BAB I PENDAHULUAN Ulkus peptikum merupakan salah satu penyakit yang masih sering ditemukan di masyarakat. Prevalensinya dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi dimana penyakit ini banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah, dimana kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. 1 Saat ini dipercaya bahwa penyebab utama ulkus peptikum adalah infeksi dari lambung oleh bakteria yang disebut Helicobacter pylori (H.pylori). 2,3 H.pylori merupakan kuman patogen gram negatif, suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis pada manusia. Bakteria ini bertahan hidup di tubuh manusia dengan memanipulasi system sel imum yang penting. 4 Ulkus peptikum juga dapat dipicu oleh penggunaan non-steroidal antiinflammatory drugs (NSAID) dalam jangka waktu yang lama seperti penggunaan NSAID untuk pengobatan penyakit osteoarthritis. Beberapa faktor lain juga turut berperan dalam menimbulkan penyakit ini, seperti genetik, diet, alkohol, dan merokok. 5,6 Penyakit ulkus peptikum dapat menimbulkan komplikasi yang serius bila tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi yang mungkin timbul adalah perdarahan, perforasi, dan stenosis pilorik. Insiden perdarahan dan perforasi meningkat pada usia lanjut dan pada pemakaian NSAID yang lama. 2 Penanganan ulkus peptikum sendiri ditujukan untuk menghilang keluhan yang timbul, menyembuhkan ulkus, mencegah kekambuhan, dan mencegah terjadinya komplikasi. Penanganan ulkus peptikum saat ini terdiri dari terapi non medikamentosa dan terapi medikamentosa, bila keduanya gagal dapat dilakukan tindakan operasi. Semua hal tersebut dilakukan untuk mecapai tujuan terapi yang optimal. 4,6 Mengingat masih banyaknya angka kejadian penyakit ulkus peptikum di masyarakat Indonesia karena faktor resiko yang sangat tinggi di masyarakat seperti: kebiasaan masyarakat untuk membeli obat tanpa resep dokter, infeksi Helicobacter pylori yang kejadiannya sangat tinggi di Indonesia, maka sangatlah penting untuk 14
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus peptikum merupakan salah satu penyakit yang masih sering ditemukan di
masyarakat. Prevalensinya dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi dimana penyakit ini
banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah,
dimana kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia.1
Saat ini dipercaya bahwa penyebab utama ulkus peptikum adalah infeksi dari
lambung oleh bakteria yang disebut Helicobacter pylori (H.pylori).2,3 H.pylori
merupakan kuman patogen gram negatif, suatu bakteri yang menyebabkan peradangan
lapisan lambung yang kronis pada manusia. Bakteria ini bertahan hidup di tubuh
manusia dengan memanipulasi system sel imum yang penting.4 Ulkus peptikum juga
dapat dipicu oleh penggunaan non-steroidal antiinflammatory drugs (NSAID) dalam
jangka waktu yang lama seperti penggunaan NSAID untuk pengobatan penyakit
osteoarthritis. Beberapa faktor lain juga turut berperan dalam menimbulkan penyakit
ini, seperti genetik, diet, alkohol, dan merokok.5,6
Penyakit ulkus peptikum dapat menimbulkan komplikasi yang serius bila tidak
ditangani dengan tepat. Komplikasi yang mungkin timbul adalah perdarahan, perforasi,
dan stenosis pilorik. Insiden perdarahan dan perforasi meningkat pada usia lanjut dan
pada pemakaian NSAID yang lama.2
Penanganan ulkus peptikum sendiri ditujukan untuk menghilang keluhan yang
timbul, menyembuhkan ulkus, mencegah kekambuhan, dan mencegah terjadinya
komplikasi. Penanganan ulkus peptikum saat ini terdiri dari terapi non medikamentosa
dan terapi medikamentosa, bila keduanya gagal dapat dilakukan tindakan operasi.
Semua hal tersebut dilakukan untuk mecapai tujuan terapi yang optimal.4,6
Mengingat masih banyaknya angka kejadian penyakit ulkus peptikum di
masyarakat Indonesia karena faktor resiko yang sangat tinggi di masyarakat seperti:
kebiasaan masyarakat untuk membeli obat tanpa resep dokter, infeksi Helicobacter
pylori yang kejadiannya sangat tinggi di Indonesia, maka sangatlah penting untuk
14
mempelajari penyakit ini terutama bagi para praktisis medis. Penulisan laporan ini
diharapkan dapat membantu penulis dan mahasiswa kedokteran lainnya untuk
memahami penyakit ulkus peptikum dan mengetahui korelasi antara perjalanan
penyakit dengan kehidupan biopsikososiokultural pasien.
1.1 Tujuan
Adapun tujuan dari PBL ini sesuai dengan latar belakang penulisan ini adalah :
1. Memahami tentang penyakit ulkus peptikum baik etiologi, faktor resiko,
diagnosis dan penatalaksanaannya.
2. Menganalisa faktor resiko ulkus peptikum pada kasus ini.
3. Mengetahui korelasi antara perjalanan penyakit dengan kehidupan
biopsikososiokultural pada pasien ini.
1.2 Manfaat
Adapun manfaat dari PBL ini adalah :
1. Dapat memahami secara lebih baik tentang ulkus peptikum baik etiologi, faktor
resiko, diagnosis dan penatalaksanaan terutama bagi dokter muda, pasien
maupun keluarganya.
2. Dapat mengetahui korelasi antara perjalanan penyakit ulkus peptikum dengan
kehidupan biopsikososiokultural pada pasien.
BAB I I
15
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi. Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum,
dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.1
2.2 Epidemiologi
Ulkus peptikum merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan di masyarakat.
Penyakit ini meningkat insidennya seiring dengan bertambahnya usia. Sekitar sepertiga
penderita ulkus duodenum berusia di atas 60 tahun. Sedangkan prevalensi infeksi
akibat Helicobacter pylori, yang merupakan salah satu penyebab utama ulkus
peptikum, sekitar 40-60% pada orang tua asimptomatik dan lebih dari 70% pada orang
tua dengan penyakit gastrointestinal. Perbandingan insiden ulkus peptikum antara laki-
laki dan perempuan yaitu 5-10 : 1. Tingkat komplikasi ulkus peptikum pada usia lanjut
lebih tinggi. Pada saat ini, sekitar 50% perforasi terjadi pada mereka yang berusia
diatas 70 tahun. Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam
berlebihan.4
2.3 Etiologi Ulkus Peptikum
Saat ini, salah satu penyebab utama sekitar 60% dari ulkus gaster dan 90% dari
ulkus duodenum ialah adanya reaksi inflamasi kronik akibat invasi dari Helicobacter
pylori yang mana paling banyak membentuk koloni di sekitar antrum pylori.
Helicobacter pylori adalah kuman patogen gram negatif yang berbentuk batang/spiral,
dan merupakan microaerofilik berflagela yang hidup pada permukaan epitel dan
mengandung urease. H.pylori hidup di antrum, tetapi dapat bermigrasi ke proksimal
lambung dan membentuk koloid, suatu bentuk dorman bakteri. Infeksi kuman H.pylori
16
dapat menimbulkan pangastritis kronis diikuti atrofi sel mukosa korpus dan kelenjar,
metaplasia intestinal, dan hipoasiditas.2,3,8
2.4 Faktor Risiko Ulkus Peptikum
Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya ulkus peptikum ini:
1. Diet
Makanan yang memperberat keluhan ulkus peptikum antara lain kopi,
rempah-rempah, makanan yang asam, panas, dan pedas, cokelat.
2. Merokok
Merokok dapat meningkatkan insiden ulserasi dan komplikasi lainnya,
memperlambat penyembuhan, menekan produksi bikarbonat, dan
menimbulkan refluks duodeno-gaster.
3. Obat
Non Steroidal Antiinflamatory Drugs (NSAID)
NSAID dapat merusak mukosa dan menekan produksi prostaglandin.
NSAID bersifat asam dan lipofilik sehingga mempermudah trapping ion
hidrogen masuk ke dalam mukosa dan menimbulkan kerusakan pada
mukosa.
4. Usia
H.pylori meningkat sesuai dengan usia.
2.5 Faktor Pertahanan Mukosa Gastro Duodenal
Epitel gaster dapat mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak, yaitu :
- Faktor endogen (HCl, pepsinogen/pepsin, dan garam empedu)
- Faktor eksogen (obat-obatan, alkohol, dan bakteri)
Untuk itu, terdapat suatu sistem untuk mempertahankan mukosa gastro duodenal
yang terdiri dari lapisan pre epitel, epitel, dan post epitel/sub epitel.
Lapisan pre epitel mengandung mukus-bikarbonat yang bekerja sebagai rintangan
fisikokemikal terhadap molekul seperti ion hidrogen. Sedangkan bikarbonat sendiri
memiliki kemampuan mempertahankan perbedaan pH, yakni pH 1-2 pada lumen
lambung dengan pH 6-7 di dalam sel epitel. Sekresi bikarbonat dirangsang oleh Ca2+,
prostaglandin, kolinergik, dan keasaman lumen.2
17
Lapisan epitel merupakan pertahanan kedua dari gastro duodenal, dengan cara
menghasilkan mukus, transportasi ionik sel epitel serta produksi bikarbonat yang dapat
mempertahankan pH intraseluler (pH 6-7), dan intracellular tight junction.2,9
Sistem mikrovaskular yang rapi dalam lapisan submukosa lambung adalah
komponen kunci dari pertahanan sub epitel. Sirkulasi yang baik dapat menghasilkan
bikarbonat untuk menetralkan HCl, memberikan asupan mikronutrien, dan oksigen,
serta membuang hasil metabolik toksik.2 Prostaglandin yang banyak ditemukan pada
mukosa lambung, memegang peran sentral dalam mempertahankan dan memperbaiki
sel epitel lambung, menghasilkan mukus-bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal,
mempertahankan sirkulasi mukosa dan restitusi sel epitel.2
2.6 Patofisiologi Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang
terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan
dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Adapun beberapa zat yang
menurunkan pertahanan mukosa lambung salisilat, NSAID, alcohol, dan rokok.6,7
Menurut Warren dan Marshall, ulkus peptikum terjadi oleh karena infeksi dari
Helicobacter pylori yang bersifat patogen. Bakteri ini dapat bertahan dalam suasana
asam lambung dan menembus mukosa lambung, lalu berkolonisasi disana. H.pylori
menghasilkan berbagai macam sitotoksin yang secara langsung dapat merusak epital
mukosa, seperti vacuolating cytotoxin (Vac A gen) yang menyebabkan vakuolisasi sel-
sel epitel. Selain itu, bakteri ini juga menghasilkan bermacam-macam enzim yang
dapat merusak epitel, seperti urease, protease, lipase dan fosfolipase. Urease
memecahkan urea dalam lambung menjadi amonia yang toksik terhadap sel-sel epitel,
sedangkan protease dan fosfolipase menekan produksi mukus sehingga menyebabkan
daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada apikal sel epitel,
dan melalui kerusakan sel dapat menyebabkan asam lambung berdifusi balik sehingga
menimbulkan nekrosis yang lebih luas.2,3
18
2.7 Diagnosis Ulkus Peptikum
Diagnosis ulkus peptikum dapat ditegakkan melalui anamnesis mengenai gambaran
klinis ulkus peptikum, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Secara umum, pasien ulkus peptikum biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia
merupakan sindrom klinis atau kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna,
seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh
ulu hati, dan cepat merasa kenyang. Rasa nyeri pada ulkus duodenum timbul waktu
pasien merasa lapar, dan rasa nyeri tersebut bisa membangunkan pasien tengah
malam (antara tengah malam dan jam 3 dini hari). Nyeri ini spesifik pada ulkus
duodenum (75%). Rasa nyeri hilang setelah makan, dan minum obat antasida.
Sedangkan rasa nyeri pada ulkus gaster timbul setelah makan. Rasa nyeri pada
ulkus gaster dirasakan di sebelah kiri, sedangkan rasa nyeri ulkus duodenum
dirasakan di sebelah kanan dari garis tengah perut. Rasa nyeri bermula dari bermula
pada satu titik (pointing sign) yang akhirnya difus, dan menjalar hingga ke
punggung. Hal ini kemungkinan disebabkan penyakit yang bertambah berat atau
komplikasi berupa penetrasi ke organ pankreas. Rasa nyeri pada ulkus peptikum
bersifat kronik, periodik, ritmik, dan kualitasnya steady and continue.2,3,9
2. Pemeriksaan Fisik
Ulkus tanpa komplikasi biasanya jarang menimbulkan kelainan fisik. Rasa nyeri
ulu hati pada daerah kiri atau kanan dari garis tengah perut dan penurunan berat
badan merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai. Goncangan perut (succusion
splashing) yang dijumpai 4-5 jam setelah makan disertai muntah-muntah (isinya
biasanya makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya) merupakan tanda
adanya retensi cairan lambung karena komplikasi ulkus (gastric outlet obstruction
atau stenosis pilorus).2,3,9
3. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran endoskopi ulkus berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa
licin dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran ulkus. Sedangkan
gambaran pada proses keganasan adalah Boorman I/polipoid, B-II/ulseratif, B-III
19
infiltratif, B-IV/ linitis plastika (scirrhus). Untuk memastikan apakah terdapat
keganasan, dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan biopsi melalui endoskopi.
Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar ulkus minimal 4 sampel untuk 2 kuadran. Bila
ukuran ulkus besar, sampel diambbil dari 3 kuadran yaitu dari dasar, pinggir, dan
sekitar ulkus.2,3
2.8 Klasifikasi
Ulkus duodenal Ulkus LambungInsiden Usia 30-60 tahunPria: wanita 3:1Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung
Insiden Biasanya 50 tahun lebihPria:wanita 2:1
Tanda dan gejala Hipersekresi asam lambungDapat mengalami penambahan berat badanNyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.Makan makanan menghilangkan nyeriMuntah tidak umumHemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus lambung tetapi bila ada milena lebih umum daripada hematemesis.Lebih mungkin terjadi perforasi daripada ulkus lambung.
Tanda dan gejala Normal sampai hiposekresi asam lambungPenurunan berat badan dapat terjadiNyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah makan; jarang terbangun pada malam hari; dapat hilang dengan muntah.Makan makanan tidak membantu dan kadang meningkatkan nyeri.Muntah umum terjadiHemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus duodenal, hematemesis lebih umum terjadi daripada melena.
Kemungkinan Malignansi Jarang
Kemungkinan malignansi Kadang-kadang
Faktor Risiko Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.
Dari hasil perhitungan nutrisi harian pasien, kalori yang dihasilkan masih belum
mencukupi untuk mencapai berat badan ideal dimana konsumsi protein melebihi
kebutuhan yang dianjurkan. Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien biasa
makan 3 kali sehari dengan porsi setengah piring tiap kali makan dengan uraian
menu pagi dan siang berupa nasi putih, tempe, telur, dan sayur. Sedangkan menu
malam biasanya tanpa sayur. Menu tersebut diatas terkadang berubah, hal ini
tergantung kondisi keuangan pasien. Pasien jarang mengkonsumsi buah-buahan,
biasanya hanya makan buah saat hari raya saja dan lebih sering berupa buah pisang,
apel, dan jeruk
B. Anjuran Nutrisi Perhari
Waktu Makanan Jumlah Satuan Kalori (kkal)
Pagi Nasi 70 gr 2/3 gelas 120Telur ayam 30 gr 1 butir 75Ikan segar 50 gr 1 potong 85Minyak 5 gr 1 sdm 45Gula Pasir 10 gr 1 sdm 37Sayuran 50 gr ½ gelas 25
Snack Pisang 50 gr 1 buah 40
36
Susu sapi 200 gr 1 gelas 95Gula pasir 10 gr 1 sdm 37
Siang Nasi 130 gr 1 gelas 200Ikan segar 100 gr 2 potong 190Sayuran 100 gr 1 gelas 50Pisang 50 gr 1 buah 40Minyak 5 gr 2 sdm 45Tempe 75 gr 3 potong
sedang125
Snack Tepung 25 gr 4 sdm 88Susu 100 gr 1 gelas 96Gula Pasir 10 gr 1 sdm 37
Malam Nasi 125 gr 1 gelas 219Ayam 200 gr 2 potong
sedang190
Tempe 50 gr 2 potong sedang
75
Sayuran 100 gr 1 gelas 50Pisang 50 gr 1 potong 40Minyak 5 gr 2 sdm 45
Dari data nutrisi harian pasien tersebut jika dibandingkan dengan tabel anjuran
nutrisi, sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan sedikit
mengurangi asupan protein sedangkan lemak hanya secukupnya. Asupan harian pasien
sedikit berkurang dibandingkan dengan anjuran dikarenakan nafsu makan pasien jauh
menurun semenjak menderita penyakit ini dan konsumsi makanan harian pasien sangat
dipengaruhi oleh keadaan ekonomi pasien yang tidak menentu. Pasien juga diharapkan
mengkonsumsi suplemen untuk tambahan asupan vitamin.
3.10 Akses pelayanan kesehatan
Akses pelayanan kesehatan dari rumah pasien tergolong mudah. Sekitar + 2 km dari
rumah pasien terdapat puskesmas pembantu yaitu puskesmas Mengwi I, yang dapat
ditempuh dalam waktu 15 menit. Hanya saja peralatan medis di puskesmas ini belum
lengkap, sehingga pasien terkadang harus pergi ke RSUP Sanglah Denpasar yang
jaraknya cukup jauh untuk mendapatkan pengobatan yang komprehensif. Jika sedang
37
sakit pasien biasanya harus meminta tolong anaknya untuk control ke RSUP Sanglah
Denpasar, untuk mengantarkan pasien berobat.
3.11 Lingkungan
Penderita tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduknya. Rumah penderita
merupakan bangunan permanen yang berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 2 are.
Bangunan rumah penderita terlihat tidak terawat, beratapkan genteng, tembok bata
yang sudah diplester dan ada yang tidak dan dicat dengan cat berwarna biru muda,
plafon terbuat dari triplek dan lantai terbuat dari semen. Rumah penderita terdiri dari
teras depan, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 ruang tamu, 1 ruang tamu dan 1 kamar
mandi. Penerangan di dalam rumah cukup baik dan ventilasi udara cukup memadai
tetapi tirai-tirai yang menutupi jendela rumah agak kotor dan berdebu. Kamar mandi
pasien juga kurang layak digunakan, karena bak mandinya kotor dan banyak ditumbuhi
lumut. Selain itu, sumber air untuk mandi dan mencuci baju berasal dari PDAM, tetapi
aliran air kerumah pasien sering kali mati terutama pada sore hari. Untuk air minum
dan keperluan memasak juga menggunakan air yang berasal dari PDAM. Lingkungan
disekitar rumah pasien juga kurang bersih, didepan rumah terdapat got yang berukuran
kecil dengan lumpur yang tergenang. Tempat pembuangan sampah menggunakan
tempat sampah.
Kebutuhan Bio-psikososial
1. Lingkungan Biologis
Dalam lingkungan biologis/ keluarga langsung pasien tidak ada yang
mengalami keluhan serupa seperti yang dialami pasien.
2. Faktor psikososial
Dalam keadaan sakit seprti saat ini, pasien sangat membutuhkan pengertian
dan dukungan dari keluarga. Peranan anak-anak pasien, sangat mendukung
kesembuhan pasien. Terutama dalam mengatur pola makan karena semua
penyakit yang didierita pasien memiliki hubungan dengan pola makan. Dan
38
U
RUANG KELUARGA S
KAMAR
TIDUR
pasien memiliki pola makan yang buruk sehingga dibutuhkan peran baesar
dari anak-anaknya untuk memantu mengawasi pola makan pasien.
3.12 SARAN DAN PEMECAHAN MASALAH
Pemecahan masalah pada pasien harus dilakukan secara berkesinambungan, dimana
harus melibatkan kesadaran dari pasien sendiri dan dukungan dari banyak pihak,
terutama dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan sanitasi, higienitas, pola
makan pasien, dan kebiasaan membeli obat sendiri. Beberapa saran yang bisa diberikan
antara lain:
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.
Pemahaman yang baik dari pasien, akan memudahkan kita dalam mengubah
kebiasaan buruk yang berkaitan dengan penyakitnya.
2. Memberitahukan kepada pasien pentingnya untuk menjaga pola makan
pasien yang teratur dan dengan kadar gizi yang cukup, dan kadar protein
dan garam yang dikurangi. Memberikan nasihat kepada pasien untuk makan
secara teratur minimal 3 kali sehari dan tidak terlambat makan serta
keluarga juga diharapkan mengawasi waktu makan pasien. Menjaga asupan
gizi yang seimbang pada pasien tanpa harus membeli bahan makanan yang
mahal. Dengan asupan gizi yang baik diharapkan ketahanan tubuh penderita
terhadap penyakit infeksi semakin meningkat dan tidak memeperparah
kondisi ulkus peptikum, CKD ,dan hipertensinya.
3. Memberikan nasihat kepada pasien, untuk membiasakan mencuci tangan
sebelum dan setelah melakukan sesuatu, bila mengkonsumsi buah-buahan
dibersihkan dan dicuci terlebih dahulu, disamping menjaga higenitas pribadi
dari pasien tersebut.
4. Memberikan nasihat kepada pasien dan keluarganya agar tidak lagi
membeli obat bebas untuk keluhan sakit pinggangnya.
39
U
RUANG KELUARGA S
KAMAR
TIDUR
5. Memberikan KIE pada pasien agar segera memeriksakan diri kedokter atau
pelayanan medis terdekat jika sedang sakit. Menyarankan kepada anaknya
agar lebih memberikan paerhatian kepada orang tuanya baik dalam mental