BAB ILAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS PASIENNama: An. YUmur: 14 tahunJenis Kelamin:
perempuanAgama: IslamPekerjaan : PelajarAlamat: MagelangTanggal
Masuk IGD: 8 April 2015.Tanggal Masuk Ruangan : 8 April
2015.Tanggal Keluar: 14 April 2015.
1.2 ANAMNESA Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis dan allo
anamnesis terhadap pasien pada tanggal di IGD (Instalasi Gawat
Darurat) RS Dr. Soedjonoa. Keluhan UtamaPasien datang ke IGD RS DR.
Soedjono dengan keluhan demam tinggi sejak 2 hari yang lalu
b. Keluhan TambahanPasien juga mengatakan bahwa pasien merasa
pusing, lemas, batuk berdahak, nyeri badan, mual, perut rasa
penuh.
1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANGPasien datang ke IGD RS DR.
Soedjono dengan diantar oleh keluarga, pasien datang dengan
kesadaran penuh (compos mentis). Ketika pasien datang ke IGD RS DR.
Soedjono pasien mengeluhkan demam mendadak tinggi 2 hari SMRS.
Demam disertai keluhan pusing, badan terasa lemas, dan badan terasa
pegal. 3 hari SMRS. Sebelum demam pasien mengatakan batuk berdahak
disertai dengan pilek.Keluhan demam 2 hari SMRS disertai dengan
tidak bisa BAB. Terakhir BAB 2 hari SMRS, warna cokelat. Agak
padat. Warna hitam ataupun merah pada BAB disangkal. BAB juga tidak
ada lendir. BAK dbn. Nafsu makan dan minum dbn. Adanya muntah,
mimisan, gusi berdarah, sesak, pingsan, nyeri retroorbital, nyeri
tenggorokan disangkal.
1.4 RIWAYAT PENYAKIT DAHULUPasien baru pertama kali dirawat.
Riwayat asma disangkal. Riwayat kejang disangkal.
1.5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGAPasien mengaku tidak ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien.
1.6 RIWAYAT SOSIALPasien mengatakan tetangga pasien ada yang
terkena sakit DBD.
1.7 RIWAYAT PENGGUNAAN OBATkeluarga pasien mengatakan pernah
membeli obat Mixagrip di warung. Pusing dan panas turun namun
kemudian suhu naik kembali.
1.8 PEMERIKSAAN FISIK a. Status Generalis Keadaan Umum : Tampak
sakit sedangKesadaran : Compos mentis
Tanda Vital TD: 120/80 mmHgRR: 20 x/menit N: 122 x/menitS: 38,9
CGCS (Glaw Coma Scale)BMI (Body Mass Index)Berat Badan: 50Kg Status
Gizi: kesan dalam batas normal
Eyes: 4Motorik: 6 Verbal: 5GCS:15
Kepala Bentuk: Normocephal Rambut: Hitam, tidak mudah
dicabut
Mata
33
Palpebra: Edema -/-Konjungtiva: Anemis -/- Sklera: Ikterik
-/-Refleks Cahaya : +/+
Telinga
Bentuk: Normal/Normal Liang: Lapang Mukosa: Tidak hiperemis
Serumen: / Membran Timpani : Intak/Intak
Hidung Bentuk: Normal Deviasi Septum : Sekret: / Concha:
Hipertrofi /, hperemis /, oedem /
Mulut
Bibir: Lembab Lidah: lidah kotor (+) Tonsil: T1T1 tenang Mukosa
Faring: Hiperemis ()
Leher KGB: Tidak terdapat pembesaran Kel. Thyroid: Tidak
terdapat pembesaran Thoraks Paru Inspeksi: Hemithorax kanan-kiri
simetris dalam keadaan statis dan dinamis Palpasi: Fremitus taktil
dan vokal kanan sama dengan kiri Perkusi: Sonor pada kedua lapang
paru Auskultasi: Suara nafas vesikuler, rhonki /, wheezing /
Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat Palpasi: Ictus
cordis tidak teraba Perkusi: Jantung dalam batas normal Auskultasi:
BJ IBJ II reguler, murmur (), gallop ()
Abdomen Inspeksi: datarAuskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi: supel, nyeri tekan ()Perkusi: timpani
Ekstremitas Atas
Akral: Hangat Sianosis: () Perfusi: Baik Edema: () Rumple leed
(+)
Bawah
Akral: Hangat Sianosis: (-) Perfusi: Baik Edema(-)
1.9 DIAGNOSIS KERJA Febris hari ke-2 e.c DBD
1.10 PLAN
Therapy:Asering 14 tpmInj. Ranitidine 2x1Inj. Norages 3x1
Pemeriksaan:DLWidal LED
1.12 FOLLOW UP Hari/Tanggal/JamHasil PemeriksaanInstruksi
Dokter
Rabu8 April 201509.55S : lemas, pusing, batuk berdahak,
pilekMual (+), muntah (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), perut
rasa penuh (+) O: : KU/KS : tampak sakit sedang / CM VS : TD :
120/80 mmHg N : 122 x/menit R : 20 x/menit S : 38,9o Kepala :
normochepal Mata : CA -/- , SI -/- Leher : KGB () membesar Thorax :
Simetris, statis & dinamis, Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/- Cor : BJ III regular, murmur (), gallop () Abdomen:
datar, supel, BU (+) normal, nyeri tekan (-), Lien dan hepar tidak
teraba Ekstremitas : akral hangat ++
++
--
edem
rumple leed (+)A : febris hari ke-2 e.c DBDTherapy:D5 NS
1700ml/24 jamCefotaxim 3x500mgPamol 3x500mgLapifed DM 3x1 cth
Dx:DL
Rabu8 April 201512.00Lapor hasil lab kepada dr. Roedi,
Sp.A:Leukosit: 2.4 rb*Trombosit: 236 rbHb: 12.1Ht: 37.6*Instruksi
dr. Roedi, Sp.A:Terapi lanjutkan
Kamis9 April 201505.30S : lemas berkurang, pusing berkurang,
batuk berdahak, pilek, mual (-), muntah (-), mimisan (-), gusi
berdarah (-), perut rasa penuh (-). Suhu semalam: 37,8oC. Tadi pagi
BAB, konsistensi agak lembut, warna coklatO: KU/KS : tampak sakit
sedang / CM VS : TD : 110/80 mmHg N : 84 x/menit R : 20 x/menit S :
36,4o Kepala : normochepal Mata : CA -/- , SI -/- Leher : KGB ()
membesar Thorax : Simetris, statis & dinamis, Pulmo : Suara
nafas vesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/- Cor : BJ III regular, murmur
(), gallop () Abdomen: datar, supel, BU (+) normal, nyeri tekan
(-), Lien dan hepar tidak teraba Ekstremitas : akral hangat ++
++
--
edema
A : febris hari ke-3 e.c DBDTherapy:D5 NS 1700ml/24 jamCefotaxim
3x500mgPamol 3x500mgLapifed DM 3x1 cth
Hari/Tanggal/JamHasil PemeriksaanInstruksi Dokter
Jumat10 April 201506.00S: BAB cair 1x tadi pagi, warna coklat.
Sedang menstruasi. Batuk (+) pilek (+) lemas (+) mual (+) nafsu
makan menurun. Muntah (-) sakit tenggorokan (-). Suhu kemarin siang
sempat meningkat lagi hingga 39oCO: KU/KS : tampak sakit sedang /
CM VS : TD : 100/60 mmHg N : 80 x/menit R : 18 x/menit S : 37,2o C
Kepala : normochepal Mata : CA -/- , SI -/- Leher : KGB () membesar
Thorax : Simetris, statis & dinamis, Pulmo : Suara nafas
vesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/- Cor : BJ III regular, murmur (),
gallop () Abdomen: datar, supel, BU (+) normal, nyeri tekan (-),
Lien dan hepar tidak teraba Ekstremitas : akral hangat ++
++
--
edema
A : febris hari ke-4 e.c DBDTherapy:D5 NS 1700ml/24 jamCefotaxim
3x500mgPamol 3x500mgLapifed DM 3x1 cthGanti infus besokDL ulang
besok
Sabtu11 April 201505.30S: demam (+) batuk (+) pusing (+) muntah
(-) nafsu makan mulai membaik. BAB BAK dbnO: KU/KS : tampak sakit
sedang / CM VS : TD : 110/70 mmHg N : 120 x/menit R : 40 x/menit S
: 38,3o C Kepala : normochepal Mata : CA -/- , SI -/- Leher : KGB
() membesar Thorax : Simetris, statis & dinamis, Pulmo : Suara
nafas vesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/- Cor : BJ III regular, murmur
(), gallop () Abdomen: datar, supel, BU (+) normal, nyeri tekan
(-), Lien dan hepar tidak teraba Ekstremitas : akral hangat ++
++
--
edema
A : febris hari ke-5 e.c DBDTherapy:D5 NS 1700ml/24 jamCefotaxim
3x500mgPamol 3x500mgLapifed DM 3x1 cth+ Norages 500mg extra
Dx:DL ulang
Sabtu 11 April 201511.30Lapor kepada dr. Roedi, Sp. A:Leukosit:
2.2*Trombosit: 138rb*Hb: 12.0Ht: 36.5Instruksi dr. Roedi, Sp.A:+
Psidii syr 3x1 cth
Minggu12 April 201506.00S: pusing (+) lemas (+) batuk (+) demam
(-) muntah (-) mual (-) gusi berdarah (-) mimisan (-)O: KU/KS :
tampak sakit sedang / CM VS : TD : 100/60 mmHg N : 68 x/menit R :
20 x/menit S : 36,1o C Kepala : normochepal Mata : CA -/- , SI -/-
Leher : KGB () membesar Thorax : Simetris, statis & dinamis,
Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/- Cor : BJ III
regular, murmur (), gallop () Abdomen: datar, supel, BU (+) normal,
nyeri tekan (-), Lien dan hepar tidak teraba Ekstremitas : akral
hangat ++
++
--
edema
A : febris hari ke-6 e.c DFTherapy:D5 NS 1700ml/24 jamCefotaxim
3x500mgPamol 3x500mgLapifed DM 3x1 cthNorages 500mg extra k/pPsidii
syr 3x1 cth
Senin13 April 1505.30S: keluhan berkurang, sudah tidak lemas,
batuk berdahak (+) muntah (-) mimsan (-) pusing (-) mual (-) demam
(-) sejak kemarinO: KU/KS : tampak sakit sedang / CM VS : TD :
100/60 mmHg N : 68 x/menit R : 20 x/menit S : 36,1o C Kepala :
normochepal Mata : CA -/- , SI -/- Leher : KGB () membesar Thorax :
Simetris, statis & dinamis, Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,
Rh -/- , Wh -/- Cor : BJ III regular, murmur (), gallop () Abdomen:
datar, supel, BU (+) normal, nyeri tekan (-), Lien dan hepar tidak
teraba Ekstremitas : akral hangat ++
++
--
edema
A : febris hari ke-7 e.c DFTherapy:D5 NS 1700ml/24 jamCefotaxim
3x500mgPamol 3x500mgLapifed DM 3x1 cthPsidii syr 3x1 cthNorages
500mg extra k/p
Selasa14 April 201506.00S: tidak ada keluhan. Pusing (-) mimisan
(-)O: KU/KS : tampak sakit ringan / CM VS : TD : 120/80 mmHgN : 86
x/menitR : 20 x/menitS : 36,3 oC Kepala : normochepal Mata : CA
-/-, SI -/- , Leher : KGB () membesar Thorax : Simetris, statis
& dinamis, retraksi (-) Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Rh
-/- , Wh -/- Cor : BJ III regular, murmur (), gallop () Abdomen:
datar, supel. BU () normal, nyeri tekan (-) lien dan hepar tidak
teraba++
++
Ekstremitas : akral hangat
--
edemA : DfTherapy:Pamol 3x500mgLapifed DM 3x1cthNorages 500mgCek
ulang DL, trombosit naik BLPL
Hari/Tanggal/JamHasil PemeriksaanInstruksi Dokter
Selasa14 April 2015lapor kepada dr. Roedi, Sp.A:Hb: 12.4Ht:
37.5*PLT: 147rb*WBC: 4.9rbInstruksi dr. Roedi,
Sp.A:BLPLTherapy:Pamol 3x500mgLapifed DM 3x1cthNorages 500mg
BAB IITINJAUAN PUSTAKADemam dengue / Demam DF dan demam berdarah
dengue/DBD (Dengue Hemorrahagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan / syok. Demam dengue
dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Flaviviridae merupakan virus dengan diameter 30mm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.2.1.
Definisi DHF atau Dengue Haemorraghic Fever adalah penyakit
trombositopenia infeksius akut yang parah, dan sering bersifat
fatal, disebabkan oleh infeksi virus dengue. Pada DHF terjadi
hemokonsentrasi atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas
hemostasis dan pada kondisi yang parah dapat timbul kehilangan
protein yang masif (Dengue Shock Syndrome), yang dipikirkan sebagai
suatu proses imunopatologik. 2.2. Epidemiologi Demam berdarah
dengue tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat dan
karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di indonesia antara 6 hingga
15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah meningkat
tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada
tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2 % pada tahun 1999.Penularan infeksi virus dengue terjadi
melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan Aedes
albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan
sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).Beberapa faktor
diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu:1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit,
kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu
tempat ke tempat lain.2. Pejamu : terdapatnya penderita di
lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia
dan jenis kelamin.3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan
kepadatan penduduk.
2.3. Etiologi Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu
dari 4 serotipe virus yang berbeda antigen.Virus ini adalah
kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah : DEN-1 DEN-2 DEN-3
DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan
kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap
serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis
DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.Dengue
adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti.
2.4. Patofisiologi Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue
hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada,
terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DD adalah :a.
Respon imun humoral: berupa pembentukan antibodi yang berpaparan
dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen
dan sitotoksisitas yang di mediasi antibodi. Antibodi terhadap
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut sebagai antibody
dependent enhanchement (ADE).b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan
T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap
virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi
IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.c. Monosit dan makrofag berperan dalam
fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag.d. Selain itu aktivasi komplemen oleh
kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Hipwotesis secondary heterologous infection
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary
heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila
seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe berbeda.
Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.Kurane dan
ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat halstead dan peneliti
lain, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non
netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper
dan T sitotoksik sehingga di produksi limfokin dan interferon
gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF
(platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi sel endothel dan terjadi kebocoran
plasma.Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks
virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
:1. Supresi sumsum tulang2. Destruksi dan pemendekan masa hidup
trombositGambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5
hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam
darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis
sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia.
Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar
b-tromboglobulin dan PF4 merupakan pertanda degranulasi
trombosit.Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan
endothel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian
menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah
dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah
dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor
pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).
2.5. Manifestasi klinis1. Demam denguePeriode inkubasi adalah
1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia
pasien. Pada bayi dan anak anak, dikarakteristikkan sebagai demam
selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis dan batuk ringan. Pada
remaja dan dewasa mengalami demam secara mendadak, dengan suhu
meningkat cepat hingga 39,4-41,1 oC, biasanya disertai nyeri
frontal atau retro-orbital khususnya ketika mata di tekan. Kadang
kadang nyeri punggung hebat mendahului demam. Ruam transien dapat
terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi dapat relatif
melambat sesuai derajat demam. Mialgia dan artalgia segera terjadi
setelah demam.Pada hari kedua sampai hari ke enam demam, mual
muntah terjadi dan limfadenopati generalisata, hiperestesia atau
hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan, dan anoreksia dapat
berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam mukopapular terlihat,
terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian menghilang
selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh yang
sebelumnya sudah menurun ke normal, meningkat dan mendemonstrasikan
karakteristik pola suhu bifasik.2. Demam berdarah dengueDemam
dengue dan demam berdarah dengue pada awal perjalanan penyakit
sulit dibedakan. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa
demam, malaise, mual muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk
berlanjut selama 2-5 hari diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan
klinis. Pada fase kedua, pasien umumnya pilek, ekstermitas basah
oleh keringat, badan hangat, wajah kemerah merahan, diaforesis,
kelelahan, iritabilitas dan nyeri epigastrik.Sering dijumpai
petekie menyebar di kening dan ekstermitas, ekimosis spontan dan
memar serta perdarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi
vena. Ruam makular atau mukopapular dapat dengan mudah terjadi di
lokasi pungsi vena. Ruam makular atau makulopapular dapat terlihat.
Respirasi cepat dan melelahkan, denyut nadi lemah dan cepat, suara
jantung melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya keras dan
sulit digerakkan. Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue akan
timbul syok (sindrom syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami
ekimosis hebat atau perdarahan gastrointestinal, biasanya sesudah
periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 24-36 jam,
pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur
dapat kembali normal sebalum atau selama syok. Bradikardia dan
ekstrasistol ventrikular umumnya terjadi saat fase pemulihan.
2.6. Pemeriksaan Penunjang1. Laboratoriuma) LeukositDapat normal
atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif
(> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru
(LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.b) Trombosit Umumnya terdapat trombositopenia <
100.000 pada hari ke-3 sampai hari ke-8c) Hematokrit Kebocoran
plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit >
20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.d)
HemostasisDilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.e) Protein/albuminDapat terjadi hipoproteinemia
akibat kebocoran plasmaf) SGOT/SGPT (Serum alanin aminotransferase)
: Dapat meningkatg) Elektrolit Sebagai parameter pemantauan
pemberian cairanh) Golongan darah dan cross match (uji cocok
serasi) Bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.i)
ImunoserologiDilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue.IgM
: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.IgG : pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-2.2. Pemeriksaan RadiologisPada foto dada
didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura
dapat pula di deteksi dengan pemeriksaan USG.
2.7. Diagnosis Belum ada panduan yang dapat diterima untuk
mengenal awal infeksi virus dengue (WHO scientific working group,
2006). Perbedaan utama antara demam dengue dan DBD adalah pada DBD
ditemukannya adanya kebocoran plasma. 1. Demam dengue Ditegakkan
bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala,
nyeri retroorbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan, leukopenia) di tambah pemeriksaan serologis dengue
positif atau ditemukan pasien demam dengue/ demam berdarah dengue
yang telah dikonfirmasi pada waktu dan lokasi yang sama.
2. Demam berdarah dengueBerdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis
DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi.a) Demam atau
riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasikb) Terdapat
minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : Uji bendung
positif Petekie, ekimosis, purpura Perdarahan mukosa (tersering
epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari tempat lain.
Hematemesis atau melena.c) Trombositopenia (jumlah trombosit <
100.000/ul)d) Terdapat minimal satu dari tanda tanda kebocoran
plasma sebagai berikut : Peningkatan hematokrit >20%
dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin Penurunan
hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti
: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.3. Sindrom syok
dengueSeluruh kriteria DBD disertai dengan kegagalan sirkulasi
dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun
(< 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standard sesuai umur, kulit
dingin dan lembab serta gelisah.Klasifikasi Derajat Penyakit
Infeksi Virus Dengue
DD/DBDDerajatGejalaLaboratorium
DDDemam disertai 2 atau lebih tanda : Sakit kepala Nyeri
retroorbital Mialgia Artralgia Leukopenia Trombisitopenia Tidak ada
bukti kebocoran plasma Uji serologi dengue (+)
DBDIGejala diatas ditambah uji bendung positif Trombositopenia
< 100.000 Ht meningkat >20% Uji serologi dengue (+) Bukti ada
kebocoran plasma
DBDIIGejala diatas ditambah perdarahan spontan Trombositopenia
< 100.000 Ht meningkat > 20% Uji serologi dengue (+) Bukti
ada kebocoran plasma
DBDIIIGejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin
dan lembab serta gelisah) Trombositopenia < 100.000 Ht meningkat
> 20% Uji serologi dengue (+) Bukti ada kebocoran plasma
DBDIVSyok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak
terukur. Trombositopenia < 100.000 Bukti ada kebocoran plasma Ht
meningkat > 20% Uji serologi dengue (+)
2.8. Penatalaksanaan Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam
dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi
suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasusDBD. Asupan
cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melaui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi bermakna.Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI) bersama dengan divisi penyakit tropik dan infeksi
dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD
pada pasien dewasa dengan kriteria : Penatalaksanaan yang tepat
dengan rancangan dan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi
Praktis dalam pelaksanaannya Mempertimbangkan cost
effectiveness.Protokol ini terbagi dalam 5 kategori antara lain :1.
Protokol 1 : Penanganan Tersangka DBD dewasa tanpa syokProtokol 1
ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama
pada penderita DBD atau yang diduga DBD di instalasi gawat darurat
dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi
rawat.Seseorang tersangka DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan
ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya, (dilakukan pemeriksaan
Hb, Ht dan trombosit tiap 24 jam) bila keadaan penderita memburuk
segera kembali ke instalasi gawat darurat. Hb, Ht normal tetapi
trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat. Hb, Ht meningkat
dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan
di UGD
2. Protokol 2 : Penanganan cairan pada tersangka DBD dewasa di
ruang rawatPasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan
masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus
kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut :Volume cairan
kristaloid per hari yang diperlukan :1500 + ( 20 x ( BB dalam kg 20
) )Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24
jam:Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb,
Ht dan trombosit dilakukan tiap 12 jam.Bila Hb, Ht meningkat >
20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan
protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.
Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruangan
3. Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan hematokrit >
20%Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami
defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian
cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak
6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian
cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda tanda
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus di kurangi menjadi
5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan
tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam
kemudian.
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >
20%Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam
tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit
dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi
urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi
10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan
bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam
dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan
didapatkan tanda tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan
protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok
telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal.4. Protokol 4 : Pelaksanaan perdarahan
spontan pada DBD dewasaPerdarahan spontan dan masif pada penderita
DBD dewasa adalah : perdarahan hidung/epistaksis yang tidak
terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),
perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan
pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis
serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit sebaiknya diulang tiap 4-6 jam.Pemberian heparin
diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda
tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen
darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan
defisiensi faktor faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang),
PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan
dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau
tanpa KID.
Penatalaksanaan perdarahan pada DBD dewasa5. Protokol 5 :
Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.Bila kita berhadapan
dengan sindrom syok dengue maka hal pertama yang harus diingat
adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera
dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat
dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan
dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan dan pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat
termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda tanda renjatan dini,
dan penatalaksanaan renjatann yang tidak adekuat.Pada kasus SSD
cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan sesuai
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter per
menit. Pemeriksaan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas
darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20
ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah
teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100mmHg dan
tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frequensi nadi kurang dari 100
kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan
kulit tidak pucat serta diuresis 0,5 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan
dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila
dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil maka
pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam.Bila 24-48 jam setelah
renjatan teratasi dan tanda tanda vital dan hematokrit tetap stabil
serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus
dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami
ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit,
cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemia, edema paru
atau gagal jantung dapat terjadi).Pengawasan dini kemungkinan
terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama dalam waktu
48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karema selain proses
patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid
hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1
jam saat pemberian). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah
renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda
vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.Diuresis
diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit,
dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan
penyakit. Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan
belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan
menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit.
Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai
hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan
plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan
pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi
perdarahan ( internal bleeding ) maka penderita diberikan transfusi
darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.Sebelum
cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat
sidat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula mula diberikan
dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30
menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau
kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan
pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB
(maksimal 1 1,5 l / hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-
18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan
dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena
sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap
belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.
Penatalaksanaan sindrom renjatan dengueDAFTAR PUSTAKA1. Hairani
LK. Gambaran epidemiologi demam berdarah di Indonesia. FKM UI.
2009.2. Wahono TD. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan; 2004.3. Anggia SD.
Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang dirawat di
Bagian Ilmu penyakit Dalam Periode 1 Januari- 31 Desember 2005.
Pekanbaru, 2006 : 27-37.4. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan
HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.5. Lestari K.
Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah dengue di Indonesia.
Farmaka. 2007; 5:12-29.6. Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam
Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 2.
Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.7. Departemen kesehatan RI. Demam
Berdarah Dengue. 2009. http://www.depkes.go.id 8. Chen K, Herdiman
T. Pohan, Sinto R. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah
dengue. Medicinus: Scientic Journal of Pharmaceutical Development
and Medical Application. 2009; 22: 3-7.9. World Health
Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. New edition. Geneva. 2009.