BAB I PENDAHULUAN
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya, merupakan salah
satu kelainan bawaan, dimana anus tampak normal, tetapi pada
pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.1
Atresia ani terdapat pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Atresia
ani terjadi dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 7:3.
Menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Atresia berasal
dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi
atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia adalah keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular
secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya
saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak
lahir karena tidak sempurnanya proses migrasi dan perkembangan
struktur kolon antara 7 10 minggu selama perkembangan fetal,
kegagalan migrasi tersebut juga terjadi karena gagalnya agenesis
sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga
pada proses obstruksi ada anus imperforata yang dapat terjadi
karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu, Pada kelainan
bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter intern
mungkin tidak memadai.1,2
BAB IIILUSTRASI KASUS
2.1. Identitas PasienNama: By. Kais Maulana SaputraNo RM :
01344961Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 13 / 11 / 2014Usia: 3
bulanJenis kelamin: Laki-lakiAlamat: Kp. Talaga Jl. Raya Malaka,
SukasariPekerjaan Orang tua: KaryawanAgama: IslamBangsa:
Indonesia
2.2. Identitas Orang TuaAyah Ibu
Nama Bp. FNy. N
Perkawinan ke 1 1
Umur 32 tahun 30 tahun
Pendidikan terakhir SMASMA
Agama Islam Islam
Pekerjaan KaryawanIbu Rumah Tangga
Alamat Sukasari, BogorSukasari, Bogor
Penyakit bawaan- -
2.3. AnamnesisDiambil secara: Alloanamnesis dengan Ayah dan Ibu
pasienTanggal: 21 Januari 2015Jam: 11.00 WIBTempat: Poliklinik
Bedah Anak RSUP Fatmawati
a. Keluhan UtamaLubang anus sangat kecil dan tidak pada
tempatnya
b. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke poliklinik Bedah
Anak dengan keluhan memiliki lubang anus yang sangat kecil hanya
sebesar lidi. Keluhan ini baru disadari oleh keluarga pasien
setelah 3 minggu kelahiran. Pada awalnya keluarga tidak menyadari
hal tersebut dan hanya mengira bahwa BAB pasien sedikit. BAB pasien
tampak padat berwarna kuning, berukuran kecil sesuai dengan ukuran
lubang, tidak berlendir dan tidak berdarah. Pasien masih dapat
buang angin. Keluhan BAB keluar dari saluran kemih disangkal
pasien. Setiap BAB pasien terlihat mengedan sampai wajah terlihat
memerah. Perut pasien tidak kencang atau kembung. BAK pasien
normal. Konsumsi makanan sampai saat ini hanya ASI saja. Keluhan
mual dan muntah disangkal pasien.
c. Riwayat KehamilanSelama masa kehamilan ibu pasien tidak
pernah mengkonsumsi obat-obatan kecuali dari bidan, saat hamil
tidak kontrol teratur, pasien mengaku hanya makan seadanya dan
tidak menkonsumsi susu untuk ibu hamil, karena keadaan ekonomi.
Riwayat trauma saat kehamilan disangkal, tidak pernah dirawat di
rumah sakit karena sakit saat kehamilan. Tidak ada riwayat ketuban
pecah dini, warna ketuban jernih
d. Riwayat KelahiranUsia kehamilan ibu pasien cukup bulan, lahir
spontan dibantu oleh bidan. Bayi langsung menangis, tidak sianosis
dan kuning. Berat badan lahir 2900 gram dan panjang badan lahir 50
cm.
e. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada riwayat dalam keluarga
pasien dengan keluhan yang sama.
f. Riwayat Sosial EkonomiPasien merupakan anak ketiga dari
pernikahan pertama ibu pasien. Pasien tinggal di pemukiman padat
penduduk bersama kedua orang tua.
2.4. Pemeriksaan FisikStatus GeneralisKeadaan umum: Tampak sakit
ringanKesadaran: Compos mentisTanda vital Nadi: 102 kali /
menitPernapasan: 38 kali / menitSuhu tubuh: 36,9 oCGizi: Kesan gizi
baik BB: 5 Kg, TB: 57 cmMobilisasi: Aktif
Kulit: Warna sawo matang, turgor baikKepala: NormochepaliRambut
: Warna hitam, distribusi merataWajah: SimetrisMata: Konjungtiva
pucat -/-, sklera ikterik -/-Telinga: Normotia, sekret -/-Hidung:
sekret -/-, hiperemis -/-Leher: trakea lurus di tengah, KGB tidak
membesarParu : suara napas vesikuler di kedua lapang paru, rhonkii
-/-, wheezing -/-Jantung: bunyi jantung I dan II regular, murmur
(-), gallop (-)Abdomen:Inspeksi: Datar, Darm countur (-), Darm
steifung (-)Auskultasi: Bising usus (+) normalPerkusi:
TimpaniPalpasi: Supel, distensi (-), Venektasi (-), defans muscular
(-), hepar dan lien tidak teraba membesarEkstremitas: Akral hangat
(+), CRT 1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel
ke saluran kencing atau saluran genital2. Intermediate : Rektum
terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya3. Rendah :
Rektum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula
ke vagina/perineum. Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada
fistula ke traktus urinarius.Secara fungsional, pasien atresia ani
dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:a. Yang tanpa anus
tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama
melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adequate sementara waktu.b. Yang tanpa anus dan tanpa fistula
traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.Pada kelompok
ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok
anatomi yaitu:a. Anomali rendah. Rectum mempunyai jalur desenden
normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.b. Anomali
intermediet. Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot
puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi
yang normal.c. Anomali tinggi. Ujung rectum di atas otot
puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhungan dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai
kulit perineum lebih dari 1 cm.
Wingspread (1984), membagi atresia ani dalam 2 golongan yang
dikelompokkan menurut jenis kelamin.a. Laki-lakiGolongan I, dibagi
menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum,
perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak
mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat
fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan
letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena
fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak
lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika
fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram,
maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Gambar 3.3 Fistel rektouretra5
Gambar 3.4 Atresia ani dengan fistel rectovestibular5
Golongan II, dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama
dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus
normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di
bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan
terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada
fistel dan udara.
Gambar 3.5 Atresia ani dengan fistel perineal6 b.
PerempuanGolongan 1, dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan
kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan
fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya
dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat
divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum
susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan
padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan
optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.
Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan
kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara
> 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.(6.7)
Gambar 3.6 Atresia ani dengan fistel perineal pada perempuan6
Golongan 2, dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya
terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda
timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus,
lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat
sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera
dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada
invertogram udara.5
Laki-lakiKelompok I
KelainanTindakan Kolostomi neonatesOperasi definitivePada usia
4-6 bulan
Fistel urin
Atresia rectum
Perineum datar
Fistel datar
Invertogram: udara > 1 cm dari kulit
Kelompok II
Kelainan Tindakan
Fistel perineumOperasi langsung pada nonatus
Membrane anal
Stenosis anus
Fistel tidak ada
Invertogram : udara < 1 cm dari kulit
Perempuan
Kelompok I
Kelainan Tindakan
Kloaka Kolostomi neonates
Fistel anovestibuler/rektovestibuler
Atresia rectum
Fistel tidak ada
Invertrogram: udara > 1 cm dari kulit
Kelompok II
Fistel perineumOperasi langsung pada neonates
Stenosis anus
Fistel tidak ada
Invertrogram: udara > 1 cm dari kulit
Tabel 3.1 Klasifikasi Wingspread6,7
Sedangkan PENA mengklasifikasikan malformasi anorektal sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Klasifikasi PENA8
3.2.5. PatofisiologiEmbriogenesis malformasi ini tidak jelas.
Rektum dan anus berkembang dari bagian dorsal usus ketika mesenchym
bertumbuh ke dalam membentuk septum anorectum pada midline. Septum
ini memisahkan rectum dan canalis anus secara dorsal dari vesica
urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah penghubung kecil antara 2
usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup ductus ini
selama 7 minggu kehamilan. Selama itu, bagian ventral urogenital
berhubungan dengan dunia luar dan membran analis dorsalis terbuka
kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis dan
invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke
rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini akan
terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.8
Tabel 3.3 atresia ani pada perempuan5
Tabel 3.5 atresia ani pada laki-laki5Gangguan perkembangan
struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam menjadi berbagai
kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau
agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara
tractus urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula
rectourethralis atau rectovestibularis.8Sekitar 60% dari pasien
memiliki anomali yang berasosiasi. Yang paling sering adalahdefek
pada saluran urin, yang terjadi sekitar 50% dari pasien. Defek pada
skeletal juga sering. Banyak dari anomaly asosiasi merupakan hal
yang serius dan prognosis jangka panjang dari anak dengan
malformasi anorektal lebih bergantung pada keadaan anomali yang
berasosiasi ini dibandingkan denganmalformasi anorektal itu
sendiri. Jadi deteksi dini dari anomali ini sangatlah penting.
Periodeembriologi pada saat ujung kaudal dari fetus berdiferensiasi
(5-24 minggu) merupakan waktu dimana system tubuh lainnya juga
sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untukmembayangkan jika
terjadi defek embriologi pada waktu ini yang menyebabkan malformasi
anorektal juga akan menyebabkan insidensi yang tinggi dari anomali
lainnya. Istilah asosiasi VACTERL telah ditentukan untuk
menunjukkan grup non-acak dari anomali yang berkaitan.10
3.2.6. Manifestasi Klinis Mekonium tidak keluar dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu
rectal pada bayi. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus
yang salah letaknya. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda
obstruksi usus (bila tidak ada fistula). Bayi muntah-muntah pada
umur 24-48 jam. Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya
membran anal. Perut kembung
3.2.7. Gambaran RadiologisFoto Polos AbdomenDisini dipakai foto
polos abdomen yang dibuat dengan kepala anak terletak ke bawah dan
anus di sebelah atas. Disebut wangensteen foto atau inverted foto.
Penderita dibalik dengan kepala dibawah, anus diatas, kemudian
dibuat foto daerah rectosigmoid, atau sekaligus foto abdomen
seluruhnya. Di daerah anus diberi sebuah marker yakni uang logam,
untuk dapat mengetahui tebal dari bagian yang tertutup tersebut,
yakni jarak antara udara dalam rectum dengan marker yang dipasang
tadi.2
Gambar 3.7. Gambaran radiologi Atresia Ani3
Radiografi Barium Enema
Gambar 3.8. Radiografi barium enema menunjukkan tanda anus
imperforata dan fistula vagina. Barium ada dalam vagina (tanda
panah)3
Pada garis tengah sagital, jarak antara akhir kantong rektum
distal dan perineum adalah 6,3 13,0 mm pada imperforata anus tipe
rendah dan 11,5 14,0 mm pada imperforata anus tipe tinggi. Sering
rektum berakhir di dalam fistula. Pada tipe tinggi dari atresia
ani, fistula kadang berakhir dalam uretra prostatik pada laki-laki
dan dalam vagina pada wanita.3,8,9
Ultrasonografi (USG)Pada ultrasonogram fistula interna diartikan
sebagai bidang hypoechoic, terkadang sekelompok garis echogenic
menghalangi udara dalam fistula hypoechoic. Hypoechogenic yang
berjalan secara anterior, mengganggu bidang echogenic antara rektum
dan urethra (vagina atau vesica urinaria). Pada pasien wanita,
fistula rectovestibular menghubungkan rektum dengan vestibulum yang
ujungnya di anterior normal posisi anus.3,9
3.2.8. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada penderita
atresia ani antara lain :a. Asidosis hiperkloremiab. Infeksi
saluran kemih yang bisa berkepanjangan.c. Kerusakan uretra (akibat
prosedur bedah).d. Komplikasi jangka panjang. Eversi mukosa anal
Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)e. Masalah
atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.f.
Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)g. Prolaps mukosa
anorektal
3.2.9. DiagnosisBerdasarkan gambaran klinis, lesi intermediet
diperlakukan sebagai malformasi letak tinggi, dengan demikian dua
kelompok tersebut dipertimbangkan secara bersama-sama, karena
tindakan pembedahan pada malformasi letak tinggi ataupun
intermediet sangat berbeda dari lesi letak rendah. Tujuan diagnosis
primer untuk mengetahui apakah pasien dengan anus imperforate
tersebut menderita malformasi letak tinggi atau letak rendah.
Tujuan diagnostic sekunder untuk mengetahui jenis malformasi
anorektal yang lebih spesifik yang berhubungan dengan fistula
rectouretral ataupun rectourinary. Bayi dengan anus imperforate
juga harus dinilai secara komprehensif sebagai anomaly congenital
yang berhubungan.2,3
Gambar 3.9. The rectal pouch ends cephalad to the pubococcygeal
line, This location of the rectourethral fistula is typical2
Gambar 3.10. Coronal view showing incomplete development of the
rectal pouch within the striated muscle complex. The rectourethral
fistula is shown.2
Untuk menegakkan diagnosis atresia ani adalah dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang teliti, PENA menggunakan cara sebagai
berikut:1. Pada bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan
urin bila:a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis,
atau anal membran berarti atresia letak rendah, minimal PSARP tanpa
kolostomib. Mekonium (+), atresia letak tinggi, dilakukan kolostomi
terlebih dahulu dan delapan minggu kemudian dilakukan tindakan
definitif Apabila pemeriksaan di atas meragukan dilakukan foto
rontgen dengan knee chest position. Bila:a. Akhiran rektum < 1
cm dari kulit, disebut letak rendahb. Akhiran rektum > 1 cm dari
kulit, disebut letak tinggi2. Pada bayi perempuan 90% atresia ani
disertai dengan fistel. Bila ditemukan:a. Fistel perianal (+),
minimal PSARP tanpa kolostomib. Fistel rektovaginal atau
rektovestibuler, kolostomi terlebih dahuluc. Fistel (-), foto
rontgen dengan knee chest position : Akhiran < 1 cm dari kulit
dilakukan PSARP Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi
terlebih dahuluLEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didapatkan
pada perineum, vestibulum atau fistel perianal, letak rendah. Bila
pada pemeriksaan fistel (-), letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah bayi lahir agar usus terisi
udara, dengan cara Wangenstein & Rais (kedua kaki dipegang
posisi badan vertikal dengan kepala di bawah) atau knee chest
position (sujud), bertujuan agar udara berkumpul di daerah paling
distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektala. WanitaUmumnya pada
80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum atau vagina, hanya
pada10-20% tidak ditemukan fistel.Golongan 11. Kloaka : Pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus
tidak terjadi.Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu
cepat dilakukan kolostomi2. Fistel vagina : Mekonium tampak keluar
dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar, sebaiknya cepat
dilakukan kolostomi.3. Fistel vestibulum : Muara fistel di vulva di
bawah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat.Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam
keadaan optimal.4. Atresia rekti. Kelainan dimana anus tampak
normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidakdapat masuk
lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.5. Tanpa fistelUdara > 1 cm dari kulit pada
invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segeradilakukan
kolostomi.Golongan 21. Fistel perineumTerdapat lubang antara vulva
dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat berbentukanus anterior,
tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang rapat ada di
posteriornya. Umumnya menimbulkan obstipasi.2. Stenosis aniLubang
anus terletak di lokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi
feses tidak lancar.Sebaiknya secepat mungkin lakukan tetapi
definitif3. Tanpa FistelUdara < 1 cm dari kulit pada
invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segeradilakukan
kolostomi.b. laki-lakiPerlu diperhatikan hal-hal seperti berikut:1.
Perineum: bentuk dan adanya fistel 2. Urine: dicari ada tidaknya
butir-butir mekonium di urin.Dari kedua hal tersebut di atas pada
anak laki dapat dibuat golongan-golongan sepertiberikut:Golongan
11. Fistel urine. Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae
eksternum. Fistula dapat terjadi bila terdapat fistula baik ke
urethra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untukmembedakan
lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila keteter
terpasang danurine jernih, berarti fistel terletak di urethra yang
terhalang kateter. Bila dengan kateter,urine berwarna hijau,
berarti fistel ke vesika urinaria. Evakuasi feses tidak lancar,
danpenderita mernerlukan kolostomi segera.2. Atresia rekti. Sama
dengan wanita. Perineum datar. Menunjukkan bahwa otot yangberfungsi
untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.3. Tanpa FistelUdara >
1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi feses
maka perlusegera dilakukan kolostomiGolongan 21. Fistel perineum.
Sama dengan wanita2. Membran anal.3. Stenosis ani. Sama dengan
wanita4. Bucket handle (gagang ember).Daerah lokasi anus normal
tertutup kulit yang berbentuk gagang ember.Evakuasi feses tidak
ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.5. Tanpa
fistelUdara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada
evakuasi feses, sehinggaperlu segera dilakukan kolostomi
3.2.10. PenatalaksanaanPasien dengan anus imperforata biasanya
stabil, dan diagnosis mudah terlihat. Selain obstruksi, awalnya
abdomen tidak membuncit, dan jarang terjadi urgency secara
bersamaan. Prinsip-prinsip pusat manajemen sekitar mendiagnosis
jenis anomaly yang ada (tinggi versus rendah), dan mengevaluasi
adanya anomali terkait. Hal Ini dapat memakan waktu hingga 24 jam
sebelumny adanya fistula pada kulit, dan dengan demikian penting
untuk mengobservasi neonatus selama beberapa waktu sebelum operasi
definitif dilakukan.3,5Penatalaksanaan atresia ani tergantung
klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan
kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan
atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi
metode ini banyak menimbulkan inkontinensia feses dan prolaps
mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memeperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorectoplasty (PSA), yaitu dengan cara membelah m. sphincter
eksternus dan m. levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantung
rektum dan pemotongan fistel.5,7Keberhasilan penatalaksanaan
atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi
anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi
trauma psikis. Sebagai tujuan utamanya adalah defekasi teratur dan
konsistensinya baik. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan
ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai
cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis, dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta keterampilan
operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari
berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada
letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.3.5.7LEAPE
1987 menganjurkan pada : Atresia letak tinggi dan intermediet
dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD terlebih dahulu, setelah 6-12
bulan baru dilakukan tindakan definitif (PSARP) Atresia letak
rendah dilakukan perianal anoplasty, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sphincter ani eksternus Bila terdapat fistula dilakukan cut-back
incicion Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda
dengan pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
TINDAKAN KOLOSTOMI PADA ATRESIA ANIKolostomi adalah pembuatan
lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding
perut untuk mengeluarkan feses (Randy 1987). Manfaat kolostomi
antara lain : Mengatasi obstruksi usus Memungkinkan pembedahan
rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.Tipe kolostomi yang dapat
digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah kolostomi loop yaitu
dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon yang
dieksteriorisasi. Jenis anestesi pada tindakan kolostomi adalah
anestesi umum.PENA secara tegas menjelaskan bahwa atresia ani letak
tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk
dekompresi dan diversi. Operasi definitive setelah 4-8 minggu. Saat
ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah PSARP, baik minimal,
limited atau full postero sagital anorectoplasty.6,8
Postero Sagital Anorectoplasty (PSARP)Suatu tindakan operasi
definitif pada pasien atresia ani dengan tehnik operasi menggunakan
irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus sampai
batas anterior bakal anus. Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan
de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memeberikan beberapa
keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria
maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, sling,
dan sfingter.
Macam-macam PSARP Minimal PSARPPada tindakan ini tidak dilakukan
pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah
memisahkan common wall untuk memisahkan rektum dengan vagina dan
yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. indikasi : dilakukan
pada fistula perineal, anal stenosis, anal membran, bucket handle
dan atresia ani tanpa fistula yang akhrian rektum kurang dari 1 cm
dari kulit. Limited PSARPPada tindakan ini yang dibelah adalah otot
sfingter eksterns, muscle fiber, muscle complex serta tidak
membelah tulang coccygeus. Yang penting adalah diseksi rektum agar
tidak merusak vagina. indikasi : atresia ani dengan fistula
rektovestibuler. Full PSARPYang dibelah otot sfingter eksternus,
muscle complex, dan coccygeus indikasi : atresia ani letak tinggi
dengan gambaran invertogram gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm
dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis,
atresia rektum dan stenosis rektum.
Tabel 3.6. Tehnik repair yang dianjurkan pada atresia ani
berdasarkan jenis fistel8
Perawatan pasca operasi PSARP Antibiotik intra vena diberikan
selama 3 hari, salep antibiotik diberikan selama 8-10 hari 2 minggu
pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan Heger dilatation, 2
kali sehari dan tiapa minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal
dilator yang dinaikkan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan
umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 sudah masuk,
berikut ini ukuran dilator sesuai dengan usia penderita:
UmurUkuran
1-4 bulan# 12
4-12 bulan# 13
8-12 bulan#14
1-3 Tahun#15
3-12 tahun#16
>12 tahun#17
Tabel 3.6. Ukuran Businasi sesuai dengan usia10
FrekuensiDilatasi
Tiap 1 hari1x dalam 1 bulan
Tiap 3 hari1x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu2x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan1x dalam 3 bulan
Tabel 3.7. Frekuensi Businasi10
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah
mengerjakan serta tidak ada rasa nyeri, dilakukan 2x seminggu
selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara
bertahap frekuensi diturunkan.10
3.2.11. Pemeriksaan Penunjanga) Pemeriksaan rectal digital dan
visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada
gangguan ini.b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk
memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.c) Pemeriksaan radiologis
dapat ditemukan Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan
obstruksi di daerah tersebut. Tidak ada bayangan udara dalam rongga
pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan
kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus
impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,
kolon/rectum. Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral dengan
knee chest position. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki
diatas pada anus benda bayangan radio-opak, sehingga pada foto
daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur jaraknya dengan kulit perineum
3.2.12. Prognosis1. Dengan menggunakan klasifikasi di atas dapat
dilakukan evaluasi fungsi klinis:a. kontrol feses dan kebiasaan
buang air besarb. sensasi rektal dan soiling;c. kontraksi otot yang
baik pada colok dubur.2. Evaluasi psikologis. Fungsi kontinensi
tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau
sensasi saja,tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan
kooperasi serta keadaan mental penderita.9,10
BAB IVANALISA KASUS
Pasien adalah seorang bayi laki-laki berusia 3 bulan dengan
keluhan lubang anus sangat kecil dan tidak pada tempatnya. Pasien
masih dapat BAB, namun berukuran kecil sesuai dengan ukuran lubang,
BAB tampak padat dan berwarna kuning. Pasien tidak kembung dan
masih dapat buang angin. Keluhan BAB keluar dari saluran kemih
disangkal pasien. Setiap kali BAB, pasien seperti mengedan dan
memerah wajahnya. Usia kehamilan ibu pasien cukup bulan, lahir
spontan dibantu oleh bidan. Bayi langsung menangis, tidak ada
sianosis dan kuning. Berat badan lahir 2900 gram dan panjang badan
50 cm. Dari pemeriksaan fisik, abdomen supel, bising usus positif
normal, tidak ditemukan kembung, tidak ditemukan distensi. Kemudian
pada region anorektum didapatkan bahwa tidak terdapat lubang anus
dan terdapat fistel perianal. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik pasien dapat disimpulkan bahwa keluhan pasien mengarah ke
diagnosis kerja yaitu atresia ani. Atresia ani atau Anus
imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau
tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada
lubang secara tetap pada daerah anus. Anus imperforata ini dapat
meliputi bagian anus, rektum, atau bagian diantara keduanya.Pada
kasus ini diketahui bahwa seorang bayi laki-laki tidak memiliki
lubang anus namun memiliki lubang pengeluaran yang sangat kecil dan
letaknya tidak pada tempatnya. Lubang yang dimaksud sebagai tempat
pengeluaran feses pasien merupakan fistel, dan terletak pada region
perineum tepat segaris dengan garis anokutan. Terdapat beberapa
variasi yang dapat terjadi pada kasus atresia ani, hal ini
bergantung dari jenis kelamin, posisi letak dari ujung anus berada,
lokasi dari atresia ani dan ada atau tidaknya fistel yang
terlibat.Tatalaksana pada kasus atresia ani sangat bergantung
dengan letak anatomi dan variasi dari atresia ani tersebut. Pada
pasien ini merupakan jenis atresia ani dengan fistel perianal,
merupakan salah satu jenis atresia ani yang angka kejadiannya
rendah. Dengan jenis atresia ani tersebut maka tatalaksana yang
akan dilakukan adalah operatif yaitu dengan minimal -
posterosagital anorecto plasty tanpa menggunakan kolostomi karena
pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda obstruksi usus.
BAB VKESIMPULAN
Pasien bayi laki-laki usia 3 bulan, didiagnosis dengan atresia
ani dengan fistel perianal. Penegakkan diagnosis atresia ani dengan
fistel perianal pada pasien ini berdasarkan data anamnesis yaitu
keluhan dari keluarga pasien bahwa pasien tidak mempunyai anus, dan
BAB keluar dari lubang kecil. Penegakkan diagnosis kemudian
didukung juga dari pemeriksaan fisik bahwa ditemukan pada regio
anorektal tidak tampak anus namun terdapat fistel di garis
anokutan. Pasien tidak memiliki tanda-tanda obstruksi usus sehingga
tidak menjadi indikasi pemasangan kolostomi. Sesuai dengan
pembagian jenis atresia ani, pasien masuk ke dalam kelompok atresia
ani dengan fistel perianal yang membutuhkan penatalaksanaan
definitif yaitu operatif untuk membuat anus dengan prosedur
minimal-PSARP
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, R. Jong, WD. Buku ajar ilmu bedah edisi 2:
anorektum . Jakarta: EGC. 20032. Mulholland, Michael W, Lillemoe,
Keith D. Anorectal Malformation in: Greenfield's Surgery: Scintific
Principles and Practice, 4th Edition. New York: Mc-Graw Hill.2006
3. Nelson, G Rosen, MD. Pediatric Imperforate Anus. 2010. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/929904-overview.4.
Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Kedokteran Klinis, Edisi
6. Jakarta : EGC. 20005. Adams, CBT. Adili Farzin. Ahrendt, Steven.
Oxford Textbook of Surgery. USA : Oxford University Press. 20026.
Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta: Binarupa Aksara. 19957. Chandler, LR. Congenital
Malformations Of The Rectum And Anus: Their SurgicalTreatment.
California And Western Medicine Journal Vol. 51. 2005.8. Joseph, D.
Management Of Anorectal Malformations And Hirschsprung Disease In
Guyana. Dept. of Pediatric Surgery Georgetown: Public Hospital
Corporation. 2005.9. De Jong W, Sjamsuhidajat R, (ed). Buku Ajar
Ilmu Bedah, 2005 edisi 2, 667-670, (Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta).10. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE, et al. Anorectal Malformations in Schwartz
Principles of Surgery. 8th ed. United States of America;
2005.p.1497-1499.
6