BAB I ULKUS MOLE I.1 DEFINISI Ulkus mole atau chancroid adalah suatu Penyakit Menular Seksual (PMS) akut, biasanya terjadi pada daerah genitalia atau anus yang disebabkan oleh infeksi Haemophylus ducreyi (H. ducreyi), suatu basil gram-negatif bersifat fakultatif anaerobik yang memerlukan hemin (faktor x) untuk pertumbuhannya, dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi dan sering disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional. (1) I.2 EPIDEMIOLOGI Penyakit ulkus mole dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini sering menjadi penyebab ulserasi genitalia orang dewasa di Afrika dan beberapa negara berkembang di dunia. Insidens chancroid di Amerika Serikat berkurang antara tahun 1950-1978, tetapi pada tahun 1985 untuk pertama kalinya dilaporkan bertambah diatas 2000 kasus sejak tahun 1956 dan kemudian bertambah menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Sejak tahun 1977 jumlah 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
ULKUS MOLE
I.1 DEFINISI
Ulkus mole atau chancroid adalah suatu Penyakit Menular Seksual (PMS) akut,
biasanya terjadi pada daerah genitalia atau anus yang disebabkan oleh infeksi
Haemophylus ducreyi (H. ducreyi), suatu basil gram-negatif bersifat fakultatif anaerobik
yang memerlukan hemin (faktor x) untuk pertumbuhannya, dengan gejala klinis yang
khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi dan sering disertai dengan
pembesaran kelenjar getah bening regional.(1)
I.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ulkus mole dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah tropis
dan subtropis. Penyakit ini sering menjadi penyebab ulserasi genitalia orang dewasa di
Afrika dan beberapa negara berkembang di dunia. Insidens chancroid di Amerika Serikat
berkurang antara tahun 1950-1978, tetapi pada tahun 1985 untuk pertama kalinya
dilaporkan bertambah diatas 2000 kasus sejak tahun 1956 dan kemudian bertambah
menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Sejak tahun 1977 jumlah kasus chancroid juga
dilaporkan bertambah di Turki, Kanada, dan Republik Federal Jerman.(1,2)
Ulkus mole lebih banyak di diagnosis pada laki-laki dengan perbandingan rasio
antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3:1 sampai 25:1 atau lebih tinggi. Laki-laki
yang tidak di sirkumsisi memiliki resiko 2 kali lebih tinggi daripada laki laki yang
disirkumsisi.(2)
Prevalensi ulkus mole tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah terutama
pekerja seks, dan tampaknya pekerja seks menjadi reservoir pada semua laporam epidemi
1
penyakit ini. Diantara pekerja seks komersial kelas bawah, prevalensi ulkus genital antara
5-35% dan H.ducreyi dapat dikultur dari kira-kira 50% dari ulkus tersebut.(2)
Baru-baru ini beberapa penelitian di Afrika menunjukkan bahwa ulkus mole
merupakan faktor resiko penting penyebaran HIV pada heteroseksual. Jika Ulkus mole
terjadi pada individu yang imunokompeten dan mendapat terapi sesuai maka infeksinya
dapat disembuhkan. Pada penderita HIV (+) angka kesembuhan infeksi H.ducreyi dengan
pengobatan antibiotika standar menjadi lebih rendah dibandingkan populasi umum
sehingga direkomendasikan untuk memberi terapi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Pada kasus ulkus yang sangat berat sehingga terbentuk skar yang permanen, maka
diperlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lebih lama.(2)
I.3 ETIOLOGI
Chancroid atau Ulkus mole disebabkan oleh Haemophilus ducreyi yang
merupakan basil gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang membutuhkan hemin
(faktor X) untuk pertumbuhannya. Basil ini juga dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan
mengandung 0,38 mol DNA guanosin plus cytosine. Organisme kecil ini tidak bergerak,
tidak membentuk spora, dan memperlihatkan rantai streptobasilaris yang khas pada
pewarnaan gram, terutama pada kultur.(3)
Haemophilus ducreyi dapat dibedakan dari beberapa strain Haemophilus lainnya
melalui beberapa faktor biokimia. Ciri khas genus ini adalah mereduksi nitrat menjadi
nitrit. Haemophilus ducreyi juga membutuhkan zat besi (iron) yang didapat dari
intraseluler dengan cara menginvasi atau merusak sel tersebut.(3)
I.4 PATOGENESIS
Haemophylus ducreyi masuk ke dalam kulit melalui jaringan epitel yang
mengalami diskontinuitas atau kerusakan, yang dapat terjadi akibat hubungan seksual.
Saat bakteri sudah mencapai kulit, maka keratinosit, fibroblas, sel endotel, dan melanosit
akan mengeluarkan interleukin 6 (IL-6) dan interleukin 8 (IL-8). Interleukin 8
2
mempengaruhi sel polimorfonuklir (PMN) dan makrofag untuk membentuk pustul
intradermal. Interleukin 6 di sisi lain merangsang sel T melalui perantaraan IL-2 yang
pada gilirannya akan merangsang sel CD4 dalam daerah tersebut.(4)
Haemophylus ducreyi mengeluarkan suatu toksin yang bernama cyto-lethal
distending toxin (Hdcdt) yang menyebabkan apoptosis dan nekrosis sel-sel seperti sel
myeloid, epitel, keratinosit, dan terutama fibroblas. Toksin ini menghambat proliferasi sel
dan menyebabkan kematian sel sehingga pada akhirnya memicu terbentuknya borok
(ulkus) yang menjadi karakteristik ulkus mole.(4)
Haemophylus ducreyi mampu menghindari proses fagositosis sehingga derajat
penyembuhan ulkus begitu lambat. Karena suatu alasan yang tidak diketahui, ternyata
makrofag di dalam ulkus memiliki reseptor kemokin CCR5 dan Cxcr4 yang jauh lebih
banyak dibanding sel normal. Padahal reseptor ini merupakan reseptor virus HIV. Jumlah
inokulum untuk menimbulkan infeksi adalah lebih dari 100.000. Pada lesi, organisme
terdapat dalam makrofag dan neutrofil atau bebas berkelompok (mengumpul) dalam
jaringan interstisial.(4)
I.5 MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari dan jarang yang kurang
dari 3 hari atau lebih dari 10 hari. Biasanya tidak disertai gejala prodromal. Berikut
adalah perjalanan pembentukan ulkus mole:
1. Adanya papula lunak, dengan kulit yang eritema di sekelilingnya
2. Tidak ditemukan adanya vesikel pada tiap tingkat perjalanan penyakit
3
3. Dalam 24 sampai 48 jam, papula akan berubah menjadi pustula, kemudian
mengalami erosi dan ulserasi.
4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi jaringan
nekrotik dan eksudat yang berwarna abu-abu kekuningan di atas jaringan
granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis, ulkus mole biasanya
lunak dan sering kali multipel.
5. Diameter ulkus berkisar antara 1 mm sampai dengan 2 cm.(1,5)
Pada laki-laki keluhan yang ditemui biasanya berhubungan langsung dengan ulkus
atau abses di inguinal. Ulkus mole terasa nyeri. Pada wanita keluhan tergantung pada
lokasi ulkus. Keluhan tersebut dapat berupa nyeri pada saat buang air, perdarahan
perektal, dispareunia, atau keluarnya duh tubuh dari vagina. Lokalisasi ulkus pada laki-
laki adalah preputium, lipatan balanopreputial, frenulum, glans penis dan sulkus
koronarius. Sering tampak edema pada preputium, meatus uretra dan batang penis.
Chancre yang terdapat pada uretra sering mengakibatkan uretritis purulenta tetapi jarang
terjadi. Pada wanita terutama pada vulva pada cammisura posterior (berbentuk ulkus
longitudinal), labia minora, vestibulum, labia mayora, dan daerah uretra.(1,5)
Variasi bentuk klinis:(1,5)
1. Giant Chancroid (ulkus raksasa) yaitu lesi soliter yang meluas ke perifer dan
tampak adanya ulserasi yang luas.
2. Ulkus serpiginosa yang besar yaitu lesi-lesi yang bergabung dan melebar karena
autoinokulasi. Dapat terjadi infeksi campuran pada kasus ini dan dapat mengenai
daerah inguinal, paha atau dinding abdomen.
4
3. Chancroid phagadenic, yaitu bentuk lain ulkus yang disebabkan oleh superinfeksi
dengan fusospirochetosis. Dapat terjadi destruksi jaringan yang cepat dan dalam
(ulkus mole gangrenosum)
Gambar 1. Destruksi jaringan
sekitar ulkus(5)
4. Transient chancroid, berupa
ulkus kecil yang membaik secara
spontan dalam beberapa hari.
Keadaan ini dapat diikuti dengan limfadenitis regional yang akut dalam 2-3
minggu kemudian.
5. Follicular chancroid, yaitu ulkus kecil multipel, yang timbul di sekitar folikel
rambut, sering kali di daerah mons pubis. Dapat terlihat beberapa ulkus folikuler.
6. Papular chancroid, terdiri atas papul-papul yang mengalami ulserasi
granulomatous. Dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata (sifilis
stadium II).
I.6 DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penderita, keluhan dan gejala klinis
serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya. Pemeriksaan
5
penunjang dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung dari bahan ulkus, biakan,
tes serologi, PCR, dan pemeriksaan histopatologis.(2,6) Yang paling sering dilakukan
adalah pemeriksaan langsung dari bahan ulkus, yaitu dengan cara:
Dapat dilakukan dengan perwarnaan gram, giemsa, atau mikroskop elektron.
Identifikasi yang cepat dapat dilakukan dengan pewarnaan methyl greenpyronin,
pappenheim dan unna, juga dapat dilakukan dengan pewarnaan blue and wright.
Namun pemeriksaan langsung tersebut sering kali menyesatkan karena banyaknya
flora polimikrobial yang dapat dijumpai pada ulkus genital.
Gambar 2. Apusan eksudat gram yang diambil dari ulkus genital menunjukkan
pola karakteristik H. Ducreyi(5)
Spesimen diambil dengan menggunakan swab kapas atau swab calcium alginate,
juga dapat menggunakan sengkelit platina.
Swab harus diambil dari dasar ulkus yang sebelumnya dibersihkan dengan kain
kasa yang dibasahi larutan normal salin.
Lalu dengan lidi kapas steril dihapuskan pada kaca benda dalam satu arah agar
dapat ditemukan morfologi organisme yang berbentuk rantai.
Organisme hanya dapat bertahan hidup selama 2-4 jam pada swab jika tidak
disimpan dalam lemari pendingin.
Jumlah H.ducreyi pada eksudat ulkus berkisar antara 107-108 /ml pus. Pada pus
bubo biasanya tidak didapatkan mikroorganisme tetapi dapat ditemukan dalam
6
abses inguinal. Basil dijumpai dalam bentuk kelompok kecil atau rantai yang
paralel dari 2 atau 3 organisme yang tersebar sepanjang untaian sekret mukous,
baik intra maupun ekstrasel. Gambaran seperti ini diistilahkan sebagai ”school of
fish” atau ”railroad track”.
I.7 DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini didiagnosis banding dengan penyakit yang juga menyebabkan lesi
ulseratif pada genitalia seperti: (2,6)
1. Sifilis primer
Pada sifilis stadium I (ulkus durum), ulkus bersih, indolen, terdapat
indurasi, superfisial dan tidak terdapat tanda-tanda radang akut. Jika terjadi
pembesaran kelenjar getah bening regional juga tidak disertai tanda-tanda radang
akut kecuali tumor. Lesi dapat khas, akan tetapi dapat juga tidak khas. Jumlah
tukak biasanya hanya satu, meskipun dapat juga multipel. Lesi awal biasanya
berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan lapangan gelap dan serologis berulang.(2,6)
Gambar 3. Lesi pada Sifilis.(6)
2. Herpes genitalis
Herpes genitalis kelainan kulitnya ialah vesikel yang berkelompok dan
jika pecah menjadi erosi, lebih superfisial, jadi bukan ulkus seperti pada ulkus
mole disertai gejala prodromal. Tanda-tanda radang akut lebih mencolok pada
7
ulkus mole. Diagnosis dengan biakan atau mikroskop electron negatif stain. Pada
sediaan hapus berupa bahan yang diambil dari dasar ulkus tidak ditemukan sel
raksasa berinti banyak pada ulkus mole.(2,6)
Gambar 4. Vesikel berkelompok dan vesikel
yang pecah menjadi erosi.(6)
3. Lesi primer Limfogranuloma venereum
Pada limfogranuloma venerum dapat
timbul lesi primer yang dapat asimptomatik, atipik, polimorf. Diawali dengan
papul lunak, kemerahan, terdapat erosi yang tidak nyeri dan sembuh spontan
tanpa skar dalam beberapa hari. Kelenjar inguinal membesar, padat dan akan
terjadi perlunakan kelenjar ditandai fluktuasi pada sebagian besar kasus dan
membentuk abses multipel pada 1/3 kasus sedang yang lain membentuk masa
padat kenyal di daerah inguinal.(2,6)
Sering terlihat pula 2 atau 3 kelompok kelenjar yang berdekatan dan
memanjang seperti sosis di bagian proksimal dan distal ligamentum pouparti dan
dipisahkan oleh sulkus. Gejala tersebut disebut stigma of groove. Untuk
membedakannya dengan ulkus mole dapat dilakukan pemeriksaan complement
fixation test (hasil negatif, kurang dari 1:16).(2,6)
8
Gambar 5. Pembesaran kelenjar getah bening inguinal.(6)
4. Granuloma inguinale
Pada granuloma inguinal lesi dapat menjadi ulkus granulomatosa
berbentuk bulat, menimbul seperti beludru, dan mudah berdarah. Pembengkakan
di daerah inguinal dapat timbul menyertai lesi genital, sebagai masa induratif atau
abses yang akhirnya pecah menimbulkan ulkus yang khas.(2,6)
Gambar 6. Lesi granulomatosa dengan ulkus yang khas.(6)
I.8 PENATALAKSANAAN
Pengobatan Sistemik
Haemophylus ducreyi diketahui telah mengalami resistensi terhadap Sulfonamid,
Tetrasiklin, Ampisilin, Kloramfenikol dan Kanamisin. Centre of Disease Control (CDC)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan fisik.
Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga
digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah.(11)
Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh cairan
serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksan antibodi.(11)
16
II.8 DIAGNOSIS BANDING
Dasar diagnosis S I didapatkan pada anamnesis dan dapat diketahui masa
inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada
rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar,
bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri
jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak
berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah beberapa
minggu bereaksi positif lemah.(1,9)
Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit:
1. Herpes simpleks
Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal nyeri, lesi berupa vesikel di alas kulit
yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering
berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.(11)
1. Ulkus piogenik
Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak
kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis
regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan
terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.(2,11)
3. Skabies
Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna,
terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat
predileksi, misalnya lipat jari tangan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan
menderita penyakit yang sama.(2,11)
4. Balanitis
Pada balanitis, kelainan berupa erosi superfisial pada glans penis disertai eritema,
tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.(2,11)
5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.)
17
Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus,
dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda
radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. Limfogranuloma venerum
disertai gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia.(2,11)
3. Karsinoma sel skuamosa
Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit
berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu
biopsi.(2,11)
6. Penyakit Behcet
Ulkus superfisial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi
pada mulut dan lesi pada mata.(2,11)
7. Ulkus mole
Ulkus lebih dari satu, disertai tanda-tanda radang akut, terdapat pus, dindingnya
bergaung. Haemophilus ducreyi positif. Jika terjadi limfadenitis regional juga disertai
tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.(2,11)
II.9 PENATALAKSANAAN
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama
belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin,
makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses
lebih lanjut.(12)
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.
1. Penilisin
Obat yang merupakan pilihan ialah Penisilin. Obat tersebut dapat menembus
plasenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang
terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.(12,13)
18
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03
unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut harus bertahan dalam serum selama 10 sampai
14 hari untuk Sifilis dini dan lanjut, 21 hari untuk Neurosifilis dan Sifilis Kardiovaskular.
Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari 24 sampai 30 jam, maka
kuman dapat berkembang biak.(12,13)
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi
bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM),
lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
a. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum
dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak
dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerna kurang dibandingkan dengan suntikan.
Cara pemberian Penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang
pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya
setiap minggu.(12,13)
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, maka kadar obat dalam serum
dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari
seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan,
yakni tidak dianjurkan untuk Neurosifilis karena sukar masuk ke dalam darah di otak,
sehingga yang dianjurkan ialah Penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G
Benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada peneliti yang tidak menganjurkan
pemberiannya kepada bayi. Demikian pula PAM memberi rasa nyeri pada tempat
suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang
digunakan.(12,13)
Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi Sifilis dengan Penisilin dapat terjadi reaksi Jarish-Herxheimer. Sebab
yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas
akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. pallidum yang coati. Dijumpai sebanyak
19
50-80% pada Sifilis dini. Pada Sifilis dini dapat terjadi setelah 6 sampai 12 jam pada
suntikan Penisilin yang pertama.(12,13)
Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya ringan berupa
demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malaise,
berkeringat, dan kemerahan pada muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak
karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang
setelah 10 sampai 12 jam.(12,13)
Pada Sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis
pada penderita dengan guma di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya
karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur
aneurisma atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh
terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.(12,13)
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan Kortikosteroid, contohnya
dengan Prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai
pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua
sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari
kemudian.(13,14)
2. Antibiotik Lain
Selain Penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai
pengobatan Sifilis, meskipun tidak seefektif Penisilin.
Bagi yang alergi terhadap Penisilin diberikan Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau
Azritromisin 4 x 500 mg/hari, atau Doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15
hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi ibu hamil,
efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada Tetrasiklin, yakni
90-100%, sedangkan Tetrasiklin hanya 60-80%.(14)
Obat yang lain ialah golongan Sefalosporin, misalnya Sefaleksin 4 x 500 mg
sehari selama 15 hari. Juga Seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama
15 hari.(14)
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama di negara yang
sedang berkembang untuk menggantikan Penisilin. Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis
20
tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya
mencapai 84,4%.(14)
II.10 PENCEGAHAN
Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan
Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda
Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
Gunakan kondom ketika berhubungan sexual
Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan
seksual.(14)
DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin, MD, Heryanto S, Asnawi M, Safruddin A, editor. Dalam: Penyakit Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK-UNHAS: 2004. Hlm 111-21.
2. Lautenschlager, S. Chancroid. Klauss Wolff, et al, editors. In: Fitzspatrick's Dermatology in General Medicine. 6th Ed. USA : McGraw-Hill, 2003, p. 1983-6.
3. Judanarso, J. Ulkus Mole. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah, editor. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th Ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2010, hal. 418-21.
4. James, WD et al. Chancroid. In Andrew’s Disease of The Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier: 2006, p. 274-5.
5. Habif, TP. Chancroid. In Clinical Dermatology. 4th Ed. New York : Mosby, 2004, p. 327-9.
6. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393-413.
7. Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102.
8. Sifilis available at http//www.medicastore.com. Acccesed on May 14, 2010.9. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000. h:170.10. CDC National Prevention Information Network . Syphilis available at
http//www.cdc.com. accessed on May 14, 2010.11. Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam:
12. Dugdale DC, Vyas JM, Zieve D. Syphilis available at http//www.medlineplus.com. Accessed on may 14, 2010.
13. Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline versus Benzathine Penicillin. Am J Med 2008 Oct; 121:903.
14. Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al. Single-Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early Syphilis. NEJM 2005 Volume 353:1236-1244.