Himpunan Mahasiswa Jurusan Studi Agama-agama 2015/2016.

Page 8: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

viii

12. Teman-teman Studi Agama-Agama kelas A dan B angkatan 2013.

13. Untuk sahabat Penulis Anifah Ayu Fitriyah, Heni Aulia, Oktavia

Damayanti, Respita Prameswari, Desti Karmawan dan Sadawi yang

telah membantu proses penyusunan skripsi.

14. Perpustakaan Japan Foundation Jakarta, yang buku-bukunya menjadi

inspirasi dan referensi penulis.

15. Teman-teman di kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) Edelweis 2016.

16. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Jakarta, 23 Oktober 2017

Mei Marlina

Page 9: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………. iii

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat .......................................................................... 6

D. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 7

E. Kerangka Teori .................................................................................. 8

F. Metodologi Penelitian ....................................................................... 9

G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 12

BAB II SHINTO: AJARAN DAN PERKEMBANGANNYA

A. Pengertian Shinto ............................................................................... 14

B. Ajaran-Ajaran Shinto ........................................................................ 15

1. Ajaran Tentang Tuhan ................................................................ 17

2. Ajaran Tentang Manusia ............................................................. 17

C. Asal-Usul dan Perkembangan Shinto di Jepang ............................ 19

BAB III DOKTRIN SHINTO TENTANG PENTINGNYA MENJAGA

LINGKUNGAN

A. Kepercayaan Terhadap Kami .......................................................... 30

B. Peran Shinto Terhadap Lingkungan ................................................ 34

1. Perwujudan Dewa-Dewa Pada Setiap Makhluk ....................... 39

Page 10: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

x

2. Menjaga Lingkungan Sama Dengan Menghormati Tuhan .... 41

C. Menjalani Kehidupan di Dunia Dengan Sebaik-baiknya ............. 48

BAB IV IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PEDULI LINGKUNGAN

DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

A. Gaya Hidup Masyarakat Jepang Dalam Upaya Menjaga

Lingkungan ......................................................................................... 52

B. Manfaat Mengaplikasikan Ajaran Shinto Tentang Menjaga

Lingkungan ......................................................................................... 55

C. Masa Depan Ajaran Shinto di Jepang ............................................. 61

D. Catatan Kritis ..................................................................................... 63

1. Ayat-Ayat Shinto dan Islam Yang Berkaitan Tentang

Konservasi Lingkungan ............................................................... 63

2. Perbedaan Pengaplikasian Dalam Kehidupan Masyarakat

Jepang Dengan Masyarakat Indonesia ...................................... 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 83

B. Harapan Penulis ................................................................................. 84

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini manusia sedang mengalami krisis lingkungan yang

mengakibatkan kerusakan pada alam, masalah lingkungan hidup ini telah

menjadi isu global karena menyangkut berbagai sektor dan kepentingan umat

manusia. Hal ini terbukti dengan munculnya isu-isu kerusakan lingkungan

yang semakin hari semakin krusial, diantaranya efek rumah kaca, lapisan ozon

yang terus menipis, kenaikan suhu udara, mencairnya es di kutub, dan lain

sebagainya. Tentu saja krisis lingkungan ini menjadi ancaman yang sangat

besar, serius dan nyata bagi kehidupan sekarang ini yang akan berdampak bagi

kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya yang ada di

bumi.

Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menguraikan

bukti-bukti bahwa perubahan iklim memang sudah terjadi. Suhu bumi

meningkat sekitar 0,8°C selama abad terakhir. Tiga dekade terakhir ini secara

berturut-turut kondisinya lebih hangat daripada dekade sebelumnya.

Berdasarkan skenario pemodelan, diperkirakan pada akhir 2100, suhu global

akan lebih hangat 1.8-4°C dibandingkan rata-rata suhu pada 1980-1999. Jika

dibandingkan periode pra-industri (1750), kenaikan suhu global ini setara

dengan 2.5-4.7°C. Proses pemanasan global terutama disebabkan oleh

Page 12: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

2

masuknya energi panas ke lautan (kurang lebih 90% dari total pemanasan),

dan terdapat bukti bahwa laut terus menghangat selama periode ini.1

Dampak perubahan iklim secara global telah menjadi perhatian

masyarakat dunia dan bangsa-bangsa, termasuk Indonesia. Indonesia sebagai

negara kepulauan yang memiliki berbagai sumber daya alam dan

keanekaragaman yang tinggi, memiliki potensi yang besar terkena dampak

negatif perubahan iklim. Banjir dan longsor yang terjadi terus menerus setiap

tahun dengan korban jiwa ribuan orang adalah peristiwa yang nyata terjadi.

Kerusakan yang terjadi pada alam bisa diakibatkan dari gejolak alam

itu sendiri atau dari tingkah laku buruk manusia. Kerusakan alam yang berasal

dari pergeseran alam dengan relung waktu yang lama itu akibat dari kehendak

alam itu sendiri,2 seperti fenomena alam yang tidak dapat di terka dan

seringkali di luar logika kita. Peristiwa yang terjadi sangat beragam,

diantaranya tsunami, gempa bumi, petir dan letusan gunung berapi. Selain itu,

bencana alam juga bisa terjadi karena adanya perubahan iklim yang

disebabkan oleh aktivitas manusia seperti banjir, kekeringan yang dapat

mengancam kelangsungan hidup manusia, ekonomi, sosial, dan ekosistem.

Keserakahan manusia yang mengeksploitasi alam secara terus menerus juga

dapat mengakibatkan bencana tanah longsor, pencemaran udara, pencemaran

air yang mengakibatkan berkurangnya produksi air bersih. Manusia

seharusnya dapat berperilaku lebih bijak terhadap alam karena manusia hidup

1Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Perubahan Iklim, Perjanjian Paris dan

Nationally Determined Contribution (Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016), h. 1. 2Ulfa Utami, Konservasi Sumber Daya Alam (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 25.

Page 13: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

3

bergantung pada keadaan lingkungan sekitarnya yaitu berupa sumber daya

alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari.

Kerusakan dan pencemaran lingkungan terjadi karena disebabkan

kesalahan cara pandang atau pemahaman manusia tentang sistem

lingkungannya.3 Hal ini senada dengan salah satu paham yang dikemukakan

oleh Sonny Keraf tentang etika lingkungan hidup yang sekaligus menentukan

pola perilaku manusia dalam kaitannya dengan lingkungan hidup yaitu paham

antroposentrisme, paham yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem

alam semesta. Sikap manusia yang menganggap bahwa hanya dirinya yang

mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Manusia dan kepentingannya di

anggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan

yang diambil dalam kaitannya dengan alam, baik secara langsung maupun

tidak langsung, sehingga segala sesuatu yang ada di alam semesta hanya akan

mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan

manusia. Alam hanya di anggap sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia,

sehingga tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.4 Pandangan

antroposentrisme ini menimbulkan sikap rakus dan menghantarkan manusia

untuk suka mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan sehingga

terjadilah kerusakan dan pencemaran.5

3Soedarto Kartodihardjo, Model Eco-Pesantren Dalam Perspektif Konservasi Hutan

(Serang: A-Empat, 2005), h. 61. 4Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), h.

47. 5Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan: Perspektif Al-Quran (Jakarta:

Paramadina, 2001), h. 150.

Page 14: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

4

Manusia sejatinya memiliki kewajiban moral terhadap alam tidak

hanya terhadap sesama manusia, lingkungan yang sehat dan terjaga akan

terwujud apabila hubungan manusia dan lingkungannya dalam kondisi

harmonis. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin

modern menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesalahan cara pandang

manusia tentang dirinya, alam, dan hubungan manusia dengan alam, sekaligus

menyebabkan sikap eksploitasi dan tidak peduli terhadap alam. Disinilah

peran agama menjadi penting agar perbuatan manusia tidak melawati batas

wajar dan menyalahi aturan.

Upaya pengembangan kesadaran lingkungan sebetulnya sudah

dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik pendekatan ilmiah yang

dirumuskan dalam ilmu ekologi, pendekatan politis yang mengukir sejarah

Konferensi Lingkungan Internasionl tahun 1972, pendekatan budaya yang

mengembangkan budaya-budaya ramah lingkungan, pendekatan sosial yang

berusaha membangun masyarakat sadar lingkungan oleh Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) lingkungan, dan sebagainya. Demikian pula dengan

pendekatan teknologi yang berusaha mengembangkan teknologi ramah

lingkungan. Namun pendekatan-pendekatan tersebut tampaknya belum

menyentuh hati dan keyakinan.6

Dalam skripsi ini, pendekatan keagamaan sebagai upaya peduli

lingkungan merupakan salah satu strategi untuk memberikan pengertian

tentang pentingnya lingkungan hidup dengan mudah karena dalam agama

6Mujiyono Abdillah, Fikih Lingkungan; Panduan Spiritual Hidup Berwawasan Lingkungan

(Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), h. 4.

Page 15: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

5

apapun mengajarkan prinsip-prinsip yang mengatur keselarasan hidup

manusia dengan alam bahkan larangan dan peringatan pun telah disampaikan

oleh Allah SWT yang tertuang dalam Kitab Suci Al-Qur’an, sehingga sebagai

umat beragama, sebenarnya telah diajarkan hal-hal yang harus dipelihara

terhadap alam, termasuk larangan untuk tidak melakukan perusakan terhadap

alam semesta.

Dari sini penulis merasakan kegelisahan terhadap kelangsungan hidup

manusia yang sudah terancam akibat ulah manusia itu sendiri. Penulis

mengambil contoh negara Jepang, dimana rakyatnya sangat menjaga

kebersihan lingkungan dan kelestarian alam. Selain kekaguman penulis

terhadap negara Jepang yang begitu bersih dan masyarakatnya yang beretika

baik terhadap lingkungan, penulis juga melihat bahwa agama Shinto memiliki

peranan dan pengaruh yang besar di dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk membahas bagaimana

kepercayaan Shinto sebagai agama asli Jepang yang sangat fokus terhadap

kehidupan duniawi, namun mampu mempengaruhi kehidupan masyarakat

Jepang yang sangat menghormati alam dan lingkungan sekitarnya. Shinto

hidup dalam masyarakat yang maju, namun ajarannya tidak begitu saja

ditinggalkan meskipun orang Jepang sudah banyak yang menganut agama

selain Shinto seperti agama Buddha dan Kristen. Kepercayaan yang ada dalam

agama Shinto tetap dijalani, terutama yang berhubungan dengan alam,

khususnya keselarasan antara manusia dengan alam. Oleh karena itu, dalam

penulisan ini membahas bagaimana peran agama Shinto dalam menjaga

Page 16: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

6

kelestarian lingkungan di Jepang, melalui skripsi yang berjudul, “Doktrin

Shinto Tentang Konservasi Lingkungan”.

B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah

Kajian dan penjelasan dalam skripsi ini dibatasi agar tidak meluas

pembahasannya, hanya mengenai penelitian tentang peran agama Shinto

terhadap budaya masyarakat Jepang yang sangat menghormati alam dan

lingkungan hidup. Karena itu penulis memberikan rumusan masalah dalam

bentuk pertanyaan sebagai berikut:

Bagaimana pandangan Shintoisme tentang lingkungan dan Bagaimana

implementasi nilai-nilai peduli lingkungan dalam kehidupan masyarakat

Jepang?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah

di uraikan di atas, dapat diketahui tujuan dan manfaat penulisan.

Tujuan dari penulisan yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Shintoisme tentang lingkungan

2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi nilai-nilai peduli lingkungan

dalam kehidupan masyarakat Jepang

Adapun manfaat dari penulisan ini antara lain adalah:

1. Manfaat teoritis, memberikan sumbangan nilai-nilai eco-spiritual dalam

Shintoisme bagi lingkungan.

Page 17: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

7

2. Manfaat praktis, menjadi cerminan bagi masyarakat Indonesia untuk

meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.

3. Manfaat akademis, sebagai salah satu persyaratan guna mendapatkan

gelar Sarjana Strata 1 (S1).

D. Tinjauan Pustaka

Tujuan adanya tinjauan pustaka yaitu untuk membuktikan orisinalitas

penelitian dan menguraikan penelitian sebelumnya yang memiliki objek

penelitian dan kajian yang relevan dengan penelitian ini.

Selama penulis melacak karya ilmiah sebelumnya, penulis tidak

menemukan pembahasan yang fokus mengkaji ajaran agama Shinto mengenai

konservasi lingkungan di Jepang.

Adapun karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, di

antaranya yaitu sebagai berikut:

Pertama, yaitu Skripsi yang berjudul Peran Manusia Terhadap

Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Agama Islam dan Hindu karya Herman

Teguh Irawan, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Program Studi

Perbandingan Agama tahun 2016. Meskipun sama-sama membahas tentang

peranan manusia terhadap lingkungan hidup, namun yang membedakan antara

karya tersebut dengan karya penulis yaitu penulis tidak hanya menyajikan

teori-teori tentang anjuran untuk melestarikan alam dan kewajiban manusia

menjaga lingkungan hidup sebagaimana yang di ajarkan oleh setiap agama,

tetapi penulis lebih memberikan bukti konkrit bagaimana ajaran suatu agama

Page 18: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

8

berhasil membuat penganutnya mencintai lingkungannya yang tercermin

dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Kedua, yaitu tesis yang berjudul “Wacana Konflik Lingkungan Dalam

Teks Film Animasi Mononoke Hime Karya Hayao Miyazaki” karya Ida Ayu

Widiastuti, mahasiswi pascasarjana Program Studi Linguistik Universitas

Udayana. Tesis ini membahas tentang konflik lingkungan dimana dalam film

animasi Mononoke Hime tersebut terdapat dua kelompok yang berlawanan

yaitu kelompok manusia yang merusak lingkungan dengan kelompok Kami

yang menjaga lingkungan.

Di samping itu buku yang digunakan penulis sebagai buku primer

yaitu, Dr. Sokyo Ono dengan bukunya yang berjudul Shinto the Kami Way dan

Stuart D.B. Picken dengan buku yang berjudul Essentials of Shinto. Selain itu

masih banyak lagi buku-buku lainnya yang digunakan untuk mendukung

penulisan skripsi ini.

E. Kerangka Teori

Dalam skripsi ini penulis menyebut Shinto sebagai agama alamiyah

atau agama pribumi yang terbentuk dari kebudayaan sekelompok manusia

yang khusus di anut oleh masyarakat Jepang. Penulis mendefinisikan agama

berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, antara lain:

Harun Naustion, yang mengatakan agama adalah suatu sistem kepercayaan

Page 19: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

9

dan tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan yang ghaib.7 Sedangkan

Prof. Dr. Bouquet mendefinisikan agama adalah hubungan yang tetap antara

diri manusia dengan yang bukan manusia yang bersifat suci dan supranatural,

dan yang bersifat berada dengan sendirinya dan yang mempunyai kekuasaan

absolute yang disebut Tuhan.8

Dari definisi di atas, dapat diketahui bahwa Shinto bisa dikatakan

sebagai agama karena Shinto juga memiliki kepercayaan pada hal ghaib

seperti kepercayaan terhadap Kami yang memiliki kekuatan lebih daripada

manusia dan adanya hubungan antara manusia dengan sesuatu yang di

anggap supernatural tersebut.

Adapun pengertian lingkungan hidup yaitu kesatuan ruang dengan

semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya

manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan

dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.9

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian pustaka

(Library Research), yaitu penelitian yang besumber dari data kepustakaan

7Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Universitas Indonesia,

1985), Cet V, h. 16. 8Abu Ahmadi, Sejarah Agama (Solo: CV. Ramadhani, 1984), h. 14.

9Karden Eddy Sontang Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup (Jakarta: Djambatan, 2009),

Cet. III, h. 31.

Page 20: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

10

berupa buku, jurnal, ebook dan sebagainya yang berisi tentang persoalan

kepedulian lingkungan dalam agama Shinto.

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang dapat

memberikan data penelitian secara langsung.10

Sumber data primer ini

merupakan sumber utama, berupa karya yang di tulis langsung oleh

orang Jepang atau penganut Shintoisme itu sendiri maupun yang di

tulis oleh orang yang ahli dalam bidangnya.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang materinya secara tidak

langsung berhubungan dengan masalah yang diungkapkan.11

Sumber

data ini digunakan sebagai pelengkap dari sumber data primer yang

berisi tentang kajian-kajian pokok yang relevan atau yang

berhubungan dengan tema yang di angkat. Data sekunder ini berupa

buku, artikel atau jurnal ilmiah, majalah atau media lain yang

mendukung.

10

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), h. 117. 11

Hadari Nawawi & Martini Hadari, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1996), h. 217.

Page 21: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

11

3. Teknik Pengumpulan Data

Studi Kepustakaan

Penulis menggunakan buku-buku pustaka yang berisi teori-

teori tentang agama Shinto yang terkait dengan permasalahan yang

dibahas. Buku-buku tersebut merupakan buku yang di tulis oleh orang

Jepang atau penganut Shinto sebagai sumber primer, dan juga buku-

buku yang di tulis oleh orang lain yang bukan orang Jepang maupun

penganut Shinto tetapi ia memiliki pengetahuan tentang agama

tersebut sebagai sumber sekunder. Adapun penulis mengumpulkan

data baik dari perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Japan Foundation Jakarta dan

sumber yang lainnya.

4. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan

fenomenologi. Fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang

apa yang tampak (phainomenon).12

Pendekatan fenomenologi berusaha memahami agama orang lain,

dengan cara masuk ke dalam, menanggalkan dan meluruhkan segala

asumsi, praduga, penilaian dan pengetahuan sebelumnya mengenai agama

yang hendak dipahami, dan membiarkan objek berbicara tentang dirinya

sendiri hingga dapat diketahui dengan benar dan jelas inti sari objek.13

12

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2015), h.

23. 13

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, h. 25.

Page 22: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

12

5. Analisis Data

Setelah data penelitian terkumpul, maka langkah selanjutnya

penulis melakukan analisis data. Analisis data adalah proses penyusunan

data agar data tersebut dapat ditafsirkan.14

Metode analisis yang digunakan

ialah Content Analysis (analisis isi), yaitu upaya menafsirkan ide atau

gagasan tentang “kepedulian lingkungan” dalam masyarakat Shinto,

kemudian ide-ide tersebut dianalisis secara mendalam dan seksama guna

menjawab permasalahan krisis lingkungan yang terjadi saat ini.

6. Teknik Penulisan

Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada

standar penulisan skripsi yang bersandarkan pada buku “Pedoman

Akademik” yang diterbitkan oleh Universitas Islam Negri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini di susun secara

sistematis dan terperinci, terdiri dari beberapa bab sebagai berikut:

Bab I, yaitu terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka

teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, yaitu berisi pengertian Shinto, ajaran-ajaran Shinto, serta asal-

usul dan sejarah perkembangan agama Shinto.

14

H. Dadang Rahmad, Metode Penelitian Agama (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h.

102.

Page 23: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

13

Bab III, yaitu doktrin Shintoisme tentang pentingnya menjaga

lingkungan. Dalam bab ini akan menjelaskan tentang kepercayaan terhadap

Kami, penghormatan Shinto terhadap lingkungan yang mencakup perwujudan

dewa-dewa pada setiap makhluk serta menjaga lingkungan sama dengan

menghormati Tuhan/dewa, dan menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik-

baiknya.

Bab IV, yaitu implementasi nilai-nilai peduli lingkungan dalam

kehidupan masyarakat Jepang. Dalam bab ini akan menjelaskan gaya hidup

masyarakat Jepang dalam upaya menjaga lingkungan, manfaat

mengaplikasikan ajaran Shinto tentang menjaga lingkungan, masa depan

ajaran Shinto di Jepang dalam menjaga pelestarian lingkungan, dan catatan

kritis mengenai ayat-ayat Shinto dan Islam serta praktiknya dalam kehidupan.

Bab V, yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan harapan penulis.

Page 24: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

14

BAB II

SHINTO

AJARAN DAN PERKEMBANGANNYA

A. Pengertian Shinto

Shinto merupakan kepercayaan asli masyarakat Jepang yang tumbuh

secara alami dan telah menyatu dengan budaya. Shinto diyakini lebih dari

sekedar agama, melainkan gabungan antara sikap, gagasan dan cara

melakukan sesuatu yang telah menjadi bagian integral dari cara hidup orang

Jepang. Shinto dianggap sebagai kepercayaan pribadi terhadap Kami1 dan

cara hidup bersama menurut pikiran Kami.2

Dasar pokok agama rakyat adalah agama asli Jepang yang mempercayai

adanya kekuatan-kekuatan dalam berbagai gejala alam, binatang, benda dan

manusia yang dianggap mempunyai sifat-sifat istimewa. Kekuatan-kekuatan

tersebut disebut dengan Kami dan diyakini dapat mempengaruhi kehidupan

manusia, mendatangkan keuntungan atau menyebabkan timbulnya

kesengsaraan. Pada angin dan hujan, api dan air, guntur dan kilat, batu-batu,

hutan-hutan, gunung-gunung, dan gejala alam lainnya, dirasa ada suatu

kekuatan spiritual yang menumbuhkan perasaan segan dan takut dan secara

1Kami adalah istilah asli Jepang yang digunakan untuk menyebut “sebuah kekuatan” yang

ada dibalik segala sesuatu seperti angin, petir, gunung, pohon, sungai, kesuburan tanah, binatang

dan sebagainya. Juga biasa diartikan sebagai „Tuhan‟ atau „Dewa‟. Digambarkan dengan kanji 神

yang dibaca kami jika berdiri sendiri namun dapat berubah menjadi shin atau jin jika

dikombinasikan dengan kata yang lain semisal Shinto (jalan kami) atau jinja (tempat tinggal kami).

Lihat Sokyo Ono, Shinto : The Kami Way (Tokyo : Charles E. Tuttle Comp., 1999), h. 6. 2Sokyo ono, Shinto The Kami Way (Tokyo: Charles E Tuttle Company, 1962), h. 3.

Page 25: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

15

langsung atau tidak langsung memaksa seseorang untuk memujanya baik

karena mengharapkan rahmatnya ataupun karena takut dan menghindarkan

diri dari hukumannya.3

B. Ajaran-Ajaran Shinto

Shinto pada dasarnya tidak memiliki kitab suci, seperti yang ditemukan

di agama-agama lain, misalnya, Islam yang memiliki kitab suci Al-Qur‟an,

Kristen yang memiliki kitab suci Bibble. Shinto hanya memiliki beberapa

catatan kuno yang dianggap berwibawa dan memberikan dasar historis dan

spiritual. Ada dua kitab utama yang tertua disusun sepuluh abad sepeninggal

Jimmu Tenno (660 SM), pertama yaitu Kojiki (catatan sejarah kuno)

merupakan catatan sejarah Jepang tertua yang disusun oleh tatanan kekaisaran

pada tahun 712 M4 yang menguraikan tentang alam kayangan tempat

kehidupan para dewa dewi sampai kepada Amaterasu Omi Kami (Dewi

Matahari) Tsuki Yomi (Dewa Bulan) yang diangkat menguasai Langit dan

puteranya Jimmu Tenno (660 SM) yang diangkat menguasai “tanah yang

indah dan subur” (Jepang) di Bumi, juga silsilah keturunan Kaisar Jepang dan

riwayat hidup orang Jepang.5 Kedua, yaitu Nihongi atau Nihon Shoki (kronik

Jepang), yang muncul delapan tahun kemudian setelah Kojiki. Nihongi lebih

rinci daripada Kojiki; karena beberapa mitologi atau versi disajikan dalam

bentuk beberapa kejadian dan memiliki nilai khusus yang kurang dimiliki

3Djam‟annuri, Agama Jepang, h. 121.

4Sokyo ono, Shinto The Kami Way, h. 10.

5Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar di Dunia, h. 210.

Page 26: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

16

oleh Kojiki.6 Kedua kitab tersebut menggambarkan dua buah pemikiran

keagamaan yang sangat penting: pertama, asal-usul kedewaan atau semi

dewa, Jepang dan rakyatnya; kedua, perkembangbiakan Kami yang berkaitan

dengan negeri dan orang-orang Jepang.7

Selain kedua kitab diatas, ada juga kitab Yengishiki dan Manyoshiu yang

berisikan doa-doa keagamaan yang dibutuhkan dalam upacara-upacara

keagamaan, kisah-kisah legendaris, nyanyian-nyanyian kepahlawanan,

beserta sajak-sajak tentang asal-usul kedewaan, asal-usul kepulauan Jepang

dan Kerajaan Jepang. Ragam hal-hal kisah yang berkaitan tentang kehidupan

para dewa dewi dalam kayangan di langit.8

Tulisan-tulisan dari kitab yang dimiliki Shinto tidak ada satu pun yang

dianggap sebagai tulisan suci sebagaimana kitab suci Al-Qur‟an yang

digunakan dalam agama Islam dan Bibble yang digunakan dalam agama

Kristen. Catatan sejarah tersebut digunakan selain untuk kepentingan politik

atau dinasti orang Jepang, juga untuk mewujudkan bentuk kuno iman kepada

Kami.9 Meskipun Shinto tidak memiliki kitab yang disucikan, namun kitab

Nihongi dan Kojiki merupakan sumber utama pemikiran keagamaan yang

terdapat dalam kepercayaan Shinto sejak dahulu hingga sekarang.10

Adapun

ajaran Shinto mengenai Tuhan, manusia dan alam yaitu sebagai berikut:

6Sokyo ono, Shinto The Kami Way, h. 10.

7Djam‟annuri, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h.

239. 8Siti Nadroh dan Syaiful Azmi, Agama-Agama Minor (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013) h.

65. 9Sokyo ono, Shinto The Kami Way, h. 11.

10Djam‟annuri, Agama Jepang (Yogyakarta: PT Bagus Arafah, 1981), h. 61.

Page 27: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

17

1. Ajaran Tentang Tuhan

Shinto bukanlah suatu kepercayaan yang hanya memiliki satu

objek Tuhan yang harus disembah, melainkan Tuhan atau yang disebut

dengan Kami diyakini berada disetiap makhluk hidup yang bernyawa

ataupun makhluk yang tidak bernyawa, sehingga banyak sekali dewa-

dewa dalam agama Shinto yang merupakan manifestasi dari kekuatan

Kami tersebut.

Menurut orang yang menganut agama monotheisme, kepercayaan

kepada kekuatan ghaib di luar kekuatan Tuhan sebagai bentuk

keagamaan dianggap bertentangan karena hanya Tuhan lah yang

memiliki kekuasaan dan kekuatan yang mutlak, tapi sebaliknya bagi

orang Jepang, mereka menganggap bahwa penganut monotheisme

yang tidak mengakui kekuatan-kekuatan lain dalam alam semesta

berpandangan sempit.11

2. Ajaran Tentang Manusia

Kehidupan manusia bermula dengan penerimaan tama yaitu jiwa

atau ruh, tama tersebut diterima pada saat kelahiran, dan kematian

adalah disebabkan oleh berpisahnya tama dari badan manusia. Ruh

orang yang masih hidup disebut dengan seirei yang berarti “ruh yang

hidup”, dan jiwa orang yang sudah meninggal dunia disebut dengan

11

Sayidiman Suryohadiprojo, Belajar Dari jepang: Manusia dan Masyarakat Jepang

Dalam Perjuangan Hidup, h. 198.

Page 28: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

18

shirei atau “ruh yang mati”. Agar ruh orang yang sudah mati ini

memperoleh ketentraman maka sanak keluarga yang ditinggalkannya

harus menyelenggarakan upacara-upacara kematian dan upacara-

upacara peringatan kematiannya pada masa-masa yang sudah

ditentukan.

Dalam bahasa Jepang kata tama tersebut memiliki dua pengertian

yaitu:

1. Suatu permata yang indah, atau suatu batu yang misterius. Dalam

arti yang demikian ini, pagar suci yang mengelilingi sebuah jinja

disebut dengan tama-gaki; batu ajaib yang menambah daya

kekuatan hidup disebut dengan iku-tama; dan permata ajaib yang

dapat mendatangkan keuntungan berlimpah-limpah disebut dengan

taru-tama.

2. Ruh atau jiwa, terutama ruh atau jiwa yang suci, baik yang terdapat

pada dewa, manusia, tanah dan lain sebagainya.

Dalam pengertian yang kedua ini, ada yang disebut dengan shikon

yang berarti “empat ruh”, yaitu:

1. Ara-mi-tama, yaitu ruh atau spirit yang memiliki kekuasaan untuk

memerintah.

2. Nigi-mi-tama, yakni ruh yang membawa menuju kepada kesatuan

dan keharmonisan.

3. Kushi-mi-tama, yaitu ruh yang menyebabkan terjadinya berbagai

macam perbuatan yang misterius, dan

Page 29: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

19

4. Saki-mi-tama, yaitu ruh atau spirit yang bertugas memberikan

rahmat dan karunia.

Hubungan antara Tuhan dan manusia seperti hubungan antara

orangtua dan anak, atau antara nenek moyang dengan keturunannya.

Dengan demikian manusia adalah putra Tuhan/Kami. Ungkapan ini

memiliki dua macam arti yaitu pertama, kehidupan manusia berasal

dari Kami, sehingga dianggap suci, kedua kehidupan sehari-hari adalah

pemberian dari Kami.

C. Asal-Usul dan Perkembangan Shinto di Jepang

Asal usul kemunculan Shinto berjalan secara beriringan dengan latar

belakang sejarah munculnya negara dan bangsa Jepang, hal tersebut

didasarkan atas penemuan benda-benda kuno dan legenda kuno. Pada awalnya

masyarakat Jepang tidak menyebut kepercayaan mereka dengan sebutan

Shinto sebagaimana yang dikenal saat ini. Shinto pada mulanya adalah

kepercayaan alam yang merupakan perpaduan antara paham animisme dengan

pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Dengan cara yang sangat sederhana,

masyarakat Jepang kuno menganggap semua benda, baik benda yang hidup

atau mati, dianggap memiliki ruh atau spirit. Semua ruh atau spirit tersebut

dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan

mereka. Daya tersebutlah yang akhirnya disebut Kami.12

12

Ninian Smart, The Religious Experience of Mankind (New York: Charles Scribner‟s

Sons, 1977), Cet. III, h. 211.

Page 30: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

20

Kata Shinto merupakan istilah modern yang digunakan untuk

kepercayaan terhadap Kami. Kepercayaan asli masyarakat Jepang pada

awalnya disebut dengan nama Kami no Michi, yang berarti Jalan Para Dewa,

yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam lingkungan penduduk masyarakat

Jepang, bukan datang ataupun pengaruh dari luar.13

Sekitar abad ke-13, Buddhisme dan Konfusianisme mulai menyebar di

Jepang, pada saat itu penamaan Kami no Michi di ubah menjadi Shinto yang

bertujuan untuk membedakan antara kepercayaan tradisional Jepang dengan

kepercayaan Buddhisme dan Konfusianisme. Kata Shinto sendiri terdiri dari

dua ideograf yaitu shin (神), yang disamakan dengan istilah asli Kami yang

berarti dewa, dan do atau to (道), yang disamakan dengan istilah michi, yang

berarti "jalan".14

Dalam literatur lain juga disebutkan bahwa nama Shinto

merupakan perubahan dari kata Tien-Tao yang bermakna Jalan Langit ketika

terjadi benturan dengan kebudayaan Tiongkok yang sudah memiliki

kepercayaan terorganisir seperti agama Tao, Konfusius, dan Buddha,15

sampai

saat ini kata tersebut masih digunakan

Pemberian nama Shinto tidak menjadikan kepercayaan tersebut bersifat

tertutup dan menolak pengaruh ajaran yang datang dari luar, tetapi

menerimanya untuk memperkaya kehidupan kultural dan spiritual tanpa

menghilangkan tradisi asli Jepang. Dalam bidang spiritual, pertemuan antara

tradisi asli dan kepercayaan dari luar telah membawa kelahiran suatu

13

Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar di Dunia (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1996), Cet.

III, h. 208. 14

Sokyo ono, Shinto The Kami Way, h. 2. 15

Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar di Dunia, h. 208.

Page 31: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

21

kepercayaan baru yang disebut Shinto, meskipun namanya baru dikenal

pertama kali setelah agama Konfusius dan Buddhisme memasuki Jepang pada

abad ke-6, menurut tradisi, Shinto adalah kepercayaan asli Jepang yang

usianya telah mencapai lebih dari 2000 tahun.16

Selain itu, Shintoisme juga

dipandang oleh rakyat Jepang sebagai suatu kepercayaan tradisional warisan

nenek moyang, yang telah berabad-abad hidup di Jepang, ajarannya berakar

dalam masyarakat, sehingga tidak mudah ditumbangkan oleh agama-agama

lain yang datang dari luar.17

Sejarah perkembangan Shinto di Jepang dapat dibagi dalam beberapa

masa. Pertama, masa perkembangannya dengan pengaruh yang mutlak

sepenuhnya di Jepang, yaitu dari tahun 660 SM sampai tahun 552 M, di

dalam masa dua belas abad lamanya.18

Dengan kemenangan yang diperoleh suku Yamato pada abad ketiga

atau keempat Masehi, legenda-legenda dan dewa-dewanya juga dianggap

lebih unggul dibandingkan dengan legenda dan dewa suku-suku lainnya.

Kepala suku Yamato tidak saja bertindak sebagai pemimpin sebuah negara

tetapi juga sebagai pendeta utama bagi seluruh bangsa. Legenda suku Yamato

lambat laun menjadi dasar utama adanya kepercayaan terhadap asal-usul

kedewaan dan kelebihan bangsa Jepang. Demikian, sekitar abad kelima

Masehi, kultus dan tradisi keagamaan yang beranekaragam itu sedikit demi

sedikit dipersatukan dan diorganisasikan ke dalam suatu bentuk pemerintahan

16

Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar di Dunia, h. 208. 17

HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar (Jakarta: PT GoldenTeravon

Press, 1997), h. 7. 18

Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar di Dunia, h. 209.

Page 32: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

22

agama dengan suatu sistem peribadatan yang dipusatkan pada Dewi

Matahari.19

Kedua, masa agama Buddha dan ajaran Kongfutzu dan ajaran Tao

masuk ke Jepang, yaitu dari tahun 552 M sampai tahun 800 M, yang dalam

masa dua setengah abad itu Shinto mendapat saingan berat. “Pada tahun 645

M Kaisar Kotoku merestui agama Buddha dan mengenyampingkan Kami No

Michi”, (Nihonji, 2:195), “Pada tahun 671 M sang Kaisar membelakangi

dunia dan megenakan pakaian rahib.” (Nihonji, 2:302).20

Sebenarnya di kalangan para pemimpin dan rakyat umum ada yang

menentang terhadap masuknya agama Buddha ini. Mereka tidak setuju jika

kaisar memeluk agama tersebut sebab khawatir hal itu akan menyebabkan

timbulnya kemurkaan dari para dewa. Akan tetapi kalangan orang-orang

Jepang yang berfikiran liberal merasa tertarik oleh kelebihan agama baru itu

dibandingkan dengan agama bangsa sendiri. Perbedaan sikap ini

menimbulkan konflik yang berkepanjangan yang diakhiri dengan

kemenangan pihak liberal.21

Persaingan antar agama terus berlanjut, ketika di masa Tokugawa ada

penolakan dan larangan penyebaran agama Kristen tampaknya agama Buddha

lebih diperhatikan oleh Shogun, sedangkan Shinto oleh lingkungan Tenno

Heika karena ia merupakan pendeta tertinggi dan sebagai keturunan langsung

dari Dewi Matahari Amaterasu Omikami. Ketika itu kekuasaan (termasuk

kekuatan keuangan) ada di tangan Shogun, maka agama Buddha lebih

19

Djam‟annuri, Agama Jepang, h. 20. 20

Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar di Dunia, h. 209. 21

Djam‟annuri, Agama Jepang, h. 23.

Page 33: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

23

menonjol pada periode tersebut, kemudian Restorasi Meiji yang

menempatkan Tenno Heika kembali sebagai penguasa utama dan

menghilangkan kekuasaan Shogun, dan mengunggulkan agama Shinto. Sejak

restorasi Meiji hingga Jepang ditaklukkan pada akhir Perang Dunia II, Shinto

menjadi agama negara.22

Ketika agama Buddha masuk ke Jepang dan terjadi persaingan dengan

kepercayaan Shinto, perkembangan agama Buddha sangat ditentukan oleh

sikap penguasa terhadapnya, sehingga pada akhirnya rakyat Jepang dapat

menggunakan kepercayaan Shinto dan Buddha sekaligus sebagai keperluan

yang sama pentingnya.23

Pada masa Buddhisme dan Kongfusianisme memasuki Jepang,

pemimpin Shinto tidak membiarkan begitu saja upaya agama asing ini untuk

menyerap kepercayaan asli, sehingga pada saat bersamaan pada abad ke-13

dan 14 sebuah reaksi terbentuk, yang menghasilkan beberapa gerakan kontra

yang bertujuan menempatkan Shinto dalam posisi tertinggi. Salah satunya

adalah Yui-Itsu atau Yoshida Shinto, yang pertama kali muncul pada awal

abad ke-13, namun belum sepenuhnya berkembang sampai abad ke-15 ketika

Kanetomo Yoshida menjadi pendukungnya dan membuat slogannya: "Kami,

primer, Buddha sekunder". Selain itu, kuil Ise Shinto yang juga dikenal

sebagai Watarai Shinto menekankan kemurnian dan ketulusan sebagai

kebajikan tertinggi, dengan setia menjaga kemurnian tradisinya, dan dengan

22

Sayidiman Suryohadiprojo, Belajar Dari jepang: Manusia dan Masyarakat Jepang

Dalam Perjuangan Hidup (Jakarta: UI-Press, 1987), Cet.II, h. 196. 23

Sayidiman Suryohadiprojo, Belajar Dari jepang: Manusia dan Masyarakat Jepang

Dalam Perjuangan Hidup, h. 12.

Page 34: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

24

tegas menolak gagasan bahwa dewa-dewa Buddhis adalah manifestasi utama

dari Tuhan.24

Ketiga, masa sinkronisasi secara berangsur antara agama Shinto dengan

Tiga ajaran lainnya, yaitu dari tahun 800 M sampai 1700 M, yang dalam

masa sembilan abad itu pada akhirnya lahir Ryobu Shinto (Shinto-Paduan).

Dibangun oleh Kobo Daishi (774-835 M) dan Kitabatake Chikafuza (1293-

1354 M) dan Ichijo Kanoyoshi (1465-1500 M) dan lainnya.25

Pada masa sebelumnya terjadi ketegangan antara Buddhism dan Shinto,

baik karena alasan politis maupun doktrinisasi, kemudian pada masa dinasti

Heian (794-1160) ini muncul berbagai usaha untuk merukunkan kedua agama

tersebut, antara lain melalui dua tokoh terkenal yaitu Saicho (767-822) yang

mendirikan sekte Tendai pada tahun 805 dan Kukai (774-835) yang

mendirikan sekte Shingon pada tahun 809. Ajaran kedua sekte tersebut sangat

berpengaruh terhadap kehidupan spiritual bangsa Jepang selama berabad-

abad, bukan hanya mengemukakan konsep baru yang mudah dimengerti oleh

masyarakat awam dan lebih dapat diterima oleh mereka yang hendak tetap

memegang teguh tradisi asli, namun juga karena bangunan filsafatnya cukup

luas dan luwes, berusaha memadukan ajaran dan pemikiran keagamaan yang

beranekaragam. Misalnya, kedua tokoh tadi berusaha memunculkan dewa-

dewa yang terdapat dalam Shinto berdampingan dengan dewa-dewa agama

Buddha. Usaha semacam ini sebetulnya telah ada pada masa Nara, namun

24

Sokyo ono, Shinto The Kami Way, h. 87. 25

Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar di Dunia, h. 209.

Page 35: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

25

baru berhasil pada masa Heian. Setelah meninggal dunia masing-masing dari

kedua tokoh tadi terkenal dengan sebutan Dengyo Daishi dan Kobo Daishi.26

Pada abad ke delapan tercapai sebuah kompromi yang menghasilkan

pengajaran bahwa Kami senang menerima sutra para Buddha sehingga

banyak kuil Buddhis yang didirikan di samping tempat-tempat suci Shinto,

seolah-olah untuk memuaskan Kami.27

Saicho, sebagai tokoh pendiri sekte Tendai mengajarkan bahwa dewa-

dewa agama Buddha sebenarnya sama dengan dewa-dewa dalam Shinto. Para

dewa tersebut bersama-sama mengembangkan kedua agama tadi. Ajaran

semacam ini juga diajarkan oleh aliran Tendai Shinto, suatu cabang dari

kepercayaan Shinto yang didirikan atas dasar pengajaran Saicho. Kukai

mengetengahkan suatu teori inkarnasi baru yang mengajarkan bahwa untuk

menyelamatkan umat manusia Buddha selalu muncul dalam aneka kewujudan

di berbagai tempat yang berbeda-beda. Menurut teori ini, dewa-dewa Shinto

pada hakikatnya adalah penjelmaan dari para Buddha tersebut. Oleh karena

itu tidak ada perbedaan antara pemujaan terhadap dewa-dewa Buddha dengan

pemujaan terhadap dewa-dewa Shinto. Lebih lanjut dikatakan bahwa Buddha

Gautama adalah sama dengan Dewi Matahari, sementara para dewa Buddha

yang lebih rendah tingkatannya adalah sama dengan dewa-dewa Shinto yang

tingkatannya juga lebih rendah. Kombinasi atau sinkretisme antara paham

Buddhisme dan Shinto ini dikenal dengan istilah Ryobu Shinto, yang berarti

26

Djam‟annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 241. 27

Sokyo ono, Shinto The Kami Way, h. 85.

Page 36: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

26

Shinto yang beraspek ganda. Kukai biasanya dianggap penemu atau

pendirinya.28

Sinkretisme tersebut bukan dalam bentuk peleburan dua buah

organisasi keagamaan menjadi satu buah sekte tersendiri, tetapi merupakan

perpaduan antara dua macam pemikiran keagamaan, sehingga memungkinkan

keduanya tetap hidup berdampingan tanpa mengorbankan salah satunya.

Shinto menerima agama Buddha dengan cara menambahkan dewa-dewa

agama ini ke dalam panteon dewanya sendiri; dan agama Buddha menyatakan

bahwa dewa-dewa Shinto sebenarnya adalah penjelmaan dari dewa-dewa

dalam agama Buddha. Lambat laun para dewa itu dianggap sama saja

sehingga segala macam perbedaan akhirnya dihilangkan.29

Sebagai akibat

dari perpaduan tersebut, perbedaan antara Shinto dan agama Buddha hampir

tidak tampak lagi, orang Jepang sendiri mengakui bahwa agama Buddha telah

memperdalam dan memperhalus Shinto.30

Para pendeta agama Buddha kemudian juga memperoleh keleluasaan

dalam jinja-jinja31

Shinto. Bahkan pengaruh agama Buddha juga semakin

bertambah kuat, sehingga upacara-upacara dan perayaan keagamaan Shinto,

juga hiasan dalam jinja dan patung-patung dewa agama tersebut banyak

ditentukan berdasarkan keinginan para pendeta agama Buddha. Walaupun

demikian, percampuran antara kedua kepercayaan tersebut tidak sempurna

28

Joseph M Kitagawa, Religion in Japanese History (New York: Columbia University

Press, 1966), h. 68. 29

Djam‟annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 242. 30

Sayidiman Suryohadiprojo, Belajar Dari jepang: Manusia dan Masyarakat Jepang

Dalam Perjuangan Hidup, h. 197. 31

Jinja adalah kata yang digunakan untuk menyebut kuil, dalam bahasa Inggris diartikan

sebagai Shrine yang memiliki symbol berupa gerbang kayu yang dinamai dengan torii.

Page 37: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

27

betul. Di kalangan rakyat umum tetap ada semacam pembagian tugas dan

fungsi antara keduanya, yang masih tetap berlanjut hingga sekarang. Shinto

membimbing urusan keduniaan, sementara agama Buddha bertanggungjawab

dalam persoalan kematian. Oleh karena itu agama Buddha di Jepang sering

disebut dengan “agama orang yang sudah mati.”32

Pada tahun 1484, dibawah dinasti Ashikaga muncul suatu aliran dalam

Shinto yang mengajarkan kesatuan antara Shinto, Buddhisme dan

Konfusianisme.33

Aliran ini disebut Yoshida Shinto, yang didirikan oleh

Yoshida Kanetomo (1435-1511). Kesatuan antara ketiga agama tersebut

digambarkan sebagai: “Agama Buddha dianggap sebagai bunga dan buah dari

semua prinsip aturan (Dharma) yang ada di alam ini; agama Konfusius

sebagai cabang dan rantingnya; dan Shinto sebagai akar dan batangnya.”

Aliran ini, di samping menganggap Kami sebagai kewujudan yang berada di

luar manusia, juga menganggapnya menempati dalam jiwa seseorang.34

Pada akhir kekuasaan dinasti Tokugawa muncul ketidakpuasan

masyarakat terhadap pemerintah. Agama Buddha, yang sudah menjadi agama

negara, memperoleh kesan buruk, sementara perhatian umum terhadap agama

asli semakin meningkat. Pada penghujung masa Tokugawa, perasaan anti

Buddha ini tumbuh meluas di kalangan masyarakat, yang mengakibatkan

banyak kelenteng ditutup dan para pendetanya meninggalkan pos-pos mereka.

Di lain pihak, berbagai macam kelompok agama baru yang mulai banyak

32

Djam‟annuri, Agama-Agama Di Dunia, h. 243. 33

Di Jepang, Konfusianisme, juga Taoisme, tidak pernah membentuk suatu organisasi

keagamaan yang formal seperti yang dilakukan oleh Shinto dan Buddhisme. 34

Djam‟annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 244.

Page 38: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

28

bermunculan. Misalnya, Kurozumi Munetada (1780-1850) mendirikan sekte

Kurozumikyo. Ia adalah seorang pendeta Shinto. Pada usianya yang ke-33,

kedua orangtuanya meninggal dunia akibat penyakit menular. Peristiwa ini

memberikan pukulan batin yang menyebabkannya jatuh sakit selama lebih

kurang tiga tahun. Suatu ketika ia sedang memuja dewi matahari, tiba-tiba ia

merasa mendapatkan pengetahuan bahwa dewa dan manusia pada hakikatnya

adalah satu. Dalam kesatuan ini, tidak ada kelahiran atau kematian melainkan

semata-mata kehidupan yang abadi. Para pengikut sekte yang didirikannya

percaya bahwa spirit dewi matahari merasuki seluruh alam, dan orang harus

berusaha untuk menyatukan diri dengan spirit dewi ini agar dapat merasakan

dan menghayati kesatuan antara dewa dan manusia yang menjadi sumber

utama kebahagiaan hidupnya.35

Usaha untuk menghidupkan kembali Shinto "murni" hanya sebagian

berhasil. Dalam seribu tahun sinkretisme, hubungan Shinto dengan

Buddhisme menjadi sangat dekat. Pengaruh Buddhisme pada arsitektur

Shinto tentu saja tidak dapat diatasi., namun sebagian besar elemen Buddhis

seperti patung-patung berhasil disingkirkan dari kuil Shinto.36

Setelah masuknya agama Buddha melalui Cina dan Korea yang terjadi

pada abad ke-enam, saat ini kehidupan keagamaan orang Jepang pada

umumnya tidak hanya beragama Shinto atau Budha saja, melainkan

menganut keduanya, bahkan sering ditambah lagi dengan agama Kristen

terutama sejak selesainya Perang Dunia II. Contoh kehidupan beragama

35

Djam‟annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 245. 36

Sokyo ono, Shinto The Kami Way, h. 87.

Page 39: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

29

orang Jepang saat ini yaitu seperti, perkawinan dilakukan dalam cara Shinto,

tetapi kemudian ada upacara seperti Kristen, sedangkan upacara pemakaman

dilakukan menurut agama Buddha. Di rumah-rumah daerah pedesaan bisa

saja terdapat altar Shinto dan Buddha sekaligus, atau orang yang pergi ke

kuil Shinto mungkin juga akan pergi ke kuil Buddha atau ke gereja.37

Shinto, meski telah mengalami banyak persaingan dengan masuknya

agama lain ke Jepang namun pada akhirnya Shinto tetap menjadi kepercayaan

yang paling diminati oleh kalangan masyarakat Jepang. Berdasarkan info dari

Kementerian Pendidikan Jepang, jumlah penganut Shinto sekitar 107 juta

orang, agama Buddha sekitar 89 juta orang, Kristen dan Katolik sekitar 3 juta

orang, serta agama lain-lain sekitar 10 juta orang, dengan total seluruh

penganut agama yaitu 290 juta orang.38

37

Sayidiman Suryohadiprojo, Belajar Dari jepang: Manusia dan Masyarakat Jepang

Dalam Perjuangan Hidup, h. 196. 38

The Daily Japan, https://thedailyjapan.com/pandangan-masyarakat-jepang-terhadap-

agama/, di akses pada 23/10/2017, pukul 11:59 WIB.

Page 40: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

30

BAB III

DOKTRIN SHINTO TENTANG PENTINGNYA

MENJAGA LINGKUNGAN

A. Kepercayaan Terhadap Kami

Shinto adalah sebuah kepercayaan yang memuja daya-daya kekuatan

yang disebut dengan Kami. Arti dari Kami ini sulit ditentukan, namun

memiliki maksud dengan “dewa”, Tuhan dan sebagainya. Kami memiliki

pengertian yang jauh berbeda dari pengertian objek-objek pemujaan yang

terdapat dalam agama-agama lain. Istilah ini dapat merujuk pada sesuatu yang

tunggal dan jamak sekaligus. Meskipun jumlah dewa dalam kepercayaan

Shinto tidak terbatas, sebagaimana diungkapkan dalam istilah “yaoyarozu no

kami” yang berarti delapan juta dewa, Shinto justru memandang positif

terhadap kepercayaan tentang banyaknya dewa. Menurut para pemeluknya,

sebuah angka besar menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang

agung, maha sempurna, maha suci, maha murah, dan sebagainya.1

Sebagaimana jumlah bilangan yang besar, maka bilangan itu sendiri

menunjukkan sifat kebesaran dan keagungan dewa.2

Kami adalah obyek pemujaan dalam Shinto. Istilah Kami merupakan

kehormatan bagi roh mulia dan suci, yang menyiratkan rasa hormat atas

kebajikan dan otoritas mereka. Semua makhluk memiliki semangat seperti

Kami, jadi dalam arti semua makhluk bisa disebut Kami atau dianggap

1Rahmat Fajri dkk, Agama-Agama Dunia (Jogjakarta: Belukar, 2012) h. 331.

2Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 254.

Page 41: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

31

berpotensi menjadi Kami. Namun, karena istilah itu bersifat kehormatan,

tidak bisa diterapkan pada individu atau makhluk biasa.3 Yang dijadikan

objek sebagai Kami adalah kualitas pertumbuhan, kesuburan, dan produksi;

Fenomena alam, seperti angin dan guntur; benda alam, seperti matahari,

gunung, sungai, pepohonan dan bebatuan; beberapa hewan; dan roh leluhur.

Dalam kategori terakhir adalah roh nenek moyang kekaisaran, nenek moyang

keluarga bangsawan, dan dalam arti semua roh leluhur. Selain mereka, yang

juga dianggap sebagai Kami adalah roh penjaga tanah, pekerjaan, dan

keterampilan; Semangat pahlawan nasional, orang-orang yang memiliki

prestasi atau kebajikan yang baik, dan orang-orang yang telah berkontribusi

pada peradaban, budaya, dan kesejahteraan manusia; mereka yang telah

meninggal untuk negara atau masyarakat dianggap telah menjadi Kami.4

Istilah Kami diterapkan terhadap kekuatan-kekuatan dan objek-objek

kepercayaan tertentu, tanpa membeda-bedakan apakah objek tersebut

merupakan benda hidup atau mati, bersifat baik atau buruk. Apapun yang di

anggap luar biasa, memiliki kekuatan superior atau yang menakjubkan

disebut Kami. Keunggulan di sini tidak hanya mengacu pada superioritas

kemuliaan, kebaikan atau perbuatan baik. Hal-hal yang jahat dan misterius,

jika mereka luar biasa dan mengerikan, juga disebut Kami.5

Motoori norinaga, seorang sarjana dan pembaharu Shinto di zaman

modern, memberikan penjelasan dan maksud istilah Kami dalam kalimat

3Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 6.

4Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 7.

5Ian Reader, Esben Andreasen & Finn Stefansson, Japanese Religion Past and Present

(Honolulu: University of Hawaii Press, 1993), h. 77.

Page 42: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

32

sebagai berikut: “Pada mulanya istilah Kami diterapkan terhadap dewa-dewa

langit dan bumi yang disebutkan dalam dokumen-dokumen kuno tertulis, dan

terhadap spirit-spirit (mitama) yang mendiami tempat-tempat suci tempat

mereka dipuja. Di samping itu, bukan hanya manusia, tetapi burung-burung,

binatang-binatang, tetumbuhan dan pohon-pohon, laut dan gunung-gunung,

dan semua benda langit, apapun bentuknya, yang patut ditakuti dan dipuja

karena memiliki kekuasaan yang tinggi dan luar biasa, semuanya disebut

Kami. Kami juga tidak memerlukan sifat-sifat istimewa karena memiliki

kemuliaan, kebaikan, atau kegunaan yang khusus. Segala kewujudan yang

jahat dan mengerikan juga disebut Kami apabila merupakan objek-objek yang

pada umumnya ditakuti”.

Dari kutipan di atas dapat diketahui adanya empat hal yang mendasari

konsep kedewaan dalam Shinto, yaitu: dewa-dewa tersebut pada umumnya

merupakan personifikasi gejala-gejala alam; dewa-dewa tersebut dapat pula

berupa manusia; dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit yang

mendiami tempat-tempat di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia; dan

pendekatan manusia terhadap dewa-dewa tersebut bertitik tolak dari perasaan

segan dan takut.6 Oleh karena itu, bagi pemeluk Shinto sangat menghormati

apapun yang ada di bumi termasuk benda-benda atau makhluk bernyawa

maupun tidak bernyawa di sekitar lingkungannya karena mereka takut Kami

yang berada ditempat tersebut akan marah dan memberikan pengaruh buruk

yang mengakibatkan kesengsaraan bagi hidup manusia dan bumi.

6Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 255.

Page 43: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

33

Konsep Kami saat ini mencakup gagasan tentang keadilan, ketertiban,

dan nikmat Ilahi (blessing), dan menyiratkan prinsip dasar bahwa Kami

berfungsi secara harmonis dalam kerja sama satu sama lain dan bersukacita

atas bukti harmoni dan kerjasama di dunia ini.7

Jumlah dewa yang sangat banyak dan beranekaragam, semuanya

dianggap hidup damai bersatu dalam sebuah panteon kedewaan. Di antara

dewa-dewa ini ada Dewi Matahari. Nama Jepang untuk dewi ini adalah

Amaterasu omi-Kami, yang berarti “dewi langit yang agung dan bersinar”

atau Amaterasuhi-Rume “putri langit matahari bersinar” atau Amaterasumi-

Oya, “ibu langit yang agung dan bersinar”. Dewi ini memperoleh perhatian

yang paling banyak dari penganut Shinto karena dapat memberikan cahaya

kehidupan di bumi dan membantu proses penyuburan di bidang pertanian.

Meskipun demikian, ia bukanlah yang tertinggi, karena persoalan-persoalan

penting tidak ditentukan oleh dewi tersebut, melainkan oleh keputusan majlis

dewa. Pemikiran tentang dewa tertinggi tidak dikenal dalam Shinto. Bahkan,

antara dewa, manusia dan alam terdapat hubungan yang sangat dekat.

Ketiganya membentuk suatu segitiga hubungan yang setiap sudutnya saling

menentukan.8 Bahkan segala kewujudan yang menimbulkan perasaan segan

dianggap mengandung kekuasaan Ilahy. Berbagai gejala alam terutama

pohon-pohon, gunung-gunung dan gejala alam lainnya yang membangkitkan

rasa takut dijadikan objek pemujaan. Semuanya itu diberi nama Kami.9

7Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 7.

8Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 255.

9Djam’annuri, Agama Jepang, h. 20.

Page 44: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

34

Dewi matahari sangat dihormati terutama karena diyakini sebagai

leluhur kaisar Jepang. Ia memiliki simbol berupa sebuah cermin, disebut

Yatakagami, yang berarti “cermin-tangan-delapan,” atau Higata no Kagami,

“cermin berbentuk matahari,” yang disimpan dalam sebuah kotak di jinja

utama Ise. Simbol tersebut dipuja sedemikian rupa, dan sering disebut dengan

“dewa ise yang agung.”10

Karena perhatian masyarakat Jepang kuno terhadap kesuburan tanah

dan hasil-hasilnya sangat besar, maka dewa-dewa yang ada hubungannya

dengan hasil produksi atau makanan menempati kedudukan yang sangat

penting setelah dewi matahari. Dewi Inari, misalnya, adalah satu di antara

dewa-dewa makanan, yang jumlahnya tidak sedikit. Hampir setiap desa dan

keluarga mempunyai tempat untuk memuja dewi Inari, yang dianggap pula

sebagai dewa yang memberikan kesuburan kepada lahan-lahan pertanian.11

Orang Jepang tidak pernah menyia-nyiakan makanan bahkan satu butir nasi

pun ia hormati dan tidak boleh disisakan, kesuburan tanah juga menjadi hal

penting sehingga masyarakat Jepang senantiasa menjaga kebersihan agar

tidak terjadi pencemaran air dan kerusakan tanah yang mengakibatkan hasil

produksi makanan menjadi buruk.

B. Peran Shinto Terhadap Lingkungan

Berbeda dengan agama lain seperti Islam dan Kristen yang memiliki

kitab suci dan Tuhan yang harus di sembah. Kepercayaan ini hanya

10

Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 255. 11

Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 255.

Page 45: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

35

mengajarkan manusia untuk lebih menyatu dengan dunia, dengan alam, dan

lingkungan sekitar agar tercipta kehidupan yang harmonis. Ajaran Shinto

menjadi pedoman bagi orang Jepang dalam menjalankan kehidupan sehari-

harinya, bahkan dari sebelum diberi nama, Shinto sudah menjadi kultus

masyarakat Jepang sebagai kegiatan ritual sehari-hari sebagai bagian dari

hidup mereka.12

Peran Shinto di Jepang bukan hanya sebagai suatu kepercayaan,

namun juga sebagai panduan hidup yang selaras dengan alam. Sebagai

keyakinan yang dimiliki orang Jepang, Shinto telah mengakar dan menjadi

budaya dalam kehidupan sehari-hari, seperti hal nya dalam menjaga

lingkungan sekitar. Hampir tidak ada sampah yang berserakan di jalan atau di

sekitar lingkungan tempat tinggal.13

Motoori Norinaga berpendapat bahwa Shinto telah menjadi elemen

penting yang membawa pengaruh besar antara agama dan ritual yang diserap

oleh orang-orang Jepang ke dalam koeksistensi dan menjadi karakter bangsa

Jepang.14

Disamping menjaga lingkungan sekitar, masyarakat Jepang juga

sangat menghargai dan memanfaatkan dengan baik sumber daya alam yang

ada, seperti mengelola air dengan benar agar tidak tercemar, dan menebang

pohon seperlunya agar tidak terjadi bencana alam. Di Jepang, 71%

12

Paula R. Hartz, World Religions: Shinto (New York: Chelsea House, 2009), Cet.III, h.

10. 13

Syahbuddin Mangandaralam, Mengenal Dari Dekat Jepang, Negara Matahari Terbit

(Bandung: Remadja Karya CV Bandung, 1985), h. 9. 14

George J. Tanabe (Ed), Religion Of Japan In Practice (Princeton University Press,

1999), h. 453.

Page 46: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

36

daratannya tertutup oleh pegunungan, lebih dari 532 di antara gunung-gunung

tersebut memiliki ketinggian di atas 2.000 meter, tidak kurang dari 67 buah

gunung api yang masih aktif, selain mengakibatkan munculnya bahaya-

bahaya, juga memberi manfaat. Diantaranya dengan banyaknya ditemui

sumber-sumber air panas diberbagai tempat. Mata air panas tersebut, di

samping dimanfaatkan untuk pengobatan, juga merupakan daya tarik bagi

para wisatawan, baik dalam negeri sendiri maupun wisatawan asing.15

Pemujaan gunung adalah salah satu pemujaan Shinto di zaman kuno,

banyak gunung Jepang yang dianggap sakral salah satunya yang paling

terkenal yaitu gunung fuji, namun saat ini kebanyakan mereka bukan lagi

sebagai obyek pemujaan khusus. Gunung tersebut tidak disembah sebagai

Kami, namun dianggap sebagai tempat suci yang layak untuk menyembah

Kami atau untuk melakukan perenungan rohani.16

Lingkungan juga berkaitan dengan keindahan alam, karena kecintaan

orang Jepang terhadap alam, tempat suci atau kuilnya selalu berkaitan dengan

keindahan alam. Peribadatan di kuil berhubungan erat dengan perasaan yang

tajam akan keindahan, rasa mistik alam yang memainkan peran penting dalam

memimpin pikiran manusia dari duniawi ke dunia Ilahi yang lebih tinggi dan

lebih dalam dan menjadikan sebuah pengalaman hidup. Tidak ada keindahan

buatan yang mampu menggantikan keindahan alam.17

Bagi orang Jepang, kuil

suci tempat beribadah tidak seperti tempat-tempat ibadah dalam agama lain

15

Syahbuddin Mangandaralam, Mengenal Dari Dekat Jepang, Negara Matahari Terbit, h.

10. 16

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 100. 17

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 97.

Page 47: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

37

yang terletak di sekitar lingkungan tempat tinggal umatnya, kuil Shinto bisa

ditemukan di seluruh pelosok tempat terpencil, di puncak bukit, gunung,

bahkan di gua atau tengah hutan. Konsep pendirian kuil Shinto tidak hanya

untuk berdoa tetapi juga menunjukkan rasa hormat dan kecintaannya pada

apa yang di puja atau dikagumi, bisa Tuhan atau keindahan alam. Shinto

merupakan Jalan Kami yang artinya banyak jalan menuju Kami atau Tuhan,

jadi dimanapun manusia berada disitu terdapat Kami.

Keindahan alam dianggap sebagai elemen penting untuk tempat-

tempat suci. Meski terdapat juga beberapa kuil di kota, tidak mengubah fakta

fundamental yang idealnya tempat pemujaan harus berada di tempat yang

bisa membuat manusia mendekatkan diri dengan alam. Oleh karena itu, untuk

melakukan pemujaan di kuil, perlu mempertimbangkan lokasi yang berada di

tengah hutan, yang tidak terpengaruh oleh kota modern.18

Selain kuil, Pemujaan pohon juga sangat umum dilakukan di Shinto,

baik tempat suci yang ada di tengah hutan kecil pinggir jalan atau di dalam

batas-batas kota, atau desa yang ramai, pemuja akan menemukan adanya

pohon sebagai perantara pendekatannya kepada Kami. Hubungan erat antara

pohon dan tempat suci ini dapat dilihat dalam penggunaan kata kuno yang

berarti "hutan" (mori) untuk menunjuk sebuah tempat suci, dan kata yang

berarti "tempat tinggal Kami" (kannabi) untuk hutan sekitarnya.19

Gunung-

18

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 97. 19

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 98.

Page 48: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

38

gunung yang lebat, seperti rumpun dan hutan, juga berperan penting dalam

menciptakan suasana bermartabat bagi tempat-tempat suci.20

Benda alam lainnya, seperti batu dan gua, juga dihormati sebagai

tempat tinggal Kami. Misalnya, gua di pulau Enoshima dekat Kamakura di

anggap sakral, disana memuja Kami dengan cara membungkuk. Gua suci

terbesar dan paling terkenal di Jepang ada di prefektur Miyazaki dimana

tempat suci kuil Udo berdiri di dalam gua tersebut. Objek pemujaan ditujukan

kepada Jimmu Tenno, kaisar pertama Jepang yang konon telah lahir di gua

ini. Tempat suci Suwa di prefektur Nagano memiliki batu karang sebagai

objek pemujaannya; Kuil Theukushima di prefektur Hiroshima memuja pulau

tersebut tempat Miya Jima berada; Dan kuil Kumano di prefektur Wakayama

didedikasikan untuk menyembah air terjun Nachi.21

Shinto telah lama dianggap sebagai elemen penting dalam agama

Jepang yang memberinya kekhasan dan individualitas. Pandangan umum

tentang Shinto biasanya mencakup asumsi berikut: Shinto mengandung

karakteristik yang jelas dari agama primitif, termasuk penyembahan alam dan

tabu terhadap kagare (kotoran), namun tidak memiliki sistem doktrin; hal

tersebut ada dalam bentuk beragam sebagai kepercayaan rakyat namun pada

saat yang sama memiliki ciri-ciri tertentu dari agama terorganisir, misalnya,

ritual dan intitusi seperti kuil; Ini juga memainkan peran penting dalam

mitologi kuno Jepang dan memberikan dasar bagi pemujaan leluhur dan

20

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 99. 21

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 101.

Page 49: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

39

kaisar. Singkatnya, Shinto dipandang sebagai agama asli Jepang, berlanjut

dalam garis yang tidak terputus dari masa prasejarah hingga saat ini.22

Shinto pada dasarnya adalah agama syukur dan cinta23

. Oleh karena

itu, Shinto sangat berperan bagi kehidupan masyarakat Jepang dalam menjaga

kebersihan lingkungan dan pelestarian alam sekitar sebagaimana terlihat dari

cara penghormatan mereka terhadap sesuatu.

1. Perwujudan Dewa-Dewa Pada Setiap Makhluk

Dalam Shinto semua gelaja alam di anggap sebagai perwujudan

dewa-dewa. Semua benda baik yang hidup atau yang mati dianggap

memiliki ruh atau spirit bahkan kadang-kadang dianggap pula

berkemampuan untuk berbicara. Semua ruh atau spirit itu dianggap

memiliki daya-daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan

mereka.24

Dewa-dewa tersebut dikelompokkan menjadi; Dewa-Tanah, yaitu

dewa yang dianggap memiliki kekuasaan atas tanah, baik yang berupa

tanah-tanah pertanian ataupun tanah-tanah lainnya, dan biasanya dipuja

secara langsung. Ta-no-Kami yang berarti “dewa ladang-ladang padi”

adalah dewa yang memberikan perlindungan terhadap hasil panen padi.

Dewa tersebut turun dari gunung-gunung atau langit pada musim semi

dan berubah menjadi dewa ladang, dan kembali lagi ke tempatnya semula

pada musim gugur.

22

George J. Tanabe (Ed), Religion Of Japan In Practice, h. 452. 23

William George Aston, Shinto The Way of The God (New York: Longmans Green,

1905), h. 6. 24

Djam’annuri, Agama Jepang, h. 56.

Page 50: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

40

Dewa Gunung, hampir setiap gunung dianggap sebagai dewa

yang disebut dengan Yama-no-Kami “dewa-dewa gunung”. Dewa

gunung terbagi menjadi dua macam, pertama adalah dewa yang

memerintah gunung-gunung; dan kedua, dewa gunung yang ada

hubungannya dengan tanah-tanah pertanian. Jenis pertama dipuja oleh

para pemburu, pembuat arang, dan para penebang pohon. Adapun jenis

yang kedua dipuja oleh para petani.

Dewa Laut, dewa laut disebut dengan Umi-no-Kami dan

memegang kekuasaan atas lautan. Dewa laut dipuja untuk memperoleh

keselamatan dalam pelayaran.

Dewa Air, dewa air disebut dengan Suijin dan dipuja di tempat-

tempat aliran irigasi, danau-danau, kolam-kolam, mata air, sumber air

minum dan sebagainya.

Dewa Api, di Jepang api itu sendiri sebenarnya tidak dipuja,

tetapi berbagai macam dewa yang memiliki kekuasaan atas api dipuja

dan disebut dengan Hino-Kami.

Dewa Pohon, pohon-pohon yang memiliki usia dan ukuran yang

luar biasa pada umumnya dijadikan objek pemujaan. Di antara dewa-

dewa pohon ini ialah Kukunochi yang berarti “ayah pohon”, dan dewa

yang menguasai rerumputan dan dedaunan yang dipergunakan untuk

obat-obatan yang disebut Kaya-no-Hime. Dewa-dewa ini dipuja sebelum

menebang pohon yang akan dipergunakan untuk mendirikan bangunan

atau ilalang yang dipergunakan untuk membuat atap.

Page 51: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

41

Dewa Manusia, Di antara dewa-dewa Shinto yang jumlahnya tak

terbatas terdapat pula dewa-dewa yang semula adalah manusia. Alasan

utama mengapa manusia juga didewakan adalah karena, dalam

pandangan agama shinto, jiwa (mi-tama) manusia yang sudah mati dan

dipuja itu akan dapat meningkat menjadi Kami. Arwah para raja dan para

anggota keluarganya, arwah para pahlawan bangsa, dan arwah orang-

orang yang dianggap telah berjasa untuk kepentingan negara dan bangsa,

semuanya dianggap sebagai Kami.25

2. Menjaga Lingkungan Sama Dengan Menghormati Tuhan

Berbeda dengan agama-agama monoteistik, Shinto tidak

menekankan pada kepercayaan terhadap adanya satu Tuhan yang mutlak

dan tidak pula menerapkan perbedaan antara dewa dan manusia. Bagi

kepercayaan tersebut, manusia, dewa dan alam membentuk suatu segitiga

yang saling berhubungan secara harmonis.26

Jika ketiganya bisa saling

menghormati dan berhubungan baik maka akan menciptakan kehidupan

yang sejahtera. Shinto mempercayai bahwa Kami memancarkan spirit

pada setiap makhluk sehingga orang Jepang berlomba untuk menjaga

kebersihan lingkungan dan keberlangsungan hidup makhluk lainnya serta

menciptakan harmonisasi sebagai tanda rasa hormat dan segan terhadap

Kami tersebut. Bagi Shinto alam merupakan sesuatu yang disucikan,

untuk dapat berhubungan dengan alam maka manusia harus dapat

25

Djam’annuri, Agama Jepang, h. 59-60. 26

Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IRCiSoD, 2015),

h. 307.

Page 52: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

42

berdekatan dengan Tuhan, itulah sebabnya objek alam dipuja sebagai roh

suci.

Ise Teijo (1714-1784) dan Amano Nobukage (1660-1733)

mengatakan bahwa Shinto merupakan sebuah cara untuk melayani Kami

dari langit dan bumi. Sedangkan ulama Confucian-Shinto

menganggapnya sebagai jalan sehari-hari atau jalan yang benar yang

harus diikuti oleh semua manusia.27

Dalam mitologi Jepang, dewa Izanagi dan Izanami yang sangat

dihormati, turun dari alam kayangan, menciptakan langit dan bumi,

kemudian kepulauan yang indah dan cantik di lautan, beserta ragam

tumbuh-tumbuhan dan ragam makhluk untuk hidup di dalamnya.

Kemudian Izanagi dan Izanami naik kembali ke dalam kayangan dan

pasangan itu melahirkan seorang puteri, yaitu Amaterasu Omi Kami, dan

dua putera yaitu Tsuki Yomi dan Ssusa no Wo. Majlis para Dewa yang

dihadiri oleh para murid memutuskan dan mengangkat Amaterasu Omi

Kami (Dewi Matahari) untuk menguasai Langit pada siang hari (Kojiki,

43; Nihonji, 1:32); dan mengangkat Tsuki Yomi (Dewa Bulan) untuk

menguasai Langit pada malam hari (Kojiki, 43-44); Nihonji, 1:32); dan

mengangkat Ssusa no Wo (Dewa Topan) untuk menguasai angin ribut.

Perkawinan Amaterasu Omi Kami dengan Tsuki Yomi, (Nihonji,

1:19) melahirkan putera bernama Jimmu Teno, dan sidang majlis para

dewa dalam alam kayangan memutuskan mengangkatnya untuk

27

Stuart, D.B. Picken, Essentials of Shinto (USA: Greenwood Press, 1994), h. xxiv.

Page 53: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

43

menguasai Bumi dengan berdiam pada kepulauan yang indah dan cantik,

(Kojiki, 106-107) dan ia pun turun pada puncak gunung Takachi di

Tsukushi, (Kojiki, 5:111-112; Nihonji, 1:78-79).

Dari kutipan ayat tersebut, orang Jepang senantiasa menjalankan

kehidupannya untuk menghormati dewa-dewa atau Kami pada setiap

benda baik bernyawa maupun tidak dengan selalu menjaga bumi Jepang

yang telah diwariskan kepada Jimmu Tenno, menghargai setiap makhluk,

tidak merusak tumbuhan, menyakiti hewan, mengeksploitasi hutan secara

masiv demi kepuasan pribadi, serta selalu menjaga kebersihan

lingkungan tempat tinggal sebagai upaya yang paling sederhana.

Dari sikap cinta terhadap lingkungan, rakyat Jepang melakukannya

sebagai upaya perilaku religius dengan melakukan apapun yang

menyenangkan kekuatan superior, dan menahan diri dari tindakan yang

dianggap menyinggung perasaan mereka.28

Oleh sebab itu, manusia

dengan keimanannya dan rasa hormat kepada Kami harus dapat

berinteraksi secara seimbang dan harmonis dengan alam semesta dan

lingkungan sekitarnya.

Sebagai paham politeistik yang benar-benar murni, yang

didasarkan pada pemujaan terhadap personifikasi gejala-gejala dan

benda-benda alam. Orang Jepang menghormati Kami dikarenakan

adanya garis kesinambungan antara Kami dan manusia, yang

diungkapkan melalui istilah oyaka. Maksud istilah ini ialah, bahwa antara

28

William George Aston, Shinto The Way of The God, h. 5.

Page 54: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

44

Kami dan manusia terjalin suatu hubungan seperti hubungan antara

orangtua dan anak, atau antara nenekmoyang dan keturunannya. Dengan

demikian “manusia adalah putra Kami.” Ungkapan ini memiliki dua

macam arti; pertama, hidup manusia berasal dari Kami, sehingga

dianggap suci; dan kedua, kehidupan sehari-hari adalah pemberian dari

Kami, oleh karena itu, kehidupan selayaknya harus dihormati dan

dihargai. Manusia sering pula disebut dengan hito, yang berarti “tempat

tinggal spirit”, dan dalam bahasa Jepang kuno, disebut aohito-gusa,

“manusia-rumput hijau”, karena diibaratkan dengan rumput hijau yang

tumbuh subur. Selain itu, manusia dapat disebut pula ame no masu-jito,

“manusia langit yang berkembang”, yang maksudnya adalah makhluk

suci yang memiliki kemampuan tidak terbatas. Setiap pemeluk Shinto,

idealnya wajib menyadari bahwa ia memiliki asal-usul yang suci, jiwa

yang suci, jasmani yang suci, dan tugas yang suci, dan harus hidup

bekerjasama untuk membangun sebuah dunia yang sejahtera.29

Dunia Shinto mencakup semua hal, baik manusia, binatang,

gunung, sungai, tumbuh-tumbuhan dan pepohonan muncul berdasarkan

keberadaan Kami, dan berkat keberadaan Kami tersebut, makhluk-

makhluk yang ada di bumi harus berkontribusi pada kesejahteraan dunia

karena hal itu dipenuhi dengan berkah dari Kami dan dapat berkembang

melalui kekuatan harmoni dan kerjasama.30

Antara manusia dengan alam

merupakan makhluk yang saling membutuhkan dan saling bekerjasama

29

Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 256. 30

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 103.

Page 55: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

45

menciptakan kedamaian di dunia, alam memberikan kebutuhan hidup

untuk manusia, maka manusia harus bersikap bijak dalam

memperlakukan alam.

Di Jepang, meski kita hampir tidak menemukan orang yang

mengatakan “agama saya Shinto” atau “agama orang itu adalah Shinto”.

Artinya, tidak ada kesan bahwa orang Jepang adalah penganut agama

Shinto. Tetapi banyak dari mereka yang lebih mempercayai Tuhan

sebagai bentuk penghormatan. Orang Jepang sejak dahulu kala takut

pada gunung, hutan, danau, batu, dan pohon yang dianggap sebagai hal

yang suci, dan jika ada hal baik yang terjadi, mereka akan berterima

kasih pada benda-benda itu. Jepang juga banyak terkena gempa bumi,

topan, dan gunung berapi. Mereka sadar bahwa ada kekuatan yang lebih

besar daripada manusia, karena itu setiap komponen alam jadi terlihat

sebagai Tuhan/dewa.31

Dan sejak dahulu kala, orang Jepang (Shinto)

takut akan kemarahan alam, maka mereka selalu menjaga kelestarian

alam yang sudah ada.32

Ajaran Shinto menjadi cara pikir yang umum,

dan menjadi adat istiadat, yang disebarkan lewat pergaulan ataupun

ajaran orangtua. Dalam pemikiran Shinto, manusia dan kehidupan harus

berjalan beriringan.33

Menurut penganut Shinto, alam semesta secara bertahap diciptakan

melalui pekerjaan Kami dan persatuan di antara mereka, dan mereka

31

Yusuke Shindo, Mengenal Jepang, h. 154. 32

Yusuke Shindo, Mengenal Jepang, h. 155. 33

Yusuke Shindo, Mengenal Jepang, h. 156.

Page 56: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

46

meyakini bahwa semua unsur-unsur alam seperti batu, sungai, binatang,

pohon, bahkan manusia sekalipun dianugerahi aura keIlahian.34

Orang

Jepang beranggapan bahwa Tuhan/dewa ada di mana-mana dan dalam

“benda” apapun. Di dalam rumah juga ada. Di dapur ada dewa dapur,

bahkan di toilet juga ada Tuhan yang disebut Tuhan toilet.35

Jika

melakukan hal yang buruk, karena Tuhan selalu memperhatikan, orang

Jepang selalu merasa yakin bahwa akan menerima hukuman.36

Karena rakyat Jepang hidup dalam lingkungan alam berupa

kepulauan dan pegunungan yang masing-masing tidak menunjukkan

kekuatan di satu pihak, tetapi juga keindahan di lain pihak, maka rakyat

Jepang dibawa kepada keharusan untuk memperhatikan harmoni dalam

kehidupan. Harmoni disini tidak terbatas antara sesama manusia, tetapi

juga harmoni dengan alam sekelilingnya. Sebab itu, sekalipun dibelakang

tiap-tiap benda alam, seperti batu, gunung dan lain-lain kelihatannya ada

kekuatan yang diberi nama “Kami” atau dewa, tetapi rakyat Jepang

merasa bahwa dengan mempersatukan diri dengan kekuatan tersebut,

kehidupan akan selamat dari kekuatan itu.37

Bagi Shinto, alam merupakan suatu yang disucikan. Untuk dapat

berhubungan dengan alam maka manusia harus dapat berdekatan dengan

34

Stuart, D.B. Picken, Essentials of Shinto, h. 61. 35

Yusuke Shindo, Mengenal Jepang, h. 159. 36

Yusuke Shindo, Mengenal Jepang, h. 161. 37

Sayidiman Suryohadiprojo, Belajar Dari Jepang: Manusia dan Masyarakat Jepang

Dalam Perjuangan Hidup, h. 207.

Page 57: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

47

Tuhan. Itulah sebabnya, objek alam dipuja sebagai roh suci.38

Manusia

bergantung pada keberadaannya yang terus berlanjut baik pada alam dan

masyarakat. Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa hidup dalam

isolasi. Manusia berutang terima kasih kepada Kami dan nenek

moyangnya atas hidupnya, dan untuk cinta mereka yang menyeluruh.

Hidupnya penuh berkat dan karenanya dia harus menerima kewajibannya

kepada masyarakat dan berkontribusi pada perkembangan semua hal

yang dipercayakan kepadanya.39

Penghormatan terhadap Kami juga dilakukan dengan cara matsuri

atau festival keagamaan. Jumlah matsuri sangat banyak, secara garis

besar dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: festival musim semi (haru-

matsuri), yaitu saat-saat menikmati keindahan bunga sakura yang

bermekaran, tujuannya adalah untuk memohon rahmat dewa agar diberi

panen yang melimpah; festival musim gugur (aki-matsuri), sebagai

pernyataan terimakasih kepada dewa atas hasil panen yang diperoleh;

festival tahunan (reisai) yang diselenggarakan pada bulan-bulan tertentu;

dan festival arak-arakan dewa (shinko-shiki) yaitu untuk memuja dewa

tertentu agar memperoleh keselamatan dari berbagai macam penyakit.40

Setelah selesai melaksanakan upacara keagamaan, orang Jepang

langsung membersihkan sisa-sisa sampah yang berserakan, karena tidak

38

Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 341. 39

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 103. 40

Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 259.

Page 58: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

48

etis bagi mereka setelah meminta rahmat kepada dewa kemudian

meninggalkan tempat tersebut dalam keadaan kotor.

C. Menjalani Kehidupan di Dunia Dengan Sebaik-baiknya

Bagi pemeluk Shinto, tujuan utama adalah kebahagiaan dalam

kehidupan dunia. Selain itu, mereka percaya bahwa orang yang sudah

meninggal dapat membantu mereka dalam menjalankan hidup ini dari abad

ke abad.41

Menurut pandangan seorang ahli Shinto, agama Shinto termasuk tipe

agama “lahir satu kali”, dalam arti memandang dunia ini sebagai satu-satunya

tempat kehidupan bagi manusia. Meski demikian, dalam pemikiran Shinto

ada tiga macam dunia, yaitu:

1. Takamano-hara, berarti “tanah langit yang tinggi”, yaitu dunia suci yang

menjadi tempat tinggal para dewa langit.

2. Yomino-kuni, yakni tempat orang-orang yang sudah meninggal dunia,

yang dibayangkan sebagai dunia yang gelap, kotor, jelek dan

menyengsarakan.

3. Tokoyono-kuni “kehidupan yang abadi”, “negeri yang jauh di seberang

lautan”, atau “kegelapan yang abadi”, yaitu sebuah dunia yang dianggap

penuh dengan kenikmatan dan kedamaian, tempat tinggal arwah orang-

orang yang meninggal dunia dalam keadaan suci.

41

Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 312.

Page 59: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

49

Ketiga dunia tersebut sering pula disebut dengan Kakuriyo, yang

berarti dunia yang tersembunyi, sementara dunia tempat tinggal manusia

hidup disebut Utsushio, yang berarti dunia yang terlihat atau dunia yang

terbuka.42

Dalam mite disebutkan bahwa, ketika penciptaan sedang

berlangsung, unsur-unsur alam yang halus dan ringan berubah menjadi langit,

dan unsur-unsur yang berat dan kasar menjadi bumi. Di samping itu, langit

dianggap suci. Oleh karena itu, Takamano-Hara dianggap sebagai sebuah

dunia yang suci dan cemerlang yang segala sesuatunya lebih baik daripada

dunia ini, dan menjadi tempat tinggal para dewa langit. Bertitik tolak dari

pemikiran mitologis semacam ini, maka bangsa Jepang percaya bahwa para

dewa turun dari langit untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian di

atas bumi ini. Akan tetapi, dikatakan pula bahwa hal tersebut bukan berarti

bahwa dunia langit secara esensial berbeda dari dunia bumi, tetapi dunia

langit hanya merupakan sebuah dunia yang lebih baik dari dunia manusia

ini.43

Menurut Motoori Norinaga, dalam mite terdapat ketentuan dari Dewi

Matahari mengenai suatu keabadian sejarah. Norinaga juga mengatakan

bahwa dunia manusia ini akan senantiasa tumbuh dan berkembang serta

berubah terus-menerus. Oleh sebab itu, Shinto tidak memiliki ajaran tentang

hidup di hari kemudian, atau hidup setelah mati, meskipun percaya tentang

adanya suatu dunia yang penuh kenikmatan dan kedamaian tempat tinggal

arwah orang-orang yang hidupnya suci. Agama tersebut lebih menekankan

42

Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 258. 43

Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 258.

Page 60: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

50

pada pandangan yang lebih berorientasi kekinian dan keduniaan, apalagi

dunia dianggap sebagai tempat tinggal manusia yang tidak akan pernah

musnah. Berdasarkan pandangan semacam ini, maka saat-saat kehidupan

manusia sekarang ini merupakan saat-saat yang penuh dengan nilai. Setiap

pemeluk Shinto diharuskan untuk berperan aktif secara langsung dalam

perkembangan dunia yang abadi itu, dan harus memanfaatkan setiap saat

dalam kehidupannya semaksimal mungkin. Mental seperti ini, merupakan

salah satu faktor yang telah membawa bangsa Jepang menuju tingkat

kesejahteraan dan kemakmuran hidup di dunia.44

Dalam Shinto kuno, gagasan tentang dunia lain diungkapkan oleh

konsep seperti dataran tinggi surga (takama-ga-hara), tempat tinggal Kami

yang paling mulia, negara yang berlimpah, hidup yang kekal (tokoyo-no-kuni

), dan dunia hantu, roh jahat (magatsuhi) dan polusi, yaitu dunia kegelapan

(yomi-no-kuni). Konsep metafisik semacam itu tidak secara langsung

berhubungan dengan manusia, untuk memandang roh dunia lain dianggap

tabu. Alih-alih mengembangkan penjelasan teoretis tentang dunia yang tak

terlihat, tempat suci didirikan sebagai tempat dimana Kami dapat diundang

dan manusia dapat merasakan kehadirannya.45

Dunia di mana kita hidup ini berkembang dari kekacauan ke

ketertiban, dari kebingungan kontradiksi dengan keadaan harmonis dan

kesatuan. Sehingga dalam masyarakat yang menciptakan tatanan baik akan

berkembang sebagai hasil gotong royong dan kerja sama. Shinto percaya

44

Djam’annuri, Agama-Agama di Dunia, h. 258. 45

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 102.

Page 61: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

51

bahwa dunia ini menjanjikan pengembangan kekuatan hidup yang tak

terbatas.46

46

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 102.

Page 62: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

52

BAB IV

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PEDULI LINGKUNGAN

DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

A. Gaya Hidup Masyarakat Jepang Dalam Upaya Menjaga Lingkungan

Jepang merupakan salah satu negara terbersih di dunia. Perilaku

kebiasaan orang Jepang dalam menjaga kebersihan lingkungan di dasarkan

atas beberapa alasan:

Pertama, tidak adanya tempat sampah di area publik. Dengan tidak

adanya tempat sampah di area publik bukan berarti mereka membuang

sampah di sembarang tempat, melainkan menyimpannya dan membawanya

ke tempat sampah terdekat atau membawanya pulang. Di Jepang, anak-anak

di didik dari kecil untuk bertanggung jawab akan sampahnya. Membuang

sampah di tempat sampah adalah perilaku yang baik, tetapi membawa sampah

saat tidak ada tempat sampah akan jauh lebih baik.

Kedua, disetiap kursi pada bus untuk rute-rute jauh di Jepang selalu

disediakan kantong plastik kecil untuk menyimpan botol bekas minuman dan

dibawa untuk dibuang ke tempat sampah agar tidak sembarangan

meninggalkannya di pojok kursi.

Ketiga, lingkungan sekitar bukan hanya tanggung jawab petugas

kebersihan kota melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing penghuni

rumah, gedung, perkantoran dan sebagainya.

Page 63: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

53

Keempat, membedakan jenis sampah. Setiap rumah di Jepang

diharuskan membedakan jenis sampah mereka, mana sampah yang bisa di

daur ulang dan yang tidak bisa.

Kelima, lembaga kebersihan membantu kesadaran masyarakat akan

sampah. Greenbird adalah sebuah organisasi yang menyebar di seluruh

prefektur di Jepang, bertugas untuk mengajak warga menjaga kebersihan di

area publik seperti di stasiun kereta api. Petugas ini juga membersihkan

sampah di area-area yang tersembunyi dari pandangan mata, seperti misalnya

puntung rokok di semak-semak, kertas-kertas kecil yang berserakan, dimana

orang-orang dengan sengaja menyembunyikannya agar tidak terlihat.

Keenam, kebersihan dan kerapian area transportasi umum adalah

keharusan.

Ketujuh, kebersihan jalan raya, setiap alat transportasi di Jepang terlihat

sangat bersih, termasuk truk pengangkut sampah. Petugas kebersihan akan

bergantian mencuci truk mereka setelah bertugas agar tidak mengotori

jalanan.

Kedelapan, komunitas kebersihan, ketika seseorang hidup

bermasyarakat di Jepang, maka ia diharuskan masuk ke komunitas kebersihan

yang ada di lingkungan masyarakat. Seperti gotong royong di lingkungan RW

di Indonesia, berkumpul sepekan sekali untuk membersihkan lingkungan

sekitar.1

1Annonym, 8 Reasons Japan Is So Clean: The Wa Of Cleanliness,

http://en.rocketnews24.com/2016/09/19/8-reasons-japan-is-so-clean-the-wa-of-cleanliness/, di

akses pada 08/07/2017, pukul 18.55 WIB.

Page 64: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

54

Kondisi lingkungan yang bersih membuat Jepang menyandang gelar

sebagai negara dengan tingkat kebersihan terbaik di dunia. Gelar ini tidak

serta merta Jepang dapatkan dengan singkat, mengingat Jepang juga pernah

berada pada posisi seperti Indonesia yang kotor dan kumuh di beberapa

kotanya.

Warga Jepang sangat menghargai kebersihan sebagaimana yang telah

diajarkan salah satu agama mayoritas di Jepang, yaitu Shinto. Ajaran Shinto

beranggapan bahwa kebersihan adalah cara untuk mendekatkan diri kepada

Tuhan, sehingga mereka penganut Shinto berlomba-lomba menjaga

kebersihan dan menjadikan hal tersebut sebagai budaya untuk mendekatkan

diri pada Tuhan.

Hal lain, selain faktor ajaran Shinto, kebersihan di Jepang juga

merupakan kesadaran masing-masing masyarakatnya yang diperoleh dari

didikan sejak kecil untuk berbudaya bersih dan memikirkan kenyamanan

orang lain. Hal ini lambat laun menjadi kepribadian yang mengakar kuat dan

cermin masyarakat Jepang di mata dunia sebagai negara dengan tingkat

kebersihan paling baik.

Budaya bersih masyarakat Jepang sudah mendarah daging sehingga

sulit dihilangkan karena masing-masing individu telah menyadari betapa

pentingnya kebersihan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.2 Hal tersebut

juga menjadi cara berkomunikasi dengan Kami secara langsung tanpa

membentuk ide Kami secara konseptual atau teologis, karena mereka sendiri

2Ajeng Endah Adriana, Budaya Bersih di Jepang, http://www.denpasar.id.emb-

japan.go.jp/indonesia/.konnichiwa%2014/.konnichiwa14_041.html, di akses pada 08/07/2017

pukul 19.15 WIB.

Page 65: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

55

tidak memiliki gagasan yang jelas mengenai Kami. Mereka hanya menyadari

secara intuitif tentang Kami ke dalam kesadaran mereka.3

Orang Jepang memiliki pola perilaku, pola pikir dan sikap mental yang

baik. Pola perilaku merupakan perilaku yang sudah tersusun atau terpola yang

dilakukan berulang kali. Demikian juga pola pikir atau mindset merupakan

cara berpikir yang sudah tersusun atau terpola akibat perilaku yang sudah

dilakukan berulang kali. Sedangkan sikap mental adalah cara

mengomunikasikan atau mengekspresikan suasana hati atau watak kepada

orang lain. Apabila hal tersebut dilakukan berulang kali oleh seseorang, akan

menjadi kebiasaan orang tersebut. Namun, bila kebiasaan tersebut dilakukan

oleh sebagian besar orang atau kelompok akan menjadi suatu budaya.4 Inilah

yang dimiliki orang Jepang, disiplin pribadi, atau sikap mental mereka dalam

menjalankan kehidupan pribadi maupun sosial sudah menjadi budaya, semua

itu dilakukan tanpa paksaan, hukuman atau teguran, tetapi dengan kesadaran

diri.

B. Manfaat Mengaplikasikan Ajaran Shinto Tentang Menjaga Lingkungan

Manusia seringkali mengabaikan peran penting kebersihan serta tidak

peduli terhadap hak makhluk hidup lainnya. Masyarakat Jepang melestarikan

budaya bersih tidak hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap Kami yang

ada di tempat-tempat sekitar, tetapi juga demi menjaga kesehatan dan

kelangsungan hidup manusia.

3Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 8.

4Artomo apt. MBA, Halaman Hijau: Cara Bijak dan Cerdas Mengelola Lingkungan dari

Rumah (Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2015), h. 1.

Page 66: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

56

Shinto mengajarkan tentang keharmonisasian antara manusia dengan

alam dan lingkungannya, sehingga dengan mengaplikasikan ajaran-ajaran

Shinto khususnya mengenai kepedulian lingkungan, masyarakat Jepang bisa

berkontribusi dalam mengatasi krisis lingkungan yang di alami oleh berbagai

belahan dunia.

Ada beberapa manfaat yang bisa dilihat dari keberhasilan orang Jepang

dalam upaya mencegah pencemaran lingkungan yang dilakukan berdasarkan

latar belakang ajaran Shinto. Seperti, dalam menangani pencemaran air, yang

disebabkan oleh masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,

dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas

air turun sampai ke tingkat tertentu, yang menyebabkan air tidak berfungsi

lagi sesuai dengan peruntukannya.5

Pencemaran air merupakan sebuah krisis lingkungan hidup global yang

sangat serius. Pencemaran air ini terjadi baik karena pembuangan limbah,

termasuk limbah yang masuk kategori limbah berbahaya dan beracun (B3),

maupun karena erosi dan pendangkalan sungai dan danau yang terjadi akibat

kerusakan hutan.6

Di Jepang, khususnya area Meiho, sembilan puluh lima persen masih

terdiri dari hutan dan pertanian. Di daerah pertanian dan pegunungan tentu

saja air berperan besar. Namun yang menarik adalah kesadaran masyarakat

dalam mengelola air. Mengelola air tidak hanya sekedar memanfaatkan, tetapi

juga memikirkan lingkungan agar air tidak tercemar, merencanakan fasilitas

5Karden Eddy Sontang Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup, h. 145.

6Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global (Yogyakarta: Kanisius,

2010), h. 40.

Page 67: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

57

bagi publik agar bisa mendapatkan air dengan mudah. Selain itu juga

membangun kesadaran masyarakat bahwa air perlu dikelola dengan baik dan

dimanfaatkan dengan benar untuk kehidupan manusia. Semua ini akan

bermuara pada kesadaran bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari

alam. Kebudayaan Jepang tumbuh dari agama yang mentradisi serta

kesadaran untuk hidup selaras dengan alam. Kesadaran masyarakat terhadap

alam, hubungan sosial dan semua kehidupan sehari-hari mereka merupakan

cerminan moral yang telah mentradisi.7

Dengan tidak memperhatikan masalah air dan tidak menggunakannya

secara bijak, maka akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Air

adalah sumber kehidupan baik untuk minum maupun untuk aktivitas

produktif pertanian dan industri dan juga untuk kepentingan sanitasi dan

kesehatan. Tanpa air tidak akan ada kehidupan, sebagaimana Bank Dunia

memperkirakan pada tahun 2025 dua pertiga penduduk dunia akan kesulitan

memperoleh air bersih dan air minum.8 Hilangnya sumber mata air ini terjadi

terutama karena kerusakan hutan sebagai tempat penyimpanan air.

Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak

aman berkonstribusi terhadap 88 persen kematian anak akibat diare di seluruh

dunia. Bagi anak-anak yang masih bertahan hidup dengan minimnya air

bersih, sering menderita diare yang berkonstribusi terhadap masalah gizi,

sehingga manghalangi anak-anak untuk mencapai potensi maksimal mereka.

Kondisi ini selanjutnya menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas

7FX Harsono, Image Jepang: Jepang di Mata Orang Indoneisa ( Jakarta: The Japan

Foundation, 2005), h. 119. 8Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, h. 49.

Page 68: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

58

sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang

akan datang.

Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak

berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare

sebagai penyebab 31 persen penyebab kematian anak usia antara 1 bulan

hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak usia antara satu sampai

empat tahun.9

Krisis air pada gilirannya juga akan bermuara pada krisis pangan. Ini

terjadi karena semakin banyak areal pertanian yang tidak mendapat pasokan

air yang memadai. Dan ini pun akan memicu konflik baik di antara para

petani, petani dan peternak, maupun di antara petani dan dunia industri yang

sama-sama membutuhkan air untuk kegiatan produktifnya.10

Krisis air baik karena kekurangan sumber mata air, pencemaran,

kekeringan, dan banjir diprediksi akan menjadi salah satu sumber pertikaian

dan konflik sosial di masa yang akan datang, bukan hanya di antara satu

kelompok masyarakat setempat dengan kelompok masyarakat setempat

lainnya, melainkan juga di antara satu negara dengan negara lainnya.11

Setelah masalah pencemaran air, pencemaran udara juga menjadi krisis

lingkungan yang tidak kalah penting. Pencemaran udara terjadi baik dari

sumber tidak bergerak maupun dari sumber bergerak. Sumber tidak bergerak

terutama berasal dari aktivitas industri, kebakaran hutan dan sampah.

9UNICEF Indonesia, Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan,

https://www.unicef.org/indonesia/id/A8_-_B_Ringkasan_Kajian_Air_Bersih.pdf, di akses pada

09/07/2017, pukul 13.14 WIB. 10

Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, h. 51. 11

Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, h. 50.

Page 69: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

59

Sedangkan sumber bergerak terutama berasal dari pencemaran udara yang

dihasilkan oleh berbagai moda transportasi, khususnya kendaraan pribadi

yang menggunakan sumber energi berbahan bakar fosil. Pencemaran udara

ini mengakibatkan berbagai jenis penyakit yang kronis, seperti infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA), asma, penurunan IQ dan gangguan saraf, serta

impotensi.12

Dari masalah tersebut, kita dapat mengambil contoh dari kebiasaan

orang Jepang yang tidak sembarangan menebang pohon dan membakar hutan,

tidak sembarangan membuang sampah hingga menumpuk yang bisa

menimbulkan bau tak sedap, juga kebiasaan mereka yang lebih senang

menggunakan transportasi umum daripada membawa kendaraan pribadi, hal

tersebut tentunya dapat meminimalisir terjadinya polusi udara yang

disebabkan oleh perilaku manusia.

Jika udara tercemar dan air tercemar atau langka, ini sudah menjadi

persoalan terancamnya kehidupan. Udara dan air adalah hal vital bagi

kehidupan yang sekaligus merupakan simbol kehidupan. Apabila air dan

udara tercemar berarti kehidupan telah terancam. Bisa dikatakan bahwa krisis

lingkungan hidup merupakan krisis kehidupan. Ini soal to be or not to be.

Soal Hidup atau mati. Ini soal bagaimana kita harus bertindak nyata untuk

menyelamatkan kehidupan bersama atau kita musnah bersama ditelan banjir,

12

Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, h. 38.

Page 70: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

60

longsor, terserang penyakit aneh atau mati terpanggang kepanasan dan

kelaparan karena gagal panen atau diterjang badai.13

Segala upaya dilakukan manusia untuk menjaga lingkungan dan alam

sekitarnya agar mendapatkan keselamatan di dunia. Bagi Shinto, dunia Tuhan

(Kami) tidak melampaui dunia manusia, dan manusia tidak perlu berusaha

memasuki dunia Ilahi yang transendental untuk mencapai keselamatan, cukup

mencari keselamatan dengan membawa Kami ke dunia manusia, memasuki

kehidupan sehari-hari seperti di rumah, pasar, dan kerja sama manusia.

Manusia dapat memperoleh keselamatan dengan senantiasa menghadirkan

Kami dalam hidupnya dan menciptakan dunia yang harmonis.14

Shinto memang memiliki sesuatu yang penting untuk berkontribusi

pada pemahaman manusia modern tentang dirinya dan tempatnya di alam

semesta. Dalam dialog dengan sains dan agama-agama lain dan dalam

menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh mesin dan urbanisasi, Shinto

juga harus didengar. Di dunia modern manusia bisa belajar apa saja yang bisa

dia lakukan serta menggabungkan keterampilan pikiran dan tangannya

dengan kekuatan mesin. Dia bisa mengubah dunianya untuk kebaikan

bersama atau untuk kehancuran total.15

Berbeda dengan masyarakat tradisional yang berkeyakinan bahwa pada

kenyataannya manusia selalu tunduk, dikuasai dan dibelenggu oleh kekuasaan

dan kekuatan lingkungan. Oleh sebab itu, kalaupun masyarakat tradisional

mendayagunakan lingkungan, mereka tetap menjaga harmoni dengan

13

Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, h. 74. 14

Sokyo Ono, Shinto The Kami Way, h. 107. 15

Floyd Hiatt Ross, Shinto The Way of Japan, (Boston Beacon Press, 1965), h. 166.

Page 71: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

61

lingkungannya. Sehingga masyarakat tradisional cenderung bersahabat

bahkan sangat hormat terhadap lingkungan dengan selalu menjaga

keselarasan dan hidup berkeseimbangan dengan lingkungan. Sedangkan yang

terjadi saat ini, masyarakat modern yang berbasis iptek berkeyakinan bahwa

jika manusia ingin maju dan sejahtera, mereka harus mampu membebaskan

dirinya dari keyakinan tradisional yakni tunduk dan dikuasai oleh alam. Alam

harus dikuasai dan ditaklukkan guna memenuhi kebutuhan dan kebahagiaan

serta kesejahteraan manusia.16

Tantangan paling penting yang dihadapi manusia saat ini adalah tugas

menggabungkan nilai-nilai masa lalu yang layak diselamatkan dengan

pengetahuan dan teknik baru sedemikian rupa untuk meningkatkan semangat

manusia. Dalam menghadapi masalah ini, Shinto tentu saja berada dalam

posisi yang penting.17

Shinto mungkin bisa memberikan sesuatu yang korektif

dengan perasaan yang harmoni dan kesatuan yang penting dengan kosmos,

fokusnya bisa mengajarkan agar hidup harmonis dengan alam.18

C. Masa Depan Ajaran Shinto di Jepang

Jepang adalah sebuah negara dimana semua serba maju dari segi

ekonomi, politik, pendidikan, terknologi, parawisata dan negara yang sangat

menjaga ekologi lingkungan. Namun semua itu tidak serta merta

meninggalkan agama dan menganggap bahwa agama adalah sesuatu yang

irasional dan kuno justru Shinto berada dibalik semua kegiatan masyarakat

16

Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an, h. 32. 17

Floyd Hiatt Ross, Shinto The Way of Japan, h. 166-167. 18

Floyd Hiatt Ross, Shinto The Way of Japan, h. 170.

Page 72: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

62

Jepang. Hal ini menjadi sebuah keunikan tersendiri bagi negara maju dan

memiliki religiousitas yang tinggi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap kepercayaan tradisional

dan tempat agama rakyat dalam kehidupan masyarakat Jepang modern yang

termuat dalam laporan hasil penelitian yang diberi judul Nihonjin-no-

kokuminsei (Sifat Nasional Jepang), maka pemujaan terhadap arwah

nenekmoyang menempati kedudukan utama dalam kehidupan rakyat Jepang.

Menurut laporan tersebut, 77% di antara 2.254 orang yang diteliti yang

tersebar di seluruh penjuru negeri Jepang menyatakan bahwa mereka sangat

menghormati para leluhur mereka, 15% di antaranya sedikit menghormati,

5% merasa tidak perduli, 2% memberikan jawaban tidak tahu, dan sisanya

mengemukakan jawaban yang lain. Juga menurut laporan hasil sebuah

penelitian yang berjudul Seikatsu Kanshu to Meishin (Takhayul dan

Kebiasaan Hidup Sehari-hari) yang disusun oleh Lembaga Penelitian

Takhayul pada Kementerian Pendidikan pada tahun 1950, 42,56% di antara

orang-orang yang diteliti memberikan jawaban bahwa mereka percaya

sepenuhnya akan hidupnya arwah orang-orang yang telah meninggal dunia.

Dari kedua hasil penelitian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa secara

kwantitatif pemujaan nenekmoyang tetap berakar kuat dalam kehidupan

masyarakat Jepang hari ini.19

Jepang adalah suatu bangsa yang sangat disiplin terhadap janji atau

sumpah, maka kesetiaan terhadap agama, negara, kaisar dan tradisinya

19

Djam’annuri, Agama Jepang, h. 134.

Page 73: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

63

merupakan suatu kewajiban yang suci bagi mereka. Seorang ahli sejarah

Jepang, D.C. Holten menyatakan bahwa orang-orang Jepang dilahirkan dalam

ajaran Shinto. Kesetiaannya terhadap kepercayaan dan pengamalan ajarannya

adalah menjadi kualifikasi pertama sebagai “Orang Jepang yang baik”.

Meskipun mereka memeluk agama universal seperti Buddhisme atau Kristen,

faham lama (Shinto) tetap merupakan pengaruh vital dan luas, yang secara

fundamental faham lama tersebut membentuk pula mentalitas dan perilaku

serta memberikan pola dasar yang menjadi wadah dari segala sesuatu yang

lain.20

Tidak ada alasan bahwa Shinto tidak dapat menghasilkan orang-orang

yang dapat menghargai masa lalu tanpa berpegang teguh pada ajarannya,

sebagaimana menggabungkan apa yang terbaik dari masa lalu dengan apa

yang berharga di masa sekarang, dan bekerja untuk masa depan yang lebih

baik dengan percaya diri.21

D. Catatan Kritis

1. Ayat-Ayat Shinto dan Islam Yang Berkaitan Dengan Konservasi

Lingkungan

Setiap agama sudah pasti mengajarkan pada kebaikan, keadilan,

dan kesejahteraan pada kehidupan umatnya. Dalam hal ini juga termasuk

anjuran untuk hidup sejahtera di bumi tempat manusia berpijak dengan

20

HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, h. 47. 21

Floyd Hiatt Ross, Shinto The Way Of Japan, h. 169.

Page 74: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

64

membentuk kehidupan yang selaras dengan alam dan makhluk hidup

lainnya.

Berdasarkan hukum kodrat yang menyatakan bahwa manusia

merupakan bagian integral dari alam. Manusia merupakan bagian dari

tatanan kosmis. Sebagai bagian dari tatanan kosmis manusia tunduk

kepada hukum alam yakni hukum yang menetapkan peran fungsional

setiap bagian alam. Oleh karena itu, perintah moral yang tertinggi adalah

hidup sesuai dan selaras dengan alam.22

Shinto, meski hanya sebuah kepercayaan alam yang berpangkal

pada kepercayaan nenek moyang berbeda jauh jika dibandingkan dengan

Islam agama yang telah sempurna dan memiliki ajaran-ajaran yang

lengkap, namun Shinto juga mengajarkan kesejahteraan dan

keharmonisasian kehidupan penganutnya.

Adapun kisah penciptaan yang terkandung dalam kitab Nihongi

yaitu:

“Pada mulanya, langit dan bumi masih dalam keadaan menyatu

dan keduanya belum terpisah. Kemudian mulailah pemisahan antara

keduanya, unsur-unsur ringan membentuk langit sementara unsur-unsur

yang berat membentuk bumi. Oleh karena itu, langit terbentuk lebih

dahulu setelahnya dibentuklah bumi. Kemudian diciptakan makhluk-

makhluk Ilahi di antara mereka.”(Nihongi, 1:2)

22

Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an, h. 166.

Page 75: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

65

Dalam mite tersebut, ketika penciptaan sedang berlangsung,

unsur-unsur alam yang halus dan ringan berubah menjadi langit, dan

unsur-unsur yang berat dan kasar menjadi bumi. Disamping itu, langit

dianggap suci dan cemerlang yang menjadi tempat tinggal para dewa

langit. Dari pemikiran mitologi semacam ini maka bangsa Jepang

percaya bahwa para dewa turun dari langit untuk menciptakan

kesejahteraan dan kedamaian diatas bumi ini.

"Ketika langit dan bumi berada dalam keadaan kacau, hanya ada

dewa yang bernama Umashi-ashi-kabi-hiko-ji no mikoto dan Kuni-soko-

tachi no mikoto, mereka bersama-sama menciptakan dewa, yang

pertama, Kuni-no-toko-tachi no mikoto, dan Kuni no sa-tsuchi no mikoto.

Hingga muncul dewa Izanagi no mikoto dan Izanami no mikoto.

(Nihongi, 1:6)

“Izanagi no mikoto dan Izanami no mikoto berdiri di atas

jembatan terapung di langit, kemudian mereka terjun dan menusukan

tombak permata, mencari tanah, mengayuh samudera, hingga air garam

yang menetes dari titik tombak terkoordinasi dan menjadi sebuah pulau,

yang disebut Ono-goro-jima23

. Kedua dewa tersebut turun dari langit

dan tinggal di pulau itu, kemudian menjadi sepasang suami istri untuk

menciptakan sebuah negara. (Nihongi, 1:12) Selanjutnya mereka

menciptakan laut, sungai, dan pegunungan, serta nenek moyang pohon

dan tumbuhan.” (Nihongi, 1:14).

23

Ono-goro-jima merupakan sebutan bagi pulau Jepang.

Page 76: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

66

Dewa Izanagi dan Izanami adalah dua dewa yang memperoleh

perhatian dan tempat istimewa dalam kalangan penganut Shinto.

Keduanya menciptakan kepulauan Jepang lengkap dengan dewanya

masing-masing, seperti dewa air, dewa gunung, dewa tumbuh-tumbuhan

dan sebagainya.

Dalam Islam juga banyak sekali ayat al-Qur’an tentang

penciptaan, sekaligus menganjurkan bahkan mewajibkan setiap manusia

untuk menjaga kelangsungan kehidupannya dan kehidupan makhluk lain

di bumi, walaupun dalam situasi yang sudah kritis. Ayat yang berkaitan

dengan alam dan lingkungan (fisik dan sosial) ini dalam al-Qur’an

bahkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan ayat-ayat yang berkaitan

dengan ibadah khusus (mahdhoh).24

Adapun ayatnya yaitu:

QS. Fushilat: 10

“Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di

atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya

kadar makanan-makanan penghuninya dalam empat hari.

(Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang

bertanya.”

Q.S. Al Rum 41-42

24

Muhjiddin Mawardi dkk, Akhlaq Lingkungan: Panduan Berperilaku Ramah

Lingkungan, h. 13.

Page 77: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

67

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena

perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka

merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka

kembali (ke jalan yang benar).” (41) “Katakanlah (Muhammad),

“Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-

orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang

mempersekutukan (Allah)."(42)

Q.S. Al A’ raf 56-58

"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah

(diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa

takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat

kepada orang yang berbuat kebaikan.(56) Dialah yang meniupkan

angina sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan

rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan

mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami

turunkan hujan di daerah itu. Kemudian kami tumbuhkan dengan

Page 78: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

68

hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami

membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu

mengambil pelajaran.”(57) Dan tanah yang baik, tanaman-

tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan, dan tanah yang

buruk, tanaman-tanamannya tumbuh merana. Demikianlah Kami

menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi

orang-orang yang bersyukur."(58)

Dalam khazanah ekoteologi Islam, meyakini bahwa hubungan

Tuhan dengan lingkungan cukup akrab. Hubungan antara Tuhan dengan

lingkungan terjalin secara harmonis dan berkesinambungan dalam waktu

serta ruang yang tidak terbatas. Artinya, Islam memiliki teologi sistemik

tentang hubungan Tuhan dengan lingkungan. Hubungan Tuhan dengan

lingkungan mengacu pada hubungan struktural yaitu Tuhan sebagai

pencipta lingkungan dan Tuhan sebagai pemilik lingkungan serta

hubungan fungsional Tuhan sebagai pemelihara lingkungan.25

Islam mengajarkan bahwa manusia harus bertanggung jawab

terhadap alam semesta yang dihadiahkan kepadanya untuk menjamin

kelangsungan hidupnya. Dengan demikian Islam tidak membenarkan

manusia merusak lingkungan sebagaimana Allah berfirman dalam surat

al-qasshas ayat 77. Tersimpul disini keharusan untuk mengusahakan

keseimbangan antara kebahagiaan hidup akhirat dengan kebahagiaan

hidup di dunia. Melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dan untuk

orang lain, dan kewajiban memelihara keseimbangan alam dan mencegah

kerusakan di muka bumi.26

25

Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an, h. 105. 26

Daud Effendy, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan (Perspektif Islam) (Jakarta:

Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2008), h. 83.

Page 79: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

69

Fungsi penting yang harus dijalankan oleh manusia sebagai

khalifah di muka bumi, salah satunya adalah berkewajiban menjaga

keseimbangan lingkungan hidup. Dalam keterkaitan dengan tugas ini

sebagaimana Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu di alam raya

ini dengan perhitungan tertentu.27

Islam menuntut kepada manusia untuk menyelidiki dan

memahami pola-pola Tuhan dalam alam. Termasuk dalam hal ini adalah

pola perawatan dengan penuh kasih sayang, bersahabat dan sekaligus

membuatnya menjadi indah. Tuhan berulang kali menyampaikan hal ini

dalam Alquran, antara lain: (QS. Al Ghasyiyah, 88:17-21). Maka menjadi

tugas dan kewajiban manusia untuk merawat alam, entah sebagai taman,

hutan, sungai atau gunung tersebut. Lebih dari itu Islam juga menuntut

manusia untuk menghidupkan tanah-tanah yang tidak produktif (ihya al

mawat) dengan menanaminya pohon-pohon atau tanaman-tanaman,

bukan hanya untuk kepentingan manusia hari ini tetapi juga untuk

generasi manusia masa depan.28

2. Perbedaan Pengaplikasian Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang

Dengan Masyarakat Indonesia.

Kesulitan utama dalam membuat perbandingan budaya antara

Indonesia dan Jepang disebabkan perbedaan karakteristik kedua bangsa

tersebut. Bangsa Jepang relatif homogen, dan hanya memiliki sekitar 15

27

Daud Effendy, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan (Perspektif Islam), h. 127. 28

Husein Muhammad, Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan

Lingkungan Hidup (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 7.

Page 80: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

70

bahasa, dan telah memiliki sejarah yang jauh lebih panjang, sehingga

nilai-nilai budaya itu lebih mengkristal. Sedangkan bangsa Indonesia

berciri heterogen, multi etnik, memiliki lebih dari 700 bahasa, sehingga

tidak mudah untuk mencari serpih-serpih budaya yang mewakili

Indonesia secara nasional. Perlu dipisahkan nilai-nilai mana yang

diterima secara nasional di Indonesia, dan mana yang merupakan

karakter yang unik disalah satu suku. Namun, bahasan dalam hal ini

hanya mengenai perbandingan budaya Indonesia dan Jepang dari segi-

segi cara menjaga kebersihan lingkungan.

Jepang adalah sebuah negara yang penuh disiplin dan sangat

menghargai lingkungan hidup, sungai-sungai yang jernih, udara yang

bersih dan juga lingkungan yang tertata rapi tanpa sampah sudah menjadi

pemandangan umum kota-kota di Jepang.

Budaya kebersihan di Jepang sangat berkaitan dengan aspek

spiritual. Menurut penganut Shintoisme Jepang, kebersihan merupakan

salah satu bentuk ibadah, bahkan pada era modern sekarang, ritual

kebersihan pun masih rutin diterapkan. Keindahan alam selalu dipelihara

rakyat dengan keyakinan bahwa Jepang adalah tanah yang suci dan yang

di diami oleh banyak Kami, atau roh-roh Ilahi.29

Dalam kepercayaan Shinto, Kami hidup dan berada di bawah

gunung, hutan, laut, atau di tengah perkampungan penduduk. Jadi,

konsep Tuhan di atas atau langit dan manusia di bumi kurang tepat untuk

29

Joseph M. Kitagawa, On Understanding Japanese Religion (United Kingdom:

Princeton University Press, 1987), h. 274.

Page 81: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

71

menggambarkan kepercayaan Shinto.30

Oleh sebab itu, orang Jepang

tidak ada yang membuang sampah sembarangan, mencemari tanah, laut,

sungai, atau mengeksploitasi hutan melebihi kebutuhan manusia.

Terdapat tiga rahasia sukses Jepang dalam penanganan sampah

rumah tangga:

Pertama, tingginya prioritas masyarakat pada program daur

ulang. Hampir semua orang Jepang paham mengenai pentingnya

pengelolaan sampah daur ulang. Untuk membangun kesadaran itu,

kelompok masyarakat seperti “chonaikai” melakukan aksi-aksi

kampanye kepedulian lingkungan di berbagai lapisan masyarakat.

Beberapa sukarelawan ada yang secara aktif turun ke perumahan untuk

memonitor pembuangan sampah, dan berdialog dengan warga tentang

cara penanganan sampah.

Kedua, munculnya tekanan sosial dari masyarakat Jepang apabila

kita tidak membuang sampah pada tempat dan jenisnya. Rasa malu

menjadi kunci efektivitas penanganan sampah di Jepang. Bahkan orang

Jepang yang sedang dalam keadaan mabuk masih membuang sampah,

bukan hanya di tempatnya, namun bisa memilih tempat sampah daur

ulang khusus botol dan kaleng. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kebiasaan membuang sampah, selain juga karena dibangun rasa malu dan

menghargai Kami yang mendiami tempat tertentu, juga telah masuk ke

alam bawah sadar mereka.

30

Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia, h. 326.

Page 82: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

72

Ketiga, program edukasi yang masif dan agresif dilakukan sejak

dini. Anak-anak di Jepang, sejak kelas 3 SD sudah dilatih cara

membuang sampah sesuai dengan jenisnya. Hal tersebut membangun

kultur buang sampah yang mampu tertanam di alam bawah sadar.

Membuang sampah sesuai jenis sudah menjadi “habit”.

Orang Jepang juga memiliki budaya mottanai.31

Dalam tradisi

Jepang, dikenal istilah “manfaatkan kembali sesuatu dengan daur ulang”,

“selama masih ada harganya jangan dibuang/disia-siakan” yang artinya

“tidak boleh melakukan hal yang sia-sia”.32

Hal ini didasari bahwa

mereka sangat menghargai sesuatu secara tradisional karena tradisi

Jepang yang mempercayai bahwa sesuatu mempunyai nyawa atau roh.

Orang Jepang memiliki rasa cinta terhadap sesuatu. Orang merangkul

berbagai perasaan seperti perasaan terima kasih dan lain sebagainya

kepada orang yang telah membuat sesuatu untuk kita.33

Selain menciptakan lingkungan yang bersih, sampah yang

dikelola dengan baik juga dapat menghindari manusia dari bencana alam

seperti banjir, dan penyakit berbahaya yang dapat membunuh manusia.

Bahkan, di Jepang terdapat selokan kecil dan dangkal yang mengalir di

samping jalur pejalan kaki, yang terbuat dari batu alam. Air selokan

mengalir dengan lancar dan terdapat ikan-ikan nampak berenang di air

yang bening. Tak ada satupun sampah di selokan.

31

Dalam bahasa Jepang mottanai berarti “menyia-nyiakan sesuatu”, “tidak

mengoptimalkan fungsi/nilai dari sesuatu sehingga terbuang percuma”. Lihat Yusuke Shindo,

Mengenal Jepang (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2015), h. 245. 32

Yusuke Shindo, Mengenal Jepang, h. 245. 33

Yusuke Shindo, Mengenal Jepang, h. 245.

Page 83: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

73

Orang Jepang juga tidak sembarangan menebang pohon dan

membakar hutan dikarenakan mereka meyakini bahwa di tempat-tempat

tersebut banyak Kami yang mendiaminya, sehingga jika hal tersebut

dilakukan akan mengganggu Kami. Sungai dan laut pun juga di hormati

agar terhindar dari pencemaran, karena diyakini bahwa dewa matahari

dan bulan tercipta di laut. Hal ini berdasarkan kisah ketika Izanagi pergi

mengunjungi istrinya Izanami yang sudah mati, ia melanggar suatu

pantangan sehingga menjadi kotor dan berdosa, oleh karena itu kemudian

ia pergi ke laut untuk melakukan upacara pensucian, ketika Izanagi

sedang membersihkan diri di air, dari matanya sebelah kiri terjadi dewi

matahari, Amaterasu, dan dari air matanya sebelah kanan terjadi dewi

bulan, Tsukiyomi, sementara dari yang dipergunakan untuk

membersihkan hidungnya terjadi dewa laut dan gelombang.(Nihongi,

1:28)

Di negri Jepang selalu di kampanyeka slogan utsukushi kuni

(Negara Jepang yang cantik), meskipun disetiap sudut tempat sudah

kelihatan bersih selogan itu tetap digunakan. Kebersihan merupakan ciri

utama dari Jepang, disiplin membuang sampah pada tempatnya yang

sangat membudidaya pada kehidupan masyarakat Jepang yang sangat

sulit dihilangkan sehingga upaya pelestarian lingkungan di Jepang

sangat lah bagus.

Berbeda dengan Jepang, mayoritas masyarakat Indonesia banyak

yang tidak mengaplikasikan ajaran agama mengenai lingkungan. Di

Page 84: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

74

Indonesia, terutama di kota-kota besar masih sering terlihat masyarakat

yang membuang sampah sembarangan dan banyak sekali sampah yang

menumpuk di pinggir-pinggir jalan bahkan di selokan. Mereka tidak

memperdulikan akibat yang akan terjadi. Indonesia adalah negara yang

sangat sulit menerapkan slogan kebersihan yang dibuat oleh Jepang. Di

Indonesia masih bersifat slogan-slogan saja sehingga perilaku

masyarakatnya tetap tidak peduli lingkungan.

Sampah merupakan problem lingkungan yang mungkin akan

terus berlangsung di tengah masyarakat dalam kesehariannya. Budaya

tertib sampah yang dicanangkan pemerintah ternyata belum mampu

menanggulangi secara tuntas. Selain menimbulkan gangguan bau tidak

sedap, beragam penyakit juga mungkin timbul akibat penumpukan

sampah yang akhirnya menjadi sarang nyamuk. Di daerah perkotaan,

selain lokasi pembuangan yang sulit didapatkan, minimnya daerah

resapan air membuat sampah-sampah menggunung menyumbat saluran-

saluran air hingga mengakibatkan genangan air atau bahkan banjir.34

Sampah jelas menjadi persoalan besar bagi kota-kota besar di

dunia. Selain membutuhkan areal pengolahan yang cukup luas dan

karena itu sulit diperoleh, sampah juga menimbulkan berbagai

pencemaran udara, air, dan membutuhkan teknologi yang mahal karena

pengelolaan dan pengolahan sampah semakin membutuhkan biaya besar.

34

An’im Falahuddin Mahrus, Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan

Lingkungan Hidup, h. 11.

Page 85: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

75

Budaya masyarakat yang membuang sampah sembarangan menjadi

faktor tambahan yang semakin memperparah pencemaran sampah ini.35

Beberapa dekade terakhir ini, terutama di daerah perkotaan,

masyarakat Indonesia lebih mendahulukan kepentingan pribadi

dibandingkan kepentingan orang lain. Sikap gotong royong dan menjaga

kebersihan lambat laun makin menipis, baik dari sudut pandang lingkup

aktivitas maupun jumlah orang yang terlibat. Kedisiplinanpun semakin

tergerus. Orang hanya ingin mengerjakan peraturan jika ada ancaman

hukuman atau iming-iming saja. Misalnya, membuang sampah ke sungai

tanpa rasa takut akan dampak yang dirasakan nantinya.36

Hal lain yang menjadi masalah adalah pembakaran dan kebakaran

hutan yang menyebabkan pencemaran udara yang sangat mengganggu.

Kebakaran hutan tidak hanya mengganggu kehidupan ekonomi, sosial,

dan budaya manusia tetapi juga mengancam kehidupan berbagai fauna

dan flora yang sangat berharga. Gangguan aktivitas ekonomi terjadi

karena terganggunya transportasi darat, sungai dan udara akibat asap

kebakaran hutan. Gangguan kesehatan jelas terjadi karena asap dari

kebakaran hutan menimbulkan infeksi saluran pernapasan. Demikian

pula, api kebakaran hutan dan asap yang ditimbulkannya membawa

malapetaka kematian bagi banyak tanaman dan binatang yang tidak

berdaya menyelamatkan dirinya.37

35

Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, h. 46. 36

H. Artomo apt. MBA, Halaman Hijau: Cara Bijak dan Cerdas Mengelola Lingkungan

dari Rumah, h. 4. 37

Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, h. 39.

Page 86: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

76

Wilayah hutan di Indonesia menurut perkiraan tahun 1990 masih

lebih dari 68% dari seluruh wilayah daratan. Karena penjarahan hutan

alam oleh berbagai kegiatan manusia pada tahun 2003 luas hutan tinggal

57%. Jadi selama 13 tahun terjadi pengurangan hutan sebanyak

20.592.000 ha. Hal tersebut terjadi untuk pertambahan ruang untuk

hunian manusia, untuk dijual sebagai kayu gelondongan yang diekspor,

untuk pemekaran perkebunan, pertanian, penambangan batu bara dan

sebagainya.38

Dalam kurun waktu 15 tahun, dari tahun 1990 hingga 2005,

kerusakan hutan di Indonesia mencapai 28 juta hektar, terbesar kedua di

dunia setelah Brazil yang mengalami kerusakan hutan 48 juta hektar.

Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Muchlis, dewan pakar Pusat Studi

Alquran (PSQ) bahwa kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia, sangat

mengancam kehidupan umat manusia. Hilangnya hutan maka ekosistem

akan rusak dan sumber air bersih akan hilang, kerusakan ekosistem sudah

kita rasakan dampaknya berupa ancaman perubahan iklim dengan suhu

bumi semakin panas dan naiknya permukaan laut.

Kondisi ini, menjadi ancaman terhadap kehidupan flora dan

fauna. Kemarau panjang terjadi di mana-mana. Dampaknya masih kita

rasakan saat ini. Kebakaran hutan, konversi lahan, polusi dan banyaknya

eksploitasi sumber daya alam semakin mengancam keanekaragaman

hayati. Hingga 23 Oktober 2015, hanya dalam waktu antara 2-3 bulan,

38

Mohamad Soerjani MD, Konsep Dasar Lingkungan Hidup Untuk Pengelolaan

Ekosistem Bagi Kelangsungan Kehidupan (Jakarta: Institut Pendidikan dan Pengembangan

Lingkungan, 2008), h. 29.

Page 87: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

77

kebakaran hutan di Indonesia menghasilkan emisi karbondioksida yang

melebihi rata-rata emisi karbon yang dihasilkan industri Jerman dalam

setahun. Tentu, angka ini menyumbang secara signifikan bagi

pemanasan global. Seperti tahun-tahun sebelumnya, hujanlah yang

menjadi pahlawan. Tetapi curah hujan yang turun di banyak wilayah, dan

intensitasnya semakin meningkat pada bulan-bulan mendatang,

membayangi ancaman baru, yaitu banjir. Baru saja kita lepas dari

musibah kebakaran hutan, kita sudah dibayang-bayangi musibah banjir.

Itulah dampak kerusakan lingkungan yang terjadi. Kerusakan itu bermula

dari ulah tangan manusia. Keserakahan manusia dalam mengeksploitasi

alam tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan berbuah duka dan

derita. Maha benar Allah dalam firman-Nya, 'Timbulnya kerusakan di

muka bumi akibat ulah tangan manusia.39

Indonesia telah lama dikenal sebagai negara yang kaya akan

sumber daya alam. Akan tetapi, akibat dari salah kelola dan salah

kebijakan pembangunan di masa lalu, sumber daya alam Indonesia

mengalami penurunan yang sangat berarti dan terancam punah.

Terjadinya pengrusakan keseimbangan alam lingkungan di jagad raya

dan kehidupan, lebih disebabkan karena manusia yang tidak lagi mampu

memelihara keimanannya dan oleh karena itu tindakannya menjadi tidak

terkontrol atau terkendali dan keluar dari ketentuan-ketentuan dasar yang

ada. Selain itu, pengrusakan tersebut juga disebabkan oleh usahanya

39

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/11/23/ny91g2301-

kerusakan-alam-akibat-ulah-manusia, di akses pada 10 agustus 2017, pukul 15:39 WIB.

Page 88: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

78

untuk mengubah fitrah Allah yang telah ditetapkan pada diri dan alam

sekitarnya dalam hal ini termasuk pula perbuatannya yang melampaui

batas-batas toleransi dalam berinteraksi dengan makhluk-makhluk yang

lain di dalam biosfer.40

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling baik dan

paling istimewa, sehingga Tuhan memberikan kepercayaan (amanat)

kepada manusia sebagai wakil-Nya (khalifah) di muka bumi. Sebagai

khalifah, Tuhan memberinya kebebasan untuk mengelola alam yang

sudah dirancang dengan segenap potensi dan ketersediaan bahan-bahan

yang diperlukan bagi kehidupan sampai hari kiamat. Namun, dalam

sejumlah ayat al-qur’an, Tuhan menyatakan bahwa seluruh alam semesta

adalah milik-Nya (QS. Al Baqarah, 2:284). Ini adalah prinsip sosio-

ekonomi dalam Islam. Manusia diberi izin tinggal di dalamnya untuk

sementara dalam rangka memenuhi tujuan yang telah direncanakan dan

ditetapkan Tuhan (QS. Al Ahqaf, 46:3). Dengan begitu alam bukanlah

milik hakiki manusia. Kepemilikan manusia hanyalah amanat, titipan

atau pinjaman yang pada saatnya harus dikembalikan dalam keadaannya

seperti semula. Bahkan manusia yang baik justru akan mengembalikan

titipan tersebut dalam keadaan yang lebih baik dari ketika dia

menerimanya.41

Menurut M. Quraish Shihab, memang dalam sejarah, terdapat

khalifah-khalifah yang berlaku sewenang-wenang dengan alasan bahwa

40

Daud Effendy, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan (Perspektif Islam), h. 132. 41

Husein Muhammad, Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan

Lingkungan Hidup, h. 4.

Page 89: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

79

ia adalah wakil Tuhan di bumi. Namun, di sini ia sangat keliru dalam

memahami dan mempraktikkan kekhalifahan itu. Dalam kejadian yang

demikian ini manusia sering meligitimasi tindakannya atas nama Tuhan

padahal tindakan tersebut bertentangan dengan kehendak Tuhan itu

sendiri.42

Jika manusia diberi hak atau izin memanfaatkan alam bagi

kebaikan dan kebahagiaan dirinya, maka untuk ini manusia diperintahkan

agar bertindak sesuai dengan aturan moral kemanusiaan. Moral atau

akhlak adalah inti dan tujuan agama. Dengan begitu kebebasan yang

diberikan Tuhan kepada manusia untuk mengelola alam dibatasi dan

terikat dengan aturan-aturan moral dan etika kemanusiaan. Tidak

mungkin manusia dapat hidup dengan baik dan sejahtera tanpa adanya

perlindungan terhadap lingkungan alamnya. Manusia dan lingkungan

alam sesungguhnya memiliki hubungan simbiosis mutualistik, hubungan

saling ketergantungan dan saling memberi.43

Hak manusia untuk memanfaatkan alam tidak berarti

membolehkannya mengganggu, merusak, dan bahkan menghancurkan

keseimbangan ekologinya yang memang sudah ditetapkan-Nya dalam

pola yang demikian indah dan harmonis. Eksploitasi tanah dan

penebangan pohon-pohon dan hutan secara liar dan tidak bertanggung

jawab, akan menimbulkan bahaya besar bagi keseimbangan ekologi, dan

dalam waktu berikutnya akan membunuh manusia baik secara pelan

42

Daud Effendy, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan (Perspektif Islam), h. 113. 43

Husein Muhammad, Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan

Lingkungan Hidup, h. 5.

Page 90: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

80

maupun cepat. Penyalahgunaan alam seperti itu benar-benar bertentangan

dengan etika ketuhanan dan dikutuk dengan keras. Tuhan sangat tidak

menyukai orang-orang yang melakukan kerusakan di muka bumi.

Tindakan merusak alam merupakan bentuk kezaliman dan kebodohan

manusia. Semua perbuatan manusia yang dapat merugikan kehidupan

manusia merupakan perbuatan dosa dan kemungkaran.44

Pada kasus di atas, tidak hanya dilakukan oleh orang awam atau

orang yang tidak paham perintah Tuhan, seorang ustadz sekalipun yang

memiliki pengetahuan bahwa Islam mempunyai konsep kepedulian

terhadap lingkungan hidup, ternyata masih ada yang tidak

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Agaknya, teori hanyalah

untuk diketahui (aspek kognitif) saja, tidak ada hubungannya dengan

afektif dan psikomotoriknya. Bahkan orang kaya bermobil yang mungkin

memiliki tingkat pendidikan tinggi juga seringkali terlihat membuang

sampah bekas makanan di jalan dengan seenaknya. Peristiwa singkat ini

kita pahami sebagai gambaran bahwa tidak ada hubungannya antara

pengetahuan (ilmu) dengan perilaku. Tentu pernyataan ini tidak bisa

dipukul rata untuk seluruh penduduk Indonesia.

Asisten Deputi Komunikasi Kementerian Lingkungan Hidup, Siti

Aini Hanun menyatakan tingkat pemahaman masyarakat menjaga

lingkungan sebenarnya relatif baik. Dari survei Perilaku Peduli

Lingkungan (PPL) diketahui 61,8% responden tahu program menjaga

44

Husein Muhammad, Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan

Lingkungan Hidup, h. 6.

Page 91: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

81

lingkungan seperti penghijauan, normalisasi sungai, pengelolaan air, dan

konversi hutan. Hanya saja perilaku peduli lingkungan yang masih

rendah.45

Jika tingkat peduli masyarakat rendah terhadap lingkungan hidup,

bagaimana mungkin kita bisa mendidik anak-anak di rumah agar peduli

terhadap lingkungan hidup. Para orang tua tentu senang jika anak-

anaknya peduli terhadap lingkungan hidup. Tetapi, hal itu tidak mungkin

terwujud jika di rumah mereka tidak mendapatkan teladan yang benar.

Agaknya para orang tua hanya menyerahkan sepenuhnya ke sekolah

untuk dididik dengan benar, sedangkan orang tuanya tidak

mengimbanginya dengan memberi contoh yang selaras. Kurikulum

sekolah, secara khusus, belum menyediakan menu pelajaran tentang

lingkungan hidup ini, melainkan masih berupa bahasan kecil saja yang

menempel pada mata pelajaran lainnya.

Tidak ada salahnya jika kita mencontoh perilaku masyarakat

Jepang. Sekalipun kita banyak mengambil contoh-contoh kebiasaan

dalam masyarakat Jepang, bukan berarti kita harus mencontoh budaya

Jepang secara utuh, tetapi yang lebih penting adalah merenungkan

mengapa mereka bisa berlaku demikian dan mencontoh hal baik dari

mereka. Bila kita ingin mengubah sesuatu, mulailah dari diri kita sendiri

dan diikuti oleh setiap orang yang ada di dalam kelompok kita, kemudian

45

Muhammad Yasir, Sikap Peduli Lingkungan,

https://www.google.co.id/amp/aceh.tribunnews.com/amp/2013/06/12/sikap-peduli-lingkungan-

awak-geutanyoe, di akses pada 23/10/2017, pukul 13:14 WIB.

Page 92: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

82

diteruskan oleh kelompok lain. Demikian seterusnya sampai meluas ke

daerah lain.

Persoalan lingkungan hidup menuntut tanggung jawab kita

bersama. Pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat,

masyarakat sipil, kelompok masyarakat dan individu. Kebijakan

pemerintah harus memperlihatkan adanya urgensi krisis lingkungan

hidup sebagai ancaman kehidupan, harus memperlihatkan komitmen

untuk menyelamatkan kehidupan. Demikian pula, dunia usaha jangan

hanya mencari untung tetapi mengabaikan lingkungan hidup.46

46

Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, h. 74.

Page 93: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan yang sudah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa

Shinto memandang alam dan lingkungan hidup sebagai makhluk yang

mempunyai nilai pada dirinya sendiri dan di anggap berharga. Setiap benda

alam yang ada di lingkungan tempat tinggal manusia, baik benda alam yang

hidup seperti pohon, tumbuh-tumbuhan, rumput, hewan, maupun benda alam

yang tidak hidup seperti batu, air, kursi dan sebagainya di anggap memiliki

jiwa Kami yang harus di hormati. Oleh karena itu, orang Jepang khususnya

penganut Shinto merasa mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral

untuk menjaga alam dan lingkungan hidup mereka. Terlepas dari ajaran nenek

moyang (Shinto), sikap menghargai lingkungan hidup, juga memberikan

banyak keuntungan bagi kehidupan manusia, seperti terhindar dari penyakit

yang disebabkan lingkungan yang tidak bersih, lingkungan menjadi indah

sehingga memberikan kenyamanan dalam menjalankan aktivitas, terbebas dari

pencemaran air dan udara, meminimalisir terjadinya bencana alam yang

diakibatkan perbuatan manusia dan sebagainya.

Implementasi nilai-nilai peduli lingkungan yang dilakukan oleh

masyarakat Jepang dalam upaya menjaga lingkungan yang bersih dapat

dijadikan contoh khususnya bagi masyarakat Indonesia agar bisa menciptakan

lingkungan yang bebas dari sampah, juga kesadaran akan pentingnya sumber

Page 94: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

84

daya alam. Sadar saja belum cukup, perlu keberanian untuk melawan arus

modernisasi yang belum tentu bisa mensejahterakan masyarakat. Orang

Jepang melakukannya secara sadar dan berani untuk melindungi dan

memelihara kearifan lokal dan tradisional untuk kesejahteraan masyarakatnya

sebagaimana yang diajarkan dalam Shinto. Ajakan untuk membuang sampah

pada tempatnya, menggunakan dan mengelola air dengan bijak sesuai

kebutuhan, tidak bersikap rakus dan merusak sumber daya alam lainnya dan

sebagainya terus dilakukan dan diajarkan kepada anak-anak sejak kecil,

sehingga hal tersebut tidak hanya sebagai semboyan tetapi dilakukan secara

nyata.

.

B. Harapan Penulis

Dengan kondisi lingkungan yang semakin parah, penulis sangat

berharap semakin banyak orang yang peduli pada lingkungannya. Orang yang

peduli akan mempengaruhi cara pikir serta perilakunya, dan pada akhirnya

mengajak orang lain juga untuk peduli. Kondisi lingkungan akan lebih baik

bila banyak orang yang peduli. Penulis juga berharap skripsi ini tidak hanya

menjadi pengetahuan pada masyarakat tetapi juga dapat menggerakkan hati

pembaca agar dapat merealisasikan dalam bentuk tindakan, karena masalah

lingkungan ini bukan lagi persoalan hari esok, bukan yang nanti saja akan kita

selesaikan pada urutan prioritas kesekian dari segala persoalan hidup, tetapi

ini adalah persoalan mendesak dan karena itu kita semua, khususnya

pemerintah untuk bertindak nyata sekarang juga.

Page 95: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

85

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa setiap pembahasan

dalam skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, karena penelitian

yang penulis lakukan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, sangat

diharapkan adanya penelitian-penelitian lanjutan yang peduli akan kelestarian

lingkungan yang diajukan oleh hampir setiap agama. Pengkajian dan

pendalaman lebih lanjut guna meluruskan kesalahan sekaligus menambah

kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.

Page 96: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Mujiyono. 2005. Fikih Lingkungan; Panduan Spiritual Hidup

Berwawasan Lingkungan. Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen

Perusahaan YKPN.

________________. 2001. Agama Ramah Lingkungan: Perspektif Al-Quran.

Jakarta: Paramadina.

Adriana, Ajeng Endah. Budaya Bersih di Jepang, http://www.denpasar.id.emb

japan.go.jp/indonesia/.konnichiwa%2014/.konnichiwa14_041.html, di

akses pada 08/07/2017 pukul 19.15 WIB.

Ahmadi, Abu. 1984. Sejarah Agama. Solo: CV. Ramadhani.

Annonym. 8 Reason Japan Is So Clean: The Wa Of Cleanliness,

http://en.rocketnews24.com/2016/09/19/8-reasons-japan-is-soclean-thewa

ofcleanliness/, di akses pada 08/07/2017, pukul 18.55 WIB.

__________. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam

nusantara/15/11/23/ny91g2301-kerusakan-alam-akibat-ulah-manusia, di

akses pada 10 agustus 2017, pukul 15:39 WIB.

Arifin, HM. 1997. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: PT

Golden Teravon Press.

Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Artomo. 2015. Halaman Hijau: Cara Bijak dan Cerdas Mengelola Lingkungan

dari Rumah. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Aston, William George. 1905. Shinto The Way Of The God. New York:

Longmans Green.

Bahri, Media Zainul. 2015. Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Bakhtiar, Amsal. 1999. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Basahona, Ato Basahona. Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Pakar/Ahli,

http://www.atobasahona.com/2016/08/pengertian-lingkungan-hidup-

menurut.html, di akses pada kamis, 02 Maret 2017 pukul 14.45

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. 2016. Perubahan Iklim,

Perjanjian Paris dan Nationally Determined Contribution. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian

Page 97: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Djam’annuri. 1988. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga

Press.

__________. 1981. Agama Jepang. Yogyakarta: PT Bagus Arafah.

Effendy, Daud. 2008. Manusia, Lingkungan dan Pembangunan (Perspektif

Islam). Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.

Fajri, Rahmat dkk. 2012. Agama-Agama Dunia. Jogjakarta: Belukar.

Harsono, FX. 2005. Image Jepang: Jepang di Mata Orang Indonesia. Jakarta:

The Japan Foundation.

Hartz, Paula R. 2009. World Religions: Shinto. New York: Chelsea House.

Indonesia, UNICEF. Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan,

https://www.unicef.org/indonesia/id/A8_B_Ringkasan_Kajian_Air_Bersih

.pdf, di akses pada 09/07/2017, pukul 13.14 WIB.

Imran, Ali. 2015. Sejarah Terlengkap Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta:

IRCiSoD.

Kartodihardjo, Soedarto. 2005. Model Eco-Pesantren Dalam Perspektif

Konservasi Hutan. Serang: A-Empat.

Keraf, Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara.

___________. 2010. Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global.

Yogyakarta: Kanisius.

Kitagawa, Joseph M. 1966. Religion In Japanese History. New York: Columbia

University Press.

________________. 1987. On Understanding Japanese Religion. United

Kingdom: Princeton University Press.

Mangandaralam, Syahbuddin. 1985. Mengenal Dari Dekat Jepang, Negara

Matahari Terbit. Bandung: Remadja Karya CV Bandung.

Manik, Karden Eddy Sontang. 2009. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta:

Djambatan.

Muhammad, Husein. 2007. Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan

Gerakan Lingkungan Hidup. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Nadroh, Siti dan Syaiful Azmi. 2013. Agama-Agama Minor. Jakarta: UIN Jakarta

Press.

Page 98: PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37883/1/MEI... · FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM

Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Nawawi, Hadari & Martini Hadari. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Ono, Sokyo. 1962. Shinto The Kami Way. Tokyo: Charles E Tuttle Company.

Picken, Stuart D.B. 1994. Essentials Of Shinto. USA: Greenwood Press.

Rahmad, Dadang. 2000. Metode Penelitian Agama. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Reader, Ian, Esben Andreasen & Finn Stefansson. 1993. Japanese Religion Past

and Present. Honolulu: University of Hawaii Press.

Ross, Floyd Hiatt. 1965. Shinto The Way of Japan. Boston Beacon Press.

Shindo, Yusuke. 2015. Mengenal Jepang. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Smart, Ninian. 1977. The Religious Experience Of Mankind. New York: Charles

Scribner’s Sons.

Soerjani, Mohamad. 2008. Konsep Dasar Lingkungan Hidup Untuk Pengelolaan

Ekosistem Bagi Kelangsungan Kehidupan. Jakarta: Institut Pendidikan dan

Pengembangan Lingkungan.

Sou’yb Joesoef. 1996. Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: PT. Al Husna

Zikra.

Suryohadiprojo, Sayidiman. 1987. Belajar Dari Jepang: Manusia dan

Masyarakat Jepang Dalam Perjuangan Hidup. Jakarta: UI-Press.

Sutaryono. 2008. Pemberdayaan Setengah Hati: Subordinasi Masyarakat Lokal

Dalam Pengelolaan Hutan. Yogyakarta: STPN & Lapera Pustaka Utama.

Tanabe, George J. 1999. Religion Of Japan In Practice. Princeton University

Press.

The Daily Japan, https://thedailyjapan.com/pandangan-masyarakat-jepang-terhadap

agama/, di akses pada 23/10/2017, pukul 11:59 WIB

Utami, Ulfa. 2008. Konservasi Sumber Daya Alam. Malang: UIN Malang Press.

Yasir, Muhammad. Sikap Peduli Lingkungan,

https://www.google.co.id/amp/aceh.tribunnews.com/amp/2013/06/12/sika

p-peduli-lingkungan-awak-geutanyoe, di akses pada 23/10/2017, pukul

13:14 WIB.