PATOFISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER PATOFISIOLOGI KARDIOVASKULER I. Jantung Fungsi Sebagaimana diuraikan di atas, fungsi utama dari jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Dan terus menerus kontrak teratur otot jantung, miokardium, menghasilkan dan menopang tekanan darah arteri yang diperlukan untuk memberikan perfusi organ yang memadai. Katup, arteri koroner dan sistem konduksi juga berkontribusi terhadap fungsi jantung normal. The myocyte jantung terdiri dari kumpulan myofibrils yang mengandung myofilaments (Gambar 1a). Para myofibrils telah berbeda, mengulang unit microanatomical, sarcomeres diistilahkan, yang merupakan unit kontraktil dasar myocyte tersebut. sarcomere ini terdiri dari filamen tebal dan tipis. Kontraksi terjadi ketika kepala myosin dalam filamen tebal berinteraksi dengan aktin di filamen tipis, menyebabkan dua filamen untuk meluncur melewati satu sama lain. Kompleks troponin dalam filamen tipis mengatur interaksi aktin- myosin diatur oleh Ca 2 + bebas intraseluler konsentrasi ([Ca2 +] i) (Gambar 1b). Gambar 1a: Myofibrils di myocyte jantung, yang berisi myofilaments. Sarcomere terletak antara dua garis Z. Gambar 1b: Jantung myofilaments. Myosin (filamen tebal) berisi dua kepala dengan aktivitas APTase. filamen tipis terbuat dari aktin, tropomyosin dan troponin (TN). TN-C mengikat Ca2 + dibebaskan dari retikulum sarkoplasma (SR). TN-aku menghambat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PATOFISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER
PATOFISIOLOGI KARDIOVASKULER
I. Jantung Fungsi
Sebagaimana diuraikan di atas, fungsi utama dari jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh. Dan terus menerus kontrak teratur otot jantung, miokardium, menghasilkan
dan menopang tekanan darah arteri yang diperlukan untuk memberikan perfusi organ yang
memadai. Katup, arteri koroner dan sistem konduksi juga berkontribusi terhadap fungsi
jantung normal.
The myocyte jantung terdiri dari kumpulan myofibrils yang mengandung
myofilaments (Gambar 1a). Para myofibrils telah berbeda, mengulang unit microanatomical,
sarcomeres diistilahkan, yang merupakan unit kontraktil dasar myocyte tersebut. sarcomere
ini terdiri dari filamen tebal dan tipis. Kontraksi terjadi ketika kepala myosin dalam filamen
tebal berinteraksi dengan aktin di filamen tipis, menyebabkan dua filamen untuk meluncur
melewati satu sama lain. Kompleks troponin dalam filamen tipis mengatur interaksi aktin-
myosin diatur oleh Ca 2 + bebas intraseluler konsentrasi ([Ca2 +] i) (Gambar 1b).
Gambar 1a: Myofibrils di myocyte jantung,
yang berisi myofilaments. Sarcomere
terletak antara dua garis Z.
Gambar 1b: Jantung myofilaments. Myosin
(filamen tebal) berisi dua kepala dengan
aktivitas APTase. filamen tipis terbuat dari
aktin, tropomyosin dan troponin (TN). TN-C
mengikat Ca2 + dibebaskan dari retikulum
sarkoplasma (SR). TN-aku menghambat
pengikatan aktin-myosin mengikat sampai Ca2
+ mengikat TN-C.
Gambar 2: Hukum Frank-Starling.
Jantung memiliki kemampuan intrinsik untuk meningkatkan kekuatannya kontraksi
dan karenanya stroke volume (SV) menanggapi peningkatan kembali vena.Hal ini disebut
hukum Frank-Starling (Gambar 2). Kenaikan pengembalian vena meningkatkan pengisian
ventrikular (-volume akhir diastolik) dan karena itu preload, yang memperpanjang panjang
sarcomere myocyte, menyebabkan peningkatan generasi berlaku. Mekanisme yang
ditemukan dalam ketegangan-panjang dan-kecepatan hubungan berlaku untuk miosit
jantung. Singkatnya, peningkatan panjang sarcomere troponin C meningkatkan sensitivitas
kalsium, yang upregualtes tingkat-aktin myosin lampiran dan detasemen, dan jumlah
ketegangan dikembangkan oleh serat otot.
Tekanan-volume (PV) loops menyediakan cara yang sangat berguna untuk menggambarkan
aktivitas ventrikel kiri. PV loop yang dihasilkan dengan memetakan poin simultan kurva
volume ventrikel kiri dan tekanan kurva ventrikel kiri.
Gambar 3: Waktu ventricular (LV)-volume loop tekanan. Gambar menunjukkan fase siklus
jantung dari ventrikel mengisi (4 1?), Kontraksi isovolumetric (1? 2), ejeksi (2? 3) dan
relaksasi isovolumetric (3 4?). The-volume akhir diastolik (EDV) adalah volume maksimal
dicapai pada akhir pengisian, dan-volume akhir sistolik (ESV) adalah volume minimal
(misalnya, volume residu) dari ventrikel yang ditemukan pada akhir ejeksi. Lebar dari loop,
karena itu, merupakan selisih antara EDV dan ESV, yang menurut definisi stroke volume
(SV). Bergerak sepanjang fase pengisian-volume hubungan-diastolik tekanan akhir
(EDPVR), atau kurva mengisi pasif untuk ventrikel. Kemiringan EDPVR adalah kebalikan
dari kepatuhan ventrikel. Tekanan maksimal yang dapat dikembangkan oleh ventrikel setiap
volume ventrikel kiri diberikan adalah hubungan-volume-tekanan sistolik akhir (ESPVR),
yang merupakan negara inotropic dari ventrikel.
II. HIPERTENSI
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat
istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi
adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma
arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.
A. Tekanan Darah
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada
saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan
sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan
diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur
di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia,
hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah
menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor
resiko dan sebaiknya diberikan perawatan.
C. Pengaturan tekanan darah
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia
lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
“vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika:
a. Aktivitas memompa jantung berkurang
b. Arteri mengalami pelebaran
c. Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai
fungsi tubuh secara otomatis).
D. Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air,
yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan
darah ke normal.
b. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
c. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan
memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah
tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis)
bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga
bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
E. Sistem saraf otonom
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk
sementara waktu akan:
a. meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap
ancaman dari luar)
b. meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian
besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka,
yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
c. mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan
volume darah dalam tubuh
d. melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang
merangsang jantung dan pembuluh darah.
III. ARTELOKLEROSIS
A. DEFINISI
aterosklerosis bisa terjadi pada arteri di otak, jantung, ginjal, organ vital lainnya dan lengan
serta tungkai.
jika aterosklerosis terjadi di dalam arteri yang menuju ke otak (arteri karotid), maka bisa
terjadi stroke. jika terjadi di dalam arteri yang menuju ke jantung (arteri koroner), bisa terjadi
serangan jantung.
Aterosklerosis berawal dari penumpukan kolesterol terutama ester kolesterol-LDL
(lipoprotein densitas rendah) di dinding arteri. LDL secara normal bisa masuk dan keluar dari
dinding arteri lewat endotel. Masuknya lipoprotein ke lapisan dalam dinding pembuluh darah
meningkat seiring tingginya jumlah lipoprotein dalam plasma (hiperlipidemia), ukuran
lipoprotein dan tekanan darah (hipertensi). Peningkatan semua itu akan meningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah, sehingga lipoprotein dan ester kolesterol mengendap
di dinding arteri.
Gangguan fungsi lapisan dinding pembuluh darah ini menjadi awal proses aterosklerosis dan
mendorong mekanisme inflamasi serta infeksi.
Manifestasi klinik dari proses aterosklerosis kompleks adalah pegal – pegal, kesemutan,
penyakit jantung koroner, stroke bahkan kematian.
Menurut Studi Framingham, demikian Dede, C-reactive protein (CRP) merupakan pertanda
(marker) inflamasi yang berhubungan dengan kejadian kardiovaskular maupun stroke.
Upaya menekan faktor inflamasi dapat mencegah proses aterosklerosis. Aktivitas kombinasi
olah napas dan olah gerak yang teratur terbukti mampu menekan CRP, berarti pula menekan
faktor inflamasi.
kombinasi olah napas dan olah gerak yang teratur meningkatkan aliran darah yang bersifat
gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida (NO) serta merangsang
pembentukan dan pelepasan endothelial derive relaxing factor (EDRF), yang merelaksasi dan
melebarkan pembuluh darah.
kombinasi olah napas dan olah gerak yang teratur meningkatkan aliran darah menjadi 350 ml
per menit (naik 150 ml per menit) sudah lebih dari cukup untuk menghindarkan endotel
pembuluh darah dari proses aterosklerosis,"
Namun, manfaat itu baru bisa didapat jika latihan kombinasi olah napas dan olah gerak yang
teratur berlangsung dalam waktu cukup lama (20 menit sampai satu jam) serta dilakukan
secara teratur seumur hidup.
IV. PENYAKIT ARTERI KORONER
A. DEFINISI
Penyakit Arteri Koroner / penyakit jantung koroner (Coronary Artery Disease) ditandai
dengan adanya endapan lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding
suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah.
Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan
besar dari kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung dan menyediakan darah
bagi jantung.
Proses pembentukan ateroma ini disebut aterosklerosis.
Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri menjadi sempit.
Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan masuk ke dalam aliran
darah atau bisa terbentuk bekuan darah di permukaan ateroma tersebut.
Supaya bisa berkontraksi dan memompa secara normal, otot jantung (miokardium)
memerlukan pasokan darah yang kaya akan oksigen dari arteri koroner.
Jika penyumbatan arteri koroner semakin memburuk, bisa terjadi iskemi (berkurangnya
pasokan darah) pada otot jantung, menyebabkan kerusakan jantung.
Penyebab utama dari iskemi miokardial adalah penyakit arteri koroner.
Komplikasi utama dari penyakit arteri koroner adalah angina dan serangan jantung (infark
miokardial).
B. PENYEBAB
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi
ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan faktor
penting dalam gaya hidup seseorang.
Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner
adalah:
Diet kaya lemak
Merokok
Malas berolah raga.
Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar kolesterol total
dan kolesterol LDL(kolesterol jahat) dalam darah.
Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko terjadinya
penyakit arteri koroner akan menurun.
Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi
resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi
obat dari dokter) bisa menurunkan kadar kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan
kolesterol LDL bisa memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.
Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor
resiko berikut:
Merokok sigaret
Tekanan darah tinggi
Kegemukan
Malas berolah raga
Kadar trigliserida tinggi
Keturunan
Steroid pria (androgen).
C. PENCEGAHAN
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner bisa dikurangi dengan melakukan beberapa
tindakan berikut:
Berhenti merokok
Menurunkan tekanan darah
Mengurangi berat badan
Melakukan olah raga.
V. Iskemia miokard
Kurangnya pasokan darah ke miokardium dapat mengakibatkan iskemia miokard,
cedera atau infark, atau ketiganya.. Aterosklerosis pada arteri koroner yang lebih besar adalah
kondisi anatomi yang paling umum untuk mengurangi aliran darah koroner. Cabang-cabang
dari arteri koroner yang timbul dari akar aorta didistribusikan pada permukaan epicardial
hati.. Ini pada gilirannya memberikan cabang intramural yang memasok otot jantung..
iskemia miokard yang umumnya muncul pertama dan lebih luas di wilayah sub-endocardial
sejak miokard lebih dalam lapisan ini adalah jauh dari aliran darah, dengan ketegangan
intramural lebih besar dan kebutuhan oksigen.
A. Subendocardial iskemia
Iskemia di daerah ini memperpanjang waktu pemulihan setempat. Sejak repolarisasi
biasanya hasil dalam arah epicardial-ke-endocardial, pemulihan tertunda di wilayah
subendocardial karena iskemia tidak membalikkan arah repolarisasi melainkan hanya
memperpanjang itu. Ini biasanya menghasilkan interval QT berkepanjangan atau peningkatan
amplitudo gelombang T atau keduanya sebagaimana dicatat oleh elektroda diatasnya daerah
iskemik subendocardial.
B. Subepicardial atau transmural iskemia
Transmural iskemia dikatakan ada apabila iskemia subepicardially meluas. Proses ini
memiliki efek yang lebih terlihat pada pemulihan sel subepicardial dibandingkan dengan sel
subendocardial. Pemulihan lebih tertunda di lapisan subepicardial, dan serat otot
subendocardial tampaknya pulih pertama. Repolarisasi adalah endocardial-ke- epicardial,
sehingga inversi gelombang T dalam memimpin daerah iskemik atasnya.
C. Injury Cedera
Cedera hasil sel miokard ketika proses iskemik lebih parah. Subendocardial cedera
pada EKG permukaan dimanifestasikan oleh depresi segmen ST, dan subepicardial atau
cedera transmural diwujudkan sebagai elevasi segmen ST. Pada pasien dengan penyakit arteri
koroner, iskemia, cedera dan infark miokard berbagai daerah sering hidup berdampingan,
menghasilkan pola EKG dicampur dan kompleks.
D. Myocardial infarction Serangan jantung
Istilah ini menggambarkan infark nekrosis atau kematian sel otot jantung. Penyakit
jantung aterosklerosis merupakan penyebab paling umum dari infark miokard. Ventrikel kiri
merupakan tempat utama untuk infark, namun terkadang infark ventrikel kanan
berdampingan dengan infark dinding inferior ventrikel kiri. Munculnya gelombang Q
patologis adalah yang paling khas EKG menemukan infark miokardtransmural dari ventrikel
kiri. Gelombang Q patologis didefinisikan sebagai defleksi ke bawah awal durasi 40 msec
atau lebih dalam memimpin kecuali III dan aVR. Gelombang Q muncul ketika otot infarcted
adalah elektrik inert dan hilangnya kekuatan biasanya dihasilkan oleh daun infracted daerah
kekuatan tidak seimbang besarnya variabel dalam arah yang berlawanan dari daerah
terpencil, misalnya, sebuah dinding yang berlawanan. Kekuatan ini dapat diwakili oleh vektor
diarahkan jauh dari lokasi infark dan dipandang sebagai gelombang negatif (gelombang Q)
dengan elektroda diatasnya daerah infarcted. Selama infark miokard akut, daerah pusat
nekrosis umumnya dikelilingi oleh daerah cedera, yang pada gilirannya ini dikelilingi oleh
daerah iskemia. Dengan demikian, berbagai tahapan kerusakan miokard dapat hidup
berdampingan. Perbedaan antara iskemia dan nekrosis adalah apakah fenomena ini reversibel.
Transient iskemia miokard yang menghasilkan gelombang T, dan kadang-kadang kelainan
segmen ST, dapat reversibel tanpa menghasilkan kerusakan permanen dan tidak disertai
dengan elevasi serum enzim. Dua Jenis infark miokard dapat diamati
electrocardiographically: Gelombang Q infark, yang didiagnosis dengan adanya gelombang
Q patologis dan juga disebut infark transmural. Namun, infark transmural tidak selalu hadir,
dengan itu, istilah Q-gelombang infark mungkin lebih baik untuk deskripsi EKG Non-Q
wave infark, yang didiagnosis di hadapan depresi ST dan gelombang T kelainan. Ketinggian
enzim serum diharapkan dalam kedua jenis infark. Dengan tidak adanya enzim elevasi, ST
dan gelombang T kelainan ditafsirkan sebagai karena cedera atau iskemia daripada infark.
I. Site of infarction Situs infark
EKG ini telah digunakan untuk melokalisasi tempat iskemia dan infark. Beberapa
petunjuk menggambarkan daerah tertentu; lokasi infark dapat dideteksi cukup akurat analisa
dari EKG 12-lead. Arahan yang terbaik mendeteksi perubahan lokasi umumnya dijelaskan
diklasifikasikan sebagai berikut: Inferior (atau diafragma) dinding: II, II dan Avf Septal: V1
dan V2 Anteroseptal: V1, V2, V4 Vf3 dan kadang-kadang Anterior: V3, V4 dan kadang-
kadang V2 Apikal: V3, V4 atau keduanya Lateral: I, aVL, V5 dan V6 Anterior ekstensif: I,
aVL dan V1 melalui V6 Infark dinding posterior tidak menghasilkan kelainan gelombang T
dalam memimpin konvensional dan didiagnosa di hadapan gelombang R tinggi di V1 dan V2.
Klasik perubahan nekrosis (Q gelombang), cedera (ST elevasi), dan iskemia (inversi
gelombang T) semua bisa dilihat selama infark akut. Dalam pemulihan, segmen ST adalah
perubahan awal yang membuat normal, maka gelombang T, gelombang Q biasanya
berlangsung. Oleh karena itu, umur infark dapat diperkirakan secara kasar dari tampilan pada
segmen ST dan gelombang T. Kehadiran gelombang Q dalam ketiadaan ST dan gelombang T
kelainan umumnya menunjukkan infark sebelumnya atau disembuhkan. Meskipun adanya
gelombang Q dengan durasi 40 msec cukup untuk diagnosis, menentukan kriteria kedalaman
gelombang Q abnormal dalam berbagai mengarah telah ditetapkan. Misalnya, dalam
memimpin saya, gelombang Q abnormal harus lebih dari 10 persen dari amplitudo QRS.
Dalam lead II dan aVF, harus melebihi 25 persen, dan di aVL harus sama dengan 50 persen
dari amplitudo gelombang R. Gelombang Q di V2 melalui V6 dianggap abnormal jika lebih
dari 25 persen dari amplitude gelombang R. Gelombang Q umum menunjukkan nekrosis
miokardium, walaupun pola yang mirip dapat dihasilkan oleh kondisi lainnya, seperti
sindrom WPW, terhubung transportasi kapal besar, dll ST-segmen elevasi dapat diamati
dalam kondisi lain dari infark miokard akut.
VI. Gagal Jantung Kongestif
A. Definisi
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana
fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak
cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh. Gagal jantung kongestif dapat
disebabkan oleh:
1. penyakit-penyakit yang melemahkan otot-otot jantung,
2. penyakit-penyakit yang menyebabkan kekakuan otot-otot jantung, atau
3. penyakit-penyakit yang meningkatkan permintaan oksigen oleh jaringan tubuh diluar
kemampuan jantung untuk memberikannya.
Jantung mempunyai dua atria atau serambi-serambi (atrium kanan dan atrium kiri)
yang membentuk kamar-kamar jantung bagian atas, dan dua ventricles atau bilik-bilik
(ventricle kiri dan ventricle kanan) yang membentuk kamar-kamar jantung bagian bawah.
Ventricle-ventricle adalah kamar-kamar yang berotot yang memompa darah ketika otot-otot
berkontraksi (kontraksi dari otot-otot ventricle disebut systole).
Banyak penyakit-penyakit dapat mengganggu aksi memompa dari ventricles.
Contohnya, otot-otot dari ventricles dapat diperlemah oleh serangan-serangan jantung atau
infeksi-infeksi (myocarditis). Kemampuan memompa yang berkurang dari ventricles yang
disebabkan oleh pelemahan otot disebut disfungsi sistolik. Setelah setiap kontraksi ventricle
(systole) otot-otot ventricle perlu untuk mengendur untuk mengizinkan darah dari atria untuk
mengisi ventricles. Pengenduran dari ventricles disebut diastole.
Penyakit-penyakit seperti hemochromatosis atau amyloidosis dapat menyebabkan
pengkakuan dari otot jantung dan mengganggu kemampuan ventricle-ventricle untuk
mengendur dan mengisi; ini dirujuk sebagai disfungsi diastolik. Penyebab paling umum dari