Top Banner
CAMPAK MENGGILA A. Skenario Informasi 1 Dokter Maulana adalah seorang lulusan dokter baru yang ditempatkan di sebuah Puskesmas terpencil di Kabupaten Tenggarong, Provinsi Kalimantan Timur. Selama 2 bulan bertugas di Puskesmas, dr. Maulana mendapati peningkatan angka kejadian penyakit campak dengan pesat. Angka kejadian penyakit campak pada bulan November 2012 tercatat 25 kasus baru. Jumlah keseluruhan kasus campak periode bulan Januari – Oktober 2012 tercatat hanya 50 kasus (rata-rata 5 kasus perbulan). Angka kejadian penyakit campak kembali meningkat pada bulan Desember 2012 sehingga tercatat dalam periode bulan Januari – Desember 2012 total terdapat 125 kasus penyakit campak. Jumlah balita tercatat di wilayah kerja puskesmas adalah 1250 anak balita. Dokter Maulana melaporkan kejadian ini kepada dinas kesehatan kabupaten (DKK). DKK meminta kepada dr. Maulana untuk membuat laporan angka kejadian penyakit, dan status kejadian penyakit tersebut. Selain itu dr. Maulana diminta untuk menyelidiki kemungkinan penyebab peningkatan angka kejadian penyakit campak tersebut. Dokter Maulana merasa bingung karena baru pertama kali harus melakukan tugas tersebut. Informasi 2 Berdasarkan literatur yang dibaca, dr. Maulana mendapat informasi bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan penderita campak adalah status imunisasi dan status gizi. Untuk mengatahui hubungan faktor risiko tersebut dr. Maulana mengambil sampel 40 balita penderita campak dan 40 balitasehat sebagai pembanding.Didapatkan data dari 40 balita
47

CAMPAK MENGGILA

Feb 24, 2023

Download

Documents

Kharis Mustofa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CAMPAK MENGGILA

CAMPAK MENGGILA

A. Skenario

Informasi 1

Dokter Maulana adalah seorang lulusan dokter

baru yang ditempatkan di sebuah Puskesmas terpencil

di Kabupaten Tenggarong, Provinsi Kalimantan Timur.

Selama 2 bulan bertugas di Puskesmas, dr. Maulana

mendapati peningkatan angka kejadian penyakit campak

dengan pesat. Angka kejadian penyakit campak pada

bulan November 2012 tercatat 25 kasus baru. Jumlah

keseluruhan kasus campak periode bulan Januari –

Oktober 2012 tercatat hanya 50 kasus (rata-rata 5

kasus perbulan). Angka kejadian penyakit campak

kembali meningkat pada bulan Desember 2012 sehingga

tercatat dalam periode bulan Januari – Desember 2012

total terdapat 125 kasus penyakit campak. Jumlah

balita tercatat di wilayah kerja puskesmas adalah

1250 anak balita. Dokter Maulana melaporkan kejadian

ini kepada dinas kesehatan kabupaten (DKK). DKK

meminta kepada dr. Maulana untuk membuat laporan

angka kejadian penyakit, dan status kejadian

penyakit tersebut. Selain itu dr. Maulana diminta

untuk menyelidiki kemungkinan penyebab peningkatan

angka kejadian penyakit campak tersebut. Dokter

Maulana merasa bingung karena baru pertama kali

harus melakukan tugas tersebut.

Informasi 2

Berdasarkan literatur yang dibaca, dr. Maulana

mendapat informasi bahwa faktor risiko yang

berhubungan dengan penderita campak adalah status

imunisasi dan status gizi. Untuk mengatahui hubungan

faktor risiko tersebut dr. Maulana mengambil sampel

40 balita penderita campak dan 40 balitasehat

sebagai pembanding.Didapatkan data dari 40 balita

Page 2: CAMPAK MENGGILA

yang menderita campak 30 diantaranya status

imunisasi tidak lengkap dan 10 balita lengkap,

sedangkan pada kelompok pembanding hanya 15 balita

yang status imunisasi tidak lengkap dan 25 balita

lengkap. Untuk data status gizi didapatkan pada

penderita campak 25 balita berstatus gizi kurang,

dan 15 balita berstatus gizi baik. Sedangkan pada

kelompok pembanding didapatkan 20 balita berstatus

gizi kurang dan 20 blita berstatus gizi baik. Dokter

Maulana harus mengintepretasikan dan melaporkan

temuan ini kepada DKK.

Informasi 3

DKK meminta dr. Maulana mengevaluasi

pelaksanaan program imunisasi dasar yang dilakukan

di Puskesmas tersebut. Hasil evaluasimenunjukkan

bahwa cakupan imunisasi campak mencapai 55 %. Selain

itu didapatkan bahwasejak 3 bulanterakhir petugas

yang menangani penyimpanan vaksin telah pensiun dna

selama ini tugasnya dirangkap oleh petugas

imunisasi. Dokter Maulana mendapatkan ctatan

penyimpanan vaksin tidak terdokumentasikan dengan

baik sejak 3 bulan terakhir. Dokter Maulana

diperintahkan oleh DKK untuk memecahkan masalah

tersebut.

B. Klarifikasi Istilah

1. Campak adalah penyakit dengan gejala bercak

kemerahan di tubuh berbentuk makulopapular selama

3 hari atau lebih disertai panas badan 38°C atau

lebih dan disertai salah satu gejala batuk pilek

atau maat merah (Salim, 2008). Penyakit ini

disebabkan oleh virus dan dapat mendatangkan

komplikasi serius. Pada masa lalu, infeksi campak

sangat umum di kalangan anak-anak. Kini campak

Page 3: CAMPAK MENGGILA

jarang terjadi di NSW karena imunisasi .

Gejalanya pertama adalah demam, lelah, batuk,

hidung beringus, mata merah dan sakit, dan terasa

kurang sehat. Beberapa hari kemudian timbul ruam.

Ruam tersebut mulai pada muka, merebak ke tubuh

dan berlanjut selama 4-7 hari (Wong, 2007).

2. Angka kejadian penyakit adalah besarnya suatu

kejadian penyakit yang dipengaruhi oleh angka

(rate) dari suatu kelompok dan besaran relative

dari kelompok tersebut (umur, tahun, dll) (Noor,

2008).

3. Status kejadian penyakit adalah kondisi yang

berkaitan dengan penyakit sesuai variable

tertentu (Noor, 2008).

4. Balita adalah anak usia 0 sampai dengan 4 tahun

(0-59 bulan) yang dihitung sejak lahir sampai

dengan saat kunjungan pewawancara dengan

pembulatan kebawah (Supraptini, 2003).

C. Batasan Masalah

a. Adanya peningkatan angka kejadian penyakit yang

berkembang secara pesat

b. dr. Maulana diminta untuk membuat laporan angka

kejadian penyakit, dan status kejadian penyakit

tersebut.

c. dr. Maulana diminta untuk menyelidiki penyebab

peningkatan angka kejadian penyakit tersebut.

D. Analisis Masalah

1. Sebutkan macam-macam studi penelitian

epidemiologi/metode penelitian? Tentukan manakah

dari penelitian tersebut yang paling cocok pada

kasus ini?

Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi

menjadi dua kelompok sebagai berikut :

Page 4: CAMPAK MENGGILA

a. Epidemiologi deskriptif, yaitu Cross Sectional

Study/studi potong lintang/studi prevalensi

atau survei.

1) Cross section

Cross sectional adalah suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor resiko

dengan efek, dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus

pada suatu saat. Artinya, tiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja

dan pengukuran dilakukan terhadap status

karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa

semua subjek penelitian diamati pada waktu

yang sama. Desain ini dapat mengetahui

dengan jelas mana yang jadi pemajan dan

outcome, serta jelas kaitannya hubungan

sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2002).

Ciri-ciri cross sectional adalah:

a) Pengumpulan data dilakukan pada satu

saat atau satu periode tertentu dan

pengamatan subjek studi hanya dilakukan

satu kali selama satu penelitian.

b) Perhitungan perkiraan besarnya sampel

tanpa memperhatikan kelompok yang

terpajan atau tidak.

c) Pengumpulan data dapat diarahkan sesuai

dengan kriteria subjek studi. Misalnya

hubungan antara Cerebral Blood Flow

pada perokok, bekas perokok dan bukan

perokok.

Page 5: CAMPAK MENGGILA

d) Tidak terdapat kelompok kontrol dan

tidak terdapat hipotesis spesifik.

e) Hubungan sebab akibat hanya berupa

perkiraan yang dapat digunakan sebagai

hipotesis dalam penelitian analitik

atau eksperimental.

Kelebihan dari cross sectional:

a) Studi cross sectional memungkinkan

penggunaan populasi dari masyarakat

umum, tidak hanya para pasien yang

mencari pengobatan, hingga

generalisasinya cukup memadai

b) Relatif murah dan hasilnya cepat dapat

diperoleh

c) Dapat dipakai untuk meneliti banyak

variabel sekaligus

d) Jarang terancam loss to follow-up (drop

out)

e) Dapat dimasukkan ke dalam tahapan

pertama suatu penelitian kohort atau

eksperimen, tanpa atau dengan sedikit

sekali menambah biaya

f) Dapat dipakai sebagai dasar untuk

penelitian selanjutnya yang bersifat

lebih konklusif

g) Membangun hipotesis dari hasil

analisis.

Kelemahan dari cross sectional :

a) Sulit untuk menentukan sebab akibat

karena pengambilan data risiko dan efek

dilakukan pada saat yang bersamaan

(temporal relationship tidak jelas)

b) Studi prevalens lebih banyak menjaring

subyek yang mempunyai masa sakit yang

Page 6: CAMPAK MENGGILA

panjang daripada yang mempunyai masa

sakit yang pendek, karena inidividu

yang cepat sembuh atau cepat meninggal

mempunyai kesempatan yang lebih kecil

untuk terjaring dalam studi

c) Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup

banyak, terutama bila variabel yang

dipelajari banyak

d) Tidak menggambarkan perjalanan

penyakit, insidensi maupun prognosis

e) Tidak praktis untuk meneliti kasus yang

jarang

f) Tidak menggambarkan perjalanan

penyakit.

b. Epidemiologi analitik : terdiri dari :

Non eksperimental :

1) Studi kohort / follow up / incidence /

longitudinal / prospektif studi.

Kohort adalah rancangan penelitian

epidemiologi analitik observasional

yang mempelajari hubungan antara

paparan dan penyakit, dengan cara

membandingkan kelompok terpapar dan

kelompok tidak terpapar berdasarkan

status penyakit (Grimes & Schulz,

2002).

Skema Kohort (Grimes & Schulz,

2002).

Page 7: CAMPAK MENGGILA

Ciri – ciri kohort

Pemilihan subyek berdasarkan status

paparannya, kemudian dilakukan

pengamatan dan pencatatan apakah subyek

mengalami outcome yang diamati atau

tidak. Bisa bersifat retrospektif atau

prospektif(Grimes & Schulz, 2002).

Karakteristik penelitian kohort

a) Bersifat observasional

b) Pengamatan dilakukan dari sebab ke

akibat

c) Disebut sebagai studi insidens

d) Terdapat kelompok kontrol

e) Terdapat hipotesis spesifik

f) Dapat bersifat prospektif ataupun

retrospektif

g) Untuk kohor retrospektif, sumber

datanya menggunakan data sekunder

(Grimes & Schulz, 2002).

Keuntungan kohort

a) Kesesuaian dengan logika normal

dalam membuat inferensi kausal

b) Dapat menghitung laju insidensi

c) Untuk meneliti paparan langka

d) Dapat mempelajari beberapa akibat

dari suatu paparan (Grimes & Schulz,

2002).

Page 8: CAMPAK MENGGILA

Kelemahan kohort

a) Lebih mahal dan butuh waktu lama

b) Pada kohort retrospektif, butuh data

sekunder yang lengkap dan handal

c) Tidak efisien dan tidak praktis

untuk kasus penyakit langka

d) Risiko untuk hilangnya subyek selama

penelitian, karena migrasi,

partisipasi rendah atau meninggal

(Grimes & Schulz, 2002).

Sumber kelompok pada yang terpapar

berasal dari populasi umum dan populasi

khusus

Populasi umum

a)Prevalensi paparan pada populasi

cukup tinggi

b)Mempunyai batas geografik yang jelas

c)Secara demografik stabil

d) Ketersediaan catatan demografik yang

lengkap dan up to date (Grimes &

Schulz, 2002).

Populasi khusus

a) Prevalensi paparan dan kejadian

penyakit pada populasi umum rendah

b) Kemudahan untuk memperoleh informasi

yang akurat dan pengamatan yang

lebih terkontrol (Grimes & Schulz,

2002).

Sumber kelompok tak terpapar

berasal dari populasi umum dan populasi

khusus yang bisa dipilih dari populasi

yang sama atau tidak sama dengan

populasi terpapar(Grimes & Schulz,

2002).

Page 9: CAMPAK MENGGILA

Analisa Analisa data kohort

Perhitungan relative risk (RR)

Relati

Relative risk (RR) = A:A+BC:(C+D)

Risiko atribut (RA) = (A/A+B) – (C/C+D)

Jika RR = 1, tidak ada asosiasi antara

faktor risiko dengan penyakit

Jika RR > 1, berarti ada asosiasi

positif antara faktor risiko dengan

penyakit

Jika RR<1, berarti ada asosiasi negatif

antara faktor risiko dengan penyakit

(Grimes & Schulz, 2002).

2) Studi kasus kontrol/case control

study/studi retrospektif. 

Penelitian case control adalah suatu

penelitian analitik yang menyangkut

bagaimana faktor risiko dipelajari

dengan menggunakan pendekatan

retrospektif, dimulai dengan

mengidentifikasi pasien dengan efek atau

penyakit tertentu (kelompok kasus) dan

kelompok tanpa efek (kelompok kontrol),

kemudian diteliti faktor risiko yang

dapat menerangkan mengapa kelompok kasus

Outcome + Outcome

-Exposu

re +

A B A + B

Exposu

re -

C D C + D

A + C B + D

Page 10: CAMPAK MENGGILA

terkena efek, sedangkan kelompok kontrol

tidak (Friedman, 1993).

kelebihan dan kelemahan studi case

control

Kelebihan studi case control

Kelebihan studi case control adalah

(Friedman, 1993):

a) Studi kasus kontrol kadang atau bahkan

menjadi satu-satunya cara untuk

meneliti kasus yang jarang atau yang

masa latennya panjang, atau bila

penelitian prospektif tidak dapat

dilakukan karena keterbatasan sumber

atau hasil diperlukan secepatnya.

b) Hasil dapat diperoleh dengan cepat.

c) Biaya yang diperlukan relatif lebih

sedikit sehingga lebih efisien.

d) Memungkinkan untuk mengidentifikasi

berbagai faktor risiko sekaligus dalam

satu penelitian (bila faktor risiko

tidak diketahui).

e) Tidak mengalami kendala etik seperti

pada penelitian eksperimen atau

kohort.

f) Mudah mendapatkan kasus dan control.

Kelemahan studi case control

Kelemahan studi case control adalah

sebagai berikut (Friedman, 1993):

a) Data mengenai pajanan faktor risiko

diperoleh dengan mengandalkan daya

ingat atau catatan medik. Daya ingat

responden menyebabkan terjadinya

recall bias, baik karena lupa atau

responden yang mengalami efek

Page 11: CAMPAK MENGGILA

cenderung lebih mengingat pajanan

faktor risiko daripada responden yang

tidak mengalami efek. Data sekunder,

dalam hal ini catatan medik rutin

yang sering dipakai sebagai sumber

data juga tidak begitu akurat

(objektivitas dan reliabilitas

pengukuran variabel yang kurang).

b) Validasi informasi terkadang sukar

diperoleh.

c) Sukarnya meyakinkan bahwa kelompok

kasus dan kontrol sebanding karena

banyaknya faktor eksternal / faktor

penyerta dan sumber bias lainnya yang

sukar dikendalikan.

d) Tidak dapat memberikan incidence

rates karena proporsi kasus dalam

penelitian tidak mewakili proporsi

orang dengan penyakit tersebut dalam

populasi.

e) Tidak dapat dipakai untuk menentukan

lebih dari satu variabel dependen,

hanya berkaitan dengan satu penyakit

atau efek.

f) Tidak dapat dilakukan untuk

penelitian evaluasi hasil pengobatan.

g) Tidak bersifat mencegah karena

setelah kasus terjadi baru dicari

penyebabnya.

h) Tidak efisien untuk kasus yang

langka.

i) Pada kasus tertentu sulit untuk

mencari hubungan antara paparan dan

penyakit.

Page 12: CAMPAK MENGGILA

j) Kelompok kasus dipilih dari dua

kelompok yang terpisah sehingga sulit

dipastikan apakah kasus dan kontrol

benar-benar seimbang.

k) Data faktor resiko disimpulkan

setelah penyakit terjadi sehingga

data tidak lengkap dan sering terjadi

penyimpangan.

l) Odds Ratio tidak dapat digunakan untuk

mengestimasi resiko relatif jika

masalah kesehatan yang sedang

diteliti terdapat di masyarakat lebih

dari 5%.

m) Sulit untuk menghindari bias seleksi

karena populasi berasal dari dua

populasi yang berbeda.

Tabel case control pada kasus:

Faktor resikoCampak+ -

Imunisasi

tidak lengkap30 15

Imunisasi

lengkap10 25

Faktor

resiko

Campak+ -

Gizi

kurang25 20

Gizi baik 15 20

Odds ratio:

Page 13: CAMPAK MENGGILA

Odds ratio adalah salah satu cara

perhitungan tingkat asosiasi atau

hubungan yang hampir sama dengan angka

resiko relative. Odds ratio adalah rasio

antara probabilitas untuk terjadinya

penyakit tertentu dengan probabilitas

untuk tidak terjadinya penyakit tersebut

(Noor, 2008).

Odds ratio pada kasus:

Faktor resiko imunisasi tidak lengkap:

OR = a.db.c

OR = 30.2515.10

OR = 750150

OR = 5

Faktor resiko status gizi kurang:

OR = a.db.c

OR = 25.2020.15

OR = 500300

OR = 1,67

3) Studi ekologik. Studi ini memakai

sumber ekologi sebagai bahan untuk

penyelidikan secara empiris faktor

resiko atau karakteristik yang berada

dalam keadaan konstan di masyarakat.

Misalnya, polusi udara akibat sisa

pembakaran BBM yang terjadi di kota-

kota besar.

Eksperimental yaitu dimana penelitian dapat

melakukan manipulasi/mengontrol faktor-

Page 14: CAMPAK MENGGILA

faktor yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian dan dinyatakan sebagai tes yang

paling baik untuk menentukan cause and

effect relationship serta tes yang

berhubungan dengan etiologi, kontrol,

terhadap penyakit maupun untuk menjawab

pertanyaan masalah ilmiah lainnya. Studi

eksperimen dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1) Clinical Trial. Contoh :

a) Pemberian obat hipertensi pada orang

dengan tekanan darah tinggi untuk

mencegah terjadinya stroke.

b) Pemberian Tetanus Toxoid pada ibu

hamil untuk menurunkan frekuensi

Tetanus Neonatorum.

2) Community Trial. Contoh : Studi Pemberian zat

flourida pada air minum.(Noor, 2008).

Penelitian yang cocok dengan kasus adalah Case

Control, karena

1. Biaya Murah

2. Waktu singkat

3. Menjelaskan hubungan sebab - akibat

2. Sebutkan faktor risiko terjadinya campak dan cara

penularan?

Menurut Casaeri ( 2003) , faktor resiko campak

adalah

a. Status tidak diimunisasi

Imunisasi campak dapat menekan angka

kejadian penyakit campak. Kematian yang

disebabkan oleh penyakit campak pada anak yang

tidak diimunisasi lebih tinggi dari anak yang

sudah pernah mendapatkan imunisasi.

b. Status gizi

Page 15: CAMPAK MENGGILA

Campak dapat dipengaruhi karena daya tahan

tubuh anak yang menuruna kibat dari defisiensi

gizi.

c. Kondisi Lingkungan

Lingkungan tempat tinggal dan tempat umum

lainnya dapat mempengaruhi intensitas

penyakit. Kondisi lingkungan seperti rumah non

permanen, jenis lantai dari rumah, ventilasi,

pencahayaan yang kurang dan penggunaan air

bersih secara bersama-sama merupakan faktor

risiko terhadap kejadian penyakit.

d. Umur

Menurut hasil penelitian, anak-anak yang

telah mendapat imunisasi campak, setelah 2

tahun titer antibodi yang ada dalam tubuhnya

akan menurun,s ehingga anak setelah umur 2

tahun dapat tertular penyakit campak. Pola

umur infeksi campak sebgaian menyebabkan

perbedaan mortalitas pada mereka yang terkena.

e. Kondisi sosial ekonomi

3. Bagaimana cara menurunkan angka kejadian

penyakit?

Tahapan pemberantasan campak

a.Tahap reduksi

Tahap ini dibagi dalam 2 tahap:

1) Tahap pengendalian campak

Pada tahap ini ditandai dengan upaya

peningkatan cakupan imunisasi campak rutrin

dan upaya imunisasi tambahan didaerah dengan

morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah

ini masih merupakan daerah endemis campak,

tetapi telahterjadi penururnan insiden dan

kematian, dengan pola epidemiologi kasus

Page 16: CAMPAK MENGGILA

campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun

( Depkes, R.I. 2004).

2) Tahap pencegahan KLB

Cakupan imunisasi dapat dipertahankan

tinggi > 80% dan mareta, terjadi penurunan

tajam kasus dan kematian, inseiden campak

telah bergeser kepada umur yang lebih tua,

dengan interval KLB antara 4-8 tahun( Depkes,

R.I. 2004).

b.Tahap eliminasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan

daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah

sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak

sudah jarang dan KLB hamper tidak pernah

terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak

terlindungi) harus diselidiki dan diberikan

imunisasi campak( Depkes, R.I. 2004).

c.Tahapan eradikasi

Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata,

serta kasus campak sudah tidak ditemukan.

Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan,

dan Negara-negara didunia sudah memasuki tahap

eliminasi ( Depkes, R.I. 2004).

4. Sebutkan macam-macam status kejadian penyakit dan

expective level? Termasuk pada kelompok manakah

kejadian ini?

a. Endemi merupakan penyakit yang umum terjadi

pada laju konstan namun cukup tinggi pada

suatu populasi. Suatu keadaan dimana penyakit

secara menetap berada dalam masyarakat pada

suatu tempat/populasi tertentu ( Ranuh. 2008).

b. Epidemi adalah kejadian tersebarnya penyakit

pada daerah yang luas pada banyak orang namun

untuk menyebut penyakit yang menyebar

Page 17: CAMPAK MENGGILA

tersebut. Keadaan ini terjadi ketika

mewabahnya penyakit dalam komunitas/daerah

tertentu dalam jumlah yang melebihi batas

jumlah normal/yang biasa ( Ranuh. 2008).

c. Pandemi adalah kondisi dimana terjangkitnya

penyakit menular pada banyak orang dalam

daerah greografis yang luas. Pandemi juga

merupakan epidemik yang terjadi dalam daerah

yang sangat luas dan mencakup populasi yang

banyak di berbagai daerah/Negara di dunia

( Ranuh. 2008).

Kasus diatas termasuk dalam Epidemi

5. Apa yang dimaksud dengan surveilans dan bagaimana

caranya?

Surveilans sangatlah penting dalam mereduksi

campak, yaitu dapat menilai perkembangan program

pemberantasan campak serta dapat membantu

menentukan strategi pemberantasan di setiap

dareah dalam hal perencanaan , pengendalian , dan

evaluasi.

Surveilans campak bertujuan

a. Mengetahui perubahan epidemiologi campak

b. Mengidentifikasi populasi risiko tinggi

c. Memprediksi dan mencegahterjadinya KLB campak

d. Panyelidikan epidemiologi setiap KLB campak

Strategi surveilans campak meliputi

a. Surveilans rutin

b. SKD dan respon KLB campak

c. Penyelidikan dan penanggulangan setiap KLB

campak

d. Pemeriksaan laoratorium pada kondisi tertentu

e. Studi epidemiologi.

6. Apa yang dimaksud dengan rasio, proporsi, dan

rate

Page 18: CAMPAK MENGGILA

a. Ratio:

Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi nisbi

kejadian suatu peristiwa terhadap peristiwa

lainnya (Noor, 2008).

Rumus rasio

Rasio = XY(k)

Dimana :

X : banyaknya peristiwa, manusia, dan lain-

lain yang mempunyai satu atau lebih

atribut tertentu

Y : banyaknya kejadian, manusia dan lain-lain

yang mempunyai satu atau lebih atribut

tertentu, namun dalam beberapa hal berbeda

atribut dengan anggota dari x

K : 1 (noor, 2008).

b. Proporsi:

Perbandingan yang mirip rate, tetapi dasarnya

bukan jumlah penduduk, melainkan jumlah semua

yang mengalami peristiwa sejenis (Noor, 2008).

Rumus proporsi

Proporsi = XY(k)

X : banyaknya orang, kejadian, dan lain-

sebagainya yang mempunyai satu atau lebih

atribut tertentu

Y : banyaknya manusia, peristiwa dan lain-

lainnya yang mempunyai satu atau lebih

atribut tertentu, namun dalam beberapa hal

berbeda atribut dengan anggota dari x

K : selalu sama dengan 100 (noor, 2008).

c. Rate:

Page 19: CAMPAK MENGGILA

Besarnya peristiwa yang terjadi terhadap jumlah

keseluruhan penduduk dan peristiwa tersebut

berlangsung dalam satu batas waktu tertentu

(Noor, 2008). Rate dibagi menjadi 2, yaitu:

prevalensi dan insidensi.

1) Rate insidensi pada kasus:

Bulan desember:

501250

x100=4

2) Rate prevalensi pada kasus:

Bulan desember:

1251250

x100=10

7. Jelaskan tentang disease of caution

Untuk menentukan faktor resiko utama dalam

penelusuran sebuah penyakit dibutuhkan penelaahan

secara disease of caution. Adapun disease caution

dibagi menjadi dua yaitu :

a. Single causation

Koch’s Postulate of Infectious Disease

Postulat Koch menetapkan empat kriteria yang

dirancang untuk mengidentifikasi hubungan

kausal antara mikroba kausatif dengan sebuah

penyakit. Dalil-dalil yang dirumuskan oleh

Robert Koch dan Friedrich Loeffler

disempurnakan pada tahun 1884 dan diterbitkan

oleh Koch pada tahun 1890. Koch menerapkan

dalil-dalil untuk menetapkan etiologi anthrax

dan TBC (Boundless, 2011).

Postulat Koch (Boundless, 2011) adalah

sebagai berikut:

1. Mikroorganisme patogen harus ditemukan

dalam sekumpulan semua organisme yang

menderita penyakit, tetapi tidak harus

ditemukan dalam organisme sehat.

Page 20: CAMPAK MENGGILA

2. Mikroorganisme harus diisolasi dari

organisme yang sakit dan tumbuh dalam kultur

yang murni.

3. Mikroorganisme yang dikultur harus

menyebabkan penyakit ketika diinokulasi ke

dalam organisme yang sehat.

4. Mikroorganisme harus diisolasi kembali

dari host baru, diinokulasi eksperimental,

dan diidentifikasi identik dengan agen

penyebab asli tertentu.

Postulat Koch dikembangkan pada abad ke-19

sebagai pedoman umum untuk mengidentifikasi

patogen yang dapat diisolasi dengan teknik

beberapa hari. Bahkan dalam waktu Koch, hal

inni telah diakui bahwa beberapa agen infeksi

bertanggung jawab terhadap penyakit meskipun

mereka tidak memenuhi semua postulat. Upaya

untuk menerapkan postulat Koch untuk diagnosis

penyakit virus pada akhir abad ke-19, pada saat

virus tidak bisa dilihat atau terisolasi,

mungkin telah menghambat perkembangan awal

bidang virologi. Saat ini, sejumlah agen

menular dapat diterima sebagai penyebab

penyakit meskipun mereka tidak memenuhi semua

postulat Koch. Oleh karena itu, postulat Koch

mempertahankan kepentingan sejarah dan terus

menginformasikan pendekatan diagnosis

mikrobiologis, pemenuhan keempat postulat tidak

diperlukan untuk menunjukkan kausalitas

(Boundless, 2011).

Postulat Koch juga telah dipengaruhi ilmuwan

yang memeriksa patogenesis mikroba dari sudut

pandang molekul. Pada 1980-an, versi molekul

postulat Koch telah dikembangkan untuk memandu

Page 21: CAMPAK MENGGILA

identifikasi gen-gen mikroba yang mengkode

faktor virulensi (Boundless, 2011).

b. Multiple causation

Bradford Hills Postulates for Multicausal

Diseases

Penyebab dengan Kriteria Hills menguraikan

kondisi minimal yang diperlukan untuk membangun

hubungan sebab akibat antara dua hal. Kriteria

tersebut awalnya disampaikan oleh Austin

Bradford Hill (1897-1991), seorang ahli

statistik medis Inggris, sebagai cara untuk

menentukan hubungan sebab akibat antara faktor

tertentu (misalnya, merokok) dan penyakit

(seperti emfisema atau kanker paru-paru).

Kriteria Hill membentuk dasar dari penelitian

epidemiologi modern, yang berusaha untuk

membangun hubungan kausal ilmiah berlaku antara

agen penyakit potensial dan banyak penyakit

yang menimpa manusia. Sedangkan kriteria yang

ditetapkan oleh Hill (dan diuraikan oleh orang

lain) dikembangkan sebagai alat penelitian

dalam ilmu medis, mereka sama-sama berlaku

untuk ilmu sosiologi, antropologi dan sosial

lainnya, yang mencoba untuk membangun hubungan

kausal antara fenomena sosial. Memang, prinsip-

prinsip yang ditetapkan oleh Hill membentuk

dasar dari evaluasi yang digunakan dalam semua

penelitian ilmiah modern. Kriteria Hill

memberikan nilai tambahan yang digunakan untuk

mengevaluasi banyak teori dan penjelasan yang

diusulkan dalam ilmu-ilmu sosial (Hill, 1965).

Kriteria Hills (Hill, 1965) telah diterapkan

dalam penelitian epidemiologi, adalah sebagai

berikut:

Page 22: CAMPAK MENGGILA

1) Hubungan Temporal

Paparan selalu mendahului hasilnya. Jika

faktor "A" diyakini menyebabkan penyakit,

maka jelas bahwa faktor "A" harus selalu

mendahului terjadinya penyakit. Ini adalah

satu-satunya kriteria mutlak.

2) Kekuatan:

Ini didefinisikan oleh ukuran asosiasi

yang diukur dengan tes statistik yang

sesuai. Semakin kuat asosiasi, semakin besar

kemungkinan bahwa hubungan "A" untuk "B"

adalah kausal.

3) Hubungan Dosis-Respon:

Peningkatan jumlah paparan meningkatkan

risiko. Jika hubungan dosis-respons hadir,

itu adalah bukti kuat untuk hubungan kausal.

Namun, sama dengan spesifisitas (lihat di

bawah), tidak adanya hubungan dosis-respon

tidak mengesampingkan hubungan kausal. Pada

saat yang sama, jika faktor spesifik adalah

penyebab dari penyakit, kejadian penyakit

harus menurun ketika paparan faktor tersebut

dikurangi atau dihilangkan.

4) Konsistensi:

Asosiasi dikatakan konsisten ketika

hasilnya direplikasi dalam studi dengan

setting yang berbeda serta menggunakan metode

yang berbeda. Artinya, jika hubungan

tersebut kausal, kita akan menemukannya

secara konsisten dalam studi yang berbeda

dan di antara populasi yang berbeda. Inilah

sebabnya mengapa banyak percobaan harus

dilakukan sebelum laporan yang berarti

Page 23: CAMPAK MENGGILA

dibuat mengenai hubungan kausal antara dua

atau lebih faktor.

5) Masuk akal:

Asosiasi akan disetujui dengan pemahaman

yang dapat diterima secara proses patologis.

Dengan kata lain, perlu ada beberapa dasar

teori untuk memposisikan hubungan antara

vektor dan penyakit, atau sebuah fenomena

sosial dan lainnya.

6) Pertimbangan Penjelasan Alternatif:

Dalam menilai hubungan kausal apakah yang

dilaporkan, maka sangat perlu untuk

menentukan sejauh mana peneliti telah

mengambil penjelasan lain yang mungkin

diperhitungkan dan secara efektif

mengesampingkan penjelasan alternatif

tersebut. Dengan kata lain, perlu

mempertimbangkan beberapa hipotesis sebelum

membuat kesimpulan tentang hubungan sebab

akibat antara dua hal dalam penelitian.

7) Eksperimen:

Kondisi ini dapat diubah (dicegah atau

diperbaiki) oleh regimen eksperimental yang

tepat.

8) Spesifisitas:

Hal ini akan dibuat bila penyebab diduga

tunggal menghasilkan efek tertentu. Hal ini

dianggap oleh beberapa orang untuk menjadi

yang paling lemah dari semua kriteria.

9) Koherensi:

Asosiasi harus kompatibel dengan teori

yang ada dan pengetahuan. Dengan kata lain,

perlu untuk mengevaluasi klaim–klaim

kausalitas dalam konteks keadaan pengetahuan

Page 24: CAMPAK MENGGILA

dalam bidang tertentu dan dalam bidang-

bidang terkait saat ini. Apa yang kita

korbankan adalah apa yang saat ini diketahui

agar dapat menerima klaim tertentu dari

kausalitas. Namun, seperti isu yang masuk

akal, penelitian yang tidak setuju dengan

teori mapan dan pengetahuan tidak secara

otomatis palsu. Mereka mungkin, pada

kenyataannya, memaksa peninjauan kembali

atas keyakinan dan prinsip-prinsip diterima.

8. PIN

Pekan Imunisasi Nasional (PIN) adalah Pekan

dimana setiap balita termasuk bayi baru lahir

yang bertempat tinggal di Indonesia diimunisasi

dengan vaksin polio, tanpa mempertimbangkan

status imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi

dilakukan 2 kali masing-masing 2 tetes dengan

selang waktu satu bulan ( Dinkes Jatim, 2011).

Pemberian imunisasi polio secara serentak

terhadap semua sasaran akan mempercepat pemutusan

siklus kehidupan virus polio liar. Pemberian

imunisasi 2 kali dengan interval 1 bulan akan

memberikan kekebalan rongga usus selama 100 hari.

Dengan pemberian serentak kepada seluruh balita

di Indonesia terjadi penekanan serentak terhadap

berkembang biaknya virus polio liar apabila masuk

kedalam usus. Di alam bebas, virus akan bertahan

hanya selama 48 jam. Oleh karena itu pemberian

serentak pada seluruh balita merupakan kunci

keberhasilan memutuskan rantai penularan ( Dinkes

Jatim, 2011).

9. Bagaimanan cara pelaksanaan PIN

Pelaksanaan PIN menurut Depkes RI (2005) adalah

a. Penggerakan sasaran

Page 25: CAMPAK MENGGILA

Penggerakan sasaran melalui pengumuman di

masjid, gereja atau dengan menggunakan surat

undangan. Selain itu dapat dilakukan hal-hal

sebagai berikut:

1) Melibatkan kader dalam kunjungan rumah

sebelum hari imunisasi berlangusung.

2) Memberitahukan tentang PIN waktu kegiatan

posyandu rutin.

3) Surat himbauan dari bupati, camat, kepala

desa dan ketua PKK untuk hadi di pos PIN

pada tanggal yang telah ditetapkan.

4) Pengumuman di sekolah, TK, kelompok bermain

dan tempat

pengajian.

b. Pelayanan Imunisasi

1) Di pos PIN

Pengelolaan pos PIN dan logistik, setiap pos

pin harus mempunyai:

a) Satu vaccine carrier atau termos dengan ice

park.

b) Vaksin polio dibungkus dalam plastik dan

jumlah cukup sesuai target sasaran yang

telah ditetapkan.

c) Format registrasi dan form pelaporan.

d) Pensil/pulpen

e) Pinset/ gunting kecil untuk membuka tutup

vial.

f) Cat kuku/spidol permanen/gentian violet 5%

untuk memberikan tanda pada jari

kelingking kiri anak yang telah

diimunisasi.

g) Poster atau tanda pos pin yang berisikan

pesan dan tanggal pelaksanaan kegiatan PIN

Puataran 1 dan puataran2 sebagai tanda

Page 26: CAMPAK MENGGILA

petugas tempet pos pelayanan imunisasi

polio.

Kegiatan pos PIN dan pemberian imunisasi

polio

a)Kegiatan pos imunisasi harus dimulai pagi

hari.

b)Imunisasi pada anak-anak harus teratur dan

bergiliran.

c) Bukan hanya satu vial vaksin dan

diletakkan diluar termos atau vaccine carrier.

d)Kantong es tidak boleh dikeluarkan dari

vaccine carrier atau termos dan jangan terlalu

sering membuka vaccine carrier atau termos

karena akan berakibat suhu akan menjadi

panas.

e) Satu petugas menerima orang tua dan

anaknya, mendaftarkannya pada form

register serta petugas memberikan

imunisasi pada anak-anak balita.

f)Setelah anak balita diimunisasi, orang

tuanya diberi saran untuk meneruskan

imunisasi rutin dan mengingatkan mereka

untuk kembali pada pelayanan putaran

berikutnya.

g)Satu petugas lain mencatat anak yang sudah

diimunasi dan petugas lainnya memberikan

tanda pada jari kelingking kiri anak.

h)Satu anggota bertugas mengatur alur

antrian agar tidak berdesakan.

i)Lokasi pos imunisasi hendaknya yang teduh

sehingga vaksin dalam vial yang berada

diluar dan vaksin carrier tidak terkena

sinar matahari.

Page 27: CAMPAK MENGGILA

j)Pada waktu siang hari ketika kunjungan

mulai menurun, kader melakukan kunjungan

rumah dan menggerakan sasaran untuk datang

ke pos PIN sementara itu petugas lainnya

tetap di pos imunisasi untuk memberikan

imunisasi.

2) Kegiatan imunisasi rumah ke rumah

Kunjungan rumah untuk mencari anak yang

tidak datang ke pos PIN merupakan langkah

untuk meyakinkan bahwa tidak ada satupun

anak yang terlewat. Sambil mengadakan

kunjungan rumah, petugas perlu menanyakan

apabila mengetahui adanya anak yang saat ini

menderita kelumpuhan.

Menurut Depkes RI ( 2005), strategi dalam

pelaksanaan PIN dapat diupayakan dengan adanya

a. Dukungan politisi dari pemerintah pusat dan

daerah, peranan dari kabupaten atau kota

menentukan keberhasilan PIN.

b. Peran aktif sektor terkait termasuk swasta,

LSM, masyarakat dalam persiapan, pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi PIN.

c. Pemasaran sosial yang efektif dalam rangka

penyebarluasan informasi serta penggerakan

masyarakat.

d. Penggerakan sasaran oleh sektor terkait, PKK,

tokoh masyarakat serta LSM.

e. Dukungan sumber daya dan teknologi dalam

pelayanan imunisasi.

10. Pelaksanaan PIN

Pelayanan imunisasi meliputi kegiatan-kegiatan :

a. Persiapan petugas

Page 28: CAMPAK MENGGILA

Kegiatan ini meliputi :

1) Inventarisasi sasaran

Kegiatan ini dilakukan di tingkat Puskesmas

dengan mencatat :

a) Daftar bayi dan ibu hamil/WUS dilakukan

oleh kader, dukun terlatih, petugas KB,

bidan di desa.

Sumber : Kelurahan, form registrasi

bayi/ibu hamil, PKK.

b) Daftar murid sekolah tingkat dasar

melalui kegiatan UKS.

Sumber : Kantor Dinas Pendidikan/SD yang

bersangkutan.

c) Daftar calon pengantin di seluruh wilayah

kerja Puskesmas.

Sumber : KUA, kantor catatan sipil.

d) Daftar murid Sekolah Menengah Umum/Aliyah

melalui kegiatan UKS.

Sumber : Kantor Dinas Pendidikan/SMU

Aliyah yang bersangkutan.

e) Daftar WUS di tempat kerja/Pabrik.

Sumber : Dinas Tenaga Kerja/Perusahaan

yang bersangkutan.

2) Persiapan vaksin dan peralatan rantai

vaksin

Sebelum melaksanakan imunisasi di

lapangan petugas kesehatan harus

mempersiapkan vaksin yang akan dibawa.

Jumlah vaksin yang dibawa dihitung

berdasarkan jumlah sasaran yang akan

diimunisasi dibagi dengan dosis efektif

vaksin pervial/ampul. Selain itu juga harus

mempersiapkan peralatan rantai dingin yang

Page 29: CAMPAK MENGGILA

akan dipergunakan di lapangan seperti

termos dan kotak dingin cair.

3) Persiapan ADS dan safety box.

b. Persiapan masyarakat

Untuk mensukseskan pelayanan imunisasi,

persiapan dan penggerakkan masyarakat mutlak

harus dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan

melakukan kerjasama lintas program, lintas

sektoral, organisasi profesi, LSM, dan petugas

masyarakat/kader.

c. Pemberian pelayanan imunisasi

Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari

kegiatan imunisasi rutin dan tambahan. Dengan

semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi,

maka proporsi kegiatan imunisasi tambahan

semakin kecil.

1) Pelayanan Imunisasi Rutin

Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin

meliputi :

Pada Bayi : Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan

Campak.

Pada Anak Sekolah : DT , Campak dan TT.

Pada WUS : TT.

Jadwal pemberian imunisasi baik pada

bayi, anak sekolah dan wanita usia subur

berdasarkan jadwal pada tabel berikut.

Page 30: CAMPAK MENGGILA
Page 31: CAMPAK MENGGILA

Tabe

l 3. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak

Sekolah

Pelayanan imunisasi rutin dapat

dilaksanakan di beberapa tempat, antara

lain:

1) Pelayanan imunisasi di komponen statis

(Puskesmas, Puskesmas pembantu, rumah

sakit dan rumah bersalin).

2) Pelayanan imunisasi rutin dapat juga

diselenggarakan oleh swasta seperti:

a) Rumah sakit swasta.

b) Dokter praktek.

c) Bidan praktek.

3) Pelayanan imunisasi di komponen lapangan

antara lain di sekolah, posyandu dan

kunjungan rumah..

4) Pelayanan imunisasi di posyandu diatur

mengikuti sistem pelayanan lima meja.

5) Kunjungan rumah dilakukan untuk pemberian

imunisasi HB (0 – 7 hari)

2) Pelayanan Imunisasi Tambahan

Pelayanan imunisasi tambahan hanya

dilakukan atas dasar ditemukannya masalah

dari hasil pemantauan, atau evaluasi.

Meskipun beberapa diantaranya telah memiliki

langkah-langkah yang baku, namun karena

Page 32: CAMPAK MENGGILA

ditujukan untuk mengatasi masalah tertentu

maka tidak dapat diterapkan secara rutin.

Koordinasi.

4. Koordinasi

Ada dua macam fungsi koordinasi, yaitu vertikal

dan horizontal. Koordinasi horizontal terdiri

dari kerjasama lintas program dan kerjasama

lintas sektoral.

a. Kerjasama Lintas Program

Pengelola program imunisasi dapat mengadakan

kerjasama dengan program lain di bidang

kesehatan.

Beberapa bentuk kerjasama yang telah dirintis

adalah

1) Keterpaduan KIA – Imunisasi.

2) Keterpaduan Imunisasi – Survaillans.

3) Keterpaduan KB – Kesehatan (Imunisasi, Gizi,

Diare, KIA, PKM, KB).

4) Keterpaduan UKS – Imunisasi.

b. Kerjasama Lintas Sektoral

Kerjasama lintas sektoral yang telah terbentuk

adalah

1) Kerjasama imunisasi – Departemen Agama.

2) Kerjasama imunisasi – Departemen Dalam

Negeri.

3) Kerjasama imunisasi – Departemen Pendidikan

Nasional.

4) Kerjasama imunisasi – organisasi (IDI, IDAI,

POGI, IBI, PPNI, dll).

5) Bentuk lain dari koordinasi lintas sektoral

adalah peran Bantu PKK,

6) LSM.

7) Badan international seperti WHO, UNICEF,

GAVI, AusAID, PATH,JICA, USAID, CIDA.

Page 33: CAMPAK MENGGILA

11. Monitoring dan evaluasi PIN

Kegiatan pemantauan di lakukan disemua

tingkat administrasi. Hal-hal yang perlu di

pantau meliputi seluruh kegiatan persiapan dan

pelaksanaan PIN. Di tingkat pusat, provinsi, dan

kabupaten/kota,kecamatan/pos PIN. Di kegiatan ini

di koordinir oleh bidang monev (monitoring dan

evaluasi). Hasil pemantauan di informasikan

kepada bidang lainnya untuk dibahas dan ditindak

lanjuti. Kegiatan pemantauan dalam bentuk

supervisi di lakukan dengan alat bantu checklist

(depkes.RI, 2005).

Evaluasi di lakukan untuk dapat menilai

apakah kegiatan berhasil dengan baik, mengetahui

masalah dan tindak lanjut yang diperlukan serta

dapat memberikan masukan atau umpan balik kepada

daerah secara berjenjang. Pertemuan evaluasi

sebaiknya dilakukan 2 kali yaitu setelah PIN

putaran 1 dan setelah putaran ke 2. Hasil

evaluasi di informasikan kepada panitia pin dan

pimpinan wilayah disemua tingkat administrasi

untuk dapat di manfaatkan untuk pelaksanaan PIN

berikutnya (depkes.RI, 2005).

Kegiatan monitoring dan evaluasi dalam tabel

berisi: pemantauan persiapan PIN, pemantauan

pelaksanaan PIN, dan pengumpulan data dan analisa

(depkes.RI, 2005).

Dalam melakukan evaluasi, hal ini tidak

terlepas dari proses pemantauan dari kegiatan

yang berlangsung. Kegiatan pemantauan dilakukan

di semua tingkat administrasi. Hal-hal yang perlu

dipantau meliputi seluruh kegiatan persiapan dan

pelaksanaan PIN. Di tingkat pusat, provinsi dan

Page 34: CAMPAK MENGGILA

Kabupaten/Kota, Kecamatan / Pos PIN. Kegiatan

pemantauan dalam bentuk supervisi dilakukan

dengan alat bantu checklist (Depkes RI, 2005).

Kegiatan-kegiatan ini dikoordinir oleh

bidang monev (monitoring dan evaluasi). Hasil

pemantauan dan evaluasi diinformasikan kepada

bidang lainnya untuk dibahas dan ditindak lanjuti

(Depkes RI, 2005).

Kegiatan Monitoring dan Evaluasi PIN

No KegiatanPus

at

Propi

nsi

Kab/

Kota

Kecamat

an

Desa/

KelKet

1.

Pemantaua

n

Persiapan

PIN

V V V V V

2.

Pemantaua

n

Pelaksana

an PIN

V V V V V V

3.

Pengumpul

an dan

Analisa

V V V V V V

a. Pemantauan Persiapan PIN

1) Hal –hal yang harus dilakukan adalah sebagai

berikut (Depkes, 2005):

a) Mendapatkan informasi tentang upaya khusus

di daerah sulit.

b) Memastikan apakah kebutuhan transportasi

untuk kegiatan supervisor, pergerakan

c) masyarakat, kebutuhan vaksin terpenuhi dan

cara pengiriman hasil cakupan

Page 35: CAMPAK MENGGILA

d) Bersama dengan panitia PIN setempat

mengidentifikasikan masalah dan

pemecahannya

e) Mengatur strategi pelayanan

f) Melakukan intensifikasi/mengganti metode

penggerakan masyarakat bila perlu.

g) Koordinasi dengan lintas sektor terkait.

2) Hal-hal yang perlu dibahas dalam pemantauan

putaran I adalah (Depkes, 2005):

a) Kecukupan vaksin

b) Kondisi cold chain

c) Penggerakan sasaran

d) Kemungkinan terjadinya KIPI

e) Kemungkinan cakupan yang belum tercapai

f) Pencatatan dan pelaporan

3) Pendanaan (Depkes, 2005)

a) Penyelesaian pertanggung jawaban keuangan

putaran I

b) Alokasi dana untuk kegiatan putaran II

b. Pemantauan lapangan pada hari pelaksanaan PIN

Pemantauan pelaksanaan PIN di tingkat

pusat dilakukan oleh eselon I /II dan staf

teknis keseluruh provinsi. Selain itu juga

dilakukan external evaluation dari tim WHO. Di

tingkat provinsi pemantauan dilakukan dengan

melakukan kunjungan kebeberapa Pos PIN di

seluruh Kabupaten/Kota terutama di daerah

risiko tinggi (Depkes, 2005).

12. Apa yang dimaksud dengan imunisasi rutin,

tambahan, khusus, dan KLB

a. Imunisasi rutin

Imunisasi adalah imunisasi yang secara

rutin dan terus-menerus harus dilaksanakan pada

periode waktu yang telah ditentukan.

Page 36: CAMPAK MENGGILA

Berdasarkan kelompok usia sasaran, imunisasi

rutin dibagi menjadi : imunisasi rutin pada

bayi, imunisasi rutin pada wanita usia subur

dan imunisasi rutin pada anak sekolah. Pada

kegiatan imunisasi rutin terdapat kegiatan-

kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi

imunisasi rurin pada bayi dan Wanita Usia Subur

(WUS) seperti kegiatan sweeping pada bayi dan

kegiatan akselerasi MNTE (Maternal Neonatal Tetanus

Elimination) pada WUS. Pelayanan imunisasi rutin

dapat dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas

Pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin,

Posyandu, di sekolah atau melalui kunjungan

rumah. Pelayanan imunisasi rutin ini dapat juga

dilakukan oleh swasta seperti rumah sakit

swasta, dokter praktek dan bidan praktek.

(Depkes RI,2008).

b. Imunisasi tambahan

Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan

imunisasi yang tidak rutin dilaksanakan, hanya

dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari

hasil pemantauan, atau evaluasi.

Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan

ini adalah :

1. Backlog Fighting

Backlog fighting adalah upaya aktif melengkapi

imunisasi dasar pada anak yang berumur 1 - 3

tahun pada desa non UCI setiap 2 (dua) tahun

sekali.

2. Crash Program

Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang

memerlukan intervensi secara cepat karena

masalah khusus seperti :

Page 37: CAMPAK MENGGILA

- Angka kematian bayi tinggi, angka PD3I

tinggi.

- Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang.

- Untuk memberikan kekebalan pada kelompok

sasaran yang belum

mendapatkan pada saat imunisasi rutin.

Karena biasanya kegiatan ini menggunakan biaya

dan tenaga yang banyak serta waktu yang relatif

panjang, maka perlu diikuti pemantauan,

supervisi dan evaluasi. Indikatornya perlu

ditetapkan misalnya cakupan DPT-1 dan

DPT-3/Campak untuk indikator pemantauan cakupan

dan angka morbiditas dan atau angka mortalitas untuk

indikator penilaian dampak (evaluasi). Hasil

sebelum dan sesudah crash program menunjukkan

keberhasilan program tersebut. Hasil evaluasi

ini akan menentukan bentuk follow up dari

kegiatanini.

c. Imunisasi Khusus

Imunisasi khusus meliputi:

1) PIN (Pekan Imunisasi Nasional)

PIN merupakan suatu upaya untuk

mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus

polio importasi dengan memberikan vaksin polio

kepada setiap balita termasuk bayi baru

lahir tanpa mempertimbangkan status

imunisasi sebelumnya, pemberian imunisasi

dilakukan 2 (dua) kali masing-masing 2 (dua)

tetes dengan selang waktu 1 (satu) bulan.

Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN

juga berguna sebagai booster atau imunisasi

ulangan polio.

2) Sub PIN

Page 38: CAMPAK MENGGILA

Sub PIN merupakan suatu upaya untuk

memutuskan rantai penularan polio bila

ditemukan satu kasus polio dalam wilayah

terbatas (kabupaten) yaitu dengan pemberian

dua kali imunisasi polio dalam interval satu

bulan secara serentak pada seluruh sasaran

berumur kurang dari satu tahun.

3) Catch Up Campaign Campak

Catch Up Campaign Campak merupakan suatu

upaya untuk pemutusan transmisi penularan

virus campak pada anak sekolah dan balita.

Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian

imunisasi campak secara pada anak SD, tanpa

mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up

campaign campak di samping untuk memutus

rantai penularan, juga digunakan sebagai

booster atau imunisasi ulangan (dosis kedua).

d. Imunisasi KLB

Pelaksanaan imunisasi ini dalam penanganan KLB

di sesuaikan dengan situasi epidemiologis

penyakit.

13. Bagaimana indikator keberhasilan pada program

imunisasi

Indikator keberhasilan GAIN UCI (Gerakan

Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child

Immunization) mengacu pada RPJMN (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2010-

2014 dengan target pencapaian sebagai berikut:

Tahun 2010

a. Mencapai UCI desa/kelurahan 80%,

b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang

mendapatkan imunisasi dasar lengkap 80%

Tahun 2011

Page 39: CAMPAK MENGGILA

a. Mencapai UCI desa/kelurahan 85%,

b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang

mendapatkan imunisasi dasar lengkap 82%

Tahun 2012

a. Mencapai UCI desa/kelurahan 90%,

b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang

mendapatkan imunisasi dasar lengkap 85%

Tahun 2013

a. Mencapai UCI desa/kelurahan 95%,

b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang

mendapatkan imunisasi dasar lengkap 88%

Tahun 2014

a. Mencapai UCI desa/kelurahan 100%,

b. Persentase bayi usia 0-11 bulan yang

mendapatkan imunisasi dasar lengkap 90%

14. Bagaimana cara pengadaan , penyimpanan,

pendistribusian, dan pemakaian vaksin yang benar

a. Pengadaan

Pengadaan vaksin untuk program imunisasi

dilakukan oleh Ditjen. PPM & PL dari sumber

APBN dan BLN (Bantuan Luar Negeri). Pelaksanaan

pengadaan vaksin dilakukan melalui kontrak

pembelian dengan PT. Bio Farma sebagai produsen

vaksin satu-satunya di Indonesia.Vaksin

dari luar negeri pada umumnya diterima di

Indonesia apabila ada kegiatan khusus (seperti

Catch Up Campaign Campak) dan telah lolos uji dari

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

b. Penyimpanan

Cara penyimpanan vaksin sangatlah penting

karena menyangkut potensi dan daya antigennya.

Faktor yang mempengaruhi penyimpanan vaksin

Page 40: CAMPAK MENGGILA

adalah suhu, sinar matahari dan kelembaban

(Kemenkes, 2005).

Vaksin yang berasal dari virus hidup ,

seperti polio dan campak, pada pedoman

sebelumnya harus disimpan pada suhu dibawah

0oC. Namun dalam perkembangannya, hanya vaksin

Polio yang masih memerlukan penyimpanan pada

suhu dibawah 0oC di Provinsi dan Kabupaten /

Kota. Sedangkan vaksin Campak dapat disimpan di

refrigerator pada suhu 2-8oC. Adapun vaksin lain

harus di simpan pada suhu 2-8oC . Vaksin

Hepatitis B, DPT, TT, dan DT tidak boleh

terpapar pada suhu beku karena vaksin akan

rusak akibat meningkatnya kosentrasi zat

pengawt yang merusak antigen (Kemenkes, 2005).

Dalam penyimpanan vaksin, susunan harus

diperhatikan karena suhu dingin dari dalam

lemari es atau freezer diterima vaksin secara

konduksi, maka ketentuan jarak antar kemasan

vaksin harus dipenuhi. Demikian pula letak

vaksin menurut jenis antigennya mempunyai

urutan tertentu untuk menghindari penurunan

potensi vaksin yang terlalu cepat (Kemenkes,

2005).

Penyimpanan vaksin dimaksudkan agar mutu

dapat dipertahankan / potensinya tidak hilang,

aman / tidak hilang, dan terhindar dari

Page 41: CAMPAK MENGGILA

Cold Box

Cold Box

Cold Box / Vaccine Carrier

Vaccine Carrier

Program Vaksin

Propinsi (cold room)

Kabupaten/Kota

Puskesmas

Penerima vaksin

kerusakan terutama kerusaka fisik. Oleh karena

itu, sarana dan prasarana yang dibutuhkan harus

lengkap, antaralain (DepKes RI, 2009) :

1) Lemari es

2) Cool room

3) Freezer

4) Cool box

5) Cool pack

6) Generator

7) Vaccine carrier

Untuk menyimpan vaksin dibutuhkan rantai

vaksin. Rantai vaksin adalah rangkaian proses

penyimpanan dan transportasi vaksin dengan

menggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur

untuk menjamin kualitas vaksin agar tetap

terjamin dari pabrik sampai diberikan kepada

pasien (DepKes RI, 2009).

Skema Rantai Vaksin Program Imunisasi

(DepKes RI, 2009)

Page 42: CAMPAK MENGGILA

c. Pendistribusian

Distribusi merupakan transportasi atau

pengiriman vaksin dari Pusat/Bio Farma ke

provinsi, dari provinsi ke kabupaten/kota, dari

kabupaten/kota ke Puskesmas dan dari Puskesmas

ke bidan di desa atau posyandu. Distribusi

vaksin harus disesuaikan dengan volume vaksin

dimasing -masing provinsi serta biaya

transportasi dalam baik jumlah maupun

frekuensinya. Rata -rata distribusi vaksin ke

Provinsi adalah setiap 1-3 bulan. Tergantung

dari besarnya jumlah penduduk provinsi

tersebut. Vaksin dari gudang provinsi diambil

oleh petugas kabupaten/kota setiap bulan dan

dari gudang kabupaten/kota vaksin diambil oleh

petugas Puskesmas setiap bulan. Frekuensi

pengambilan vaksin inipun bervariasi antar

kabupaten/kota dan Puskesmas, tergantung pada

kapasitas tempat penyimpanan vaksin, biaya

transportasi serta volume kegiatan. Dalam

menjaga potensi vaksin selama transportasi,

ketentuan pemakaian cold/cool box, vaccine carrier,

thermos, cold/cool pack harus diperhatikan.

d. Pemakaian

Dalam mengambil vaksin untuk pelayanan

imunisasi, prinsip yang dipakai adalah “early

expired first out/EEFO” dikeluarkan berdasarkan

tanggal kedaluarsa yang lebih dulu). Namun

dengan adanya VVM (vaccine vial monitor) maka

ketentuan EEFO tersebut menjadi pertimbangan

kedua. VVM sangat membantu petugas dalam

manajemen stok vaksin secara cepat dengan

melihat perubahan warna pada indikator yang

ada. Kebijaksanaan program adalah tetap membuka

Page 43: CAMPAK MENGGILA

vial/ampul baru meskipun sasaran sedikit untuk

tidak mengecewakan masyarakat. Vaksin yang

dipakai harusl vaksin yang poten dan aman. Sisa

vaksin yang sudah dibawa ke lapangan namun

belum dibuka harus segera dipakai pada

pelayanan berikutnya, sedang yang sudah dibuka

harus dibuang. Sebelum dibuang periksa dulu

apakah di antara pengunjung diluar umur sasaran

ada yang perlu dilengkapi imunisasinya dan ada

yang perlu mendapat booster. Vaksin pada di unit

pelayanan statis atau di dalam gedung (RS,

Puskesmas, BKIA, praktek swasta) dapat

digunakan kembali setelah vial dibuka dengan

ketentuan sebagaimana tabel dibawah ini :

Masa Pemakaian Vaksin Dari Vial yang Sudah

Dibuka di Unit Pelayanan Statis

VAKSIN MASA PEMAKAIANPolio 2 minggu

DPT 4 minggu

TT 4 minggu

DT 4 minggu

Hepatitis

B

4 minggu

Pemakaian vaksin yang sudah dibuka harus

memenuhi kriteria , yaitu:

1) Vaksin tidak melewati masa kadaluarsa;

2) Vaksin tetap disimpan pada + 2 0C s/d 80C;

3) Sterilitas vaksin dapat terjamin;

Page 44: CAMPAK MENGGILA

4) Vial vaksin tidak pernah terendam dalam

air; dan

5) VVM masih menunjukkan kondisi A atau B.

15. Bagaimana kriteria vaksin yang rusak

Menurut Kemenkes (2005), Vaksin yang disebut

rusak adalah sebagai berikut :

1. Vaksin yang sudah menunjukan indikator VVMpada

tingkat C dan D yang berarti sudah rusak dan

tidak dapat digunakan lagi.

2. Vaksin yang sudah lewat tanggal kadaluarsanya

3. Vaksin yang beku setelah dilakukan uji kocok

4. Vaksin yang pecah

5. Vaksin yang berubah warna karena perubahan Ph.

Page 45: CAMPAK MENGGILA

DAFTAR PUSTAKA

Boundless. 2011. Koch’s Postulates – Principles of Epidemiology.Available at:https://www.boundless.com/microbiology/50cb58b2e4b0040a71bdc79b/50cb58b2e4b0040a71bdc79c/50cb58b2e4b0040a71bdc7a0/ (Diakses 29 Desember2012).

Casaeri. 2003. Faktor-faktor risiko kejadian penyakticampak di kabupaten kendal tahun 2002. Available athttp://eprints.undip.ac.id/14410/1/2003MIKM2202.pdfdiunduh 25 desember 2012

Depkes RI. 2005. Keputusan Meneteri Kesehatan RI NOMOR1287/MENKES/SK/VIII/2005. Pekan Imunisasi PolioNasional TAHUN 2005. Jakarta: Depkes

Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia.Available at:http://www.penyakitmenular.info. Terakhir diakses 27desember 2012

Kemenkes. 2005. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta:Kementrian Kesehatan

Page 46: CAMPAK MENGGILA

DepKes RI. 2009. Pedoman Pengelolaan Vaksin. Diunduh dihttp://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/1360/1/BK2009-Sep14.pdf, terakhir diaksespada tanggal 29 Desember 2012

Dinkes Jatim. 2011. Pekan imunisasi nasional. Availableat :www.dinkesjatim.go.id/images/pin/Pekan_Imunisasi_Nasional.doc

Kemenkes RI. 2010. Strategi Pencapaian Kegiatan Imunisasi MelaluiGerakan Akselerasi Imunasasi Nasional Universal Child Imunization(GAIN UCI). Available at:http://www.slideshare.net/alunand350/strategi-gain-uci-pernas (Diakses 29 Desember 2012).

Depkes RI.2008.pekan imunisasi nasional.Perpustakaan.depkes.go id. 29 desember 2012.

Donna L. Wong. 2007. Pedoman Klinis KeperawatanPediatrik. EGC : Jakarta

I.G.N. Ranuh. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia.Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Friedman, Gary D. 1993. Prinsip-prinsip Epidemiologi.Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Grimes, D. A. & Kenneth F. S. 2002. Cohort studies:marching towards outcomes. THE LANCET • Vol 359 •January 26, 2002

Hill, Austin Bradford. 1965. Proceeding of The Royal Societi ofMedicine. Available at:http://www.edwardtufte.com/tufte/hill (Diakses 29Desember 2012

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Salim A. 2008. Indikator prediksi kejadian luar biasacampak di provinsi Jawa Barat. Available at :journal.lib.unair.ac.id/index.php/IJPH/article/view/773/772 diunduh tanggal 25 desember 2012

Supraptini, Agustina Lubis, Joko Iranto. 2003. CakupanImunisasi Balita dan ASI Esklusif di Indonesia,Hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) 2001.Jurnal Ekologi Kesehatan. 2 (2): 249-254

Page 47: CAMPAK MENGGILA