BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Nyeri perut adalah salah satu manifestasi gangguan saluran cerna dan organ yang berada di dalam ronga abdomen. Nyeri perut dapat dikelompokkan berdasar lokasi nyeri yang dirasakan. Untuk mempermudah, pengelompokkan dibagi menjadi 9 regio. Adapun nyeri di regio epigastrium biasanya disebabkan kelainan pada organ lambung, duodenum, saluran empedu, dan pankreas. Selain nyeri, petunjuk adanya kelainan pada saluran cerna ialah diare. Diare merupakan upaya pertahanan tubuh sebagai respon terhadap adanya kelainan atau adanya benda asing yang dapat membahayakan saluran cerna tersebut. Namun, bila tidak terkontrol dan ditangani, diare adalah ancaman bagi tubuh, hal mana dapat menimbulkan komplikasi diataranya adalah dehidrasi. Tukak lambung atau tukak usus atau ulkus peptikum adalah luka pada lapisan bagian dalam dari lambung atau usus. Yang dirasakan penderita adalah nyeri di saluran pencernaannya. Berdasarkan sifatnya, tukak lambung dan tukak usus dapat dibedakan sebagai berikut: Tukak Lambung : lebih sering terjadi pada pria usia lanjut (60 tahun atau lebih). Penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama dibandingkan tukak usus, karena luka
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nyeri perut adalah salah satu manifestasi gangguan saluran cerna dan organ
yang berada di dalam ronga abdomen. Nyeri perut dapat dikelompokkan berdasar
lokasi nyeri yang dirasakan. Untuk mempermudah, pengelompokkan dibagi
menjadi 9 regio. Adapun nyeri di regio epigastrium biasanya disebabkan kelainan
pada organ lambung, duodenum, saluran empedu, dan pankreas.
Selain nyeri, petunjuk adanya kelainan pada saluran cerna ialah diare. Diare
merupakan upaya pertahanan tubuh sebagai respon terhadap adanya kelainan atau
adanya benda asing yang dapat membahayakan saluran cerna tersebut. Namun,
bila tidak terkontrol dan ditangani, diare adalah ancaman bagi tubuh, hal mana
dapat menimbulkan komplikasi diataranya adalah dehidrasi.
Tukak lambung atau tukak usus atau ulkus peptikum adalah luka pada lapisan
bagian dalam dari lambung atau usus. Yang dirasakan penderita adalah nyeri di
saluran pencernaannya. Berdasarkan sifatnya, tukak lambung dan tukak usus
dapat dibedakan sebagai berikut:
Tukak Lambung : lebih sering terjadi pada pria usia lanjut (60 tahun atau
lebih). Penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama dibandingkan tukak usus,
karena luka di lambung terus-menerus bersentuhan dengan asam lambung.
Tukak Usus : muncul di bagian awal usus kecil, lebih sering terjadi pada
wanita. Jumlah penderitanya lebih banyak dibandingkan tukak lambung, dan lebih
sering muncul pada usia lebih muda dibandingkan tukak lambung (30 tahun atau
lebih).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ulkus Peptikum adalah suatu luka terbuka yang berbentuk bundar atau oval pada
lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum). Ulkus pada lambung
disebut ulkus gastrikum, sedangkan ulkus pada usus duabelas jari disebut ulkus
duodenalis. Tukak lambung/gastric ulcer/maag merupakan luka/ulkus yang
terjadipada lambung yang diakibatkan oleh karena gangguan keseimbanganasam-
basa pada lambung dimana terjadi peningkatan keasaman lambung danatau
penurunan daya tahan/proteksi jaringan lambung.
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung
terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga
sebagai tukak.(misalnya tukak karena stress). Tukak kronik berbeda denga tukak
akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar tukak. Menurut definisi, tukak
peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga
jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung merupakan
factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu
factor dari banyak factor yang berperan dalam patogenesis tukak peptic.
2.2 Etiologi Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum bisa disebabkan oleh bakteri (misalnya Helicobacter pylori) atau
obat-obatan yang menyebabkan melemahnya lapisan lendir pelindung lambung
dan duodenum sehingga asam lambung bisa menembus lapisan yang sensitif di
bawahnya. Asam lambung dan bakteri dapat mengiritasi lapisan lambung dan
duodenum serta menyebabkan terbentuknya ulkus.
Helicobacter pylori biasanya ditularkan pada masa kanak-kanak, bisa melalui
makanan, air atau kontak dengan penderita infeksi H. pylori.
Penyakit menular ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa yang berumur
lebih dari 60 tahun dan juga lebih sering ditemukan di negara-negara berkembang.
Sebagian besar orang yang memiliki H. pylori baru menunjukkan gejala-gejala
setelah mencapai usia lanjut, mereka bahkan tidak menyadari bahwa mereka
memiliki bakteri tersebut. Meskipun H.pylori biasanya tidak menimbulkan
masalah pada masa kanak-kanak, tetapi jika tidak diobati bisa menyebabkan
gastritis, ulkus peptikum dan bahkan kanker lambung.
Para ahli sepakat bahwa penyebab utama dari ulkus peptikum pada orang
dewasa adalah bakteri Helicobacter pylori, tetapi tidak semua ahli berpendapat
bahwa penyebab utama dari ulkus pada masa kanak-kanak adalah bakteri tersebut.
Beberapa ahli mengemukakan perbedaan antara ulkus duodenalis dan ulkus
gastrikum; ulkus duodenalis biasanya disebabkan oleh infeksi Helicobacter
pylori, sedangkan ulkus gastrikum memiliki penyebab yang lain.
50% dari kasus disebabkan oleh Helicobacter pylori dan sisanya memiliki
penyebab yang tidak diketahui secara pasti. Yang pasti, ulkus peptikum jarang
ditemukan pada anak-anak yang sehat.
Pada beberapa kasus, penyebabnya adalah pemakaian obat. Pemakaian
NSAIDs (non-steroid anti inflammatory drugs, obat anti peradangan non-steroid)
dosis menengah bisa menyebabkan kelainan saluran pencernaan dan perdarahan
pada beberapa anak. Acetaminophen tidak menyebabkan ulkus gastrikum dan
merupakan pilihan NSAIDs yang baik bagi anak-anak.
Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang
terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi
paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada
wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada
bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti
bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden
ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada
korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan
Predisposisi:
Upaya masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus. Beberapa
pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak diekspresikan adalah factor
predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi
apakah ini factor pemberat kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga
yang juga tampak sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter
selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada
individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Faktor predisposisi lain yang juga
dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat
antiinflamasi non steroid (NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan
infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini meningkat
sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang
diproduksi oleh tumor (gastrinomas-sindrom zolinger-ellison) jarang terjadi.
Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress.
2.3 Patofisiologi Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa yang menghasilkan alkali, biasanya
pada atau di dekat curvatura minor, karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja
asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan
dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak
dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam
klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :
1. Fase Sefalik.
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan
menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan
makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus
peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring
mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus.
Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah
iritan yang signifikan.
2. Fase lambung.
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan
sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3.Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(dianggap
menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan
mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus
ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam
hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena
mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan
usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan
luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan
pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian
kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat.
Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini
adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh
sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah
suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi
epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu
dari dua faktor ini :
1. Hipersekresi asam pepsin
2. Kelemahan barier mukosa lambung
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain,
alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.
Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus
peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar.
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung,
ulkus duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor
ditemukan dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus,
bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari
gastrinoma adalah ganas(maligna).
Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien
ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan
karenanya dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama
adalah nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi
mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh
stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan
trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi
fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung,
setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus
meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa.
Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah
mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia,
asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus
stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain
dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak.
Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya
lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat
kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
Pada kasus tukak lambung yang parah maka ulkus/lukanya dapat berdarah
sehingga mengalir melalui saluran pencernaan dan dapat menyebabkan muntah
bercampur darah yang berwarna coklat seperti kopi dan feses berwarna kehitaman
karena bercampur darah. Tukak yang kronis menginvasi tunica muscularis, dan
nantinya mengenai peritoneum sehingga gaster dapat mengalami perforasi sampai
ke dalam bursa omentalis atau mengalami perlekatan pada pankreas. Erosi
pancreas menghasilkan nyeri alih ke punggung. Arteri lienalis berjalan pada
sepanjang margo superior pancreas, dan erosi arteria ini dapat menimbulkan
perdarahan yang mengancam jiwa. Tukak yang menembus dinding anterior gaster
dapat mengakibatkan isi gaster keluar ke dalam cavitas peritonealis dan
menimbulkan peritonitis difusa. Namun, paries anterior gaster dapat melekat pada
hepar, dan ulkus kronis dapat meluas sampai ke jaringan hepar. Apabila hal ini
terjadi diperlukan perawatan dokter untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
2.3 Anatomi Gaster
Ulkus peptikum merupakan penyakit yang terdapat pada lambung. Dimana
lambung merupakan bagian dari abdomen.
Lambung
2.4 Gejala Klinis
Pada bayi baru lahir, gejala awal dari ulkus peptikum bisa berupa adanya
darah di dalam tinja. Jika ulkus menyebabkan terbentuknya lubang (perforasi)
pada lambung atau usus halus, bayi bisa tampak kesakitan dan cenderung timbul
demam.
Pada bayi yang lebih tua dan anak kecil, selain di dalam tinjanya ditemukan
darah, juga disertai muntah atau nyeri perut berulang.
Nyeri seringkali semakin memburuk atau membaik jika anak makan. Nyeri juga
menyebabkan anak terbangun dari tidurnya pada malam hari.Gejala-gejala ulkus
dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat
hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami
perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri
Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, sepert tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa
nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks
local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan
makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali,
namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali
timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan
tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah.
Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati)
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau
sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan
jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami
inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului
oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan
asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat
dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan
gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut
sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala
setelahnya.
2.5 Diagnosis
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik
atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan
barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun
endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa
dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui
dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X
karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan
laboratorium adalah negatif terhadap darah samar. Pemeriksaan sekretori lambung
merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat
asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri
yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul
juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya Helicobacter Pylory dapat
ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini
merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi
Helicobacter Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen
Helicobacter Pylori.
Selain pemeriksaan fisik dapat pula dilakukan pemeriksaan endoskopi
gastrointestinal serat optik. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara penderita
dipuasakan sejak jam 12.00 malam dan pada saat akan dilakukan pemeriksaan
diberikan sulfas atropin 0,5 mg dan 20 mg Buscopan® secara intramuskuler serta
anestesi lokal pada orofaring.
Alat endoskopi yang dapat dipergunakan adalah Olympus CIF P2 atau GIF Q
dengan cold-light source. Penilaian terhadap varises esofagus berdacarkan warna
(colour), tanda wama merah (red colour sign), bentuk (form) dan lokasi varises.
Diagnosis endoskopis : gastritis, bila ditemukan mukosa lambung hiperemis;
"bile reflux gastritis" bila terdapat cairan empedu pada lambung yang berasal dari
duodenum; gastritis kronis bila terdapat mukosa lambung hipertrofi/atrofi disertai
bercak-bercak hiperemis; esofagitis bila mukosa esofagus mengalami hiperemis.
2.6 Pencegahan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung
termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan :
1. Penurunan stress dan istirahat.
2. Penghentian merokok
3. Modifikasi diet
4. Obat-obatan
5. Intervensi bedah
Jika penyebabnya adalah NSAIDs, sebaiknya hindari pemakaian NSAIDs,
termasuk setiap obat yang mengandung ibuprofen maupun aspirin.
Jika tidak ada makanan tertentu yang diduga menjadi penyebab maupun
pemicu terjadinya ulkus, biasanya tidak dianjurkan untuk membatasi pemberian
makanan kepada anak-anak yang menderita ulkus. Makanan yang bergizi dengan
berbagai variasi makanan adalah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Alkohol dan merokok dapat memicu terbentuknya ulkus. Selain itu, kopi, teh,
soda dan makanan yang mengandung kafein dapat merangsang pelepasan asam
lambung dan memicu terbentuknya ulkus, jadi sebaiknya makanan tersebut tidak
diberikan kepada anak-anak yang menderita ulkus.
Langkah-langkah perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
mengatasi tukak lambung antara lain :
(1) Istirahat yang cukup sampai gejala mereda hindari stres, tekanan
emosional, dan kerja berat jangan sampai terlambat makan dan
jangan makan yang berlebihan jangan biarkan lambung kosong,
makan sedikit-sedikit dengan jenjang waktu yang sering.
(2) Konsumsi makanan yang ringan dan lunak
(3) Hindari makanan yang pedas, asam, keras, dan lain-lain yang dapat
memperparah radang lambung seperti alkohol, kopi, buah yang
mentah dan masam, nangka, durian, salak.
(4) Hindari merokok karena rokok dapat mengiritasi dinding lambung
dan duodenum.
(5) Hindari obat-obatan yang mengandung aspirin.
(6) usahakan buang air besar secara teratur
Untuk menurunkan asam lambung yang berlebihan yang dapat
mengiritasi lambung biasanya minum obat antasida.
Obat-obatan bersifat antasid yang banyak dijual bebas di warung
berfungsi menurunkan keasaman cairan di lambung dengan cara
menaikan pH, sehingga untuk sementara gejala sakit akan hilang.
Namun hal tersebut hanya bersifat sementara karena luka pada
Dari hasil perhitungan nutrisi harian pasien, kalori yang dihasilkan masih
belum mencukupi untuk mencapai berat badan ideal dimana konsumsi protein
melebihi kebutuhan yang dianjurkan. Menurut pengakuan pasien, dalam sehari
pasien biasa makan 3 kali sehari dengan porsi setengah piring tiap kali makan
dengan uraian menu pagi dan siang berupa nasi putih, tempe, telur, dan sayur.
Sedangkan menu malam biasanya tanpa sayur. Menu tersebut diatas terkadang
berubah, hal ini tergantung kondisi keuangan pasien. Pasien jarang
mengkonsumsi buah-buahan, biasanya hanya makan buah saat hari raya saja
dan lebih sering berupa buah pisang, apel, dan jeruk
B. Anjuran Nutrisi Perhari
Waktu Makanan Jumlah Satuan Kalori (kkal)
Pagi Nasi 70 gr 2/3 gelas 120Telur ayam 30 gr 1 butir 75Ikan segar 50 gr 1 potong 85Minyak 5 gr 1 sdm 45Gula Pasir 10 gr 1 sdm 37Sayuran 50 gr ½ gelas 25
Snack Pisang 50 gr 1 buah 40Susu sapi 200 gr 1 gelas 95Gula pasir 10 gr 1 sdm 37
Siang Nasi 130 gr 1 gelas 200Ikan segar 100 gr 2 potong 190Sayuran 100 gr 1 gelas 50Pisang 50 gr 1 buah 40Minyak 5 gr 2 sdm 45Tempe 75 gr 3 potong 125
sedangSnack Tepung 25 gr 4 sdm 88
Susu 100 gr 1 gelas 96Gula Pasir 10 gr 1 sdm 37
Malam Nasi 125 gr 1 gelas 219Ayam 200 gr 2 potong
sedang190
Tempe 50 gr 2 potong sedang
75
Sayuran 100 gr 1 gelas 50Pisang 50 gr 1 potong 40Minyak 5 gr 2 sdm 45
Dari data nutrisi harian pasien tersebut jika dibandingkan dengan tabel
anjuran nutrisi, sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
sedikit mengurangi asupan protein sedangkan lemak hanya secukupnya. Asupan
harian pasien sedikit berkurang dibandingkan dengan anjuran dikarenakan nafsu
makan pasien jauh menurun semenjak menderita penyakit ini dan konsumsi
makanan harian pasien sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi pasien yang
tidak menentu. Pasien juga diharapkan mengkonsumsi suplemen untuk tambahan
asupan vitamin.
4.4 Akses pelayanan kesehatan
Akses pelayanan kesehatan dari rumah pasien tergolong mudah. Sekitar + 2 km
dari rumah pasien terdapat puskesmas pembantu yaitu puskesmas abiansemal,
yang dapat ditempuh dalam waktu 15 menit. Hanya saja peralatan medis di
puskesmas ini belum lengkap, sehingga pasien terkadang harus pergi ke RSUP
Sanglah Denpasar yang jaraknya cukup jauh untuk mendapatkan pengobatan yang
komprehensif. Jika sedang sakit pasien biasanya harus meminta tolong anaknya
untuk control ke RSUP Sanglah Denpasar, untuk mengantarkan pasien berobat.
4.5 Lingkungan
Penderita tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduknya. Rumah penderita
merupakan bangunan permanen yang berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 2
are. Bangunan rumah penderita terlihat tidak terawat, beratapkan genteng, tembok
bata yang sudah diplester dan ada yang tidak dan dicat dengan cat berwarna biru
muda, plafon terbuat dari triplek dan lantai terbuat dari semen. Rumah penderita
terdiri dari teras depan, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 ruang tamu, 1 ruang
tamu dan 1 kamar mandi. Penerangan di dalam rumah cukup baik dan ventilasi
udara cukup memadai tetapi tirai-tirai yang menutupi jendela rumah agak kotor
dan berdebu. Kamar mandi pasien juga kurang layak digunakan, karena bak
mandinya kotor dan banyak ditumbuhi lumut. Selain itu, sumber air untuk mandi
dan mencuci baju berasal dari PDAM, tetapi aliran air kerumah pasien sering kali
mati terutama pada sore hari. Untuk air minum dan keperluan memasak juga
menggunakan air yang berasal dari PDAM. Lingkungan disekitar rumah pasien
juga kurang bersih, didepan rumah terdapat got yang berukuran kecil dengan
lumpur yang tergenang. Tempat pembuangan sampah menggunakan tempat
sampah.
Kebutuhan Bio-psikososial
1. Lingkungan Biologis
Dalam lingkungan biologis/ keluarga langsung pasien tidak ada yang
mengalami keluhan serupa seperti yang dialami pasien.
2. Faktor psikososial
Dalam keadaan sakit seprti saat ini, pasien sangat membutuhkan
pengertian dan dukungan dari keluarga. Peranan anak-anak pasien, sangat
mendukung kesembuhan pasien. Terutama dalam mengatur pola makan
karena semua penyakit yang didierita pasien memiliki hubungan dengan
pola makan. Dan pasien memiliki pola makan yang buruk sehingga
dibutuhkan peran baesar dari anak-anaknya untuk memantu mengawasi
pola makan pasien.
4.6 Saran dan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah pada pasien harus dilakukan secara berkesinambungan,
dimana harus melibatkan kesadaran dari pasien sendiri dan dukungan dari banyak
pihak, terutama dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan sanitasi,
higienitas, pola makan pasien, dan kebiasaan membeli obat sendiri. Beberapa
saran yang bisa diberikan antara lain:
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.
Pemahaman yang baik dari pasien, akan memudahkan kita dalam
mengubah kebiasaan buruk yang berkaitan dengan penyakitnya.
2. Memberitahukan kepada pasien pentingnya untuk menjaga pola makan
pasien yang teratur dan dengan kadar gizi yang cukup, dan kadar
protein dan garam yang dikurangi. Memberikan nasihat kepada pasien
untuk makan secara teratur minimal 3 kali sehari dan tidak terlambat
makan serta keluarga juga diharapkan mengawasi waktu makan pasien.
Menjaga asupan gizi yang seimbang pada pasien tanpa harus membeli
bahan makanan yang mahal. Dengan asupan gizi yang baik diharapkan
ketahanan tubuh penderita terhadap penyakit infeksi semakin
meningkat dan tidak memeperparah kondisi ulkus peptikum, CKD ,dan
hipertensinya.
3. Memberikan nasihat kepada pasien, untuk membiasakan mencuci
tangan sebelum dan setelah melakukan sesuatu, bila mengkonsumsi
buah-buahan dibersihkan dan dicuci terlebih dahulu, disamping
menjaga higenitas pribadi dari pasien tersebut.
4. Memberikan nasihat kepada pasien dan keluarganya agar tidak lagi
membeli obat bebas untuk keluhan sakit pinggangnya.
5. Memberikan KIE pada pasien agar segera memeriksakan diri kedokter
atau pelayanan medis terdekat jika sedang sakit. Menyarankan kepada
anaknya agar lebih memberikan paerhatian kepada orang tuanya baik
dalam mental dan material
4.6 Denah Rumah
Garasi
Kamar
tidur
Kamar
Tidur
Kamar
Tidur
Dapur
Kamar
Mandi
Ruang tengah
Lampiran Foto Kunjungan pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Rheumatology. Systemic lupus erythematosus
research. Education. Atlanta:Rheumatology; 2012
2. D’Cruz DP. Systemic lupus erythematosus. Br Med J. 2006;332:890-4.
3. Anisur Rahman, Ph.D., David A. Isenberg, M.D. Mechanisms of Disease
Systemic Lupus Erythematosus. N Engl J Med 2008;358:929-39
4. K. Tenbrock1, Y.-T. Juang2, V. C. Kyttaris2 and G. C. TsokosM. Y.
Karim. Altered signal transduction in SLE T cells. Oxford University
Press. Rheumatology 2007;46:1525–1530.
5. C. N. Pisoni, M. A. Khamashta. Update on immunotherapy for systemic
lupus erythematosus—what’s hot and what’s not!. Oxford University