Top Banner
Xplore (e-ISSN:2655-2744), Vol 9 No 1 (2020):1-9 Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di Provinsi DKI Jakarta Ayu Annisa Rahmah * , Itasia Dina Sulvianti * , Cici Suhaeni * , Bimandra Adiputra Djaafara * Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor Eijkman-Oxford Clinical Research Unit Jakarta Abstrak—Measles is one of the infectious caused by virus. The disease is easily transmitted and has become one of the main causes of child mortality especially toddlers. In 2016, Jakarta experienced the highest measles case in the last ten years and found the difference in the number of measles cases in each sub-district of Jakarta. This can be caused by the existence of effect of spatial location i.e. spatial heterogeneity. Geographically weighted regression (GWR) is a method that can be applied to address the presence of spatial heterogeneity in the process of developing the model. In this study, the weighting function used was the Gaussian kernel. The modelling process generated 42 local models at sub-district level. Explanatory variables that influence the incidence rate of measles in toddlers (Y) signicantly are the percentage of immunization coverage measles (X1), the total annual rainfall (X4), and the percentage of the number of toddlers (X5). In this study, the GWR model is better than multiple linear regression model which were indicated by higher value of R 2 and smaller value of AIC. Kata kunci—fungsi kernel Gaussian; heterogenitas spasial; incidence rate campak; regresi terboboti geografis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Measles atau biasa dikenal di Indonesia sebagai campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling mudah menular (WHO, 2017). Berdasarkan data WHO, campak telah menyebabkan 2.6 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 1980. Angka tersebut sebagian besar berasal dari anak-anak beru- sia di bawah lima tahun. Sedangkan di Indonesia dari tahun 2006 sampai 2016 diperkirakan terdapat 176 944 kasus campak di Indonesia. Sedangkan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2016, banyaknya kasus penderita campak tertinggi berturut-turut ditempati oleh Jakarta Timur dengan 803 kasus, Jakarta Barat sebanyak 792 kasus, Jakarta Selatan sebanyak 543 kasus, Jakarta Utara sebanyak 509 kasus, Jakarta Pusat sebanyak 464 kasus, dan Kepulauan Seribu sebanyak 1 kasus. Penyakit campak dapat disebabkan oleh beber- apa faktor risiko. Menurut Abdullatif (2012), risiko penyakit campak dapat disebabkan oleh banyaknya penduduk miskin, kepadatan penduduk, cakupan imunisasi campak, temperatur, curah hujan dan kelembapan. Sedangkan menurut WHO (2017), risiko penyakit campak dapat disebabkan oleh jum- lah fasilitas kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan. Pada kasus campak di DKI Jakarta tahun 2016, nampak terlihat adanya perbedaan banyaknya pen- derita campak di setiap kota/kabupaten DKI Jakarta. Hal ini dapat dimungkinkan oleh adanya faktor lokasi, dimana di setiap kabupaten/kota memiliki karakteristik geogras, sosial budaya, dan ekonomi yang berbeda sehingga membuat faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kasus penderita campak kabupaten/kota di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Faktor lokasi ini dapat disebut den- gan efek spasial, yaitu heterogenitas spasial. Selain itu, pengamatan di daerah tertentu dapat dipengaruhi oleh pengamatan di daerah sekitarnya. Hal ini sesuai dengan Hukum I Tobler yang meny- atakan ”Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh” (Anselin, 1988). Oleh karena itu, daerah dengan tingkat penderita campak yang tinggi cenderung dikelilingi oleh daerah dengan tingkat penderita campak yang cukup tinggi pula. Hukum I Tobler berkaitan dengan salah satu pengaruh efek spasial, yaitu ketergantungan spasial. Pengidentifikasian faktor-faktor yang berpen- garuh terhadap kasus penderita campak di DKI
9

Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

Xplore (e-ISSN:2655-2744), Vol 9 No 1 (2020):1-9

Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak padaBalita di Provinsi DKI Jakarta

Ayu Annisa Rahmah∗, Itasia Dina Sulvianti∗, Cici Suhaeni∗, Bimandra Adiputra Djaafara†∗Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor†Eijkman-Oxford Clinical Research Unit Jakarta

Abstrak—Measles is one of the infectious caused byvirus. The disease is easily transmitted and has become oneof the main causes of child mortality especially toddlers.In 2016, Jakarta experienced the highest measles casein the last ten years and found the difference in thenumber of measles cases in each sub-district of Jakarta.This can be caused by the existence of effect of spatiallocation i.e. spatial heterogeneity. Geographically weightedregression (GWR) is a method that can be applied toaddress the presence of spatial heterogeneity in the processof developing the model. In this study, the weightingfunction used was the Gaussian kernel. The modellingprocess generated 42 local models at sub-district level.Explanatory variables that influence the incidence rateof measles in toddlers (Y) signicantly are the percentageof immunization coverage measles (X1), the total annualrainfall (X4), and the percentage of the number of toddlers(X5). In this study, the GWR model is better than multiplelinear regression model which were indicated by highervalue of R2 and smaller value of AIC.

Kata kunci—fungsi kernel Gaussian; heterogenitasspasial; incidence rate campak; regresi terboboti geografis

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Measles atau biasa dikenal di Indonesia sebagaicampak merupakan salah satu penyakit infeksi yangpaling mudah menular (WHO, 2017). Berdasarkandata WHO, campak telah menyebabkan 2.6 jutakematian di seluruh dunia pada tahun 1980. Angkatersebut sebagian besar berasal dari anak-anak beru-sia di bawah lima tahun. Sedangkan di Indonesiadari tahun 2006 sampai 2016 diperkirakan terdapat176 944 kasus campak di Indonesia. Sedangkan diProvinsi DKI Jakarta tahun 2016, banyaknya kasuspenderita campak tertinggi berturut-turut ditempatioleh Jakarta Timur dengan 803 kasus, Jakarta Baratsebanyak 792 kasus, Jakarta Selatan sebanyak 543

kasus, Jakarta Utara sebanyak 509 kasus, JakartaPusat sebanyak 464 kasus, dan Kepulauan Seribusebanyak 1 kasus.

Penyakit campak dapat disebabkan oleh beber-apa faktor risiko. Menurut Abdullatif (2012), risikopenyakit campak dapat disebabkan oleh banyaknyapenduduk miskin, kepadatan penduduk, cakupanimunisasi campak, temperatur, curah hujan dankelembapan. Sedangkan menurut WHO (2017),risiko penyakit campak dapat disebabkan oleh jum-lah fasilitas kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan.Pada kasus campak di DKI Jakarta tahun 2016,nampak terlihat adanya perbedaan banyaknya pen-derita campak di setiap kota/kabupaten DKI Jakarta.Hal ini dapat dimungkinkan oleh adanya faktorlokasi, dimana di setiap kabupaten/kota memilikikarakteristik geogras, sosial budaya, dan ekonomiyang berbeda sehingga membuat faktor-faktor risikoyang berkaitan dengan kasus penderita campakkabupaten/kota di suatu daerah berbeda dengandaerah lainnya. Faktor lokasi ini dapat disebut den-gan efek spasial, yaitu heterogenitas spasial.

Selain itu, pengamatan di daerah tertentu dapatdipengaruhi oleh pengamatan di daerah sekitarnya.Hal ini sesuai dengan Hukum I Tobler yang meny-atakan ”Segala sesuatu saling berhubungan satudengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebihmempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh”(Anselin, 1988). Oleh karena itu, daerah dengantingkat penderita campak yang tinggi cenderungdikelilingi oleh daerah dengan tingkat penderitacampak yang cukup tinggi pula. Hukum I Toblerberkaitan dengan salah satu pengaruh efek spasial,yaitu ketergantungan spasial.

Pengidentifikasian faktor-faktor yang berpen-garuh terhadap kasus penderita campak di DKI

Page 2: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

2 Xplore, Vol 9(1):1-9 Rahmah et al.

Jakarta dapat dilakukan dengan pemodelan. Halini dapat dilakukan dengan analisis regresi, yaitusuatu metode untuk memodelkan hubungan antarapeubah respon dengan peubah penjelas. Namunpada kenyataannya terkadang kondisi banyaknyapenderita campak pada suatu lokasi tidak selalusama dengan lokasi yang lain. Kondisi ini mungkindipengaruhi oleh efek spasial. Jika terdapat hetero-genitas spasial, maka asumsi kehomogenan ragamsisaan menjadi sulit terpenuhi, sehingga model yangdapat digunakan adalah model regresi terboboti ge-ografis (RTG). Jika terdapat efek spasial yaitu keter-gantungan spasial, maka asumsi kebebasan sisaanmenjadi sulit terpenuhi, sehingga model yang dapatdigunakan adalah model regresi spasial.

B. TujuanTujuan dari penelitian ini adalah memodelkan

incidence rate penyakit campak pada balita diDKI Jakarta tahun 2016 untuk melihat faktor-faktorrisiko yang berpengaruh signifikan terhadap keja-dian campak pada balita di DKI Jakarta.

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda merupakan perluasan darimodel regresi sederhana. Model ini digunakan un-tuk mengevaluasi hubungan antara peubah respondengan beberapa peubah penjelas. Menurut Draperand Smith (1992), model regresi berganda dapatdinyatakan sebagai berikut:

y = XB + e (1)

dengan y adalah vektor amatan peubah respon yangberukuran n× 1, X adalah matriks peubah penjelasberukuran n × (k + 1), B adalah vektor parameterregresi berukuran (k+1)×1, e adalah vektor sisaanberukuran n×1, dengan n adalah banyaknya amatandan k adalah banyaknya peubah penjelas.

Persamaan pendugaan parameter pada regresiberganda dengan menggunakan metode kuadratterkecil (MKT) dapat dinyatakan sebagai berikut:

B = (X′X)−1X′y (2)

Menurut Gujarati (2004), metode regresi lin-ier berganda memiliki asumsi-asumsi yang harusdipenuhi yaitu sisaan menyebar normal, ragam

sisaan homogen, sisaan saling bebas, dan tidak adamultikolinieritas.

B. Uji Efek SpasialPengujian efek spasial berhubungan dengan

keheterogenan spasial dan ketergantungan spasial.Heterogenitas spasial atau keragaman spasial adalahperbedaan karakteristik lingkungan dan geografisantar lokasi pengamatan sehingga masing-masingpengamatan kemungkinan memiliki variasi yangberbeda atau terdapat perbedaan pengaruh peubahpenjelas terhadap peubah respon untuk setiaplokasi pengamatan. Menurut Anselin (1988), untukmengidentifikasi adanya keragaman spasial dapatdilakukan dengan uji Breusch-Pagan. Hipotesispada uji Breusch-Pagan adalah :H0 : σ2(ui, vi) = ... = σ2(un, vn) = σ2

H1 : minimal ada satu σ2(ui, vi) 6= σ2(uj, vj) untuki 6= j

Statistik uji:

BP = (1

2)h′z(z′z)−1z′h (3)

dengan,

h = (e2iσ2− 1) (4)

z adalah vektor amatan peubah respon y yangberukuran (n × 1) dan sudah dibakukan untukpengamatan ke-i. Sedangkan e2i adalah kuadratsisaan untuk pengamatan ke-i dan σ2 merupakanragam dari ei. Kriteria uji pada uji ini adalah tolakH0 jika nilai BP lebih besar dari χ2

(k) dengan χ2(k)

merupakan nilai tabel khi-kuadrat dengan derajatbebas k.

Ketergantungan spasial atau autokorelasi spasialdidefinisikan sebagai penilaian korelasi antar penga-matan/lokasi pada suatu variabel. Autokorelasispasial melihat kemiripan antara satu lokasi denganlokasi lainnya berdasarkan kondisi atau fenomenayang terjadi pada lokasi tersebut (Lee and Wong,2001). Indeks Moran merupakan salah satu metodeyang sering digunakan untuk mengukur autokorelasispasial. Perhitungan autokorelasi spasial menggu-nakan Indeks Moran sebagai berikut :

I =n∑ni=1

∑nj=1wij(ei − e)(ej − e)∑n

i=1

∑nj=1wij

∑ni=1(ei − e)2

(5)

Page 3: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campakpada balita di Provinsi DKI Jakarta Xplore, Vol 9(1):1-9 3Keterangan :

I : Indeks morann : Banyaknya pengamatane : Rata-rata nilai sisaanei : Nilai sisaan pada lokasi ke-iej : Nilai sisaan pada lokasi ke-jwij : Elemen matriks pembobot terstandarisasi

antara lokasi ke-i dan ke-j

Pada penelitian ini, dalam menghitung wij yangsudah terstandarisasi pada Indeks Moran dapatmenggunakan pembobotan kebertetanggaan sisi dansudut (queen contiguity). Matriks pembobot inimemberi nilai 1 untuk seluruh wilayah yang bers-inggungan dengan wilayah pengamatan dan mem-beri nilai 0 untuk wilayah lainnya. Formula ma-triks pembobot queen contiguity yang sudah terstan-darisasi dapat dinyatakan sebagai berikut:

wij =cij∑nj=1 cij

(6)

dengan cij adalah elemen matriks kebertetanggaanbaris ke-i dan kolom ke-j.

Rentang nilai dari Indeks Moran dengan matrikspembobot terstandarisasi berkisar antara -1 sampai1. Nilai Indeks Moran bernilai nol mengindikasikantidak bergerombol atau berpola acak, nilai IndeksMoran berkisar 0 < I ≤ 1 mengindikasikanautokorelasi spasial positif, dan nilai Indeks Moranberkisar -1 ≤ I < 0 mengindikasikan autokorelasispasial negatif. Kemudian, uji signifikansi IndeksMoran dapat dituliskan dengan hipotesis sebagaiberikut:H0 : I = 0H1 : I 6= 0

Statistik uji :

Z(I) =I − E(I))√var(I)

(7)

dengan,

E(I) = − 1

n− 1(8)

V ar(I) =n2S1 − n2S2 + 3S2

0

(n2 − 1)S20

− [E(I)]2 (9)

S0 =n∑i=1

n∑j=1

Wij (10)

S1 =1

2

n∑i=1

n∑j=1

(Wij +Wji)2 (11)

S2 =n∑i=1

(n∑j=1

Wij +n∑j=1

Wji)2 (12)

Kriteria uji pada uji ini adalah tolak H0 jika nilaimutlak Z(I) lebih besar dari Zα/2 dengan Zα/2merupakan nilai Z tabel dengan parameter α/2 ataunilai-p lebih kecil dari α dengan α merupakan tarafnyata.

C. Regresi Terboboti GeografisRegresi terboboti geografis (RTG) merupakan

salah satu pendekatan titik yang efektif untuk men-gatasi data yang memiliki heterogenitas spasial.Pada dasarnya, model RTG membawa kerangkamodel regresi linier klasik menjadi model regresiterboboti yang bersifat lokal (Fotheringham et al.,2002). Oleh karena itu, nilai parameter model RTGberbeda pada setiap lokasi karena dihitung padasetiap lokasi pengamatan. Secara umum model RTGdapat dituliskam sebagai berikut:

yi = β0(ui, vi) +k∑l=1

βl(ui, vi)xil + εi (13)

Keterangan :

yi : Nilai amatan peubah respon ke-iβ0(ui, vi) : Nilai intersep pada pengamatan ke-iβl(ui, vi) : Nilai parameter ke-l dari pengamatan ke-ixil : Nilai amatan peubah penjelas ke-l pada

pengamatan ke-iεi : Nilai sisaan regresi antara peubah penjelas

dengan peubah respon pengamatan ke-idengan i=1,2,..,n

(ui, vi) : Menyatakan koordinat lokasi (bujur,lintang) pengamatan ke-i

Persamaan pendugaan parameter RTG denganmetode kuadrat terkecil terboboti (Weighted LeastSquare) dapat dinyatakan sebagai berikut:

B(i) = (X′W(i)X)−1X′W(i)y (14)

dengan W(i) adalah matriks diagonal berukuran (n× n) yang merupakan matriks pembobot spasial

Page 4: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

4 Xplore, Vol 9(1):1-9 Rahmah et al.

lokasi ke-i dengan nilai unsur-unsur diagonalnyaditentukan oleh jarak antar lokasi pengamatan ke-idengan lokasi lainnya (lokasi ke-j) dan unsur selaindiagonalnya bernilai nol.

D. Pembobot Model Regresi Terboboti GeografisPada RTG, fungsi pembobot memiliki peran yang

sangat penting karena mewakili letak data penga-matan satu dengan pengamatan lainnya. PembobotRTG dapat ditentukan dengan menggunakan beber-apa fungsi, salah satunya fungsi kernel Gaussian.Fungsi tersebut dinyatakan dengan:

Wij = exp(−1

2(dijb

)2) (15)

dij merupakan jarak Euclidean antara lokasi (ui, vi)ke lokasi (uj, vj) dengan persamaan sebagai berikut:

dij =√

(ui − uj)2 + (vi − vj)2 (16)

b adalah bandwidth atau lebar jendela yang di-analogikan sebagai radius (b) suatu lingkaran, se-hingga sebuah titik lokasi pengamatan yang beradadalam radius lingkaran masih dianggap berpengaruhdalam membentuk parameter di titik lokasi penga-matan ke-i. Salah satu teknik untuk mendapatkannilai lebar jendela optimum adalah dengan teknikvalidasi silang (cross validation). Validasi silangdapat dirumuskan sebagai berikut:

n∑i=1

[yi − y 6=i(b)]2 (17)

y 6=i(b) adalah nilai dugaan yi dengan nilai penga-matan lokasi ke-i dihilangkan dari proses pen-dugaan. Nilai lebar jendela optimum diperoleh saatCV bernilai minimum.

E. Uji Signifikansi Parameter RTGPengujian parameter secara parsial dilakukan

untuk mengetahui faktor-faktor yang signifikan ataumemengaruhi peubah responnya pada tiap lokasi.Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :H0 : βl(ui, vi) = 0H1 : βl(ui, vi) 6= 0, untuk l = 1, 2, .., k; i = 1, 2, .., n

Statistik uji:

tl(ui, vi) =βl(ui, vi)

SE(βl(ui, vi))(18)

dengan βl(ui, vi) = Cy, SE(βl(ui, vi)) =√cllσ2, cll

adalah unsur diagonal matriks CC′ dimana matriksC = (X′W(ui, vi)X)−1X′W(ui, vi). σ2 adalah nilaikuadrat tengah galat model RTG, dan v adalahderajat bebas (n-k-1). Kriteria uji pada uji ini adalahtolak H0 jika nilai mutlak tl(ui, vi) lebih besar daritv,α/2 dengan tv,α/2 merupakan nilai t-tabel denganderajat bebas v.

F. Pemilihan Model TerbaikAnalisis ragam dapat digunakan untuk menguji

apakah terdapat perbedaan yang signifikan antaramodel RTG dengan model regresi linier berganda.Menurut Brunsdon et al. (1999), pengujian inidapat dituliskan dengan hipotesis sebagai berikut:H0 : βl = βl(ui, vi)H1 : βl 6= βl(ui, vi)

Statistik uji:

Fhit =(JKGMKT − JKGRTG)/v

JKGRTG/d1(19)

dengan JKGMKT adalah jumlah kuadrat galatdari model regresi linier berganda, JKGRTG

adalah jumlah kuadrat galat dari model RTG. Ni-lai Fhit akan mendekati sebaran-F dengan de-rajat bebas pembilang v2/v∗ dan derajat bebaspenyebut d21/d2, dengan di = tr[(I − S1)

′(I −

S1)]i, i = 1, 2 dimana S0 = X(X′X)−1X′, S1 =

X(X′W(u1, v1)X)−1X′W(u1, v1), dengan S0 dan S1merupakan matriks hat dari regresi linier bergandadan RTG. Nilai v = tr(R0 − R1) dan v∗ =tr[(R0 − R1)

2] dengan R0 = tr[(I − S0)′(I − S0)]

dan R1 = tr[(I − S1)′(I − S1)] . Kriteria uji pada

analisis ragam adalah tolak H0 jika nilai Fhit lebihbesar dari Fα(v21/v2,d21/d2).

Pemilihan model terbaik antara regresi linierberganda dengan RTG dapat dilakukan dengan duacara, yaitu dengan melihat nilai R2 yang terbesardan nilai Akaike Information Criterion (AIC) yangterkecil. Menurut Fotheringham et al. (2002) per-samaan AIC dapat dituliskan sebagai berikut:

AIC = 2nloge(σ) + nloge(2π) + n+ tr(S) (20)

dengan σ =√KTG, KTG adalah kuadrat tengah

galat, n adalah jumlah amatan, dan tr(S) adalahteras dari matriks proyeksi yang mentransformasivektor y dari vektor y pengamatan (y = Sy).

Page 5: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campakpada balita di Provinsi DKI Jakarta Xplore, Vol 9(1):1-9 5

Sedangkan persaamaan R2 dapat dituliskan sebagaiberikut :

R2 = 1− JKG

JKT(21)

dengan JKG =∑ni=1(yi− yi)2, JKT =

∑ni=1(yi−

yi)2, dimana yi adalah nilai amatan peubah respon

ke-i, yi adalah nilai dugaan peubah respon ke-i, dany adalah rata-rata peubah respon.

III. METODOLOGI

A. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalahdata sekunder yang diperoleh dari website Departe-men Surveilens dan Imunisasi Dinas KesehatanProvinsi DKI Jakarta, website Pemerintah ProvinsiDKI Jakarta, website International Research Insti-tute for Climate and Society Columbia University,dan website Badan Pusat Statistik (BPS) di masing-masing kota Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016.Adapun amatan yang digunakan dalam penelitian iniada sebanyak 42 kecamatan di Provinsi DKI Jakarta.Peubah yang digunakan terdapat pada Tabel 1.

Tabel IDAFTAR PEUBAH YANG DIGUNAKAN

Peubah Keterangan Satuan

Y Incidence rate campak balita per 100 000balita

orang

X1 Persentase cakupan imunisasi campak padatahun 2016

%

X2 Kepadatan penduduk orang/km2

X3 Jumlah fasilitas kesehatan per 100 000 pen-duduk

unit

X4 Total curah hujan tahunan mmX5 Persentase banyaknya balita %

B. Prosedur Analisis Data

Tahapan analisis data yang dilakukan dalampenelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Melakukan eksplorasi data pada keenampeubah yang digunakan untuk melihat karak-teristik data secara umum.

2) Melakukan pendugaan parameter model re-gresi linier berganda dengan metode kuadratterkecil dan memilih peubah penjelas yangberpengaruh.

3) Melakukan pemeriksaan asumsi dari modelregresi linier berganda.

a) Pemeriksaan asumsi multikolinieritaspada peubah penjelas dengan melihatnilai Variance Inflation Factor (VIF).

b) Pemeriksaan asumsi kenormalan sisaandengan uji Kolmogorov-Smirnov.

c) Pemeriksaan asumsi kebebasan sisaandengan uji Runs-Test.

d) Pemeriksaan asumsi kehomogenanragam sisaan dengan uji Gletjser.

e) Jika keempat asumsi model regresi lin-ier berganda terpenuhi maka pemodelanyang digunakan adalah pemodelan re-gresi linier berganda, sedangkan jika adasalah satu asumsi yaitu kehomogenanragam sisaan atau kebebasan sisaan tidakterpenuhi maka lanjut ke langkah (4).

4) Melakukan uji efek spasial pada sisaan modelregresi linier berganda dengan uji Breusch-Pagan untuk melihat keheterogenan spasialdan uji Indeks Moran untuk melihat ketergan-tungan spasial. Jika Breusch-Pagan terima H0dan Indeks Moran tolak H0 maka pemode-lan yang digunakan adalah pemodelan regresispasial. Jika Breusch-Pagan tolak H0 dan In-deks Moran terima H0 dapat melanjutkan kelangkah (5).

5) Melakukan analisis regresi terboboti ge-ografis.

a) Menentukan titik koordinat (lintang, bu-jur) tiap kecamatan.

b) Menghitung jarak Euclidean antar keca-matan.

c) Menentukan bandwidth optimumberdasarkan CV minimum.

d) Menghitung matriks pembobot tiap ke-camatan dengan fungsi kernel Gaussian.

e) Melakukan pendugaan parameter regresimenggunakan bandwidth optimum.

f) Melakukan uji signifikansi parameterRTG yang didapat.

6) Membandingkan model regresi linierberganda dengan model RTG

a) Melakukan uji F untuk mengetahuiadanya perbedaan yang signifikan antaramodel regresi linier berganda dengan

Page 6: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

6 Xplore, Vol 9(1):1-9 Rahmah et al.

model RTG.b) Memilih model terbaik dengan menggu-

nakan R2 dan AIC. Model dengan nilaiR2 terbesar dan nilai AIC terkecil adalahmodel yang dipilih.

Software yang digunakan dalam penelitian iniadalah QGIS 2.81 dan R 3.5.0.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Eksplorasi Data

Gambar 1. Peta sebaran IR campak pada balita di DKI Jakarta

Pendeskripsian sebaran IR campak pada balitadi Provinsi DKI Jakarta dilakukan pengelompokanberdasarkan jurnal Kidd et al. (2012). Pada Gam-bar 1 terlihat bahwa penyebaran penderita penyakitcampak pada balita terbagi menjadi empat kelom-pok. Hampir 50% atau sekitar 21 kecamatan pen-derita campak pada balita berada di kelompok keduayaitu berkisar 300-600 kasus per 100 000 balita.Kemudian, terdapat tiga kecamatan yang memilikinilai IR campak tertinggi yaitu Kecamatan TanjungPriok, Koja, dan Cilincing yang berada dikisar lebihdari 900 kasus per 100 000 balita. KecamatanTanjung Priok memiliki nilai IR campak palingtinggi diantara dua kecamatan tersebut dengan nilaisebesar 2233.765 atau sebanyak 2 234 kasus balitaterkena penyakit campak per 100 000 balita selamatahun 2016. Hal ini dikarenakan di KecamatanTanjung Priok memiliki nilai persentase cakupanimunisasi campak yang masih di bawah dari tar-get Indonesia (95%) yaitu sebesar 87.44%. Keca-matan di Provinsi DKI Jakarta memiliki IR campakyang beragam atau berbeda-beda. Selain itu, gambartersebut juga menunjukkan pola yang cenderung

acak atau tidak bergerombol. Adanya keragamandan pola acak ini dimungkinkan dipengaruhi olehfaktor lokasi.

B. Pemodelan dengan Regresi Linier BergandaAnalisis regresi linier berganda dilakukan guna

untuk mendapatkan peubah yang signifikan berpen-garuh secara linier terhadap IR campak pada balita.Peubah dikatakan signifikan jika nilai-p lebih ke-cil dari taraf nyata 0.05 dengan kata lain to-lak H0. Peubah penjelas yang berpengaruh sig-nifikan terhadap IR campak pada balita adalahpeubah persentase cakupan imunisasi campak (X1),total curah hujan tahunan (X4), dan persentasebanyaknya balita (X5). Kemudian peubah-peubahpenjelas tersebut dipilih untuk digunakan analisis re-gresi linier berganda kembali, sehingga dari analisistersebut mendapatkan model persamaan garis untukdugaan peubah respon sebagai berikut :

y = 4823.2228− 46.5053X1 − 0.2926X4

+ 128.6549X5 (22)

Pemeriksaan asumsi model regresi linier bergandadilakukan dengan beberapa uji formal. Pemeriksaanasumsi tidak adanya multikolinieritas dapat dilihatdari nilai VIF. Nilai VIF ketiga peubah secaraberturut-turut adalah 1.1534, 1.2188, 1.1967. NilaiVIF dari ketiga peubah penjelas tersebut semuanyalebih kecil dari 10, sehingga dapat dikatakan tidakada multikolieritas.

Selanjutnya, pemeriksaan asumsi kenormalansisaan dapat dilakukan dengan menggunakan ujiKolmogorv-Smirnov. Hasil dari uji Kolmogorv-Smirnov didapatkan nilai-p (0.150) lebih besar daritaraf nyata 0.05 maka diperoleh keputusan tidaktolak H0 yang artinya sisaan menyebar normal.

Selanjutnya, pemeriksaan asumsi kebebasansisaan dapat dilakukan dengan menggunakan ujiRuns-Test. Hasil dari uji Runs-Test didapatkannilai-p (0.214) lebih besar dari taraf nyata 0.05maka diperoleh keputusan tidak tolak H0 yangartinya antar sisaan saling bebas.

Pemeriksaan asumsi terakhir adalah kehomoge-nan ragam sisaan dapat dilakukan dengan menggu-nakan uji Glejser. Hasil dari uji Glejser didapatkannilai-p (0.004) lebih kecil dari taraf nyata 0.05 makadiperoleh keputusan tolak H0 yang artinya ragamsisaan heterogen.

Page 7: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campakpada balita di Provinsi DKI Jakarta Xplore, Vol 9(1):1-9 7

C. Uji Efek SpasialHasil dari uji Breusch-Pagan didapatkan sebesar

(13.089) dengan nilai-p (0.004). Nilai-p tersebutlebih kecil dari taraf nyata 0.05 sehingga tolak H0.Maka dapat disimpulkan bahwa sisaan pada modelregresi linier berganda antara IR campak balitadengan peubah-peubah penjelasnya memiliki ker-agaman spasial. Kemudian, nilai Indeks Moran yangdidapatkan sebesar -0.098 dengan nilai-p (0.432).Nilai-p tersebut lebih besar dari taraf nyata 0.05sehingga terima H0 yang artinya tidak ada ketergan-tungan spasial pada IR campak pada baita. Tidakadanya ketergantungan spasial meingindikasikanIR campak pada balita disatu kecamatan tidakbergantung dengan kecamatan lainnya di ProvinsiDKI Jakarta. Adanya keragaman spasial dan tidakadanya ketergantungan spasial pada kasus ini tidakbisa menggunakan pemodelan dengan regresi linierberganda. Namun dapat diatasi dengan pemodelanregresi terboboti geografis (RTG).

D. Pemodelan dengan Regresi Terboboti GeografisPada RTG, nilai penduga parameter pada setiap

lokasi berbeda. Hal ini terjadi karena setiap keca-matan dipengaruhi oleh kondisi relatif kecamatandi sekelilingnya. Hasil penduga parameter denganRTG pada IR campak pada balita di DKI Jakartaberbeda-beda di tiap peubah. Peubah persentasecakupan imunisasi campak (X1) dan total curah hu-jan tahunan (X4) memiliki penduga parameter yangnegatif di tiap kecamatan. Berbeda dengan peubahpersentase banyaknya balita (X5) yang memberikankontribusi yang positif maupun negatif.

Gambar 2. Peta keragaman spasial penduga koefisien persentasecakupan imunisasi campak (X1)

Penggambaran sebaran penduga parameterpersentase cakupan imunisasi campak (X1) di DKI

Jakarta dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai koefisienpenduga parameter cakupan imunisasi campak (X1)pada semua kecamatan bertanda negatif, yangartinya meningkatnya persentase cakupan imunisasicampak akan mengurangi IR campak per 100 000balita. Secara kasat mata, terlihat penyebaran nilaikoefisien penduga parameter cakupan imunisasicampak (X1) di DKI Jakarta dari utara ke selatansemakin besar, sehingga semakin ke selatan daerahdi DKI Jakarta memiliki pengaruh semakin kecilterhadap besarnya penurunan IR campak padabalita.

Gambar 3. Peta keragaman spasial penduga koefisien total curahhujan tahunan (X4)

Penggambaran sebaran penduga parameter totalcurah hujan tahunan di DKI Jakarta dapat dilihatpada Gambar 3. Nilai koefisien penduga parametertotal curah hujan tahunan (X4) pada semua keca-matan bertanda negatif, yang artinya meningkatnyacurah hujan akan mengurangi IR campak per 100000 balita. Secara kasat mata terlihat penyebarannilai koefisien penduga parameter total curah hujantahunan (X4) di DKI Jakarta dari utara ke selatansemakin besar, sehingga semakin ke selatan daerahdi DKI Jakarta memiliki pengaruh semakin kecil ter-hadap besarnya penurunan IR campak pada balita.

Penggambaran sebaran penduga parameterpersentase banyaknya balita di DKI Jakarta dapatdilihat pada Gambar 4. Nilai koefisien pendugaparameter persentase banyaknya balita (X5) disetiap kecamatan DKI Jakarta memiliki nilai yangbertanda positif dan negatif. Tanda positif inimenandakan bahwa jika semakin tinggi persentasebanyaknya balita maka nilai IR campak akansemakin besar atau dengan kata lain meningkatnyapersentase banyaknya balita akan meningkatkan IR

Page 8: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

8 Xplore, Vol 9(1):1-9 Rahmah et al.

Gambar 4. Peta keragaman spasial penduga koefisien persentasebanyaknya balita l(X5)

campak per 100 000 balita. Hubungan positif antarapeubah X5 dengan IR campak pada balita terjadipada 38 kecamatan, sedangkan empat kecamatansisanya memiliki hubungan negatif. Secara kasatmata terlihat penyebaran nilai koefisien pendugaparameter persentase banyaknya balita (X5) diDKI Jakarta dari barat ke timur semakin besar,sehingga semakin ke timur daerah di DKI Jakartamemiliki pengaruh semakin besar terhadap besarnyapeningkatan IR campak pada balita.

E. Uji Signifikansi Parameter RTG

Pengujian penduga koefisien parameter tiappeubah penjelas di setiap kecamatan Provinsi DKIJakarta dilakukan untuk mengetahui peubah penje-las yang signifikan memengaruhi IR campak padabalita. Hal ini dilakukan karena pada model RTGtidak semua peubah (X1, X4, dan X5) berpengaruhdi setiap kecamatan Provinsi DKI Jakarta.

Gambar 5. Peta sebaran peubah penjelas yang signifikan terhadap Y

Berdasarkan Gambar 5, peubah penjelas yangberpengaruh terhadap IR campak pada balita di se-

tiap kecamatan di DKI Jakarta membentuk 5 kelom-pok daerah. Pertama (yang berwarna biru), meru-pakan kelompok yang paling banyak anggotanyayaitu sebanyak enam belas kecamatan. Kelompokini didominasi oleh daerah selatan dan barat DKIJakarta. Kelompok ini, tidak ada peubah penjelasyang signifikan berpengaruh terhadap IR campakpada balita pada taraf nyata 0.05. Kedua (yangberwarna hijau), merupakan kelompok yang berang-gotakan sebanyak lima kecamatan dan hanya dipen-garuhi oleh peubah persentase cakupan imunisasicampak (X1) pada taraf nyata 0.05.

Selanjutnya, kelompok ketiga (yang berwarnakuning), merupakan kelompok yang hanya memi-liki satu anggota, yaitu Duren Sawit dan hanyadipengaruhi oleh peubah total curah hujan tahunan(X4). Keempat (yang berwarna oranye), merupakankelompok yang berada di daerah pusat DKI Jakartadan dipengaruhi oleh peubah persentase cakupanimunisasi campak (X1) dan total curah hujan tahu-nan (X4) pada taraf nyata 0.05. Kelima (yangberwarna merah), merupakan kelompok yang memi-liki anggota terbanyak kedua yaitu sebanyak tigabelas kecamatan. Kelompok ini, IR campak padabalita dipengaruhi oleh peubah persentase cakupanimunisasi campak (X1), total curah hujan tahunan(X4), dan persentase banyaknya balita (X5) padataraf nyata 0.05.

F. Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model terbaik antara regresi linierberganda dengan RTG dapat dilihat dari uji F, nilaiAIC, dan R2. Uji F dilakukan secara global denganmenggunakan uji F Brudnsdson, Foterringham andChartlon. Hasil yang diperoleh dari F-hitung adalah4.579 lebih besar dari tabel F(0.05(6, 34)) sebesar2.649 maka diperoleh keputusan tolak H0. Artinyaterdapat perbedaan yang signifikan antara modelRTG dengan model regresi linier berganda padataraf nyata 0.05. Kemudian Tabel 2 merupakanperbandingan nilai R2 dan AIC pada kedua model.Dapat dilihat bahwa nilai R2 RTG lebih besardibanding regresi linier dan nilai AIC RTG lebihkecil dibanding regresi linier. Hal ini menunjukkanbahwa pada IR campak Provinsi DKI Jakarta, modelRTG yang didapat lebih baik digunakan dibandingmodel regresi linier berganda.

Page 9: Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campak pada Balita di ...

Pemodelan Faktor Risiko Penyakit Campakpada balita di Provinsi DKI Jakarta Xplore, Vol 9(1):1-9 9

Tabel IIPERBANDINGAN R2 DAN AIC

Model R2 AIC

Regresi Linier Berganda 38.84% 606.187RTG 61.03% 585.452

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

IR campak balita di kecamatan Provinsi DKIJakarta menunjukkan pola yang cenderung acak danberagam karena disebabkan oleh adanya pengaruhefek spasial yaitu heterogenitas spasial. Pemode-lan dengan regresi terboboti geografis (RTG) lebihbaik dalam mengatasi heterogenitas spasial karenamampu memberikan nilai R2 yang lebih besar dannilai AIC yang lebih kecil dibanding dengan pemod-elan regresi linier berganda. Setiap kecamatan diProvinsi DKI Jakarta mempunyai model persamaandugaan penderita campak yang berbeda sehinggamenghasilkan 42 model lokal. Kemudian, peubahpenjelas yang berpengaruh signifikan terhadap IRcampak pada balita adalah persentase cakupan imu-nisasi campak (X1), total curah hujan tahunan (X4),dan persentase banyaknya balita (X5).

B. Saran

Saran dari penelitian ini adalah melakukan pe-nambahan peubah penjelas signifikan yang mampumemengaruhi IR campak pada balita sehingga di-dapatkan model yang lebih baik. Peubah-peubahtersebut adalah peubah sosial dan peubah cakupanvaksinasi ditahun-tahun sebelumnya (cakupan imu-nisasi campak booster). Kemudian untuk penelitianselanjutnya, disarankan untuk menambahkan am-atan daerah tetangga DKI Jakarta seperti Tangerang,Depok dan Bekasi dalam memperhitungkan pen-garuh daerah tetangga DKI Jakarta terhadap IR didaerah perbatasan DKI Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullatif, I. (2012). Analisis Spasial KejadianCampak di Kota Administrasi Jakarta TimurTahun 2008-2010. Depok (ID): Universitas In-donesia.

Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics : Methodsand Models. Netherlands (NLD): Kluwer Aca-demic Publishers.

Brunsdon, C., A. S. Fotheringham, and M. Charl-ton (1999). Some notes on parametric signifi-cance tests for geographically weighted regres-sion. Journal of Regional Science 39(3), 497–524.

Draper, N. R. and H. Smith (1992). Analisis RegresiTerapan Edisi Kedua. Jakarta (ID): GramediaPustaka Utama.

Fotheringham, A. S., C. Brundson, and M. Charlton(2002). Geographically Weighted Regression :The Analysis of Spatially Varying Relationships.Chichester (GB): John Wiley and Sons.

Gujarati, D. N. (2004). Basic Econometrics FourthEdition. New York (US): The McGraw-HillCompanies.

Lee, J. and D. W. S. Wong (2001). StatisticalAnalysis with Archview GIS. Canada (CA): JohnWiley and Sons, Inc.

WHO (2017). Immunization, Vaccines and Biolog-ical: Measles. Geneva (CHE): WHO.