PL IIICASTING PLAN
3.1 TujuanTujuan pengujian pembuatan cetakan pasir adalah :1.
Agar praktikan mampu mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan dalam
casting plan2. Agar praktikan dapat merencanakan dan membuat
cetakan pasir, sistem saluran dan pola3. Agar praktikan mampu
memecahkan masalah-masalah dalam casting plan
3.2 Dasar Teori3.2.1 Pola3.2.1.1 Pengertian PolaPola merupakan
hal yang penting dalam pembuatan coran.Pola yang digunakan dalam
pembuatan cetakan digolongkan menjadi pola logam dan pola kayu.
Pola itu sendiri adalah bentuk tiruan dari produk yang akan dibuat
dengan tambahan toleransi ukuran.Faktor penting untuk menetapkan
macam pola adalah proses pembuatan cetakan dimana pola tersebut
dipakai,dan lebih penting lagi pertimbangan ekonomi yang sesuai
dengan jumlah dari biaya pembuatan cetakan dan biaya pembuatan
pola.Selain itu dalam proses mengubah gambar perencanaan mengubah
gambar perencanaan menjadi gambar untuk pengecoran yang harus
dipertimbangkan adalah bagaimana cara membuat coran yang baik,
menurunkan biaya pembuatan cetakan,membuat pola yang
mudah,menstabilkan inti dan cara mempermudah pembongkaran cetakan
kemudian menentukan arah pembuatan kup dan drag,posisi permukaan
pisah,bagian dari inti.
3.2.1.2 Macam-macam pola1. Pola pejalPola pejal adalah pola yang
biasa dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran.
Pola ini dibagi menjadi 2 macam, pola tunggal dan pola belahan.
a. Pola tunggalPola ini dibentuk serupa dengan corannya, di
samping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian
mesin, dan kemiringan pola, kadang dibuat menjadi satu dengan
telapak inti.
Gambar 3.1 Pola TunggalSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 57)
b. Pola belahanPola belahan ini adalah pola yang dibelah di
tengah untuk memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalau
mungkin dibuat satu bidang.
Gambar 3.2 Pola BelahanSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 57)
2. Pola pelat pasanganPola ini merupakan pelat dimana pada kedua
belahnya ditempelkan pola demikian juga saluran
turun,pengalir,saluran masuk dan penambah.Pola ini cocok sekali
untuk massa produksi dari coran kecil.Pola ini biasanya dibuat dari
logam atau plastik.
Gambar 3.3 Pola Pelat PasanganSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
58)
3. Pola pelat kup dan dragDalam hal ini pola kayu,logam atau
plastic direkatkan pada dua pelat. Demikian juga saluran turun,
pengalir, saluran masuk dan penambah. Pola semacam ini dipakai
untuk meningkatkan produksi.
Gambar 3.4 Pola kup dan dragSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
58)
4. Pola cetakan sapuanAlat ini dibuat dari plat dengan sebuah
penggeret dan pemutar pada tengahnya. Pembuatan cetakan dilakukan
dengan memutar penggeret di sekitar pemutar.
Gambar 3.5 Pola Cetakan SapuanSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
58)
5. Pola penggeret dengan penuntunAlat ini dipergunakan untuk
pipa lurus atau lengkung yang penampangnya tidak berubah. Penuntun
dibuat dari kayu dan pembuatan cetakan dilakukan dengan
menggerakkan penggeret.
Gambar 3.6 Pola PenggeretSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
58)
6. Pola penggeret berputar dengan rangka cetakPola yang di mana
bagian pola dapat ditukar serta konsentris. Kedua ujung dari
penggeret mempunyai poros. Pembuatan cetakan dilakukan dengan
menggunakan penggeret di sekelilingnya.
Gambar 3.7 Pola PenggeretSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
59)
7. Pola kerangka Pola ini dibuat dengan meletakkan pelat dasar
dan membuat pelat dudukan lalu di senpu oleh penggeret untuk
membuat permukaan lengkung yang kontive.
Gambar 3.8 Pola Kerangka (B)Sumber : Surdia dan Kenji (1991 :
59)
3.2.1.3 Bahan PolaAda beberapa bahan yang bisa digunakan untuk
membuat pola, yaitu:1. KayuKayu yang dipakai untuk pembuatan pola
adalah kayu saru, kayu aras, kayu pinus, kayu mahoni, kayu jati,
dan lain-lain. Pemilihan kayu menurut macam dan ukuran pola, jumlah
produknya, dan lamanya dipakai. Kayu yang kadar airnya lebih dari
14% tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentinganh yang
disebabkan perubahan kadar air dalam kayu.2. Resin Sintetis Dari
berbagai macam resin sintetis, hanya resin epoksi yang banyak
dipakai. Bahan ini mempunyai sifat-sifat penyusutan yang kecil pada
waktu mengeras, tahan aus tinggi, memberikan pengaruh yang lebih
baik dengan penambahan pengencer, zat elastis atau zat penggemuk
menurut penggunaannya.3. Pola LogamBahan yang dipakai untuk pola
logam adalah besi cor. Umumnya digunakan besi cor kelabu , karena
sangat tahan aus, tahan panas, dan tidak mahal.Besi cor liat kadang
juga dipakai agar lebih kuat. Paduan tembaga juga sering dipakai
untuk pola cetakan kulit agar dapat memanaskan cetakan yang tebal
secara merata. Alumunium juga kadang digunakan karena ringan dan
mudah diolah, sehingga sering dipakai untuk pelat pola atau pola
untuk cetakan.
3.2.1.4 Perencanaan Pembuatan Pola1. Menetapkan Kup dan
DragDalam pembuatan kup dan drag, ada beberapa halyang harus
diperhatikan antara lain: Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan
Penempatan inti harus mudah, tempat inti dalam cetakan utama harus
ditentukan secara teliti Sistem saluran harus sempurna untuk
mendapat aliran logam cair yang optimal2. Penentuan tambahan
penyusutanPembuatan pola perlu menggunakan mistar susut, yang telah
diperpanjang sebelumnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran
pola.
Tabel 3.1 Daftar Penyusutan
Sumber : Heine (1998 : 16)
Penentuan Tambahan Penyelesaian MesinTempat dimana coran
memerlukan penyelesaian mesin harus dibuat dengan kelebihan tebal
seperlunya.Kelebihan tebalnya berbeda menurut bahan,ukuran,arah kup
dan drag,serta keadaan pekerjaan mekanis.
Tabel 3.2 Daftar Penyelesaian Mesin
Sumber : Heine (1998 : 17)
Kemiringan PolaPermukaan yang tegak pada pola,dimiringkan dari
permukaan pisah agar memudahkan pengangkatan pola dari cetakan.
Gambar 3.9 a. Contoh kemiringan pada tebal dindingb. Contoh
kemiringan pada keseluruhanSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
53)3.2.2 Sistem Saluran3.2.2.1 Pengertian Sistem SaluranSistem
saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke
dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama mulai cawan tuang
dimana logam cair dituangkan dari ideal sampai saluran masuk
kedalam rongga cetakan nama itu ialah cawan tuang, saluran turun,
pengalir dan saluran masuk seperti dijelaskan berikut ini.
Gambar 3.10 Sistem SaluranSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
65)
3.2.2.2 Bagian Bagian Sistem Saluran1. Cawan Tuang (Pourin
Basin)2. Saluran Turun (Sprue)3. Saluran Pengalir (Runner)4.
Saluran Masuk (Gate)5. Saluran Penambah (Riser)6. Dam7.
TrapKeterangan :1. Cawan Tuang (Pouring Basin)Bisaanya benbentuk
corong atau cawan dengan saluran turun dibawahnya. Cawan tuang
harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang
terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu, cawan tuang
tidak boleh terlalu dangkal. Kedalaman cawan tuang bisaanya 5-6
kali diameternya. Ada cawan tuang yang dilengkapi dengan inti
pemisah akan menahan terak atau kotoran, sedangkan logam bersih
akan lewat dibawahnya kemudian masuk kesaluran turun.Cawan tuang
berfungsi untuk membantu sistem aliran logam untuk mengalir sebaik
mungkin. Cawan tuang diharapkan berdimensi besar dan ditempatkan
cukup dekat tepi kerangka cetak, agar proses penuangan bisa
berlangsung cepat. Pada saat penuangan, cawan tuang diharapkan
selalu dipertahankan penuh, dengan tujuan agar logam cair masuk
secara merata ke rongga cetakan dan menghindari terjadinya
pembekuan terlebih dahulu pada gate.
Gambar 3.11 Cawan Tuang (Pouring Basin)Sumber : P. L. Jain (1995
: 177)
2. Saluran Turun (sprue)Saluran turun dibuat lurus dan tegak
dengan irirsan berupa lingkungan. Ini merupakan saluran vertikal
yang melalui cope (kerangka cetakan atas) yang menghubungkan antara
cawan tuang dengan runner (saluran pengalir) atau gate. Ukuran
sprue harus memenuhi kondisi tertentu sprue harus cukup kecil untuk
dapat mempertahankan sprue terisi penuh cairan logam selama proses
penuangan. Selain itu, untuk menjamin aliran cairan logam memasuki
rongga cetakan tanpa menimbulkan turbulensi maupun pusaran.Pada
saat yang sama, ukuran sprue harus cukup besar untuk menjamin
ukuran rongga cetakan terisi penuh tanpa menimbulkan laps, seams,
atau mis-run serta mencegah terjadinya aspirasi gas. Bentuk tirus
kebawah dengan tujuan untuk menghindari terjadinya aspirasi gas dan
kerusakan logam. Dasar sprue dibuat lebih besar dan lebih dalam
daripada runner. Bagian yang dibuat lebih dalam dan lebih besar ini
disebut spruewell yang berfungsi untuk menyerap energi kinetik.
Mencari Diameter sprue bawah2 = denganA2 = diameter sprue bawah
m = massa = massa jenis t =pouring timeg = percepatan grafitasi h =
tinggi
Mencari Sprue atasAatas = Abawah x
Gambar 3.12 Saluran TurunSumber : P. L. Jain (1995 : 178)
Choke AreaChoke area adalah luasan terkecil dari sistem saluran
yang mengontrol kecepatan aliran ke dalam cavity sehingga
mengontrol pula pouring time. Umumnya choke area didapati pada
bagia bawah sprue untuk menentukan kecepatan aliran dengan segera,
choke area dapat dihitung dengan rumus yang berdasarkan teorema
Bernoulli yaitu :
A =
Dimana :A = Choke AreaW = Berat yang dituangd = Massa jenis
logamt = Waktu penuanganc = Faktor efisiensi atau koefisien nozzleg
= Percepatan gravitasih = Tinggi efektivitas head logam.
Posisi dan tinggi sprue sangat menentukan kecepatan logam cair
yang akan mengisi rongga cetakan. Oleh karena itu untuk perhitungan
tinggi effective sprue / esh (effective sprue high). Kita dapat
menghitung dengan bersamaan :
ESH = Dimana : H : Tinggi Sprue (cm)C : Tinggi CoranP : Tinggi
coran dari cope hingga bagian teratas (cm)
3. Saluran Pengalir ( runner)Runner digunakan untuk
menghubungkan bagian dasar sprue dengan gate. Pengalir bisanya
mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab
irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula
pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk pendinginan
yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan
pendinginan logam cair. Tetapi kalau terlalu besar tidak ekonomis
sebaiknya disesuaikan dengan fungsinya
Rumus :Perbandingan Luas sprue - Runner - IngateSprue Area :
Runner Area : Ingate area1:3:3Jari-jari Runnerr = dimana :r =
jari-jari runner RA = Luas area runner
Gambar 3.13 Saluran PengalirSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
68)
4. Saluran Masuk (in gate)Saluran masuk dibuat dengan irisan
yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah
kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bisaanya berbentuk bujur
sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar
kearah rongga untuk mencegah terkikisnya cetakan.Rumus
:Perbandingan Luas sprue - Runner - IngateSprue Area : Runner Area
: Ingate area1:3:3Jari-jari Ingater = dimana :r = jari-jari
IngateRA = Luas area ingate
Gambar 3.14 Saluran Masuk (in gate)Sumber : Surdia dan Kenji
(1991 : 68)
5. Saluran Penambah (riser)Saluran penambah adalah sistem
saluran yang berfungsi untuk menampung kelebihan logam cair,
sebagai cadangan bila penyusutan dan juga berfungsi sebagai
pemberat dan pengumpan untuk menyuplai cairan logam kepada produk
cor. Bentuk riser ini berupa potongan lubang yang berada pada
cetakan atas (cope) yang memperbolehkan cairan logam untuk naik,
sehingga akan memudahkan bagi penuang untuk melihat apakah cairan
logam sudah mengisi seluruh rongga cetakan. Riser memfasilitasi
keluarnya gas, uap, dan udara dari rongga cetakan. Persyaratan
utama riser yang efektif yaitu: Volumenya cukup sampai bagian
terakhir produk cor menyusut Mampu mengatasi penampung yang tipis
yang membutuhkan pengumpan Riser mampu mengatasi gradien temperatur
sehingga arah pembekuan tetap mengarah keatas riser Sifat fluiditas
cairan logam cukup untuk mempertahankan temperatur logam dalam
keadaan cair.
Perhitungan Riser
Tabel 3.3 Riser neck dimensions
Sumber : Heine et al (1976 : 244)
Gambar 3.15 Tipe RiserSumber : Heine et al (1976 : 244)
Sprue runner Gate RatioUntuk memaksimalkan hasil coran, maka
desain dari sistem saluran sangatlah penting. Menggunakan sprue
runner gate ratio sesuai dengan logam yang akan dicor.
Tabel 3.4 Sprue Runner Gate Ratio
Sumber : Heine et al (1976 : 224)
6. Dam Dam adalah bagian dari sistem saluran yang berfungsi
untuk memisahkan kotoran dengan berat jenis yang tinggi.
Gambar 3.16 DamSumber : Surdia dan Kenji (1991 : 65)
7. TrapTrap diperlukan untuk memisahkan unsur - unsur inklusi
non logam supaya kekosongan cetakan dapat diisi hanya oleh logam
cair yang basah. Inklusi dapat timbul dan logam cair dari slag atau
kotoran dari dapur atau partikel-partikel dari cetakan metode
pemisahan adalah berdasarkan massa jenisnya.
Gambar 3.17 TrapSumber : Diktat Kuliah Yudy S. I (2011 : 23)
3.2.2.3 Macam-macam Sistem SaluranBerbagai macam sistem saluran
yang dipakai menurut bentuk coran. Ada saluran pisah, saluran
bawah, saluran pensil, saluran bertingkat, saluran cincin.1.
Saluran PisahSaluran pisah mempunyai saluran masuk pada permukaan
pisah dari cetakan, darimana logam cair dijatuhkan kedalam rongga
cetakan.
Keuntungan : Udara mudah keluar saat logam cair dituangkan
karena memiliki dua saluran yang berbeda sehingga ada jalur untuk
keluar.Kerugian : Temperatur penuangan harus lebih tinggi dan
kecepatan penuangan juga harus cepat.
Gambar 3.18 Saluran PisahSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
69)
2. Saluran BawahSaluran bawah mempunyai saluran masuk pada
bagian bawah dari rongga cetakan.Keuntungan : Logam cair lebih
merata saat menempati ruang rongga pada cetakan dilakukan dari
bawah.Kerugian : Logam cair dapat langsung membeku sebelum mencapai
atas, untuk itu dibutuhkan kecepatan penuangan yang sesuai. Hal ini
dikarenakan saluran yang dilewati logam cair lebih panjang.
Gambar 3.19 Saluran BawahSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
69)
3. Saluran BertingkatSaluran bertingkat mempunyai saluran turun
yang dihubungkan dengan beberapa saluran masuk.Keuntungan : logam
cair dapat mengisi cetakan karena memiliki banyak saluran
masuk.Kerugian : Pembuatan Cetakan yang rumit dan sistem saluran
yang dibuat dapat menjadi panjang.
Gambar 3.20 Saluran BertingkatSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
70)
4. Saluran CincinSaluran yang mempunyai bentuk seperti
cincin
Gambar 3.21 Saluran CincinSumber : Surdia dan Kenji (1991 :
69)
Keuntungan : Logam cair lebih merata pada cetakan terutama untuk
benda benda simetris karena memiliki saluran masuk mengelilingi
pola.Kerugian : Diperlukan temperatur dan kecepatan penuangan yang
tinggi agar logam cair yang dituangkan tidak mengeras sebelum
waktunya.3.2.3 Pelapis3.2.3.1 Fungsi PelapisPelapis adalah suatu
lapisan cetakan dengan bahan grafit atau bubuk mika yang dicampur
air lalu dicatkan atau disemprotkan pada permukaan cetakan yang
memiliki fungsi tertentu.Bahan pelapis mempunyai fungsi sebagai
berikut:1. Mencegah fusi dan pentrasi logam.2. Mendapatkan
permukaan coran yang halus.3. Membuang pasir inti dan pasir cetak
dengan mudah pada waktu pembongkaran.4. Meniadakan cacat-cacat
disebabkan pasir, umpamanya sirip.
3.2.3.2 Syarat PelapisBahan pelapis harus mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut:1. Sifat tahan panas untuk dapat
menerima temperatur ruangan.2. Pelapis setelah kering harus cukup
kuat, tidak rusak karena logam cair.3. tebal pelapis yang cukup
agar dapat mencegah penetrasi logam.4. Gas yang ditimbulkan harus
sedikit.
3.2.3.3 BahanBahan lapisan cetakan untuk cetakan pasir basah
memakai grafit, bubuk mika atau talek yang murni. Bahan ini
ditaburkan atau dicatkan dengan kuas pada permukaan cetakan
basah.Bahan lapisan cetakan untuk cetakan pasir kering memakai:1.
Bubuk grafit atau arang, kalau temperatur penuangan dibawah 1350
CSebagai contoh komposisinya sebagai berikut:a. Campuran grafit 100
(grafit kerak 0-40; grafit tanah (100-60); bentonit 10-20 (lempung
tahan api 20-40).b. Campuran grafit (Grafit kerak 20-50, grafit
tanah atau jelaga kokas 80-50); bentonit 10-20 (tanah lempung tahan
api 20-40). Dalam hal penggunaan lempung tahan api, dicampur gula
tetes 2-5 atau lignin asam sulfonat kurang dari 2 untuk tiap
campuran grafit 100.2. Untuk lapisan cetakan yang mengalami
temperatur penuangan diatas 1350 CSebagai contoh, komposisinya
sebagai berikut:a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 90-80, jelaga
kokas 20); bentonit 10-20.b. Grafit kerak 100, amonium khlorida 0,5
bentonit 10-20.Agar permukaan inti kuat, terutama sifat ketahan
panasnya serta dapat memberikan kehalusan permukaan dan hasil
coran, permukaan inti dapat diberi bahan pelapis dari serbuk
silika, zirkon atau talk dengan campuran air atau alkohol.
3.3 Desain Kerja I3.3.1 Desain Benda Kerja(Terlampir)
3.3.2 Desain Kup dan Drag(Terlampir)
3.3.3 Desain Pola(Terlampir) Perhitungan toleransi
penyusutanPerhitungan ini mengacu pada tabel penyusutan yang
disarankan
Tabel 3.5 Toleransi penyusutan
Sumber : Heine (1978 : 16)Tabel yang digunakan adalah pola
dengan bahan aluminium dimensi pola up to 48 in dengan tipe
konstruksi adalah open construction maka nilai penyusutannya 5/32
in/ft yaitu setiap 1 ft terjadi penyusutan sebesar 5/32 in, dimana
1 in = 25.4 mm I ft = 304.8 mmmaka 5/32 in = 3.968 mm
Perhitungan Toleransia. 75 mm
x = 0,976
b. 40 mm
x = 0,521
c. 20 mm
x = 0,260
d. 60 mm
x = 0,781
e. 15 mm
x = 0,195
f. 10 mm
x = 0,130
g. 5 mm
x = 0,065
Perhitungan toleransi permesinanPerhitungan ini mengacu pada
tabel finishing pola dengan toleransi permesinan
Tabel 3.6 Toleransi Permesinan
Sumber: Heine (1978 : 17)Tabel finishing pola dengan permesinan
adalah bahan yang digunakan aluminium dengan dimensi up to 12 in
sehingga finishing dengan perbandingan 1/16 in dimana 1 in = 25.4
mm sehingga 1/16 in = 1.5875
Toleransi kemiringan polaPerhitungan toleransi ini mengacu pada
buku tata surdia yaitu kemiringan pola sebesar 1/30 dari panjang
benda yang diberi toleransi kemiringan di setiap sisinya.a. 10
mm
Maka diameter akhir polaa. 10 mm11,72 + 2 (1,172) = 14,06 mm
Total toleransia. 75 mm75 mm + 0,976 + 1,5875 = 77,56 mmb. 40
mm40 mm + 0,521 + 1,5875 = 42,11 mmc. 20 mm20 mm + 0,260 + 1,5875 =
21,85 mmd. 60 mm60 mm + 0,781 + 1,5875 = 62,37 mme. 15 mm15 mm +
0,195 + 1,5875 = 16,78 mmf. 10 mm10 mm + 0,130 + 1,5875 = 11,72
mmg. 5 mm5 mm + 0,065 + 1,5875 = 6,65 mm
3.3.4 Desain Sistem Saluran(Terlampir) Volume pola benda =
62962,752 mm3 = 62,96 . 10-6 m3 Luas benda kerja = 13477,274 mm2
Berat benda kerja= = 2710 kg/mm3 x 62,96 . 10-6 m3= 0,171 kg= 0,46
pound
Pouring Time (waktu penuangan)Rumus pouring time berasal dari
satuan British sehingga berat coran yang digunakan satuan poundt =
1,0 (Principle of Metal Casting hal 222)
= 0,672
Langkah I mencari diameter sprue (saluran turun) bawahh = 150
mm2 = 2 = 2 = 54,26 . 10-6 m22 = 54,26 mm2
Diameter sprue bawahA2 = r22r22
r2= 4,16 mmd = 8,32 mm
Langkah II mencari sprue atash = 70 mm2 = 2 = 79,43 mm2
Diameter sprue atasA2 = r22r22
r2 = 5,03 mmd = 10,06 mm
Gating ratioA sprue bawah : A runner : A ingate1 : 3 : 354,26
mm2 : 162,78 mm2 : 162,78 mm2
Luas panjang runner I = 162,78 mm2Panjang sisi runner I = mm2 =
12,76 mm
Luas panjang runner II = 162,78 mm2Panjang sisi runner II = mm2
= 12,76 mm
Perhitungan riser I
11,68Dimana t = 40Maka = 11,6840 r = 11,68 r + 467,240 r 11,68 r
= 467,228,32 r = 467,2r = r = 16,49 mmd = 32,98 mm
Perhitungan riser II
11,68Dimana t = 40Maka = 11,6840 r = 11,68 r + 467,240 r 11,68 r
= 467,228,32 r = 467,2r = r = 16,49 mmd = 32,98 mm
3.3.5 Desain Cetakan Pasir(Terlampir)
3.4 Urutan Kerja Pembuatan Cetakan Pasir3.4.1 Alat dan Bahan1.
Rangka Cetak (Kup dan Drag)Alat ini digunakan sebagai tempat untuk
membuat cetakan pasir
Gambar 3.22 Rangka Cetak (Kup dan Drag)Sumber : Laboratorium
Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya
2. Saluran Masuk dan Saluran PenambahAlat ini digunakan sebagai
tempat mengalirnya logam cair dalam cetakan
Gambar 3.23 Saluran Masuk dan Saluran PenambahSumber :
Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas
Brawijaya
3. PolaAlat ini digunakan untuk membuat bentuk/rongga cetakan
benda cor
Gambar 3.24 PolaSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik
Mesin Universitas Brawijaya
4. Sand MollenAlat ini digunakan untuk mencampur pasir,
bentonite, dan air
Gambar 3.25 Sand MollenSumber : Laboratorium Pengecoran Logam
Teknik Mesin Universitas Brawijaya
5. Papan datarAlat ini digunakan sebagai tempat landasan dalam
membuatcetakan
Gambar 3.26 Papan datarSumber : Laboratorium Pengecoran Logam
Teknik Mesin Universitas Brawijaya
6. KameraDigunakan sebagai alat dokumentasi
Gambar 3.27 Kamera Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik
Mesin Universitas Brawijaya
3.4.2 Urutan Kerja 1. Aduk pasir cetak dengan komposisi tertentu
dengan sand mollen agar campurannya merata2. Letakan pola cetakan
pada papan datar berikut dengan drag, kemudian masukan pasir cetak
dan padatkan hingga merata dan padat memenuhi drag. Ratakan
permukaan pasir cetak bagian atas dengan papan kayu.3. Balik drag,
kemudian taburi pola dengan grafit. Sedangkan untuk pasir cetak,
taburi dengan pasir silika halus agar pola dan pasir cetak tidak
lengket, kemudian ratakan dengan kuas secara hati-hati.4. Letakan
kup di atas drag, kemudian letakan saluran turun dan saluran
penambah.5. Isi kup dengan pasir cetak, padatkan dan selama
pemadatan jangan sampai saluran turun dan saluran penambah berubah
posisi. 6. Ambil saluran turun, saluran penambah dengan hati-hati
jangan sampai pasir ikut terangkat.7. Angkat kup dari drag secara
hati-hati, kemudian ambil polanya. Apabila masih ada kerusakan,
maka tempatkan kembali pola ke posisi semula dan isi bagian-bagian
yang rusak tersebut dengan pasir cetak.8. Taburi rongga bekas pola
tesebut dengan grafit, kemudian ratakan dengan kuas secara
hati-hati. 9. Letakan kembali kup di atas drag, kemudian cetakan
yang sudah jadi tersebut letakan di tempat yang datar dan aman, di
atas cetakan di beri pemberat.
3.5 Studi Kasus dan Analisa3.5.1 Studi kasusDari praktikum
pembuatan cetakan I, didapatkan hasil cetakan dengan permasalahan
sebagai berikut :1. Banyaknya butiran pasir yang terjatuh pada
rongga cetakan pada saat pelepasan pola
Gambar 3.28 Banyaknya butiran pasir yang terjatuh pada rongga
cetakan pada saat pelepasan polaSumber : Laboratorium Pengecoran
Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya
2. Kurang kuatnya cetakan pasir terutama bagian yang
bersudut
Gambar 3.29 Kurang kuatnya cetakan pasir terutama bagian yang
bersudutSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin
Universitas Brawijaya
3. Ketidakpresisian pola
Gambar 3.30 Ketidakpresisian pola Sumber : Laboratorium
Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya
3.5.2 AnalisaHal-hal yang menyebabkan permasalahan tersebut
adalah1. Kurang meratanya campuran antara air, bentonit, dan pasir
sehingga ada pasir yang belum berikatan dengan bentonit, selain itu
juga kurangnya pemadatan yang dilakukan sehingga banyak rongga
antar butir2. Kurangnya penekanan pada saat pembuatan cetakan,
terutama pada bagian yang bersudut sehinggan cetakan kurang
padat.3. Kurangnya ketelitian dimensi dalam pembuatan pola
3.5.3 Pemecahan Masalah1. Agar butiran tidak banyak terjatuh,
pencampuran dilakukan secara merata dan dilakukan penekanan yang
cukup2. Pada bagian bersudut, pasir cetak lebih dipadatkan 3. Lebih
teliti lagi dalam pembuatan pola (saat pemukuran dan pemotongan
pola)
3.6 Desain Kerja II3.6.1 Desain Benda Kerja(Terlampir)
3.6.2 Desain Kup dan Drag(Terlampir)
3.6.3 Desain Pola(Terlampir) Perhitungan toleransi
penyusutanPerhitungan ini mengacu pada tabel penyusutan yang
disarankan
Tabel 3.7 Toleransi penyusutan
Sumber: Heine (1978 : 16)
Tabel yang digunakan adalah pola dengan bahan aluminium dimensi
pola up to 48 in dengan tipe konstruksi adalah open construction
maka nilai penyusutannya 5/32 in/ft yaitu setiap 1 ft terjadi
penyusutan sebesar 5/32 in, dimana 1 in = 25.4 mm I ft = 304.8
mmmaka 5/32 in = 3.968 mm
Perhitungan Toleransih. 75 mm
x = 0,976
i. 40 mm
x = 0,521
j. 20 mm
x = 0,260
k. 60 mm
x = 0,781
l. 15 mm
x = 0,195
m. 10 mm
x = 0,130
n. 5 mm
x = 0,065
Perhitungan toleransi permesinanPerhitungan ini mengacu pada
tabel finishing pola dengan toleransi permesinan
Tabel 3.8 Toleransi Permesinan
Sumber: Heine (1978 : 17)
Tabel finishing pola dengan permesinan adalah bahan yang
digunakan aluminium dengan dimensi up to 12 in sehingga finishing
dengan perbandingan 1/16 in dimana 1 in = 25.4 mm sehingga 1/16 in
= 1.5875
Toleransi kemiringan polaPerhitungan toleransi ini mengacu pada
buku tata surdia yaitu kemiringan pola sebesar 1/30 dari panjang
benda yang diberi toleransi kemiringan di setiap sisinya.a. 10
mm
Maka diameter akhir polab. 10 mm11,72 + 2 (1,172) = 14,06 mm
Total toleransia. 75 mm75 mm + 0,976 + 1,5875 = 77,56 mmb. 40
mm40 mm + 0,521 + 1,5875 = 42,11 mmc. 20 mm20 mm + 0,260 + 1,5875 =
21,85 mmd. 60 mm60 mm + 0,781 + 1,5875 = 62,37 mme. 15 mm15 mm +
0,195 + 1,5875 = 16,78 mmf. 10 mm10 mm + 0,130 + 1,5875 = 11,72
mmg. 5 mm5 mm + 0,065 + 1,5875 = 6,65 mm
3.6.4 Desain Sistem Saluran(Terlampir) Volume pola benda =
62962,752 mm3 = 62,96 . 10-6 m3 Luas benda kerja = 13477,274 mm2
Berat benda kerja= = 2710 kg/mm3 x 62,96 . 10-6 m3= 0,171 kg= 0,46
pound
Pouring Time (waktu penuangan)Rumus pouring time berasal dari
satuan British sehingga berat coran yang digunakan satuan poundt =
1,0 (Principle of Metal Casting hal 222)
= 0,672
Langkah I mencari diameter sprue (saluran turun) bawahh = 150
mm2 = 2 = 2 = 54,26 . 10-6 m22 = 54,26 mm2
Diameter sprue bawahA2 = r22r22
r2 = 4,16 mmd = 8,32 mm
Langkah II mencari sprue atash = 70 mm2 = 2 = 79,43 mm2
Diameter sprue atasA2 = r22r22
r2 = 5,03 mmd = 10,06 mm
Gating ratioA sprue bawah : A runner : A ingate1 : 3 : 354,26
mm2 : 162,78 mm2 : 162,78 mm2
Luas panjang runner I = 162,78 mm2Panjang sisi runner I = mm2 =
12,76 mmLuas panjang runner II = 162,78 mm2Panjang sisi runner II =
mm2 = 12,76 mm
Perhitungan riser I
11,68Dimana t = 40Maka = 11,6840 r = 11,68 r + 467,240 r 11,68 r
= 467,228,32 r = 467,2r = r = 16,49 mmd = 32,98 mmPerhitungan riser
II
11,68Dimana t = 40Maka = 11,6840 r = 11,68 r + 467,240 r 11,68 r
= 467,228,32 r = 467,2r = r = 16,49 mmd = 32,98 mm3.6.5 Desain
Cetakan Pasir(Terlampir)
3.7 Studi Kasus Dan Analisa3.7.1 Studi KasusDari praktikum
pembuatan cetakan II, didapatkan hasil cetakan dengan permasalahan
sebagai berikut :1. Banyaknya butiran pasir yang terjatuh pada
rongga cetakan pada saat pelepasan pola
Gambar 3.31 Banyaknya butiran pasir yang terjatuh pada rongga
cetakan pada saatpelepasan polaSumber : Laboratorium Pengecoran
Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya
2. Kurang kuatnya cetakan pasir terutama bagian yang
bersudut
Gambar 3.32 Kurang kuatnya cetakan pasir terutama bagian yang
bersudutSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin
Universitas Brawijaya
3.7.2 AnalisaHal-hal yang menyebabkan permasalahan tersebut
adalah1. Kurang meratanya campuran antara air, bentonit, dan pasir
sehingga ada pasir yang belum berikatan dengan bentonit, selain itu
juga kurangnya pemadatan yang dilakukan sehingga banyak rongga
antar butir2. Kurangnya penekanan pada saat pembuatan cetakan,
terutama pada bagian yang bersudut sehinggan cetakan kurang
padat.
3.7.3 Pemecahan Masalah1. Agar butiran tidak banyak terjatuh,
untuk pencampuran antara pasir, bentonite dan air dilakukan secara
merata, kalau bisa menggunakan alat bantu agar hasilnya bisa
maksimal dan juga dilakukan penekanan yang cukup2. Pada bagian
bersudut, hendaknya bisa ditekan dengan jari sehingga pada bagian
tersebut tidak mengalami retakan
3.8 Kesimpulan dan Saran 3.8.1 Kesimpulan 1. Untuk cara
mendesain pola hal yang diperhatikan adalah perhitungan pada
kemiringan, penyusutan, dan pengerjaan mesin harus sangat teliti.
Karena jika tidak maka pada saat pembuatan cetakan akan kesulitan
untuk mencabut atau mengambil pola dari pasir cetak dan juga
kesulitan pada pembuatan itu sendiri. 2. Untukpemilihan pola,
saluran, dan cetakan yang cocok itu tergantung dari jenis pola
tersebut dan juga tingkat kesulitan pada pembuatan saluran 3. Macam
macam bentuk pola ada banyak, tergantung pada jenis pola apa yang
akan dipakai pada saat pembuatan cetakan pasir dan itu dilihat dari
keuntungan dan kekurangan jenis pola yang akan dipakai. Untuk
saluran praktikan bisa menganalisa jenis pola yang akan dipakai.
Ini dapat ditinjau dari kesulitan, harga, dan efisiensinya.
Sedangkan untuk cetakan kami menggunakan pasir karena masih dalam
pembelajaran.
3.8.2 Saran1. Untuk pencampuran pasir, bentonit, dan air pada
saat pembuatan cetakan pasir diharapkan bisa memakai alat bantu
agar hasil pencampurannya bisa merata 2. Untuk praktikan diharapkan
bisa menepati waktu saat asistensi dan menyelesaikan tugas yang
diberikan 3. Untuk praktikan diharapkan bisa bekerja sama saat
penyelesaian tugas dan juga pada saat pembuatan cetakan pasir I dan
II serta pada saat penuangan logam.