Presentasi Kasus
Tinitus
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan THT RSUD Panembahan
Senopati Bantul
Disusun oleh :
Ahmad Arif Wibowo20090310222
Dokter Penguji :dr.I Wayan Marthana,M.Kes, Sp.THT
SMF ILMU KESEHATAN THTRSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL2014
HALAMAN PENGESAHANTinitusDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan THTRSUD
Panembahan Senopati Bantul
Disusun Oleh:Ahmad Arif Wibowo20090310222
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal September
2014Oleh :Dokter Penguji
dr.IWayanMarthana, M.Kes, Sp.THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTULSMF TELINGA
HIDUNG TENGGOROK
BAB I
A. IDENTITAS PASIENNama: Ny. WagirahJenis Kelamin:
PerempuanTanggal Lahir: 12 Oktober 1948Umur: 65 Tahun Alamat:
Gesikan RT 05 Panggung Harjo, Sewon, BantulPendidikan: Tamat
SMPPekerjaan : PensiunanAgama: IslamBangsa : Indonesia Status
Pernikahan: MenikahTanggal Masuk RS : 23 September 2014No CM :
54.01.74
B. ANAMNESISAnamnesis dilakukan tanggal 23 Maret 2014 secara
autoanamnesis,a. Keluhan UtamaKeluar cairan bening dan tidak berbau
dari telinga kiri
b. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke poliklinik THT RS
Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan pendengaran telinga kiri
berkurang, tidak berbau dari telinga kiri sejak 3 minggu ini.
Sebelumnya sekitar 2 bulan yang lalu, kemasukkan air pada telinga
kirinya, dan sering dikorek-korek dengan cotton bud. Tiga hari
setelah peristiwa tersebut, telinga kiri terasa sakit dan keluar
cairan bening dan tidak berbau. OS juga mengeluh telinga terasa
penuh dan terasa bergemuruh. Pendengaran telinga kiri dirasakan
menurun. Saat ini, rasa sakit di telinga sudah sedikit
berkurang,namun telinga kiri masih sering mengeluarkan cairan
bening. Selama sakitnya ini, os belum pernah memeriksakan sakitnya
ini ke dokter dan belum pernah mengkonsumsi obat apapun untuk
sakitnya ini. Tidak ada dirasakan demam, pusing, batuk dan
pilek.
c. Riwayat Penyakit Dahulu OS pertama kali merasakan gejala
seperti ini. Os menyangkal mempunyai penyakit diabetes melitus,
hipertensi, asma, alergi.
d. Riwayat Penyakit KeluargaAyah, ibu dan saudara tidak pernah
mengalami sakit serupa.
e. Anamnesis Sistem Sistem serebrospinal: demam (-), mual (-),
pusing (-) Sistem respiratorius: sesak nafas (-), batuk (-), pilek
(-) Sistem kardiovaskuler: berdebar-debar (-) Sistem
gastrointestinal: tidak ada keluhan Sistem genitalia: tidak ada
keluhan Sistem muskuloskeletal: tidak ada keluhan Sistem
Integumentum: Akral teraba hangat
C. PEMERIKSAAN FISIKI. KEADAAN UMUMKeadaan Umum: BaikKesadaran:
Compos mentisTensi : 130/80 mmHgNadi: 72x/menitSuhu:
AfebrisPernapasan: 20x/menitBerat badan: 50 kgTinggi Badan: 165
cm
II. TELINGA
Perforasi (+) 20 % dari luas membran timpaniDBN
KananKiri
Bentuk Daun TelingaNormal Deformitas (-)Normal Deformitas
(-)
Radang, Tumor Tidak adaTidak ada
DischargeTidak adaBening
Nyeri Tekan TragusTidak adaTidak ada
Regio MastoidTidak ada kelainan, nyeri tekan (-)Tidak ada
kelaianan, nyeri tekan (-)
Liang TelingaCAE tidak ada serumen CAE tidak ada serumen
Membran TimpaniMT intak, hiperemis (-), edema (-), refleks
cahaya (+) arah jam 5MT perforasi central, hiperemis (+), edema
(-), refleks cahaya (-)
Valsava TestToyinbee TestTidak dilakukanTidak dilakukanTidak
dilakukanTidak dilakukan
TES PENALATESTKANANKIRI
Rinne+-
WeberLateralisasi ke kiri
SwabachPasien = PemeriksaMemanjang pada pasien
Penala yang dipakai512 Hz512 Hz
Kesan : Kesan adanya tuli konduktif pada telinga kiriSaran:
Konfirmasi dengan hasil tes audiometri
III. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
Kesan: hidung tak ada keluhan, dalam batas normal Bentuk:
Normal, tidak ada deformitas Tanda peradangan: Hiperemis (-), Panas
(-), Nyeri (-), Bengkak (-) Vestibulum: Hiperemis -/-, sekret -/-
Cavum nasi: Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/- Konka inferior:
dalam batas normal Meatus nasi inferior: dalam batas normal Konka
medius: dalam batas normal Meatus nasi medius: Sekret -/- Septum
nasi: Deviasi -/- Aliran udara: Hambatan -/- Daerah sinus
frontalis: Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-) Daerah sinus
maksilaris: Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
IV. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR) Tidak dilakukan
pemeriksaan
V. PEMERIKSAAN TRANSLUMINASIKananKiri
Sinus frontalisTidak dilakukanTidak dilakukan
Sinus maksilarisTidak dilakukanTidak dilakukan
VI. TENGGOROKPHARYNX Cavum Oris : gigi lengkap, caries (-)
radang ginggiva (-), mukosa mulut dalam batas normal. Uvula: letak
di tengah, hiperemis (-) Dinding pharynx: merah muda, hiperemis
(-), granular (-) Arkus pharynx: simetris, hiperemis (-), edema
(-)
Tonsil :
T1-T1 hiperemis -/- permukaan mukosa tidak rata/ granular -/-
Kripta melebar -/- Detritus -/-LARING (Laringoskopi) Tidak
dilakukanVII. LEHER Kelenjar limfe submandibula: tidak teraba
membesar Kelenjar limfe servikal: tidak teraba membesar
D. PEMERIKSAAN PENUNJANGSaran Pemeriksaan: Audiometri
E. DIAGNOSIS Tinitus dengan CP auricula sinistra
F. TERAPI1. Edukasi :a. Dilarang mengorek telingab. Menjaga
untuk tidak kemasukan air 2. Medikamentosaa. Pemberian antibiotik
topikal : Kloramfenikol tetes telinga 3x 2 tetes dalam seharib.
Kortikosteroid : Metilprednisolon 3 x 4mg .
G. PROGNOSISD. Que ad vitam:Dubia at bonamE. Que ad sanam:Dubia
ad bonamF. Que ad fungsionam:Dubia ad malam
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Anatomi TelingaTelinga tengah berbentuk kubus dengan
batas-batasnya adalah sebagai berikut: Batas luar: membrane timpani
Batas depan: tuba eustachius Batas bawah: vena jugularis (bulbus
jugularis) Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis facialis pars
vertikalis Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak) Batas dalam:
berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.Telinga terngah
terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membrane timpani dan
kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat
didalamnya beserta penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel
udara mastoid. Bagian ini dipisahkan dari dunia luar oleh suatu
membrane timpani dengan diameter kurang lebig setengah
inci.Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari
arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang
telinnga. Bagian atas disebut pars flaksida (membrane shrapnel),
sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane propria). Pars flaksida
hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi olehsel kubus bersilia,
seperti sel epitel saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.Bayangan penonjolan bagian bawah maleus
pada membrane timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu
reflek cahaya (cone of light) kearah bawah yaitu pukul 7 untuk
membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani
kanan.Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan,
atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan
letak perforasi membrane timpani. Didalam telinga tengah terdapat
tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam yaitu,
maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah
saling berhubungan. Prosesus longus melekat pada membrane timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melakt pada stapes. Stapes
terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hibungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.
Gambar 1. Anatomi Telinga
Yang disebut dengan otitis media supuratif kronik adalah infeksi
kronis ditelinga tengah dengan perfirasi membran timpani dan sekret
yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Sekret yang keluar mungkin encer atau kental, bening atau berupa
nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani dapat
menjadi otitis media supuratif kronis bila prosesnya sudah lebih
dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut
sebagai otitis media supuratif subakut.
C. Etiologi
Penyebab OMSK antara lain:1. LingkunganHubungan penderita OMSK
dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan
erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara
umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. GenetikFaktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini,
terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid
yang dikaitkan sebagai faktor genetik.Sistem sel-sel udara mastoid
lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.Secara umum dikatakan otitis media
kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan / atau
otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis.
4. InfeksiBakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa
telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik
yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram negatif, flora
tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atasBanyak penderita mengeluh sekret
telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus
dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam
telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. AutoimunPenderita dengan penyakit autoimun akan memiliki
insiden lebih besar terhadap otitis media kronis.
7. AlergiPenderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis
yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah
dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik
tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.Pada otitis kronis aktif,
dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah
hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum
diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah
digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif
menjadi normal. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi
membran timpani menetap pada OMSK : Infeksi yang menetap pada
telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga
purulen berlanjut. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang
mengurangi penutupan spontan pada perforasi. Beberapa perforasi
yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.
Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
D. Patofisiologi
E. Klasifikasi
F. Gejala Klinis1. Telinga berair (otorrhoe)Sekret bersifat
purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK
tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya
hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi
saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai
adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning
abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya.
Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang
atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaranIni tergantung dari derajat kerusakan
tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun
dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektifn ke
fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif
kurang dari 20db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih
baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif
berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali
juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara
hati-hati.Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan
dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela
bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa
fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)Nyeri tidak lazim dikeluhkan
penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius.
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. VertigoVertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang
serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah
terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan
vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani
yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu.Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan
keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga
dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat
diteruskan melalui rongga telinga tengah.
G. Penegakan Diagnosis1. Anamnesis (history-taking)Penyakit
telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap.
Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya
sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih
banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan
intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih
sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan
granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur
darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Gejala klinisAda beberapa gejala klinis yang menyebabkan
pasien berobat ke pelayanan kesehatan, antara lain: Telinga berair
(otorrhoe), sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid
(seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Gangguan
pendengaran, ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran. Otalgia (nyeri telinga), nyeri tidak lazim
dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Vertigo, vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang
serius lainnya.
3. Pemeriksaan otoskopiPemeriksaan otoskopi akan menunjukan
adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi
mukosa telinga tengah.
4. Pemeriksaan audiologiEvaluasi audiometri, pembuatan audiogram
nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk
mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap
udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech
reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki
pendengaran.Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk
mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan
derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan
BERA (brainstem evoked responce audiometry) bagi pasien anak yang
tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.
5. Pemeriksaan radiologiRadiologi konvensional, foto polos
radiologi, posisi Schller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma,
sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan
anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
6. Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada
OMSKIdentifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang
tumbuh pada media kultur (agar darah) dan uji biokimia.
Identifikasi bakteriologik dalam tubuh manusia (dalam hal ini
sekret telinga penderita OMSKBA) masih mengandalkan teknik kultur
murni.
7. Pemeriksaan penunjang lain berupa uji resistensi kuman dari
sekret telinga.
H. PenatalaksanaanTerapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu
lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat
kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan
oleh satu atau beberapa keadaan yaitu: adanya perforasi membran
timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan
dunia luar; terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung
dan sinus paranasal; sudah terbentuk jaringan patologik yang
irreversibel dalam rongga mastoid dan ; gizi dan higiene yang
kurang.Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konserfatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka
diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5
hari. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin
atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap ampisilin) sebelum
hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai
penyebebnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan
ampisilin asam klavulanat.Bila sekret telah kering, tetapi
perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan maka
idealnya dilakukan meringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi dan
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki
pendengaran.Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret
tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi
itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu dilakukan
pembedahan, misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi.Prinsip terapi
OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila
terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi
konservatif dengan medika mentosa hanyalah merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
periosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum mastoidektomi.Untuk mencapai hasil terapi
antimikroba yang optimal pada OMSK, harus dilakukan isolasi kuman
penyebab dan uji kepekaan terhadap antimikroba. Meskipun demikian,
tidak semua OMSK berhasil diatasi dengan terapi antimikroba,
walaupun terapi yang diberikan telah sesuai dengan uji
kepekaan.
I. Komplikasi
1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri
dari parese n. Fasial dan labirinitis.2. Komplikasi ekstratemporal
(komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses
subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak,
hidrosefalus otitis.Pada radang telinga tengah menahun ini walaupun
telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa
sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit
kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke
intrakranial.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et
al, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi
VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p. 64-77.
2. Christanto, A. et al. Pendekatan Molekuler (RISA) untuk
Membedakan Spesies Bakteri Otitis Media Supuratif Kronik Benigna
Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007
3. Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam:
Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006:
p.10-22
4. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit
Telinga, Hidung,Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu.
Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p. 392-412.
5. Boesoirie, TS dan Lasminingrum. Perjalanan Klinis dan
Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif. Bagian Ilmu Kesehatan
THT-KL. Fakultas Kedokteran UNPAD/RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung
.2009. Diakses dari
http://www.ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=13pada
24 Maret 2013.