Refrat I PATOFISIOLOGI PEMBENTUKAN ASI Penyaji : Dr. EMFUD MACHFUDDIN Pembimbing : Prof.dr.H.A.Kurdi Syamsuri, SpOG{K}, MSEd Pemandu : Dr. Iskandar Zulqarnain, SpOG BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RS. Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG Dipresentasikan : Kamis, 21 Oktober 2004 Pukul . 12.30 Wib
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
V. MEKANISME MENYUSUI .................................................................... 16
VI. KOMPOSISI ASI ..................................................................................... 17
VII. PENEKANAN FUNGSI LAKTASI ........................................................ 19
VIII. RINGKASAN........................................................................................... 21
IX. RUJUKAN ................................................................................................ 21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. A. Morfologi payudara dewasa dengan potongan yang menunjukkan lemak dan sistem duktus. B. Skema sederhana yang menggambarkan system duktus dan sel mioepite l yang mengelilingi duktus. Dikutip dari Soetjiningsih 3 .................................................................................................................... 2 Gambar 2. Bentuk dan ukuran payudara. Dikutip dari Soetjiningsih 3........... 3 Gambar 3. Refleks Prolaktin. Dikutip dari Soetjiningsih 3............................................. 7
Gambar 4. Refleks let down. Dikutip dari Soetjiningsih 3 .............................................. 9
Gambar 5. Faktor yang mempengaruhi laktasi dan pengeluaran air Susu pada periode postpartum.Dikutip dari Kochenour NK 4.......... 9 Gambar 6. Persiapan laktasi : pengaruh hormonal pada payudara selama kehamilan Dikutip dari Kochenour NK 4.......................................................... 13 Gambar 7. Metode penekanan laktasi postpartum. Dikutip dari Kochenour NK 4 ........................................................................... 20
DAFTAR SKEMA DAN TABEL
Halaman
Skema 1. Interaksi hormone selama kehamilan Dikutip dari Soetjiningsih 3 .............................................................................................. 5
Skema 2. Akibat kegagalan refleks let down Dikutip dari Soetjiningsih 3............................................................................................... 10 Skema 3. Interaksi hormone-hormon dan factor lainnya dalam proses menyusui. Dikutip dari Soetjiningsih 3 ................................................... 11 Tabel 1. Komposisi ASI Matur
Di bandingkan dengan ASI Prematur .............................................. 18 Tabel 2. Komposisi Kolostrum dan ASI matur ............................................. 19
I. PENDAHULUAN
Laktasi merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan
makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik dan
psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.1
Air susu ibu ( ASI ) merupakan makana yang ideal bagi pertumbuhan neonatus.
Sejumlah komponen yang terkandung di dalamnya, ASI sbagai sumber nutrisi
untuk pertumbuhan dan perlindungan pertama terhadap infeksi.1,2
Proses pembentukan air susu merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan
hipotalamus, pituitari dan payudara, yang sudah dimulai saat fetus sampai pada
masa pasca persalinan. ASI yang dihasilkan memiliki komponen yang tidak
konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu tergantung stadium laktasi.3,4
Dengan terjadinya kehamilan pada wanita akan berdampak pada pertumbuhan
payudara dan proses pembentukan air susu ( Laktasi ). Dengan tulisan ini dibuat
seagai salah satu bahan diskusi untuk mencari gambaran dan kejelasan tentang
proses pertumbuhan payudara sampai dikeluarkannya air susu serta faktor –
faktor yang dapat mempengaruhi proses tersebut.
II. ANATOMI PAYUDARA
Penting untuk mengetahui anatomi payudara yang berkaitan dengan aktivitas
fungsional dan berbeda pada masa sebelum pubertas,pubertas, adolesen, dewasa,
menyusui dan multipara. 3,4,5
Secara vertikal payudara terletak antara kosta II dan VI, secara horizontal mulai
dari pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis. Kelenjar susu berada di
jaringan subkutan, tepatnya diantara jaringan subkutan superfisial dan profundus,
yang menutupi muskulus pektoralis mayor, sebagian kecil seratus anterior dan
obliqus eksterna. Bentuk dan ukuran payudara akan bervariasi menurut aktivitas
fungsionilnya seperti apa yang didapatkan pada masa sebelum pubertas, pubertas,
adolesen, dewasa, menyusui dan multipara.5,6
Pada Payudara terdapat puting susu yang terletak setinggi interkosta IV. Pada
tempat ini terdapat lubang – lubang kecil yang merupakan muara dari duktus
otot polos sirkuler. Payudara terdiri dari 15 – 25 lobus. Masing – masing lobus
terdiri dari 20 – 40 lobulus , selanjutnya masing – masing lobulus terdiri dari 10 –
100 alveoli dan masing – masing dihubungkan dengan saluran air susu/ sistem
duktus.3,4,5,6
Gambar 1.A. Morfologi payudara dewasa dengan potongan yang menunjukkan lemak dan sistem duktus. B. Skema sederhana yang menggambarkan system duktus dan sel mioepite l yang mengelilingi duktus. Dikutip dari Soetjiningsih 3
Gambar 2. Bentuk dan ukuran payudara Dikutip dari Soetjiningsih 3
III. PATOFISIOLOGI LAKTASI
Patofisiologi laktasi tidak hanya diperhatikan dari sisi fungsi glandula mammae
dalam memproduksi air susu, tetapi juga melibatkan proses pertumbuhan
glandula mammae dari saat fetus sampai usia dewasa. Adanya gangguan
pada setiap fase pertumbuhan payudara akan mengurangi atau bahkan
meniadakan kapasitas fungsional glandula mammae. Pengaturan hormon terhadap
pengeluaran ASI dibagi 3 bagian yaitu Pembentukan kelenjar payudara,
Pembentukan air susu dan Pemeliharaan pengeluaran air susu. 3,5,7,8
A. Pembentukan kelenjar payudara
1. Sebelum Pubertas
Duktus primer dan duktus sekunder sudah terbentuk pada masa fetus.
Mendekati Pubertasterjadi pertumbuhan yang cepatdari system duktus
terutama di bawah pengaruh hormon estrogen sedang pertumbuhan
alveoli oleh hormone progesterone. Hormon yang juga ikut berperan
adalah prolaktin yang dikeluarkan oleh kelenjar adenohipofise
anterior. Hormon yang kurang berperan adalah hormone
adrenalin,tiroid, paratiroid dan hormone pertumbuhan. 4,5
2. Masa Pubertas
Pada masa ini terjad pertumbuhan percabangan-percabangan
system duktus,proliferasi dan kanalisasi dari unit-unit lobuloalveolar
yamg terletak pada ujung –ujung distal duktulus. Jaringan penyangga
stoma mengalami organisasi dan membentuk septum interlobalir. 3,4
3. Masa siklus menstruasi
Perubahan kelenjar peyudara wanita dewasa berhubungan siklus
mentruasi dan pengaruh pengaruh hormone yang mengatur siklus tsb
seperti estrogen danprogrsteronyang dihasilkan oleh korpus luteum.
Bila kadar hormone tersebut meningkat maka akan terjadi edema
lobulus , secara klinik payudara dirasakan berat dan penuh.Setelah
mentruasi kadar estrogen dan progesterone,berkurang. Yang bekerja
hanya prolaktin saja. Oedem berkurang sehingga besar payudara
berkurang juga. Hal ini menyebabkan payudara selalu tambah
besar pada tiap siklus ovulasi mulai dari permulaan mentruasi
sampai umur 30 tahun. 3,4,5
4. Masa Kehamilan
Pada awal kehamilan terjadi perningkatan yang jelas dari duktulus
yang baru ,percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi
oleh hormone plasenta dan korpus luteum. Hormon yang
membantu mempercepat pertumbuhan adalah Prolaktin, laktogen
karbohidrat dan bagian-bagian laktose, α-lactalbumin dan
galaktosyl , α-lactalbumin.
Reseptor lainnya yang diduga akan mempengaruhi kerja PRL
adalah glukokortikoid yang mempengaruhi transkripsi gen PRL,
Vitamin D yang mempengaruhi akumulasi RNA prolakton.
Esrogen akan memacu sintesis dan pelepasan PRL tetapi sangat
tergantung pada durasi dan dosis pemberiannya.
V. MEKANISME MENYUSUI
Bayi yang sehat mempunyai 3 refleksi intrinsik, yang diperlukan untuk
berhasilnya menyusui seperti :
A. Refleksi mencari (Rooting reflekx).
Payudara ibu yang menempel pada pipi atau derah sekeliling mulut
merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Ini
menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel tadi
diikuti dengan membuka mulut dan kemudian puting susu ditarik masuk ke
dalam mulut.
B. Refleks mengisap (Sucking reflex)
Tehnik menyusui yang baik adalah apabila kalang payudara sedapat mungkin
semuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan
pada ibu yang kalang payudaranya besar. Untuk itu maka sudah cukup bila
rahang bayi supaya menekan sinus laktiferus yang terletak di puncak kalang
payudara di belakang puting susu. Adalah tidak dibenarkan bila rahang bayi
hanya menekan puting susu saja, karena bayi hanya dapat mengisap susu
sedikit dan pihak ibu akan timbul lecet-lecet pada puting susunya. Puting
susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan bantuan lidah, di mana lidah
dijulurkan di atas gusi bawah puting susu ditarik lebih jauh sampai pada
orofaring dan rahang menekan kalang payudara di belakang puting susu yang
pada saat itu sudah terletak pada langit-langit keras (palatum durum). Dengan
tekanan bibir dan gerakan rahang secara berirama, maka gusi akan menjepit
kalang payudara dan sinus laktiferus, sehingga air susu akan mengalir ke
puting susu, selanjutnya bagian belakang lidah menekan puting susu pada
langit-langit yang mengakibatkan air susu keluar dari puting susu. Cara yang
dilakukan oleh bayi ini tidak akan menimbulkan cedera pada puting susu.
C. Refleks menelan (Swallowing reflex).
Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan
mengisap (tekanan negatif) yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga
pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme
menelan masuk ke lambung. Keadaan akan terjadi berbeda bila bayi diberi
susu botol di mana rahang mempunyai peranan sedikit di dalam menelan dot
botol, sebab susu dengan mudah mengalir dari lubang dot. Dengan adanya
gaya berat, yang disebabkan oleh posisi botol yang dipegang ke arah bawah
dan selanjutnya dengan adanya isapan pipi (tekanan negatif) kesemuanya ini
akan membantu aliran susu, sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk
mengisap susu menjadi minimal. Kebanyakan bayi-bayi yang masih baru
belajar menyusui pada ibunya, kemudain dicoba dengan susu botol secara
bergantian, maka bayi tersebut akan menjadi bingung puting (nipple
confusion). Sehingga sering bayi menyusu pada ibunya, caranya menyusui
seperti mengisap dot botol, keadaan ini berakibat kurang baik dalam
pengeluaran air susu ibu. Oleh karena itu kalau terpaksa bayi tidak bisa
langsung disusui oleh ibunya pada awal-awal kehidupan, sebaiknya bayi
diberi minum melalui sendok, cangkir atau pipet, sehingga bayi tidak
mengalami bingung puting (Neifert, 1995).
VI. KOMPOSISI ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam-garam
organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai
makanan utama bagi bayi. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi air
susu ibu adalah Stadium Laktasi, Ras, Keadaan Nutrisi dan Diit Ibu.
Air susu ibu menurut stadium laktasi adalah kolostrum, air susu transisi /
peralihan dan air susu matur (nature).
A. K o l o s t r u m
Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara,
mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam
alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa
puerperium.
B. Air Susu Masa Peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur.
C. Air Susu Matur
Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi
relatif konstan (ada pula yang menyatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan
baru mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5).
Tabel 1 Komposisi ASI Matur
Di bandingkan dengan ASI Prematur
Zat Gizi Hari ke 3-5
Hari ke 8-11
Hari ke 15-18
Hari ke 26-29
Matur Prematur Matur Prematur Matur Prematur Matur Prematur Energi
(kcal/dl) 48 58 59 71 62 71 62 70
Lemak (g/dl)
1.85 3.0 2.9 4.14 3.06 4.33 3.05 4.09
Protein (g/dl)
1.87 2.10 1.7 1.86 1.52 1.71 1.29 1.41
Laktosa (g/dl)
5.14 5.04 5.98 5.55 6.0 3.63 6.51 5.97
Sumber : Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia Jakarta 2003.
Tabel 2 Komposisi Kolostrum dan ASI matur
Komposisi Kolostrum (hari 1-5)
ASI Matur (> 30 hari)
Energi (kcal/dl) 58.0 70.0 Lemak (g/dl) Asam lemak tak jenuh Rantai panjang (% total lemak)
2.9
---
4.2
14 Protein (g/dl) Kasein (g/dl) α -Lactalbumin (g/dl), Whey Laktoferin (g/dl) IgA (g/dl)
2.3 0.5 ---
0.5 0.5
0.9 0.4 0.3
0.2 0.2
Laktosa (g/dl) 5.3 7.3 Vitamin A (RE) (μ g/dl) 151 75 Kalsium (mg/dl) Natrium (mg/dl) Zat besi (mg/dl)
28 48 ---
30 15
0.0847 Sumber : Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia
Jakarta 2003. V. PENEKANAN FUNGSI LAKTASI
Penekanan fungsi laktasi dapat terjadi pada tingkat payudara, pitutari atau
hipoithalamus. Metode termudah dari penekanan laktasi adalah menghindari
rangsangan pada payudara yang akan mengurangi refleks pengeluaran air susu
dan mengurangi perangsangan prolaktin untuk memproduksi susu. Adanya
penghambatan refleks pengeluaran susu, alveoli akan teregang dan berakhir
pada penekanan fungsi laktasi.
Selain penghambat secara mekanik laktasi dapat dihambat oleh steroid seks
seperti halnya estrogen dan androgen akan menekan fungsi laktasi pada level
jaringan payudara. Pemberian estrogen ini lebih bermakna dibandingkan
placebo pada terapi pembengkakan payudara. Efek rebound lactation dapat
terjadi setelah 8-10 hari setelah terapi dihentikan.
Penekanan laktasi dengan menghambat pelepasan prolaktin juga dapat
dilakukan dengan pemberian alkaloid ergot seperti bromokriptin ( Parlodel ).
Dari penelitian terbaru, prostaglandin E2 ( 2 mg / 6 jam pada hari ke – 4 dan
ke-5 pp) dapat secara efektif menghambat sekresi air susu dan terapi
pembengkakan peyudara. Mekanismenya masih belum jelas tetapi PGE2
mungkin mempengaruhi neuron dopaminergik hipotalamus. 4,8
Gambar 7. Metode penekanan laktasi postpartum
Dikutip dari Kochenour NK 4
VIII. RINGKASAN 1. Laktasi merupakan fase akhir dari siklus reproduksi yang memiliki
system pengaturan yang sngat kompleks yaitu hipotalamus, hipofisis dan payudara sendiri. Perlu mengetahui anatomi payudara serta variasi bentuk dari payudara.
2. Perubahan yang terjadi pada kelenjar payudara dipengaruhi oleh waktu misalnya mas pubertas, siklus mensturasi pada masa menyusui atau laktasi.
3. Pembentukan dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh refleks prolaktin dan let down dimana sejumlah hormon akan mengambil bagian tersendiri mulai dari pembentukan kelenjar mame, pembentukan air susu sampai pemgeluaran air susu.
IX. RUJUKAN 1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1999: 265. 2. Keller MA. Imunology of lactation In: Coulam CB, Faulk WP, Mc Intryre SA. Imunological obstertries. London:
W.W. Norton & Company, 1999: 315 – 327. 3. Soetjiningsih. ASI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998: 315-327. 4. Cowie AT. The mammary gland and lactation. In: Phillip EE, Barnes J, Newton M. Scientific Foundation of
Obstetri ang Gynecology. London: William Heinemann Medical Book. LTD, 1980: 567-578. 5. YEE LD Breast from birth through menopause. In : Seifer DB, Samuels P, Kniss DA. In: The physiologie basic of
gynecology & obstetric. Philadelpia: Lippinoett Williams & Wilkins, 2001: 197 – 199. 6. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. William obstetries. 20th ed. Texas: Appleton
Wilkins, 1991 : 547 – 561. 9. Yen SS. Prolactin in human reproduction. In: Yen SS, Jaffe RB. Reproductive endocriminology. 3 rd ed.
Philadelpia: W.B. Souders Company, 1978: 357 – 388. 10. Novy MJ. The normal purpurium. In : De chewey AH, Pernull MC. Current obstetries and gynecology diagnostic
and trentment. 8 th ed. Connecticut: Aplleton & Lange, 1994: 271-272. 11. Cunningham, Mac Donald, Gant Obstetrics Williams. 18th edition. Texas: Appleton & Lange, 1989, 247-251. 12. David C, Sharon T, Charles RB, Frank W. Clinical manual of obstetrics. 2nd edition, New York : McGraw Hill,
Indonesia. Jakarta. 14. Koehenour NK. Lactation suppression. In: Pitkin RM, Scott JR. Clinical obstetries and gynecology. Cambridge:
Harper & Row Publiser, 1980; 23: 1045 - 1057. 15. Modul manajemen laktasi, Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1985; 140-231. 16. Ronald L, Kelinman Breast feeding fertility and contraceptions 1 st edition, London:IPPF, 1984:5-43. 17. DC Dutta. Textbook of obstetries 4 th edition, Calcutta: Central, 1998;483-490. 18. Ndung SDB, Rulina S. Masalah-masalah dalam menyusui dan langkah-langkah keberhasilan menyusui.
Dalam:Simposium ASI, Malang, 2002;1-18. 19. Miller, Callander. Obstetries iLlustrated.4 th edition. Edinburgh:Churchill Livingstone, 1989;390-392. 20. Abdul BS, Gulardi HW, Djoko W. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal edisi 2.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Parwirohardjo, 2001; 128-130. 21. Cunningham, Norman, Kenneth JL, Larry CG. Williams obstetrics 1 4 editiom. New York: McGrow Hill,
2001;413-415. 22. Foley, Strong. Obstetric intensive care 1 st edition, Philadelphia WB Saunders, 1997, 408-409. 23. Govan, Hart, Callander. Gynecology illustrated. 4th edition, Edinburgh: Churchill Livingstone, 1983;92-101.